• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERAGAMAN, EFEKTIVITAS, DAN PERILAKU KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK PADA TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.: EUPHORBIACEAE) PUJI RIANTI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KERAGAMAN, EFEKTIVITAS, DAN PERILAKU KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK PADA TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.: EUPHORBIACEAE) PUJI RIANTI"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK

PADA TANAMAN JARAK PAGAR

(Jatropha curcas L.: EUPHORBIACEAE)

PUJI RIANTI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

(2)

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Keragaman, Efektivitas, dan Perilaku Kunjungan Serangga Penyerbuk pada Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.: Euphorbiaceae) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada Perguruan Tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini

Bogor, Februari 2009 Puji Rianti NIM G351064021

(3)

PUJI RIANTI. Diversity, Effectiveness, and Visiting Behavior of Insect Pollinator in Physic Nut Plantation (Jatropha curcas L.: Euphorbiaceae). Supervised by BAMBANG SURYOBROTO and TRI ATMOWIDI.

World consumption of fossil fuel increased nowadays, but the resource were decreased because it un-renewable. This fact makes governments around the world look for bioresource to exchange the fossil fuel, including in Indonesia. Jatropha curcas L. (Euphorbiaceae) is chosen by international researcher to be the best biofuel resources because it is easy to plant and has lots of other advantages (medicine, cosmetics, household, etc). Flowers of J. curcas is yellow inflourecence, producing pollen and nectar, and pollinated by insect. The aim of this study were to study the diversity of insect pollinators visiting behavior, and its effects to fruit set in J. curcas plantation ac cement ex-mining of Indocement Cibinong, West Java, Indonesia. The observation of J. curcas was also conducted for flowering period, nectar volume, and environmental conditions. To examine the effectiveness of insect pollinators, I covered 10 plants of J. curcas by insect screen and compare their seeds to uncovered plants. The result showed that 9 spesies of insect pollinators from 3 order (Hymenoptera, Lepidotera, and Diptera) pollinated J. curcas. Four species of Hymenoptera, Prenolepis sp., A. dorsata, X. confusa, and A. cerana showed high abundances. The higher abundance and species richness of pollinators occurred at two different times of the day, i.e. at 08.00-10.15 am and 03.00-05.15 pm. The diversity of insect pollinators depended on J. curcas flowering time, nectar volume, and environment conditions. Insect pollinators increased the fruit and seed set of J. curcas. The insect pollinating behaviour of ants (Anoplolepis sp. and Prenolepis sp.) provided geitonogami effect of pollination. I concluded that X. confusa, A. cerana, and A. dorsata of Apidae to be the most effective insect pollinators in J. curcas based on visiting behaviour and seed set.

Key words: diversity, insect pollinator, fruit set, pollinating behavior, Jatropha curcas L., Euphorbiaceae

(4)

PUJI RIANTI. Keragaman, Efektivitas, dan Perilaku Kunjungan Serangga Penyerbuk pada Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.: Euphorbiaceae). Dibimbing oleh BAMBANG SURYOBROTO dan TRI ATMOWIDI.

Kebutuhan masyarakat dunia akan bahan bakar belakangan ini semakin meningkat. Sifat bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbaharui mendorong para ahli untuk terus mengkaji sumber daya hayati yang dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar fosil. Berdasarkan beberapa kebijakan Presiden yang disahkan pada tahun 2006 mengenai pencapaian kebijakan nasional, penggunaan energi biofuel lebih dari 5% pada tahun 2025 di Indonesia. Tim peneliti Indonesia menentukan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.; Euphorbiaceae) sebagai tanaman yang paling sesuai untuk dikembangkan sebagai bahan bakar biofuel.

Jarak pagar dipilih sebagai bahan dasar pembentuk bahan bakar biofuel karena sifatnya yang non edible, mudah ditanam, dan memiliki banyak manfaat baik dari segi komersil (obat-obatan, kosmetik, rumah tangga, dan pakan ternak) sampai efek lingkungan yang dihasilkan (mereduksi tingkat polusi CO2). Minyak dari biji buah jarak pagar dihasilkan melalui serangkaian proses tertentu.

Pembentukan biji dan buah jarak pagar tidak terlepas dari proses penyerbukan. Bunga jarak pagar bersifat infloresen, berumah dua, dimana bunga jantan dan bunga betina terpisah walaupun berada dalam satu malai yang sama. Bunga berwarna kuning, tidak beraroma, dan menghasilkan nektar. Nektar dihasilkan dari lima kelenjar nektar yang terletak pada dasar bunga. Waktu pembungaan bunga jantan dan betina berbeda, dan bunga mulai mekar di pagi hari (pukul 06.00-08.00 wib). Hal ini merupakan salah satu faktor bahwa penyerbukan bunga jarak pagar memerlukan bantuan agens penyerbuk. Kehadiran serangga penyerbuk diharapkan dapat meningkatkan jumlah buah dan biji.

Penelitian tentang keragaman serangga penyerbuk jarak pagar di Indonesia masih sangat terbatas. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian di bidang tersebut. Penelitian keragaman serangga penyerbuk dan efektivitasnya pada tanaman jarak pagar dilakukan di lahan perkebunan percobaan jarak pagar kerjasama IPB dan PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Cibinong, Gunto Indocement Mining Quarryd, Jl. Desa Lulut, Kecamatan Kelapa Tunggal, Jawa Barat (Ketinggian 153m dpl; LS 06 030’ 09,7’’, LU 106 055’ 16,6”). Lahan perkebunan ini merupakan lahan bekas tambang yang digunakan untuk bahan dasar pembuatan semen. Di lahan perkebunan ini juga digunakan insektisida setiap 1 kali per bulan untuk mengatasi hama tanaman berupa kutu putih dan thrips.

Pengamatan keragaman serangga penyerbuk diawali dengan pengamatan serangga pengunjung tanaman jarak pagar secara keseluruhan. Pengamatan dilakukan pada bulan April-Mei 2008 dengan metode scan sampling. Berdasarkan pengamatan ini didapatkan data serangga pengunjung jarak pagar sebanyak 9 ordo (Odonata, Mantodea, Homoptera, Orthoptera, Coleoptera, Tysanoptera, Homoptera, Hymenoptera, Lepidoptera, dan Diptera). Thysanoptera oleh beberapa penelitian dilaporkan sebagai serangga penyerbuk. Dalam penelitian ini ordo tersebut tidak dikelompokkan sebagai penyerbuk karena lebih banyak berperan sebagai hama.

(5)

Lepidoptera, dan Diptera. Sembilan spesies dari tiga ordo tersebut dikelompokkan sebagai serangga penyerbuk jarak pagar berdasarkan ciri morfologi dan perilaku kunjungan. Kesembilan spesies tersebut adalah Anoplolepis sp., Prenolepis sp., Xylocopa confusa, Apis cerana, A. dorsata, Ariadne Ariadne Ariadne, Graphium agamemnon, Junonia orithya, dan Eristalis tenax. Pengamatan keragaman dilakukan selama 15 menit setiap blok waktu pengamatan dari pukul 07.00-17.00 wib. Perilaku kunjungan sembilan spesies serangga penyerbuk diamati dengan metode focal sampling. Pengamatan perilaku meliputi jumlah kunjungan per menit, lama kunjungan per bunga, dan lama kunjungan per tanaman. Efektivitas serangga penyerbuk diukur dari banyaknya buah dan biji yang dihasilkan, bobot biji, serta hasil perkecambahan dari sepuluh tanaman yang dibiarkan terbuka dan sepuluh tanaman yang dikurung dengan kain kasa putih. Penggunaan kasa sebagai kurungan diharapkan tidak ada serangga penyerbuk yang dapat membantu proses penyerbukan. Data ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik, serta dianalisis dengan ANOVA, uji T, korelasi Pearson, dan Principal Component Analysis (PCA).

Penelitian ini menunjukkan, serangga penyerbuk jarak pagar didominasi oleh Prenolepis sp. (4 409 individu), A. dorsata (558 individu), X. cofusa (523 individu), dan A. cerana (348 individu). Keragaman serangga penyerbuk tinggi ditemukan di pagi dan sore hari. Pada pagi hari, keragaman serangga penyerbuk diduga berkaitan dengan volume nektar dan ketersediaan serbuk sari. Pada sore hari, keragaman serangga penyerbuk dipengaruhi oleh intensitas cahaya dan kelembaban udara. Analisis PCA memberikan hasil tidak adanya korelasi antara jumlah individu serangga dengan suhu udara dan kecepatan angin. Berdasarkan korelasi Pearson, jumlah spesies dan individu dengan kelembaban udara menunjukkan korelasi positif. Sedangkan suhu udara, intensitas cahaya, dan kecepatan angin berkorelasi negatif terhadap jumlah spesies dan individu.

Pada pertanaman terbuka, jumlah buah dan biji yang dihasilkan menunjukkan adanya kenaikan persentase dibandingkan dengan tanaman yang dikurung. Kemampuan berkecambah biji dari pertanaman terbuka lebih tinggi dibandingkan dengan biji dari pertanaman dikurung.

Perilaku kunjungan serangga penyerbuk pada tanaman jarak pagar bervariasi tiap spesies. Lebah X. confusa mempunyai jumlah kunjungan per menit paling banyak dibandingkan serangga lain. Jumlah kunjungan X confusa sebanyak 20.86 + 0.01 bunga/menit, diikuti oleh A. cerana sebanyak 18.33 + 0.01 bunga/menit, dan A. dorsata sebanyak 15.07 bunga/menit. Semut Prenolepis sp. mengunjungi sebanyak 2.17 + 0.03 bunga/menit. Lebah X. confusa memerlukan waktu 2.88 + 0.59 detik/bunga, A. cerana selama 3.27 detik/bunga, dan A. dorsata selama 3.27 + 0.55 detik/bunga. Kunjungan per tanaman paling lama dilakukan oleh Prenolepis sp. yaitu 1 060.90 + 104.14 detik, diikuti oleh A. dorsata selama 156 + 1.12 detik, X. confusa selama 69 + 6.98 detik, dan A. cerana selama 60.46 + 2.19 detik. Berdasarkan perilaku kunjungan yang diamati pada 9 spesies serangga penyerbuk jarak pagar, diduga X. confusa, A. cerana, dan A. dorsata mempunyai efektivitas penyerbuk yang tinggi pada tanaman jarak pagar.

