• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada bulan April dan Mei 2008 terhadap fenologi dan volume nektar bunga, bunga jarak pagar mekar di pagi hari. Hal ini sesuai dengan pernyataan Bhattacharya et al. (2005), bahwa bunga jarak pagar mekar antara pukul 08.00-12.00. Menurut Raju & Ezradanam (2002), bunga jantan dan betina tidak mekar bersamaan. Masa pembungaan jarak pagar adalah 11 hari, dimana bunga jantan mekar pada hari ke-1 hingga hari ke-11, sedangkan bunga betina mekar pada hari ke-2 hingga hari ke-6. Bunga jantan gugur pada hari ke-3 pembungaan, sedangkan bunga betina yang tidak mengalami penyerbukan gugur pada hari ke-4 pembungaan. Bunga betina yang mengalami penyerbukan akan tetap berada pada pedikelnya dan ukuran sepal serta petal melebar untuk melindungi proses pembuahan hingga buah mencapai ukuran maksimal. Rasio jumlah bunga jantan dan betina adalah 29:1. Berdasarkan pengamatan, masa pembungaan jarak pagar adalah 20 hari. Masa pembungaan didahului oleh bunga jantan dan diikuti oleh bunga betina 1-2 hari berikutnya hingga akhir masa pembungaan. Bunga jantan dan bunga betina yang tidak mengalami penyerbukan akan gugur pada waktu yang hampir bersamaan yaitu antara 3-4 hari

pembungaan. Rasio perbandingan jumlah bunga jantan dan betina selama pengamatan adalah 33:1. Bunga jarak pagar menghasilkan nektar dan serbuksari.

Nektar disekresikan oleh 5 kelenjar nektar yang terletak di dasar bunga. Kelenjar nektar berbentuk oval, lonjong, dan berwarna kuning. Umumnya nektar yang disekresikan akan menggenang di permukaan kelenjar nektar dan berpendar apabila terpantul oleh sinar matahari. Rataan harian volume nektar bunga jantan dan bunga betina jarak pagar masing-masing adalah + 1.32 µl dan + 1.36 µl. Volume nektar tertinggi dihasilkan oleh bunga betina sesaat setelah mekar dengan volume + 4.09 µl, sedangkan bunga jantan hanya mensekresikan sebanyak + 3.85 µl. Volume nektar bunga betina lebih banyak dibandingkan bunga jantan. Terdapat adanya perbedaan sumber pakan bagi serangga penyerbuk dari bunga jantan dan betina. Bunga jantan menyediakan serbuk sari dan nektar, sedangkan bunga betina hanya menyediakan nektar sebagai sumber pakan. Sekresi nektar yang tinggi dibutuhkan agar serangga penyerbuk masih tertarik untuk mengunjungi bunga betina. Raju & Ezradanam (2002), melaporkan rata-rata volume nektar per hari adalah 0,3 µl. Volume nektar bunga jarak pagar jantan lebih sedikit dibandingkan bunga betina (1.92 + 0.44 µl : 4.54 + 0.82 µl) (Bhattacharya et al. 2005).

Keragaman Serangga Penyerbuk pada Jarak Pagar

Sembilan ordo serangga yang mengunjungi tanaman jarak pagar ditemukan selama pengamatan bulan April-Mei 2008, yaitu: Odonata, Orthoptera, Mantodea, Homoptera, Thysanoptera, Coleoptera, Hymenoptera, Lepidoptera), dan Diptera. Hanya 3 dari 9 ordo serangga pengunjung jarak pagar yang diduga berperan dalam penyerbukan bunga jarak pagar. Ketiga ordo tersebut adalah Hymenoptera, Lepidoptera, dan Diptera. Ketiga ordo tersebut terdiri atas 5 famili, 9 spesies, dan 5.866 individu. Hymenoptera merupakan ordo yang paling dominan (5.849 individu; 99,71%), diikuti oleh Lepidoptera (15 individu; 0,26%), dan Diptera (2 individu; 0,03%) yang merupakan ordo dengan kelimpahan individu paling rendah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Raju & Ezradanam (2002) pada tanaman jarak pagar di India dimana Hymenoptera