Kata kunci: Keragaman, serangga penyerbuk, pembentukan biji, perilaku kunjungan, Jatropha curcas L.

(6)

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencamtumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan , penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar

IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

(7)

KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK

PADA TANAMAN JARAK PAGAR

(Jatropha curcas L.: EUPHORBIACEAE)

PUJI RIANTI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Departemen Biologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

(8)

Penyerbuk pada Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.: Euphorbiaceae)

Nama : Puji Rianti

NIM : G351064021

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Bambang Suryobroto

Ketua Dr. Tri Atmowidi, M.SiAnggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA

a.n. Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Sekretaris Program Magister

Dr. Ir. Naresworo Nugroho, M.Si

(9)
(10)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian ini ialah “Keragaman, Efektivitas, dan Perilaku Kunjungan Serangga Penyerbuk pada Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.: Euphorbiaceae)”.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Bambang Suryobroto dan Dr. Tri Atmowidi, M.Si selaku pembimbing, Dr. Sih Kahono yang telah banyak memberi saran, serta Bapak/Ibu staf pengajar Departemen Biologi IPB. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Yayasan Eka Tcipta Foundation atas dana penelitian yang diberikan dalam pengembangan tanaman jarak pagar sebagai sumber biofuel di Indonesia. Terima kasih disampaikan kepada Ibu Elisa selaku pimpinan Surfactan Biodiesel Research Center IPB (SBRC-IPB Bogor) dan Ibu Via selaku pimpinan Divisi Komunikasi Masyarakat PT. Indosemen Tunggal Prakasa Tbk. yang telah memberikan ijin penelitian di lokasi kebun percobaan jarak pagar lahan bekas tambang Indosemen Cibinong. Terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Ibrahim selaku penanggung jawab lahan percobaan jarak pagar Indosemen Cibinong, Bapak Ali, Vivin, Misnen, Bayu, dan seluruh staf lahan percobaan jarak pagar Indosemen Cibinong yang telah banyak membantu selama penelitian berlangsung. Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Ibu Suhartini dan Ibu Ani selaku laboran bagian Fungsi dan Perilaku Hewan Biologi FMIPA IPB.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua paman, Sutrisno dan keluarga, serta Apriani, Acha, para sahabat, dan teman-teman Biosains Hewan IPB atas segala doa dan kasih sayangnya. Juga kepada (almh) bunda tercinta yang menjadi inspirasi dan memberikan kesabaran hingga akhir hayatnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2009 Puji Rianti

(11)

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 22 Februari 1983 sebagai putri tunggal dari (Almh) Riana. Pendidikan sarjana ditempuh mulai tahun 2000 saat penulis lulus dari SMU Negeri 2 Depok dan masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis memilih Bagian Zoologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Selama masa kuliah Sarjana, penulis memperoleh beasiswa Toyota Astra dan menjadi asisten pada beberapa mata kuliah.

Kesempatan untuk melanjutkan ke Program Master pada Departemen dan Perguruan Tinggi yang sama diperoleh pada tahun 2007. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Yayasan Eka Tcipta Foundation. Selama menempuh S2, penulis juga berkesempatan menjadi asisten untuk mata kuliah Struktur Hewan, Vertebrata, Biologi Manusia, dan Studi Lapang untuk mahasiswa Sarjana pada tahun ajaran 2007/2008 dan 2008/2009.

(12)

Halaman

DAFTAR TABEL... xii

DAFTAR GAMBAR... xiii

DARTAR LAMPIRAN... xiv

1 PENDAHULUAN UMUM... 1 Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 4 Tujuan Penelitian... 6 Hipotesis... 6 Manfaat Penelitian... 7 2 TINJAUAN PUSTAKA Jarak Pagar (Jatropha curcas L) sebagai Sumber Biodiesel... 8

Habitat Jarak Pagar... 9

Biologi Tanaman Jarak Pagar... 10

Serbuksari dan Nektar Bunga Jarak Pagar... 13

Serangga Pengunjung dan Penyerbuk Tanaman Jarak Pagar... 14

Perilaku Kunjungan Serangga Penyerbuk... 19

Pengaruh Serangga Penyerbuk terhadap Pembentukan Buah dan Biji... 20

3 KERAGAMAN DAN EFEKTIVITAS SERANGGA PENYERBUK PADA TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L; Euphorbiaceae) PENDAHULUAN... 21

BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian... 23

Fenologi Bunga dan Pengukuran Volume Nektar... 24

Pengamatan Keragamaan Serangga Penyerbuk... 24

Pengukuran Parameter Lingkungan... 24

Pengukuran Efektivitas Penyerbukan Serangga ... 25

Analisis Data... 26

HASIL Fenologi dan Volume Nektar Bunga... 26

Keragaman Serangga Penyerbuk Jarak Pagar... 27

Hubungan Fenologi Bunga dengan Keragaman Serangga Penyerbuk ... 29

Hubungan Blok Waktu Pengamatan dengan Serangga Penyerbuk 32 Hubungan Parameter Lingkungan, Volume Nektar dengan Keragaman Serangga Penyerbuk per Blok Waktu Pengamatan.... 34

Perbandingan Hasil Penyerbukan dengan dan tanpa Serangga Penyerbuk... 38 PEMBAHASAN

(13)

Keragaman Serangga Penyerbuk pada Jarak Pagar... 40

Keragaman Serangga Penyerbuk Berdasarkan Waktu Pengamatan, Fenologi Bunga, dan Parameter Lingkungan... 46

Perbandingan Hasil Penyerbukan dengan dan tanpa Serangga Penyerbuk... 49

SIMPULAN... 52

4 PERILAKU KUNJUNGAN SERANGGA PENYERBUK PADA TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L; Euphorbiaceae) PENDAHULUAN... 53

BAHAN DAN METODE Perilaku Kunjungan Serangga Penyerbuk... 57

Analisis Data... 57

HASIL... Jumlah Kunjungan per Menit... 58

Lama Kunjungan per Bunga... 58

Lama Total Kunjungan... 59

PEMBAHASAN... 60 SIMPULAN... 64 5 PEMBAHASAN UMUM... 65 6 SIMPULAN UMUM... 69 7 SARAN ... 69 DAFTAR PUSTAKA... 70 LAMPIRAN... 80

(14)

Halaman

1 Keragaman serangga pengunjung jarak pagar dan sumber pakan... 14 2 Keragaman spesies serangga penyerbuk tanaman jarak pagar ... 28 3 Jumlah individu serangga penyerbuk, jumlah bunga, dan volume nektar... 30 4 Jumlah individu serangga penyerbuk berdasarkan waktu pengamatan... 33 5 Nilai parameter lingkungan pada perkebunan jarak pagar berdasarkan blok

waktu pengamatan... 35 6 Nilai indeks keragaman serangga penyerbuk berdasarkan parameter lingkungan

dan volume nektar... 36 7 Korelasi Pearson antara jumlah spesies dan jumlah individu dengan volume

nektar dan parameter lingkungan... 37 8 Korelasi Pearson antara indeks serangga penyerbuk, volume nektar, dengan

parameter lingkungan... 38 9 Perbandingan hasil panen tanaman jarak pagar yang dikurung dan tanpa

dikurung dengan kasa... 38 10 Perkecambahan biji hasil panen tanaman terbuka dan tanaman tertutup.... 39 11 Jumlah kunjungan per menit sembilan spesies serangga penyerbuk jarak pagar ... 58 12 Lama kunjungan per bunga sembilan spesies serangga penyerbuk jarak pagar

... 59 13 Lama total kunjungan sembilan spesies serangga penyerbuk jarak pagar... 60

(15)

Halaman

1 Bagan perumusan masalah penelitian... 5

2 Pembungaan jarak pagar... 11

3 Buah dan biji tanaman jarak pagar... 12

4 Peta lokasi perkebunan jarak pagar... 23

5 Sepuluh tanaman jarak pagar yang dikurung kain kasa (5 mx10 m)... 25

6 Struktur bunga jarak pagar... 27

7 Serangga penyerbuk pada jarak pagar... 29

8 Grafik jumlah bunga mekar, volume nektar, dan jumlah spesies serangga penyerbuk... 31

9 Hubungan jumlah bunga, volume nektar, dan jumlah individu selama 20 hari pengamatan dengan PCA... 32

10 Indeks kesamaan Sorensen pada tiga kelompok blok waktu... 34

11 Hubungan parameter lingkungan, volume nektar, jumlah spesies, dan jumlah individu selama 11 blok waktu pengamatan... 37

(16)

Halaman

1 Korelasi Pearson antara jumlah bunga, volume nektar dengan jumlah individu

harian... 81

2 Korelasi Pearson antara variabel parameter lingkungan dengan jumlah spesies dan individu... 81

3 Uji T buah per malai... 82

4 Uji T buah per tanaman... 82

5 Uji T diameter buah per tanaman... 83

6 Uji T jumlah biji per tanaman... 83

7 Uji T berat biji per tanaman... 84

8 Uji T kecambah... 84

9 Korelasi Pearson jumlah buah dengan serangga penyerbuk... 85

10 ANOVA jumlah kunjungan per menit... 86

11 ANOVA lama kunjungan per bunga... 87

(17)

Latar Belakang

Dalam upaya mengurangi ketergantungan terhadap energi dari bahan bakar fosil, Presiden Indonesia mengeluarkan Perpres No. 5 tahun 2006 (http://www.batan.go.id/ref_utama/perpres_5_2006.pdf). Peraturan Presiden ini berisi tentang pencapaian kebijakan nasional penggunaan energi biofuel lebih dari 5% pada tahun 2025. Peraturan tersebut diikuti oleh Inpres No.1 tahun 2006 dan Keppres No. 10 tahun 2006. Inpres No. 1 tahun 2006 menginstruksikan upaya percepatan penyediaan dan pemanfatan bahan bakar nabati (http://www.presidensby.info/DokumenUU.php/163.pdf). Keppres No. 10 tahun 2006 berisi pembentukan tim nasional pengembangan bahan bakar nabati untuk percepatan pengurangan kemiskinan dan pengangguran dimana nantinya akan dibuatkan peta jalan pengembangan bahan bakar nabati (http://www.presidensby.info/DokumenUU.php/249.pdf). Tim nasional tersebut menyimpulkan bahwa tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.; Euphorbiaceae) sebagai tanaman yang paling sesuai untuk dikembangkan sebagai bahan bakar biofuel agar tercapai tujuan Keppres No. 10 tahun 2006 (Sudradjat 2007).