(Apidae, Anthophoridae, Halictidae, dan Formicidae), Thysanoptera (Thripidae), dan Diptera (Calliphoridae) menjadi serangga pengunjungnya. Bhattacharya et al. (2005) melaporkan Hymenoptera (Apidae dan Vespidae) serta Coleoptera (kumbang) sebagai serangga pengunjung tanaman jarak pagar di Kebun Nasional India. Sedangkan Atmowidi et al. (2008) melaporkan Hymenoptera (lebah dan semut), Lepidoptera (kupu dan ngengat), Coleoptera (kumbang), Thysanoptera (Triplehorn), dan Diptera (lalat) sebagai serangga pengunjung perkebunan tanaman jarak pagar di Indramayu, Jawa Barat.

Odonata dan Mantodea bukan merupakan serangga penyerbuk pada tanaman jarak pagar karena ukuran tubuhnya yang besar dan bersifat karnivora. Orthoptera dan Coleoptera umumnya juga merupakan serangga besar yang memakan dedaunan (lebih bersifat hama terhadap tanaman). Homoptera menyebabkan keriput daun pada tanaman jarak pagar sehingga daun, bunga, dan buah yang terkena kutu putih (Pseudococcidae) menjadi keriput, tidak dapat berkembang baik dan membusuk (Triplehorn & Johnson 2005). Thysanoptera merupakan serangga bersayap duri berukuran kecil yang umumnya memakan tanaman, menyerang bunga, daun, buah, ranting, dan kuncup. Thysanoptera larva dan dewasa umumnya menghisap cairan klorofil hingga sel daun mati. Thysanoptera juga dapat menjadi vektor Tospovirus (Mound 2005).

Sakai (2001); Moog et al. (2002); dan Terry (2003) melaporkan bahwa Thysanoptera merupakan serangga penyerbuk pada tanaman Castilla elastic (Moraceae), Macaranga hullettii (Euphorbiaceae), dan Macrozmia communis (Zamiaceae). Namun, umumnya Thysanoptera tidak berasosiasi dengan bunga yang terbuka dan menarik perhatian lebah dan lalat, serta tidak juga berasosiasi dengan bunga yang mensekresikan nektar dalam jumlah besar sehingga menarik perhatian burung serta mamalia (Mound 2005).

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, beberapa Thysanoptera (Tripidae) ditemukan di dasar bunga jantan dan betina tanaman jarak pagar. Bunga jantan dan betina jarak pagar berbentuk infloresen dengan percabangan betina terletak di atas percabangan bunga jantan. Thysanoptera tidak berpindah dari satu bunga ke bunga yang lain antar tanaman. Thysanoptera dewasa pada

tanaman ini diduga mejadi hama tanaman karena menghisap zat hijau daun atau mentransfer Tospovirus pada tanaman yang belum berbuah sehingga daun berwarna kuning dengan bintik hitam dan rapuh (mudah menyebabkan gugur pada bunga). Selain Thysanoptera, beberapa spesies dari ordo Hymenoptera juga ditemukan pada tanaman jarak pagar, seperti semut, tabuhan, dan lebah. Semut yang teramati pada penelitian ini ada 2 jenis, yaitu Anoplolepis sp. dan Prenolepis sp..

Anoplolepis sp. merupakan semut predator (pengontrol hama pada tanaman) (Rickson & Rickson 1998). Berdasarkan pengamatan, Anoplolepis sp. menjadi predator bagi serangga-serangga kecil seperti thrips dan kutu putih. Anoplolepis sp. pernah ditemukan disekitar telur kutu putih pada bunga dan buah. Anoplolepis sp. juga ditemukan didalam bunga jantan maupun bunga betina dimana thrips pada tanaman jarak pagar berada. Menurut Rickson & Rickson (1998), Lach (2005), dan Junker et al. (2007) selain sebagai pengontrol hama, Anoplolepis sp. juga diketahui mengambil nektar sebagai sumber pakannya. Diduga saat menghisap nektar dan berada didalam bunga, beberapa serbuksari menempel pada tubuhnya yang berambut dan terbawa pada saat Anoplolepis sp. berpindah ke bunga berikutnya seperti yang teramati didalam penelitian ini. Semut Anoplolepis sp. berperan sebagai penyerbuk tanaman telah dilaporkan oleh Rickson & Rickson (1998) pada tanaman Annacardium occidentale; I Hsin et al. (2006) pada bunga mangga (Mangifera indica L.); dan Junker et al. (2007) pada tanaman Licuala grandis.

Walaupun Anoplolepis sp. dapat berpotensi menjadi penyerbuk pada tanaman jarak pagar, namun kelimpahan Anoplolepis sp. pada penelitian ini sangat rendah bila dibandingkan dengan Prenolepis sp. (11:4569 individu). Hal ini mungkin terjadi karena adanya persaingan dalam mendapatkan nektar sebagai pakan. Ukuran tubuh Anoplolepis sp. (+ 4.5 mm) yang lebih besar dari Prenolepis sp. (+ 3 mm) juga mempengaruhi kemampuan untuk masuk ke dalam bunga jarak pagar. Umumnya ditemukan 2-3 individu Prenolepis sp. didalam 1 bunga jarak pagar. Prenolepis sp. juga dikenal sebagai semut madu, karena memiliki abdomen transparan yang dapat terisi penuh oleh nektar (repletes) (Ashman & King 2005).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan, Prenolepis sp. mencari nektar dengan hinggap pada beberapa bunga, baik dalam satu maupun berbeda malai dengan membawa serbuksari yang menempel di tubuhnya yang berambut. Oleh karena itu, Prenolepis sp. dimasukkan ke dalam serangga penyerbuk pada bunga jarak pagar.

Selain semut, ditemukan juga sejenis tabuhan kertas (Vespa sp.; Vespidae) yang mengunjungi jarak pagar. Vespidae merupakan predator serangga kecil (pengontrol hama) seperti halnya Anoplolepis sp.. Vespa sp. mencari pakan berupa air, bubur kayu (pulp), karbohidrat (nektar), dan protein hewani (Richter 2000). Keberadaan tabuhan biasanya bersaing dengan semut dalam mencari nektar (Torres-Hernandez et al. 2000). Beberapa penelitian melaporkan kebutuhan Vespa akan nektar membuatnya sebagai serangga penyerbuk. Momose et al. (1998) meyatakan Vespidae sebagai penyerbuk pada tanaman Casearia grewiaefolia di Sarawak, Malaysia. Torres Hernandez et al. (2000) menguji kemampuan Vespidae sebagai penyerbuk pada tanaman Turnera ulmifolia yang dapat meningkatkan hasil buah sekaligus sebagai predator hama pada tanaman tersebut.

Pada penelitian ini Vespa sp. tidak digolongkan sebagai penyerbuk tanaman jarak pagar karena bentuk tubuhnya yang relatif lebih besar dibandingkan ukuran bunga jarak pagar (Bhattacharya et al. 2005). Vespa sp. hanya dapat dikategorikan sebagai serangga pengunjung dan sebagai predator (memangsa serangga kecil pada bunga jarak pagar). Umumnya Vespa hanya mendapatkan nektar dari mangsanya atau embun madu pada permukaan bunga. Dalam penelitian ini, sarang Vespa sp. diketahui terletak di dalam lubang tebing sekitar 200 m dari lokasi penelitian.