Menurut Sudradjat (2007) salah satu alasan terpilihnya jarak pagar sebagai tanaman yang paling cocok untuk dikembangkan sebagai bahan baku biofuel dan dapat mengurangi kemiskinan adalah harga biji yang murah (Rp500.00/kg) dan tidak bersaing dengan kebutuhan pangan (non edible). Rendahnya harga biji jarak pagar kering ini diharapkan dapat menghasilkan biofuel seharga Rp2 800.00/kg sehingga dapat bersaing dengan bahan bakar minyak fosil. Sifat non edible pada tanaman jarak pagar juga diharapkan tidak mengganggu persediaan pangan bagi masyarakat. Dengan demikian minyak fosil dapat diganti dengan bahan bakar yang murah dan ramah lingkungan.

Berdasarkan Perpres No 5. tahun 2006, eksploitasi tanaman jarak pagar sebagai sumber energi alternatif hingga tahun 2010 adalah sebanyak 720 ribu kilo liter per tahunnya. Perpres ini direalisasikan dengan adanya 525 juta hektar lahan yang digunakan untuk penanaman jarak pagar di seluruh Indonesia. Saat ini lahan perkebunan jarak pagar milik ICERD seluas 70 hektar, lokasi HPK seluas 13.7 juta hektar, di Papua seluas 9.3 juta hektar, di Maluku seluas 2.3 juta hektar, di

(18)

Kalimantan Barat seluas 0.5 juta hektar, di Kalimantan Selatan seluas 0.265 juta hektar, di Sulawesi Tengah seluas 0.25 juta hektar, di Sulawesi Tenggara seluas 0.2 juta hektar, di NTT dan Sulawesi Selatan seluas 0.1 juta hektar (Sudradjat 2007). Selain lahan pertanaman yang dikelola oleh pemerintah, ada pula perkebunan yang dikelola oleh pihak swasta maupun perguruan tinggi. Kerjasama diantara ketiga instansi ini dapat mengembangkan hasil minyak jarak pagar, sehingga dihasilkan kualitas yang baik untuk digunakan sebagai sumber biofuel.

Salah satu contoh kerjasama antara instansi perguruan tinggi dan perusahaan swasta adalah lahan pertanaman jarak pagar PT. Indocement Tbk. Cibinong, Jawa Barat seluas 30 000 hektar. Lahan pertanaman ini menggunakan lahan kritis bekas tambang bahan baku semen berupa bukit-bukit kapur yang sangat kering. Selain sebagai bahan dasar minyak biofuel, pertanaman jarak pagar pada lahan tersebut juga diharapkan dapat mereklamasi lahan agar dapat digunakan untuk pertanaman multikultur serta perbaikan lingkungan.

Mahmud et al. (2006); Nuryani (2007); dan Sudradjat (2007) menyatakan potensi minyak tanaman jarak pagar lainnya adalah sebagai bahan dasar kimia berupa epoxy, poliol, dan polyureten serta penyembuh luka. Gliserin minyak jarak pagar juga berguna dalam kosmetik kecantikan. Menurut Indrawanto & Pranowo (2008), ekstrak bungkil buah dapat menjadi pakan ternak (mengandung 60% pro-tein kasar), biopestisida, biogas, dan fitofarmaka. Jika satu hektar pertanaman jarak menghasilkan 4 ton biji jarak pagar kering yang diolah menjadi minyak, ma-ka ama-kan didapat sekitar 3 ton bungkil yang jima-ka diolah menjadi biogas ama-kan meng-hasilkan 1 543 m3 biogas yang setara dengan 741 kg LPG (Liquid Petroleum Gas) dan 2 777 kg pupuk padat. Nilai ekonomi dari biogas yang dihasilkan, jika dianggap sama dengan nilai 741 kg LPG adalah sekitar Rp3 396 250.00. Sedangkan nilai ekonomi kompos yang dihasilkan, jika harga kompos sebesar Rp2 000.00/kg adalah sekitar Rp5 554 000.00. Dengan demikian nilai ekonomi tambahan sebagai hasil pembuatan biogas dari bungkil jarak sekitar Rp8 950 250.00. Tempurung biji juga berfungsi sebagai arang aktif (Sudradjat 2007). Daun jarak pagar dapat menjadi obat tradisional untuk demam, membersihkan luka, radang sendi, penyakit kelamin, merangsang ASI, marasmus, penyakit kuning,

(19)

dan masalah pencernaan. Getah jarak pagar dapat menyembuhkan sakit gigi, serta rebusan akarnya dapat digunakan sebagai obat disentri (Nuryani 2007). Sudradjat (2007) juga menyatakan, batang jarak pagar dapat menjadi kayu bakar, briket arang, arang aktif, bubur kertas, papan serat, dan partikel papan tulis. Akar jarak pagar dapat menjaga keseimbangan kimia tanah dan air. Penanaman jarak pagar secara keseluruhan juga mereduksi tingkat polusi CO2 hingga 10 ton/ha/tahun.

Tanaman jarak pagar dapat tumbuh dengan cepat. Umumnya, penanaman terbaik dilakukan pada akhir musim kemarau. Tanaman jarak pagar dapat ditanam di daratan rendah hingga 500 m diatas permukaan laut. Menurut Sudradjat (2007), penanaman jarak pagar harus dijaga dari pengaruh hama dan penyakit yang menyerang. Hama penting yang umum ditemukan pada tanaman jarak pagar adalah hama daun (thrips, rayap, kutu putih, dan belalang), hama penghisap (serangga buah; Heteroptera dan Coleoptera), dan pemakan akar (larva Coleoptera).

Tanaman jarak pagar merupakan tanaman yang dapat tumbuh pada lingkungan ekstrim, namun demikian pertumbuhan dan perkembangannya perlu selalu dijaga agar dapat menghasilkan buah serta biji yang baik secara kualitas maupun kuantitas. Buah dan biji dihasilkan melalui proses penyerbukan dan pembuahan. Bunga jarak pagar bersifat infloresen dengan tipe protandri dan protogini. Perbedaan tipe dan waktu mekar bunga jarak pagar masih memungkinkan terjadinya penyerbukan sendiri maupun penyerbukan silang (Hartati 2007). Kemampuan tanaman jarak pagar dalam penyerbukan bunga dibantu oleh adanya serangga penyerbuk. Menurut Bhattacharya et al. (2005) kehadiran serangga penyerbuk meningkatkan jumlah buah dan biji.

Serangga penyerbuk secara umum mengunjungi bunga karena adanya faktor penarik (attractant), yaitu bentuk bunga, warna bunga, serbuksari dan nektar (sebagai penarik primer) dan aroma (sebagai penarik sekunder) serta dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi diantaranya adalah suhu dan kelembaban udara, intensitas cahaya, serta kecepatan angin. Umumnya kecepatan angin mempengaruhi aktivitas terbang pada beberapa serangga. Lebih dari 80% spesies tanaman tergantung serangga untuk membawa

(20)

serbuksari dari bunga satu ke bunga lain (Raju & Ezradanam 2002; Fahem et al. 2004). Serangga penyerbuk juga berperan dalam perbaikan lingkungan. Serangga yang bersarang di dalam tanah dapat membantu meningkatkan struktur tanah, gerakan air di sekitar akar, dan penyerapan nutrisi (Shepered et al. 2000).

Perilaku kunjungan serangga penyerbuk juga penting untuk dipelajari. Perilaku kunjungan dalam pencarian pakan serangga dari satu bunga ke bunga lainnya secara tidak langsung mempengaruhi aktivitas penyerbukan tanaman (Dafni 1992).

Penelitian tentang pengaruh serangga penyerbuk masih sedikit dilaporkan. Penelitian keragaman kunjungan serangga pada tanaman jarak pagar di India dilaporkan oleh Raju & Edzradanam (2002) dan Bhattacharya et al. (2005). Di Indonesia, keragaman serangga yang berkunjung pada tanaman jarak pagar dilaporkan oleh Rumini (2006) dan Mahmud (2006).

Kurangnya spesifikasi data keragaman serangga penyerbuk serta pengaruhnya pada hasil buah dan biji tanaman jarak pagar, mendorong penulis untuk melakukan penelitian tersebut. Penelitian ini difokuskan untuk mengetahui keragaman serangga penyerbuk pada tanaman jarak pagar serta efektivitasnya dalam pembentukan buah dan biji khususnya didaerah Jawa Barat, Indonesia. Pengaruh faktor lingkungan, volume nektar, jumlah bunga mekar, serta perilaku kunjungan dikaitkan dengan jumlah spesies dan individu serangga penyerbuk.