Lebah X. confusa merupakan serangga subsosial dengan ukuran tubuh + 22.45 mm. Tubuh secara keseluruhan berwarna hitam, dengan kepala dan toraks yang tertutupi rambut halus berwarna kuning. Lebah X. confusa mengunjungi tanaman jarak pagar dengan kelimpahan paling tinggi dibandingkan spesies Apidae lainnya. Lebah X. confusa merupakan lebah soliter yang bersarang pada kayu yang terletak sekitar 10 m dari lokasi penelitian. Kelimpahan yang tinggi

dapat diakibatkan oleh keberadaan sarang yang dekat dengan lokasi penelitian. Umumnya, Xylocopa menyukai bunga berukuran besar dengan pistil panjang dan anther berporos, sehingga memudahkan Xylocopa untuk mengumpulkan serbuksari (Momose et al. 1998). Atmowidi (2008) menyatakan X. confusa sebagai pengunjung bunga caisin (Brassica rapa; Brassicaceae) dengan kelimpahan rendah. Xylocopa juga dilaporkan menjadi penyerbuk pada tanaman famili Actinidiaceae, Dilleniaceae, Melastomataceae, dan Xanthophyllaceae (Momose et al. 1998).

Selain X. confusa, ditemukan 2 spesies Apidae lainnya yaitu, A. cerana dan A. dorsata dengan masing-masing kelimpahan adalah 348 dan 459 individu. Tubuh A. cerana berukuran + 9.65 mm, Berambut berwarna coklat kehitaman dengan sayap transparan berwarna jingga kekuningan. Terdapat garis coklat-kuning pada abdomen dengan garis yang berwarna lebih gelap didekatnya. Ukuran tubuh A. dorsata + 20 mm berwarna coklat gelap. Abdomen yang besar dihiasi dengan tiga garis putih dan garis kuning jingga didekat toraks. Sayap transparan (panjang sayap depan + 13 mm) dengan warna kuning tua (kuning gading) (Ruttner 1988; Michener 2000)

Lebah madu Apis sudah banyak dikenal sebagai penyerbuk pada berbagai tanaman Angiospermae (Momose et al. 1998) dan berbagai tanaman di lahan pertanian (Kremen et al. 2002). A. cerana dan A. dorsata merupakan penyerbuk utama pada pertanaman caisin (Atmowidi et al. 2007). Pada beberapa penelitian yang dilakukan pada tanaman jarak pagar, selalu ditemukan Apis sebagai serangga penyerbuk dominan (Raju & Ezradanam 2002; Bhattacharya et al. 2005; Banjo et al. 2006; Atmowidi et al. 2008).

Lebah A. cerana dan A. dorsata merupakan lebah eusosial dengan pembagian kasta yang berbeda (ratu, jantan, dan pekerja). Menurut Michener (2000) terdapat sekitar 60 ribu lebah pekerja yang berperan mencari pakan untuk kebutuhan koloninya. Winston (1987) menyatakan, lebah madu pekerja cenderung mengunjungi satu spesies tanaman bunga dalam sekali perjalanan dengan membawa sekitar 10-30 mg serbuk sari atau 25-40 mg nektar. Kemampuan ini didukung oleh adanya struktur berambut pada tubuh dan

keranjang serbuksari (pollen basket; corbicula) pada tungkai ke tiga. Lebah madu juga cenderung mengunjungi spesies tanaman bunga yang terdekat dengan sarangnya. Sarang A. cerana terletak dilubang bebatuan sekitar 100 m dari lokasi penelitian. Hal ini sesuai dengan Kevan et al. (1995) yang melaporkan jarak pencarian pakan A. cerana 100-500 m dari sarang. Kelimpahan A. cerana dalam penelitian ini tidak tinggi karena sarang A. cerana yang terdekat dengan lokasi penelitian dipanen manusia.

Kelimpahan kedua tertinggi pada tanaman jarak pagar adalah A. dorsata. Dibandingkan dengan A. cerana, A. dorsata memiliki sarang di pohon tinggi di dalam hutan. Sarang A. dorsata pada penelitian ini diduga terletak sekitar 1 km di dalam hutan dekat lokasi penelitian. A. dorsata mendominasi tanaman jarak pagar setelah koloni A. cerana hilang dari lokasi penelitian. Hal ini diduga terjadi karena ketersediaan jumlah nektar yang masih banyak untuk dikonsumsi oleh A. dorsata. A. dorsata memiliki ukuran tubuh + 20 mm yang lebih besar dibandingkan A. cerana (9.65 mm). A. dorsata dapat mengumpulkan nektar secara langsung dari bunga jarak pagar yang berukuran kecil dan berbentuk malai karena adanya probosis yang panjang serta corbicula dan tubuh yang berambut.

Selain Hymenoptera, ditemukan juga Lepidoptera yang mengunjungi tanaman jarak pagar. Kelimpahan Lepidoptera pada penelitian ini sangat rendah yaitu, G. Agamemnon (7 individu), A. ariadne (5 individu), dan J. orithya (3 individu) selama 20 hari pengamatan. Kelimpahan paling rendah ditemukan pada lalat buah (E. tenax; Syrphidae) yang hanya ditemukan sebanyak 2 individu selama 20 hari pengamatan. E. tenax dilaporkan sebagai penyerbuk utama pada pepohonan di pegunungan tinggi Eropa (Eritrichium nanum; Braginaceae) (Zoller et al. 2002); Euphorbia characias L (Euphorbiaceae) (Blancafort & Gomez 2005); Lobularia maritima L., ketumbar (Coriandrum sativa L.), soba (Fagopyrum esculentum), dan Phacelia tanacetifolia (Ambrosino et al. 2006); perkebunan apel organik di Barat Laut Italia (Rossi et al. 2006); dan perkebunan tembakau di Republik Macedonia (Krsteska 2008). Pada penelitian ini, Lepidoptera dan Diptera lebih banyak ditemukan pada tanaman semak (sejenis rerumputan) disekitar tanaman jarak pagar. Diduga walaupun berpotensi sebagai

penyerbuk, namun kedua ordo diatas bukanlah penyerbuk dominan pada lahan perkebunan jarak pagar PT. Indosement Cibinong, Jawa Barat, Indonesia.

Atmowidi et al. (2008), melaporkan Trigona sp. sebagai serangga penyerbuk dominan pada perkebunan jarak pagar, Indramayu, Jawa barat. Namun pada penelitian ini tidak ditemukan spesies tersebut. Hal ini diduga karena tidak adanya sarang Trigona sp. pada wilayah perkebunan jarak pagar PT. Indocement Cibinong. Pengaruh insektisida dan polusi udara kemungkinan menyebabkan tidak ditemukannya Trigona sp..

Secara umum, keragaman serangga penyerbuk di lokasi penelitian cukup tinggi (9 ordo serangga). Hal ini berkaitan dengan habitat di sekitar perkebunan yang memungkinkan sebagai sarang. Kelimpahan beberapa spesies yang rendah dikarenakan penggunaan insektisida pada perkebunan tersebut yang diaplikasikan sebulan sekali. Penggunaan pestisida dilakukan untuk mengurangi serangan hama seperti kutu putih dan thrips.

Keragaman Serangga Penyerbuk Berdasarkan Waktu Pengamatan, Fenologi Bunga, dan Parameter Lingkungan