Perumusan Masalah

Tanaman jarak pagar memiliki banyak manfaat untuk kesejahteraan manusia. Salah satu manfaatnya adalah sebagai bahan baku alternatif pengganti minyak fosil, seperti yang telah diputuskan oleh Presiden Indonesia dalam Keppres No. 10 tahun 2006. Peraturan ini membuat pemerintah dan masyarakat terutama petani berlomba untuk bertanam jarak. Dibutuhkan kualitas dan kuantitas tanaman serta buah (biji) yang baik untuk menghasilkan minyak yang dapat diolah menjadi biofuel. Peningkatan hasil penyerbukan dan pembuahan perlu dilakukan agar hasil panen menjadi maksimal sehingga menguntungkan para petani. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian keragaman serangga

(21)

penyerbuk untuk membantu penyerbukan secara optimal. Keberadaan serangga penyerbuk juga mendukung usaha intensifikasi pertanian. Pengaruh faktor lingkungan, waktu pengamatan harian yang berbeda, jumlah bunga, dan volume nektar terhadap keragaman penyerbuk juga perlu dianalisis. Pengaruh penyerbukan serangga diamati dari hasil pembentukan buah dan biji. Perilaku kunjungan serangga penyerbuk juga diamati agar diketahui pola kunjungan yang mempengaruhi penyerbukan tanaman jarak pagar. Bagan perumusan masalah penelitian tertera dalam Gambar 1.

Gambar 1 Bagan perumusan masalah penelitian. Jarak pagar

Produksi buah dan biji Intensifikasi pertanian: - Pengolahan lahan - Pengaturan irigasi - Pemupukan - Pemberantasan hama - Bibit unggul

Serangga Penyerbuk Faktor lingkunganTanaman dan

Keragaman spesies Perilaku kunjungan pada bunga

Penyerbukan

Ekstensifikasi lahan

(22)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1) Mempelajari keragaman serangga penyerbuk tanaman jarak pagar dalam hubungannya dengan lingkungan, waktu pengamatan, jumlah bunga, dan volume nektar bunga.

2) Mengukur peran serangga penyerbuk dalam pembentukan pada tanaman jarak pagar.

3) Mempelajari perilaku kunjungan serangga penyerbuk pada tanaman jarak pagar.

Hipotesis

1) H0 : Keragaman serangga penyerbuk pada tanaman jarak pagar tidak bervariasi dan tidak dipengaruhi oleh jumlah bunga, volume nektar, waktu pengamatan, dan faktor lingkungan.

H1 : Keragaman serangga penyerbuk pada tanaman jarak pagar bervariasi dan dipengaruhi oleh jumlah bunga, volume nektar, waktu pengamatan, dan faktor lingkungan.

2) H0 : Penyerbukan oleh serangga pada tanaman jarak pagar tidak meningkatkan jumlah buah dan biji.

H1 : Penyerbukan oleh serangga pada tanaman jarak pagar meningkatkan jumlah buah dan biji.

3) H0 : Perilaku serangga penyerbuk pada tanaman jarak pagar tidak berbeda antar spesies.

H1 : Perilaku serangga penyerbuk pada tanaman jarak pagar berbeda antar spesies.

(23)

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah tersusunnya data dasar keragaman serangga penyerbuk tanaman jarak pagar yang berhubungan dengan faktor lingkungan, waktu, volume nektar, dan jumlah bunga. Penggunaan serangga penyerbuk ini diharapkan dapat meningkatkan hasil panen berupa buah dan biji jarak pagar. Data perilaku kunjungan serangga penyerbuk pada bunga dapat mendukung efektivitas penyerbukan oleh serangga sehingga dihasilkan kualitas biji yang baik untuk budidaya jarak pagar di perkebunan PT. Indocement Tbk. Cibinong, Jawa Barat khususnya, dan untuk proses pembuatan biofuel di Indonesia.

(24)

Jarak Pagar (Jatropha curcas L.: Euphorbiaceae) sebagai Sumber Biofuel

Bahan bakar terdiri atas tiga jenis: gas, padat, dan cairan. Bahan bakar cairan meliputi petro-bio-fuels (bahan bakar fosil) adalah bahan bakar yang tidak dapat diperbaharui dan telah menjadi sumber bahan bakar utama transportasi dan sektor industri. Peningkatan kebutuhan akan jenis bahan bakar ini menyebabkan cadangannya di bumi semakin berkurang. Oleh karena itu sumber alternatif bahan bakar cair penting untuk dieksplorasi (Raju 2006).

Biofuel merupakan bahan bakar alternatif yang bersifat biodegradable (dapat diperbaharui) dan tidak beracun (bebas belerang dan bau harum). Biofuel dihasilkan dari pengolahan industri agrikultur atau produk makanan dan dari proses ulang produk seperti masakan dan minyak nabati (Tiwary 2004).

Biofuel dapat dihasilkan dari Euphorbia antisyphilytica, E. tirucalli, Excoecaria agallocha, Hevea brasiliensis, Jatropha curcas L., J. gossypifolia, Ricinus communis (Euphorbiaceae); Calotropis gigantea, C. procera (Asclepiadaceae); Madhuca indica (Sapotaceae); Glycine max, Pongamia pinnata (Fabaceae); Albizzia chinensis (Mimosaceae); Avicennia marina (Avicenniaceae); Ceriops decandra (Rhizophoraceae); Azadirachta indica (Meliaceae); Calophyllum inophyllum (Clusiaceae); Helianthus annuus (Asteraceae); Brassica napus, B. rapa (Brassicaceae); Cocos nucifera (Palmaceae); dan Cannabis sativa (Cannabaceae) (Kumar et al. 2004). Menurut Raju (2006), jenis tanaman yang paling menjanjikan sebagai sumber biofuel adalah Jatropha curcas L. (jarak pagar).

Cara tanam jarak pagar yang mudah serta biaya pembuatan minyak yang lebih murah dibandingkan minyak yang berasal dari kelapa sawit atau minyak kelapa menjadikan jarak pagar menjadi salah satu tanaman favorit penghasil biofuel (Hasnam 2008). Jarak pagar merupakan tanaman asal Amerika Tengah yang penyebarannya hingga ke Asia dilakukan oleh para pedagang Portugis (Rattee 2004). Sejak saat itu, jarak pagar diketahui sebagai sumber minyak untuk penerangan dan pembuatan sabun (Grimm 1999). Di Cape Verde, jarak dibudidaya sebagai tanaman pengontrol erosi (Heller 1996), sebagai produksi minyak, dan penahan erosi di Mali (Henning 1997), bahan baku biofuel di India

(25)

(Patil & Sigh 1991), dan sebagai bahan untuk produksi metil ester di Nikaragua (Foidl et al. 1997). Menurut Gübitz et al. (1999), hampir seluruh negara (Australia, Brazil, Belgia, Canada, Costa Rica, Republik Ceko, Estonia, Finlandia, Jerman, India, Indonesia, Israel, Malaysia, Norwegia, Papua, Bouganville, Spanyol, Singapura, Taiwan (Republik Cina), Thailand, Inggris, dan Amerika) memproduksi jarak pagar untuk memproduksi biofuel.

Jarak pagar yang berumur 7 tahun dapat memproduksi 2-5 kg biji per tahun dengan kandungan minyak sebesar 30-35% (Raju 2006). Menurut Gübitz et al. (1999) jarak pagar menghasilkan biji yang kaya akan minyak (43-59%) dan dari 1 hektar kebun jarak di Hawai dapat dihasilkan 1600-2000 liter minyak (Poteet 2006). Minyak diekstrak dari inti biji yang berisi embrio dan endosperma. Kandungan minyak yang dihasilkan oleh biji kering di Nikaragua sekitar 52.9-5.4% tergantung varietasnya (Foidl et al. 1996). Di Indonesia, nilai ekonomi jarak pagar bervariasi dari 4-21 juta rupiah/ha/tahun bergantung pada jenis produk yang dihasilkan. Nilai ini didasarkan pada asumsi hasil jarak pagar sebanyak 4 ton/ha/tahun dan bila semua produk disubsidi maka nilai ekonominya akan semakin tinggi (Karmawati 2008).

Habitat Tanaman Jarak Pagar

Jarak pagar termasuk tanaman kosmopolitan sehingga dapat tumbuh pada berbagai ekosistem, seperti: tanah yang terdegradasi, tanah pertambangan,dan padang savana. Jarak pagar dapat bertahan di daerah yang sangat kering dengan curah hujan 300-500 mm/tahun hingga daerah yang sangat basah dengan curah hujan antara 4 000-6 000 mm/tahun. Tanaman ini juga dapat tumbuh di daerah daratan rendah bahkan pinggir pantai sampai ketinggian diatas 1 000 dpl (Hasnam & Mahmud 2006). Indonesia merupakan daerah yang diperkirakan optimal bagi pertumbuhan dan produksi jarak pagar terutama pada daerah dengan ketinggian 0-600 m dpl atau dataran rendah yang memiliki suhu harian antara 22-35 0C dengan curah hujan antara 500-1500 mm dan hari hujan antara 100-200 hari/tahun (Wahid 2006).

(26)

Biologi Tanaman Jarak Pagar

Jarak pagar merupakan salah satu spesies dari genus Jatropha, famili Euphorbiaceae, ordo Malpighiales, kelas Magnoliopsida, dan divisi Magnoliophyta (Felger & Moser 1985).

Tanaman jarak pagar merupakan tanaman perennial yang secara normal bersifat monoecious uniseksual (bunga jantan dan betina berada dalam satu malai). Tanaman ini berciri protandri ataupun protogini bergantung pada jenis dan jumlah bunga yang terlebih dahulu berkembang dalam satu malai. Protandri terjadi apabila bunga jantan mekar terlebih dahulu dan berjumlah lebih banyak dibandingkan bunga betina. Apabila bunga betina berkembang terlebih dahulu dengan jumlah lebih banyak dibandingkan bunga jantan maka bunga tersebut berciri protogini. Bunga jarak pagar juga mengalami transduksi dari protandri menjadi protogini pada suhu 40+2 0C (Prastowo et al. 2007). Hartati (2007) menyatakan bunga berciri hermaprodit pada tanaman jarak pagar sangat jarang terjadi.