Keragaman serangga penyerbuk di suatu habitat berhubungan dengan sumber pakan (serbuksari dan nektar) serta parameter lingkungan (Malo & Baonza 2002; Faheem et al. 2004; Harder et al. 2004; dan Boulter et al. 2005). Pada tanaman jarak pagar, selain menghasilkan serbuksari, nektar juga disekresikan pada dasar bunga (Gambar 20). Berdasarkan penelitian diketahui keragaman terendah serangga pengunjung tanaman jarak pagar terjadi pada pukul 07.00 wib yang hanya ditemukan 1 spesies yaitu, Prenolepis sp.. Hal ini mungkin dikarenakan suhu udara yang rendah (23.8-28 OC), kelembaban sangat tinggi (85-88%), intensitas cahaya rendah (4200-11100 lux), dan kecepatan angin yang rendah (0.7-0.9 m/s) yang menyebabkan banyak spesies belum melakukan aktivitas mencari pakan. Walaupun aktivitas kelimpahan serangga tinggi pada waktu tersebut (1 772 individu), namun jumlah nektar yang disisakan Prenolepis sp. pada bunga jantan dan betina masih mencukupi bagi spesies lain.

Keragaman serta kelimpahan serangga penyerbuk tertinggi terjadi pada pukul 08.00 wib (6 spesies; 1762 individu). Pada waktu tersebut jumlah volume nektar bunga betina dan bunga jantan tinggi (masing-masing 1.74 + 0.06 μl dan 1.74 + 0.08 μl), dengan suhu udara hangat (27.5-31.8 OC), kelembaban udara tinggi (69-80 %), intensitas cahaya 13800-26800 lux, dan kecepatan angin rendah (0.7-1 m/s). Diduga kondisi lingkungan ini merupakan kondisi optimal bagi serangga penyerbuk bunga jarak pagar di pagi hari.

Keragaman serangga penyerbuk di pagi hari (pukul 07.00-10.00 wib) didominasi oleh Prenolepis sp. dan X. confusa. Sedangkan enam serangga lainnya (Anoplolepis sp., A. cerana, A. dorsata, G. Agamemnon, A. ariadne ariadne, dan E. tenax) hanya ditemukan pada waktu tertentu. Hal ini diduga karena Prenolepis sp. dan X. confusa kurang dipengaruhi oleh perubahan parameter lingkungan yang terjadi. Klein et al. (2002) melaporkan jumlah lebah soliter pada pertanaman kopi semakin meningkat dengan meningkatnya intensitas cahaya. Nilai indeks keragaman serangga penyerbuk tinggi di pagi dan sore hari (0.81 dan 1.05), dengan nilai indeks kesamaan Sorensen yang tinggi (pagi vs sore: 77 %). Hal ini juga dilaporkan pada pertanaman caisin dimana keragaman serangga penyerbuk mencapai kelimpahan optimal pada pagi hari (Atmowidi et al. 2008).

Lebah A. cerana dan A. dorata berkolerasi negatif dengan suhu lingkungan, intensitas cahaya, dan kecepatan angin, namun berkolerasi positif dengan kelembaban udara. Hal ini dikarenakan suhu udara, intensitas cahaya, dan kecepatan angin yang tinggi tidak sesuai dengan aktivitas terbang dan pengaturan suhu pada lebah. Begitu pula dengan sifat kunjungan Lepidoptera dan Diptera pada penelitian ini. Faheem et al (2004), menyatakan suhu udara, intensitas cahaya, dan kecepatan angin yang mempengaruhi aktivitas terbang lebah masing-masing adalah 16-32 OC, 10-500 lux, dan 6.67 – 9.44 m/s. Selain aktivitas terbang, pengaturan suhu tubuh juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Pada suhu udara tinggi, lebah akan berpindah dengan cepat dari satu bunga ke bunga lainnya. Ketika produksi panas terlalu besar dibandingkan dengan energi yang didapat, lebah hanya berjalan dari satu bunga ke bunga lain (umumnya pada bunga infloresen). Aktivitas terbang lebah dalam menjaga suhu toraks mereka

pada 32 OC (Faheem et al. 2004) dengan suhu minimum 25-30 OC dan suhu maksimum 45-50 OC (Roubik 1989).