Bunga jarak pagar berupa bunga majemuk berbentuk malai (infloresen) dengan pola dichasial cyme (Gambar 2). Bunga memiliki 5 sepal dan 5 petal yang berwarna hijau kekuningan. Umumnya bunga betina berada di pusat malai dengan kumpulan bunga jantan yang mengelilinginya. Dalam satu malai, terdiri atas 100 bunga atau lebih dengan jumlah 1-5 bunga betina dan 25-93 bunga jantan (2-19 bunga betina dan 17-105 jantan per infloresen). Rata-rata perbandingan bunga jantan dan betina per malai adalah 29:1. Dalam satu malam, pembungaan terjadi secara bertahap (bersifat harian) selama 11 hari. Pola pembungaan jarak pagar dimulai dari satu bunga jantan mekar dan bertahap hingga semua bunga jantan mekar (11-15 hari). Bunga betina mekar pada hari ke-2 sampai hari ke-6 pembungaan (Raju & Eradanam 2002; Bhattacharya et al. 2005; Hartati 2006; Hasnam 2006b; Prastowo et al. 2007). Puncak pembungaan jarak pagar di India terjadi pada akhir Juli hingga akhir Oktober (Raju & Ezradanam 2002), di Thailand terjadi pada bulan Nopember dan April (Hasnam 2006a), sedangkan di Indonesia terjadi dua kali pada bulan April-Mei dan Oktober-November (Prastowo et al. 2007).

(27)

Gambar 2 Pembungaan jarak pagar. (a) Bentuk malai pola dichasial cyme, (b) Bunga jantan dan betina dalam malai.

Bunga jantan berukuran kecil, salver-shaped (5 kelopak berbentuk bulat telur dengan panjang + 4 mm) tanpa aroma. Memiliki 10 tangkai sari yang tersusun melingkar pada pangkal masing-masing berisi 5 kelenjar nektar (berwarna kuning) yang berbentuk tabung; kepala sari pecah secara melintang. Serbuksari berwarna kuning (globular, inaperturate), aksin berbentuk semitectate dan perrucate. Produksi dan ukuran serbuksari berbeda pada masing-masing kumpulan tangkaisari. Serbuksari yang dihasilkan susunan tangkai sari bawah berjumlah 220 (diameter 89 µm) dan serbuksari pada tangkai sari atas berjumlah 435 (diameter 81 µm). Total produksi serbuksari per bunga adalah 655-1617+100, dengan rasio serbuksari dengan putik adalah 539-6332: 1. Masa berbunga jantan adalah 1-2 hari (gugur pada hari ke-3). (Raju & Ezradanam 2002; Bhattacharya et al. 2005; Hasnam 2006a).

Bunga betina berukuran lebih besar dibanding bunga jantan (5 mahkota berwarna hijau kekuningan) terdiri atas 3 tangkai putik dan kepala putik yang membentuk tabung pada dasar bunga, ovari beruang 5 masing-masing berisi 1 sel telur. Tangkai putik pendek lepas atau melekat pada pangkal berwarna hijau, kepala putik melengkung keluar berwarna kuning, bila telah terpecah 3 akan berwarna coklat. Dasar bunga berbentuk villose, berisi 5 kelenjar nektar berwarna kuning lonjong di bawah ovari. Masa berbunga betina adalah 3-4 hari (gugur pada hari ke-4) (Raju & Ezradanam 2002; Hasnam 2006a). Apabila penyerbukan

b a

(28)

terjadi, maka sepal dan petal akan membesar guna melindungi tubuh buah hingga menjangkau ukuran buah yang sebenarnya.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh Raju & Ezradanam (2002); Grimm (1999); Hasnam (2006a), bunga jarak pagar menyerbuk dengan bantuan serangga. Walaupun jarak pagar dapat menghasilkan biji secara apomiksis, namun bukan merupakan hasil penyerbukan angin. Penyerbukan pada jarak pagar bersifat penyerbukan sendiri maupun penyerbukan silang. Keberhasilan penyerbukan pada jarak pagar sangat tergantung oleh kehadiran serangga penyerbuk (Luo et al. 2004) dan dipengaruhi viabilitas serbuksari, reseptibilitas putik, inkompabilitas (interaksi genetik antara serbuksari dan sel telur), serta gagal zigot (Dafni 1992). Buah jarak pagar hasil penyerbukan disebut kapsul (masak 40-50 hari setelah pembuahan), sedikit berdaging, sewaktu muda berwarna hijau kemudian berubah menjadi kuning dan mengering saat buah masak. Kapsul berisi 3-4 biji berwarna hitam (Hasnam 2006a; Hasnam 2006b) (Gambar 3).

Gambar 3 Buah dan biji tanaman jarak pagar.

Pembentukan biji yang bermutu bergantung pada banyaknya keberhasilan penyerbukan silang. Manajemen penyerbukan yang baik menjadi aktivitas penting untuk kualitas dan kuantitas pembentukan dan penyimpanan biji. Tingkat pembentukan buah tergantung dari jumlah bunga yang dihasilkan oleh tanaman. Umumnya penyerbukan silang menghasilkan pembentukan buah dan biji secara maksimal (Raju 2006).

(29)

Serbuksari dan Nektar Bunga Jarak Pagar

Serangga umumnya mengunjungi bunga karena adanya faktor penarik (attractant), yaitu serbuksari dan nektar (sebagai penarik primer) dan aroma (sebagai penarik sekunder). Lebih dari 80% spesies tanaman tergantung oleh serangga untuk membawa serbuksari dari bunga satu ke bunga lain (Raju & Ezradanam 2002; Fahem et al. 2004).

Serbuksari tanaman jarak pagar mengandung protein, lipid, karbohidrat, vitamin, dan mineral (Kevan 1999). Kandungan ini dibutuhkan serangga penyerbuk terutama lebah dalam pertumbuhan koloninya (Cook et al. 2003).

Nektar merupakan cairan gula yang dapat menyediakan energi untuk lokomosi (terutama untuk terbang) dan komponen lainnya (Kevan 1999). Keberadaan nektar dalam suatu bunga mempengaruhi pola mencari pakan serangga penyerbuk (Klinkhamer et al. 2001) yang bergantung pada banyaknya volume nektar (Proctor et al. 1996). Raju & Ezradanam (2002) menyatakan volume nektar bunga jarak pagar rata-rata adalah 0.3 µl. Nektar lebih banyak dihasilkan pada bunga betina jarak pagar dengan volume nektar per bunga 4.54+0.82 µl dibandingkan pada bunga jantan yang hanya menghasilkan nektar sebanyak 1.92+0.44 µl (Bhattacharya et al. 2005).

Volume dan konsentrasi nektar (berubah sesuai musim) dapat mempen-garuhi jenis serangga penyerbuk berdasarkan energi yang dihasilkan, ekosistem, dan pengenalan jenis bunga (Petanidou & Ellis 1996; Bosch et al. 1997; Potts et al. 2001; Potts 2004). Peningkatan populasi penyerbuk dipengaruhi oleh kenaikan jumlah ketersediaan nektar dan serbuksari (Lughadha & Proenca 1996). Sekresi nektar terjadi bersamaan dengan jadwal serbuksari yang siap terlepas dan durasi kepala putik yang siap dibuahi umumnya pada pukul 08.00-12.00. Kepala putik siap menerima serbuksari dan melakukan pembuahan sekitar 2 jam setelah bunga betina mekar (Bhattacharya et al. 2005).

(30)

Serangga Pengunjung dan Penyerbuk Tanaman Jarak Pagar

Buah jarak dikenal mengandung toksik untuk hewan dan manusia (Trabi et al. 1997) dan bersifat insektisida (Solsoloy & Solsoloy 1997; Wink et al. 1997; Soetopo & Heriyanto 2008). Walaupun demikian, beberapa serangga dapat menjadikan jarak pagar sebagai sumber makanannya (Grimm & Maes 1997). Serangga penghisap dapat bertahan dari komponen defensif yang terletak di epidermal dan jaringan lainnya (Grimm 1999).

Keragaman serangga pada bunga dipengaruhi oleh pengaruh faktor lingkungan, waktu, warna dan bentuk bunga, jumlah bunga mekar, serta volume nektar bunga (Faheem et al. 2004). Jarak pagar umumnya dikunjungi oleh lebah, semut, thrips, dan lalat. Thrips diketahui sebagai hama (vektor virus) tanaman yang menyebabkan klorosis. Serangga pengunjung jarak pagar di Nikaragua adalah Pachycoris klungii Burmeister (Heteroptera: Scutelleridae), Hypselonotus intermedius Distant dan Leptoglossus zonatus Dallas (Heteroptera: Coreidae) (Grimm & Fuhrer 1998). Keragaman jenis serangga pengunjung jarak pagar di India dapat dilihat pada Tabel 1 (Raju & Ezradanam 2002).

Tabel 1 Keragaman serangga pengunjung jarak pagar dan sumber pakan (Raju & Ezradanam 2002)

Ordo Famili Genus Spesies Pakan

Hymenoptera Apidae Apis florea nektar dan serbuksari indica nektar dan serbuksari Trigona iridipennis nektar dan serbuksari Anthophoridae ceratina simillima nektar dan serbuksari Halictidae

tidak

teridenti-fikasi nektar dan serbuksari

Formicidae Camponotus compressus nektar

Camponotus sp nektar

Crematogaser sp nektar

Solenopsis geminata nektar Pheidole spathifer nektar

Thysanoptera Thripidae Schirothrips dorsalis nektar dan serbuksari Thrips hawaiiensis nektar dan serbuksari Diptera Calliphoridae Chrysomya megacephala nektar

(31)

Data keragaman serangga pengunjung jarak pagar di Indonesia telah dilaporkan oleh Rumini (2006). Peranan serangga pengunjung pun bervariasi, mulai sebagai fitofag, predator, parasitoid, hingga sebagai penyerbuk. Keragaman serangga pada tanaman jarak pagar adalah Odonata, Orthoptera, Mantodea, Hemiptera, Homoptera, Lepidoptera, Hymenoptera, Coleoptera, dan Diptera. Menurut Mahmud (2006) serangga penyerbuk jarak pagar pada kebun induk jarak pagar Muktiharjo, Jawa Tengah adalah lebah dan lalat.

Beberapa uraian ordo serangga pengunjung bunga adalah sebagai berikut:

a. Ordo Hymenoptera

Dilihat dari sudut pandang manusia, ordo ini merupakan ordo yang paling berguna dari seluruh kelas serangga. Ordo Hymenoptera dibagi menjadi dua subordo, yakni Symphyta dan Apocrita (Elzinga 2004; Triplehorn & Johnson 2005). Subordo Symphyta umumnya merupakan pemakan tumbuhan, sedangkan subordo Apocrita beberapa diantaranya termasuk kedalam kelompok penyerbuk. Serangga penyerbuk yang masuk kedalam subordo Apocrita adalah serangga superfamili Chalcidoidea (tabuhan ficus: Agaonidae); superfamili Apoidea (lebah-lebah: termasuk Melittidae, Collectidae, Halictidae, Oxaeidae, Andrenide, Megachilidae, Anthophoridae (Nomadidae, Euceridae, Ceratinidae, Xylocopidae), Apidae (Bombinae, Euglossinae, Apinae), Tiphiidae); superfamili Vespoidea (tabuhan: Vespidae (Masarinae, Vespinae, Polistinae); Superfamili Formicoidea (sejenis semut: Formicidae) (Triplehorn & Johnson 2005).

Lebah (Apoidea) di seluruh dunia mencapai 16 000 spesies (Michener 2000). Keragaman spesies lebah yang ada saat ini mengikuti koevolusi yang terjadi bersama struktur bunga yang semakin kompleks yang merupakan sumber pakan mereka. Umumnya evolusi terjadi pada bentuk dan ukuran tubuh, kehadiran rambut pada tubuh, serta organ-organ yang memudahkan serangga mendapatkan sumber pakan dari tanaman berbunga. Salah satu organ yang berevolusi adalah probosis. Lebah dengan probosis pendek (short-tongued bees) diduga telah muncul sejak jaman angiospermae awal dengan bentuk bunga yang dangkal. Seiring dengan perkembangan kompleksitas bunga angiospermae, muncul lebah dengan probosis panjang (long-tongued bees). Contoh lebah dengan probosis

(32)

pendek adalah Halictidae, sedangkan Anthophoridae dan Apidae merupakan contoh lebah dengan probosis panjang (Winston 1987).

Subfamili Xylocopinae merupakan lebah soliter. Umumnya, induk betina pada kelompok ini tidak pernah bertemu dengan anaknya dan hidup sendiri. Pada Xylocopa diketahui adanya perilaku merawat anak secara aktif di dalam sarang walau bersifat sementara. Hal ini mengelompokkan Xylocopa sebagai lebah subsosial. Struktur tubuh Xylocopa cukup besar dengan rambut tubuh yang lebat pada thoraks. Berbeda dengan Bombus (Bombinae) yang memiliki rambut hampir diseluruh tubuhnya Struktur rambut inilah yang menjadikan Xylocopa sebagai serangga penyerbuk pada bunga. Dalam proses penyerbukan, Xylocopa membawa serbuksari yang menempel pada rambut tubuhnya menuju putik. Namun kemampuan Xylocopa untuk membawa serbuksari tidak sebanyak kelompok Apis, karena absennya struktur corbicula (Triplehorn & Johnson 2005).

Subfamili Apinae (Trigona spp. dan Apis) termasuk kelompok lebah eusosial dengan tingkatan paling tinggi (Michener 2000). Trigona sp. merupakan lebah terkecil (2.1 mm) yang umumnya menjadi penyerbuk utama pada bunga-bunga dengan ukuran kecil. Genus Apis memiliki 9 spesies yang tersebar di dunia, yaitu A. mellifera Linnaeus, A. laboriosa Smith, A. florea Fabricus, A. andreniformis Smith, A. cerana Fabricus, A. dorsata Fabricus, A. koschevnikovi Buttel-Reepen, A. nigrocincta, dan A. nuluensis (Michener 2000). Lima spesies terakhir terdapat di Indonesia (Hadisoesilo et al. 1995). A. cerana dan A. mellifera membuat sarang didalam lubang dengan beberapa sisir (multiple combs). Jumlah pekerja lebah A. mellifera di dalam sarang dapat mencapai 100 000 individu (Winston 1987). Umumnya sarang A. florae, A. andreniformis, A. dorsata, A. laboriosa berada di tempat terbuka dengan sisir tunggal (single comb) (Michener 2000).

Anggota Apinae dicirikan dengan adanya corbicula (pollen basket) pada permukaan luar tibia tungkai belakang. Fungsi corbicula adalah untuk membawa serbuksari dan material pembuat sarang. Selain corbicula, Apinae juga memiliki rambut pada tubuhnya dan probosis yang panjang. Struktur-struktur inilah yang menjadikan Apinae sebagai serangga penyerbuk utama pada berbagai tanaman.

(33)

Tubuh A. cerana, A. mellifera, dan A.dorsata berturut-turut berukuran 10-11 mm dan 19 mm.

Famili Formicidae memiliki ciri pedikel metasoma (nodus) dengan satu atau dua ruas dan berukuran tubuh 1-50 mm. Formicidae berevolusi dari nenek moyang yang mirip tabuhan di jaman Cretaceous tengah (110-130 juta tahun lalu). Antena umumnya menyiku dengan ruas pertama berukuran sangat panjang. Famili ini disebut juga dengan semut. Subfamili Formicinae merupakan subfamili kedua terbesar dari semut dan tersebar sangat luas. Dua genus dalam Formicinae (Lasius dan Myrmecocystus) adalah semut yang mengumpulkan nektar sebagai sumber pakannya (Triplehorn & Johnson 2005). Almeida & Figueiredo (2003) melaporkan Camponotus yang mencari pakan pada nektar ekstrafloral bunga anggrek. Struktur tubuh semut memiliki rambut yang tipis, sehingga memungkinkan adanya serbuk sari yang melekat saat semut berpindah dari satu bunga ke bunga lainnya. Berdasarkan penelitian tersebut, Camponotus dapat mencegah serangga pemakan tanaman mencapai organ reproduksi pada bunga anggrek, namun tidak didapatkan adanya pengaruh penyerbukan akibat kehadiran Camponotus.

b. Ordo Thysanoptera

Thysanoptera merupakan serangga bersayap duri berukuran kecil. Panjang rata-rata ordo ini adalah 0.5-5 mm. Di daerah tropis, salah satu spesies ini dapat mencapai 14 mm. Beberapa spesies memiliki sayap. Sayap yang berkembang sempurna berjumlah 2 pasang (Triplehorn & Johnson 2005).

Thysanoptera dibagi menjadi dua ordo, yaitu: Terebrantia dan Tubulifera. Perbedaan keduanya terletak pada ruas terakhir abdomen dan perkembangan alat perteluran. Terebrantia memiliki ruas abdomen terakhir seperti kerucut atau membulat. Alat perteluran pada betina Terebrantia berkembang baik. Tubulifera mempunyai ruas abdomen terakhir seperti tabung, namun alat perteluran bagi betina tidak ada (Mound 2005; Triplehorn & Johnson 2005).

Salah satu famili Terebrantia adalah Thripidae. Thripidae disebut juga sebagai serangga Thysanoptera bersayap duri. Beberapa spesies penting dari ordo ini bernilai ekonomi. Sayap-sayap Thripidae berukuran sempit dan runcing pada

(34)

ujungnya. Antena berjumlah 6-9 ruas. Serangga ini memakan tumbuhan dan beberapa spesies merupakan hama yang merusak tanaman budidaya. Beberapa contoh diantaranya adalah: Taenotrips yang menyerang kuncup, bunga mekar, dan daun muda. Thrips menyerang jarak pagar (Raju & Ezradanam 2002), bawang merah, dan tembakau serta tanaman lain. Umumnya genus ini menjadi vektor virus yang menyebabkan penyakit layu berbintik pada tanaman (Triplehorn & Johnson 2005). Beberapa peneliti melaporkan kemampuan Thysanoptera sebagai serangga penyerbuk (Sakai 2001; Terry 2003)

c. Ordo Diptera

Ciri taksonomi dari Diptera adalah sepasang sayap (sayap depan) dan sayap belakang yang tereduksi menjadi struktur halter. Halter berfungsi sebagai organ keseimbangan. Beberapa famili dari Diptera yang berperan dalam penyerbukan adalah lalat-lalat bunga (bentuk tubuh menyerupai lebah), yaitu: famili Bombyliidae, Apioceridae, dan Syrphidae (Triplehorn & Johnson 2005).

Famili Bombyliidae disebut juga lalat lebah, berambut lebat, gemuk, dan berukuran sedang hingga besar. Umum ditemukan pada bunga. Famili Apioceridae bertubuh panjang dengan rangka sayap m1 dan rangka sayap anterior berujung pada bagian depan ujung sayap. Famili Syrphidae memiliki rangka sayap semu dalam sayap antara radius dan media dengan bentuk tubuh mirip lebah madu, lebah kebun, dan tabuhan (Triplehorn & Johnson 2005).

Raju & Ezradanam (2002) melaporkan famili Calliphoridae sebagai pengunjung jarak pagar di India. Calliphoridae disebut juga lalat hijau yang banyak ditemukan. Banyak jenis diantaranya mempunyai peran ekonomi cukup besar. Lalat hijau berwarna metalik dan memiliki antena plumosa pada ujungnya. Kebanyakan lalat hijau adalah pemakan zat organik yang membusuk. Jenis ini meletakkan telur pada tubuh hewan yang mati dan larvanya hidup di bangkai memakan jaringan hewan yang membusuk (Triplehorn & Johnson 2005).