Kelimpahan serangga penyerbuk juga berpengaruh terhadap banyaknya jumlah bunga jarak pagar yang mekar, volume nektar dan serbuk sari yang dihasilkan (Faheem et al. 2004). Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, bunga jarak pagar mekar dalam kurun waktu 1-20 hari dengan perbandingan bunga jantan dan betina adalah 38:1. Volume nektar bunga betina dan bunga jantan yang dihasilkan masing-masing adalah 1.08 + 1.23 µl dan 1.04 + 1.18 µl. Volume nektar bunga betina lebih tinggi dari pada bunga jantan karena adanya perbedaan sumber pakan bagi serangga penyerbuk dari bunga jantan dan betina. Bunga jantan menyediakan serbuk sari dan nektar, sedangkan bunga betina hanya menyediakan nektar sebagai sumber pakan penyerbuk. Raju & Ezradanam (2002), melaporkan jumlah bunga jantan dan betina pada tanaman jarak pagar di India adalah 29:1 dengan masa berbunga hingga 11 hari dengan rata-rata volume nektar per hari adalah 0.3 µl. Bhattacharya et al. (2005) melaporkan jumlah volume nektar bunga jarak pagar jantan lebih sedikit dibandingkan bunga betina (1.92 + 0.44 µl : 4.54 + 0.82 µl).

Kelimpahan Prenolepis sp., X. confusa, dan A. cerana meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah bunga yang mekar. Hasil ini menunjukkan tidak adanya pengaruh antara jumlah lebah soliter dan lebah sosial dengan jumlah bunga. Steffan-Dewenter & Tscharntke (2000) melaporkan, tingginya kelimpahan lebah sosial tejadi saat jumlah bunga pada tanaman kopi meningkat. Atmowidi et al. (2008) juga menyatakan kelimpahan lebah sosial tinggi saat bunga caisin banyak berbunga, sedangkan kelimpahan lebah soliter tinggi saat hanya beberapa tanaman berbunga.

Kelimpahan tinggi pada A. dorsata terjadi saat kelimpahan A. cerana rendah. Hal ini diduga berkaitan dengan adanya kompetisi sumberdaya dimana sumberdaya pakan yang tersedia pada tanaman jarak pagar tinggi. Kompetisi antara lebah madu dan lebah hutan dalam mencari pakan dilaporkan oleh Steffan-Dewenter et al. (2001).

Selain jumlah serbuksari dan nektar serta jumlah bunga mekar, ukuran, warna, dan bentuk bunga juga berpengaruh pada kelimpahan serangga penyerbuk (Faheem et al. 2004). Umumnya, bentuk bunga mekar sempurna, infloresen, dengan warna biru dan kuning lebih disukai oleh serangga penyerbuk, terutama Hymenoptera dan Diptera. Menurut Barth (1991) lebah hanya dapat melihat dalam kisaran spektrum cahaya 0-700 nm (ultraviolet-hijau) dan 400-550 nm (biru-kuning). Warna kuning terang dengan bentuk malai pada bunga jarak pagar mudah dikenali oleh lebah dan lalat (Faheem et al. 2004).

Perbandingan Hasil Penyerbukan dengan dan tanpa Serangga Penyerbuk

Kehadiran serangga penyerbuk pada perkebunan jarak pagar dalam penelitian ini memberikan keuntungan berupa meningkatnya hasil panen. Peran serangga penyerbuk dalam membantu penyerbukan pada tanaman jarak pagar telah dilaporkan oleh Raju & Ezradanam (2002), Bhattacharya et al. (2005), Banjo et al. (2006), Atmowidi et al. (2007) bahwa jarak pagar merupakan tanaman yang penyerbukannya dibantu oleh serangga. Penggunaan kurungan (kain kasa putih) tidak mempengaruhi intensitas cahaya, suhu, dan kelembaban udara di dalam kurungan. Kecepatan angin sedikit berpengaruh terhadap penggunaan kasa namun tidak berpengaruh pada hasil penyerbukan. Hal ini dikarenakan rata-rata kecepatan angin di lapangan rendah (0.7-1.5 m/s). Bentuk serbuksari yang globular (Raju & Ezradanam 2002; Bhattacharya et al. 2005), lengket, dan tidak mudah rontok juga mempengaruhi penyerbukan angin. Tamura & Kudo (2000), melaporkan perbandingan hubungan penyerbukan dengan bantuan angin dan serangga pada Salix miyabena dan S. sachalinensis. Penyerbukan angin dipengaruhi oleh bobot serbuk sari yang kering dan ringan, kecepatan angin, serta rendahnya aktivitas serangga pengunjung. Melendez-Ramirez et al. (2004), melaporkan bahwa penyerbukan pada kelapa palem (Cocos nucifera L.; Arecaceae) lebih efektif dengan bantuan serangga dibandingkan dengan bantuan angin.