Selain tiga famili Diptera yang telah disebutkan diatas, terdapat famili Tephritidae yang biasa disebut sebagai lalat buah. Beberapa spesies dari famili ini berperan sebagai hama karena betina dewasa menggunakan buah sebagai tempat peletakan telur dan sumber pakan awal bagi larva yang baru menetas. Telur

(35)

diletakkan di dalam terowongan sempit pada di dalam buah (Triplehorn & Johnson 2005).

d. Ordo Lepidoptera

Lepidoptera secara umum dikenal sebagai kupu-kupu dan ngengat. Ciri khususnya terletak pada sisik-sisik sayap yang mudah lepas seperti debu. Kebanyakan tubuh dan tungkai juga tertutup dengan sisik. Bagian mulut kupu-kupu dan ngengat sebagai alat penghisap. Probosis dibentuk oleh Galeae dari maksila yang berlekuk secara longitudinal, umumnya panjang dan berlingkar. Palpus maksila kecil dan hampir tidak ada. Palpus labialis berkembang baik dan umumnya meluas kedepan di bagian depan dari muka (Triplehorn & Johnson 2005).

Lepidoptera memiliki nilai ekonomi yang penting. Larva dari kebanyakan spesies merupakan pemakan tumbuhan dan hama pada tanaman budidaya. Pupa beberapa spesies berguna sebagai bahan baku tenunan. Imago berbentuk dan berwarna indah sehingga banyak diburu oleh para kolektor. Beberapa spesies dalam bentuk imago juga berfungsi sebagai serangga penyerbuk. Lepidoptera membantu penyerbukan melalui serbuksari yang menempel pada probosis serta sisik pada tubuh dan tungkai yang kemudian berpindah dari satu bunga ke bunga lainnya. Meskipun demikian kemapuan Lepidoptera sebagai penyerbuk sangat terbatas (Triplehorn & Johnson 2005).

Perilaku Kunjungan Serangga Penyerbuk

Beragam serangga berkunjung pada pukul 07.30 sampai pukul 18.00 WIB pada masa pembungaan jarak pagar (Raju & Ezradanam 2002). Serangga ini mencari pakan berupa serbuksari, nektar, minyak, atau jaringan bunga untuk melengkapi kebutuhan nutrisi mereka (Kevan 1999; Broufas & Koveos 2000; Van Rijn et al. 2002). Perilaku tersebut lebih sering dilakukan dengan berkunjung ke bunga jantan dibandingkan ke bunga betina. Beberapa spesies serangga dewasa mengkonsumsi serbuksari sebagai sumber protein untuk pematangan seks dan perkembangan tubuh (Dobson 1994). Spesies serangga dewasa lainnya berkunjung untuk melakukan perkawinan dan peletakkan telur (Dobson &

(36)

Bergstrom 2000).

Menurut Dafni (1992), perilaku pencarian pakan yang umum dipelajari adalah jumlah kunjungan per satuan waktu (foraging rate), lama kunjungan per bunga (flower handling time), dan lama pencarian pakan. Perilaku ini digunakan untuk mengetahui spesies-spesies yang efektif sebagai serangga penyerbuk. Efektivitas penyerbukan juga dapat diukur dari jumlah buah dan biji yang dihasilkan.

Raw (2000) melaporkan kunjungan Bombus auratus dan Halictus lanei pada pada tanaman Capsicum annum (cabai). Jumlah kunjungan B. auratus ini sebanyak 22 kunjungan, sedangkan H. lanei sebanyak 4 kunjungan. Berdasarkan Raju & Ezradanam (2002), persentase kunjungan serangga ke bunga jantan jarak pagar pada lebah sebesar 64%, lalat sebesar 55%, dan semut 56% dari total kunjungan. Pada bunga betina kunjungan lebah hanya sebanyak 36%, lalat 45%, dan semut 44% dari total kunjungan.

Perilaku kunjungan juga dipengaruhi oleh persaingan antar serangga penyerbuk dalam mendapatkan pakan. Populasi rendah spesies tertentu dapat meningkatkan frekuensi kunjungan spesies lainnya, begitu pula sebaliknya. Hardwicke (2003) menyatakan, ketinggian lokasi dan suhu udara mempengaruhi perilaku kunjungan Hymenoptera, Lepidoptera, dan Diptera.

Pengaruh Serangga Penyerbuk terhadap Pembentukan Buah dan Biji

Kehadiran serangga penyerbuk pada tanaman umumnya dapat membantu proses penyerbukan dan meningkatkan hasil buah dan biji. Peran serta serangga penyerbuk dalam membantu penyerbukan tanaman jarak pagar secara xenogami menghasilkan buah (96%) yang lebih banyak dibandingkan dengan geitonogami (77%). Seluruh buah xenogami dapat mencapai kematangan buah, sedangkan buah geitonogami mengalami kegagalan matang sebesar 23% (Raju & Ezradanam 2002). Atmowidi et al. (2008) juga melaporkan adanya peningkatan buah akibat pengaruh penyerbukan A. cerana sebanyak 17 buah dan A. mellifera sebanyak 19 buah dibandingkan dengan geitonogami sebanyak 5 buah.

(37)

21

(Jatropha curcas L.: Euphorbiaceae)

PENDAHULUAN

Raju (2006) melaporkan, jarak pagar merupakan salah satu tanaman angiospermae yang memerlukan bantuan serangga dalam melakukan proses penyerbukannya. Penelitian tentang keragaman serangga pada jarak pagar belum banyak dilaporkan. Raju & Ezradanam (2002) melaporkan serangga pengunjung jarak pagar di India adalah Hymenoptera, Thysanoptera, dan Diptera. Hymenoptera pengunjung jarak pagar terdiri atas 4 famili yaitu, Apidae (Apis dan Trigona), Anthophoridae (Ceratina), Halictidae, dan Formicidae (Camponotus, Crematogaster, Solenopsis, serta Pheidole). Thysanoptera pengunjung jarak pagar dari famili Tripidae (Scirothrips dan Thrips), sedangkan Diptera dari Calliphoridae (Chrysomya). Lebah A. dorsata, A. florea, A. mellifera, Eumenes conica, dan Vespa sp. merupakan serangga pengunjung tanaman jarak pagar dan A. dorsata, A. florea, serta A. mellifera efektif sebagai penyerbuk (Bhattacharya et al. 2005).

Peranan serangga pengunjung bervariasi, yaitu sebagai fitofag, predator, parasitoid, dan penyerbuk. Ordo serangga pengunjung jarak pagar adalah Odonata, Orthoptera, Mantodea, Hemiptera, Homoptera, Lepidoptera, Hymenoptera, Coleoptera, dan Diptera. Pemeliharaan lebah di perkebunan jarak pagar PT. RNI Jatitujuh, Majalengka, Jawa Barat dapat meningkatkan jumlah buah per malai. Atmowidi et al. (2008) melaporkan Hymenoptera, Lepidoptera, Coleoptera, Thysanoptera, dan Diptera mengunjungi perkebunan jarak pagar di Indramayu, Jawa Barat. Lebah A. cerana, Ceratina sp., Trigona sp., dan Hylaeus sp ditemukan sebagai penyerbuk yang dominan pada perkebunan jarak pagar tersebut. Data keragaman serangga penyerbuk pada tanaman pagar di Jawa Barat, Indonesia masih sangat sedikit dilaporkan.

Serangga penyerbuk umumnya mengunjungi bunga jarak pagar karena adanya faktor penarik berupa warna, aroma, dan sumber pakan berupa serbuksari dan nektar. Serbuksari tanaman jarak pagar kaya nutrisi (16-30% protein, 1-7% pati, 0-15% gula, dan 3-10% lemak), sedangkan nektarnya merupakan sumber

(38)

gula (glukosa, fruktosa, dan sakarosa) dengan konsentrasi antara 25-75% (Bhattacharya et al. 2005). Nektar tanaman jarak pagar terletak di dasar bunga dengan volume sekitar 0,3µl/bunga (Raju & Ezradanam 2002). Bunga jantan dan bunga betina tersusun dalam rangkaian berbentuk malai yang tumbuh di ujung batang atau ketiak daun. Masa pembungaan infloresen 10-15 hari dengan waktu berbunga jantan dan betina yang berbeda, bunga jantan 1-2 hari dan bunga betina 3-4 hari (Raju & Eradanam 2002). Kapsul masak setelah 40-50 hari sesudah penyerbukan. Setelah masak, warna kapsul berubah dari hijau kekuningan menjadi coklat kehitaman (Hasnam 2006b). Masa pembungaan infloresen jarak pagar antara 10-15 hari dengan waktu pematangan bunga jantan dan betina yang berbeda. Bunga jantan mekar selama 1-2 hari dan bunga betina 3-4 hari (Raju & Ezradanam 2002). Perbedaan mekar bunga jantan dan betina menjadikan peranan serangga penyerbuk pada tanaman jarak pagar lebih besar agar terjadi penyerbukan secara optimal. Penyerbukan optimal dapat menghasilkan jumlah buah jarak pagar menjadi maksimal (waktu pematangan buah + 40 hari). Pada pertanaman jarak pagar di Indramayu, Jawa Barat dilaporkan adanya peningkatan jumlah buah dan biji sekitar 340-380% dengan adanya lebah madu Apis cerana dan A. mellifera (Atmowidi et al. 2008). Peningkatan jumlah buah dan biji pada tanaman jarak pagar dengan bantuan serangga, yang pada akhirnya meningkatkan biofuel.

Penelitian ini mempelajari keragaman serangga penyerbuk pada pertanaman jarak pagar di PT. Indosemen Cibinong, Jawa Barat. Keragaman serangga penyerbuk diamati selama masa pembungaan berlangsung. Data keragaman serangga penyerbuk dihubungkan dengan pengaruh lingkungan (suhu udara, kelembaban udara, intensitas cahaya, dan kecepatan angin), waktu pengamatan, jumlah bunga, dan volume nektar bunga. Hasil panen berupa buah, biji, dan bobot biji diamati untuk melihat efektivitas penyerbukan oleh serangga.