Hasil penelitian menunjukkan jumlah buah per malai, jumlah buah per tanaman, diameter buah per tanaman, jumlah biji per tanaman, dan bobot biji per

tanaman yang terbuka lebih tinggi dibandingkan dengan hasil tanaman yang diberi perlakuan kurungan. Pada tanaman jarak pagar yang terbuka, terjadi peningkatan jumlah buah per malai sebesar 239%, jumlah buah per tanaman sebesar 241%, diameter buah sebesar 6%, jumlah biji per tanaman sebesar 250%, dan bobot biji per tanamaan sebesar 389%. Hasil panen yang tinggi pada tanaman jarak pagar yang terbuka berhubungan dengan keragaman serangga penyerbuk yang membantu terjadinya penyerbukan silang antar tanaman. Raju & Ezradanam (2002), melaporkan lebah dan lalat efektif membantu penyerbukan dalam satu tanaman (geitonogami) maupun penyerbukan antar tanaman (xenogami), sedangkan semut hanya membantu penyerbukan secara geitonogami. Pada penelitian ini diamati adanya semut di dalam tanaman yang dikurung. Hasil buah yang rendah dari tanaman kurung mengindikasikan penyerbukan yang dilakukan oleh semut adalah geitonogami. Total buah hasil tanaman kurung lebih rendah (83 buah/10 tanaman) dari total buah hasil tanaman terbuka (283 buah/10tanaman). Pada penelitian yang dilakukan di India, proses penyerbukan secara xenogami menghasilkan buah (96%) yang lebih banyak dibandingkan dengan geitonogami (77%). Seluruh buah xenogami dapat mencapai kematangan buah, sedangkan buah geitonogami mengalami kegagalan matang sebesar 23% (Raju & Ezradanam 2002).

Dalam penelitian ini, persentase perkecambahan biji jarak pagar hasil panen pada tanaman yang terbuka (88.3%) lebih tinggi dibandingkan dengan hasil panen pada tanaman tertutup (61.7%). Hal ini menunjukkan biji hasil penyerbukan xenogami lebih mampu untuk berkecambah dibandingkan dengan biji hasil geitonogami. Xenogami dapat menyebabkan pencampuran material genetik dari dua individu tanaman dalam satu spesies sehingga menyebabkan keragaman genetik yang tinggi dan memaksimalkan kemampuan hidup turunannya. Mohr et al. (1995) menyatakan keragaman genetik menghasilkan kekuatan hibrid (hyrid vigor) yang dapat memaksimalkan pertumbuhan dan hasil panen. Kekuatan hibrid dari penyerbukan xenogami menyebabkan hasil buah pada tanaman jarak pagar yang diteliti tinggi. Hal ini juga membuktikan bahwa xenogami sangat penting dilakukan untuk meningkatkan hasil panen.

Kecilnya kemampuan perkembangan buah dan biji jarak pagar hasil penyerbukan geitonogami mengindikasikan adanya kemampuan self compatibility (SC) (Chang-wei et al. 2007). SC merupakan salah satu mekanisme bagi

Dokumen terkait