(39)

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan jarak pagar kerjasama IPB dan PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Cibinong, Gunto Indocement Mining Quarryd, Jl. Desa Lulut, Kecamatan Kelapa Tunggal, Jawa Barat (ketinggian 153m dpl; LS 06 030’ 09,7’’, LU 106 055’ 16,6”; luas area: 30 000 ha). Identifikasi serangga, pengamatan struktur kelenjar nektar, serta analisis data dilakukan di Bagian Sistematika dan Ekologi Hewan, Departemen Biologi, FMIPA IPB. Penelitian berlangsung pada bulan Maret-Oktober 2008.

Gambar 4 Peta lokasi perkebunan jarak pagar (Sumber peta: Google Maps, Sumber foto: Rianti 2008, koleksi pribadi)

(40)

Fenologi Bunga dan Pengukuran Volume Nektar

Pada bulan April-Mei 2008, dilakukan pengamatan awal untuk mengetahui pola pembungaan jarak pagar. Volume nektar bunga jarak pagar diukur pada 6 blok waktu, yang dimulai 30 menit sebelum blok waktu pengamatan, yaitu pukul 06.30, 08.30, 10.30, 12.30, 14.30, dan 16.30 WIB. Pengukuran volume nektar dilakukan pada 10 tanaman selama 20 hari dengan menggunakan mikrokapiler Dru USA by Drummond Sci. Co. No.4 (1-5 µl) (Stout et al. 2006). Struktur bunga jarak pagar diamati dengan foto stereo mikroskop Nikon SNZ1000 (perbesaran 400x).

Pengamatan Keragaman Serangga Penyerbuk

Keragaman serangga penyerbuk dilakukan pada 10 tanaman jarak pagar yang berbunga. Pengamatan dilakukan setiap 15 menit mulai pukul 07.00 sampai 17.00 WIB (blok waktu). Pengamatan awal (April-Mei 2008) dilakukan untuk mengetahui jenis serangga yang mengunjungi jarak pagar. Kemudian dilakukan pengamatan secara intensif selama 20 hari pada tanggal 10-29 Juni 2008. Keragaman serangga penyerbuk diamati dengan metode pengamatan langsung berkala (scan sampling). Beberapa sampel serangga penyerbuk kemudian dikoleksi dengan insect net dan diawetkan dalam etanol 70% atau secara kering dengan metode standar berdasarkan Triplehorn & Johnson (2005). Identifikasi serangga penyerbuk dilakukan sampai tingkat genus dan spesies berdasarkan Atmowidi (2008; komunikasi pribadi), Peggie & Amir (2006), Triplehorn & Johnson (2005), Michener (2000), Bolton (1994), dan Ants Database (http://www.antweb.org).

Pengukuran Parameter Lingkungan

Pengukuran parameter lingkungan dilakukan pada tanggal 10-29 Juni 2008 di setiap blok waktu. Parameter lingkungan yang diukur meliputi kelembaban dan suhu udara dengan thermo-hygrometer, kecepatan angin diukur dengan anemometer, serta intensitas cahaya yang diukur dengan luxmeter. Nilai

(41)

parameter tersebut kemudian dianalisis dengan jumlah spesies dan individu serangga penyerbuk.

Pengukuran Efektivitas Penyerbukan Serangga

Pengukuran efektivitas penyerbukan serangga dilakukan dengan mengurung 10 tanaman jarak pagar dengan kain kasa (Gambar 5). Perlakuan ini dilakukan untuk mencegah adanya serangga mengunjungi bunga. Sepuluh tanaman lainnya dibiarkan terbuka (sebagai kontrol), sehingga serangga penyerbuk masih dapat berkunjung. Jumlah bunga jantan, bunga betina, dan buah yang terbentuk dari 3 malai per tanaman dihitung. Keberhasilan penyerbukan ini diukur dari perbandingan persentase jumlah buah yang terbentuk (%), ragam ukuran buah dan jumlah biji, serta bobot biji per buah (%).

Gambar 5 Sepuluh tanaman jarak pagar yang dikurung kain kasa (5 mx10 m) (Rianti 2008, koleksi pribadi).

(42)

Analisis Data

Data keragaman serangga penyerbuk ditampilkan dalam tabel. Data keragaman ini dikaitkan dengan blok waktu pengamatan, volume nektar, dan parameter lingkungan dengan Principal Component Analysis (PCA) serta korelasi Pearson. Data keragaman serangga penyerbuk dan kelimpahannya dianalisis dengan program software Primer e-5 untuk menentukan indeks keragaman Shannon (H’), indeks kemerataan evenness (E) dan indeks species richness Margalef (d). Indeks kesamaan Sorensen (Cs) (Magurran 1987) juga dianalisis pada penelitian ini. Rumus-rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

H’ = - Σ ni/N ln ni/N E = H’/lnS Cs = 2j/(a+b) x 100% d = (S-1)/log N

ni: frekuensi kunjungan serangga pada tanaman ke i; N: frekuensi kunjungan keseluruhan; S: jumlah spesies serangga penyerbuk; j: jumlah spesies yang ditemukan di kedua pengamatan; a: jumlah spesies yang ditemukan pada pengamatan a; dan b: jumlah spesies yang ditemukan pada pengamatan b. Nilai indeks dan korelasinya ditampilkan dalam grafik.

Perbandingan hasil buah dan biji pada dua perlakuan tanaman dianalisis dengan uji T dengan selang kepercayaan 95%. Hasil analisis ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.

HASIL

Fenologi dan Volume Nektar Bunga

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada bulan April dan Mei 2008, bunga jarak pagar berwarna kuning, tidak beraroma, menghasilkan serbuksari dan nektar (Gambar 6). Bunga jarak pagar mulai mekar di pagi hari pukul 06.00-08.00 WIB. Diameter bunga jarak pagar + 4 mm. Dalam satu malai, bunga jantan dan betina mekar dalam kurun waktu 1-20 hari dengan rata-rata perbandingan bunga jantan dan betina adalah 33:1. Puncak mekar bunga jarak pagar terjadi pada hari ke-12 sampai hari ke-15 pengamatan dan terus menurun hingga hari ke-20. Kelenjar nektar berwarna kuning, berjumlah 5 buah pada dasar bunga.

(43)

Gambar 6 Struktur bunga jarak pagar (Potongan membujur (kiri: Bunga betina; kanan: Bunga jantan)). (Sumber foto: Rianti 2008, koleksi pribadi, perbesaran 400x).

Keragaman Serangga Penyerbuk Jarak Pagar

Berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan pada bulan April dan Mei 2008, ditemukan sembilan ordo serangga yang mengunjungi tanaman jarak pagar. Kesembilan ordo tersebut adalah Odonata (capung), Orthoptera (belalang: Acridiidae), Mantodea (belalang sembah: Mantidae), Homoptera (kutu putih: Pseudococcidae), Thysanoptera (serangga sayap duri: Thripidae), Coleoptera (lady bug: Coccinellidae), Hymenoptera (semut: Formicidae; lebah: Apidae; dan tabuhan kertas: Vespidae), Lepidoptera (kupu-kupu: Papiolidae dan Nymphalidae), dan Diptera (lalat syrphid: Syrphidae). Dari sembilan ordo tersebut hanya tiga ordo yang diketahui berperan sebagai serangga penyerbuk pada jarak pagar, yaitu Hymenoptera, Lepidoptera, dan Diptera. Ketiga ordo tersebut termasuk dalam 5 famili, 9 spesies, dan 5.866 individu. Hymenoptera merupakan ordo yang paling dominan (5.849 individu; 99,71%), diikuti oleh Lepidoptera (15 individu; 0,26%), dan Diptera (2 individu; 0,03%).

Ordo Hymenoptera ditemukan sebagai serangga penyerbuk dominan yang terdiri atas 2 famili dan 5 spesies. Kelima spesies tersebut adalah Anoplolepis sp.

Kelenjar nektar Petal Kepala putik Nektar Tangkai Sari Dasar bunga 2 mm 2 mm 2 mm

Gambar

Gambar 1 Bagan perumusan masalah penelitian.
Gambar  2 Pembungaan jarak pagar. (a)  Bentuk malai pola  dichasial cyme,  (b)  Bunga jantan dan betina dalam malai.
Gambar 3  Buah dan biji tanaman jarak pagar.
Tabel 1 Keragaman serangga pengunjung jarak pagar dan sumber pakan (Raju &
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tanaman tomat yang dibantu penyerbukannya oleh lebah terjadi peningkatan ukuran buah dan jumlah biji per buah dibandingkan dengan penyerbukan sendiri atau tanpa bantuan

Peubah tersebut adalah jumlah buah per tanaman, jumlah buah per malai, keserempakan masak buah, jumlah cabang produktif, persentase cabang produktif, jumlah biji per tanaman,

Data yang diamati adalah warna kulit buah dan biji, berat biji, kandungan kimia biji jarak (kadar air, jumlah biji / buah, berat biji, asam lemak bebas, dan kadar minyak )

Hasil analisis menunjukkan bahwa proses ekstraksi minyak jarak pagar menghasilkan emisi per liter minyak paling rendah jika buah dikupas lebih dulu di lahan dan bijinya

Tanaman tomat yang dibantu penyerbukannya oleh lebah terjadi peningkatan ukuran buah dan jumlah biji per buah dibandingkan dengan penyerbukan sendiri atau tanpa

Telah dilakukan evaluasi potensi sebagai larvasida terhadap ekstrak air dan etanol dari biji jarak pagar (kulit biji dan endosperm biji), serta minyak biji jarak pagar hasil

Sebagai bagian dari tanaman, buah Jatropha harus diperlakukan dengan baik setelah panen untuk mempertahankan minyakdalam biji, sehingga diperoleh hasil ekstraksi minyak dengan

Hasil inventarisasi jenis serangga penyerbuk yang hadir pada tangkai tandan berbunga tanaman jarak pagar, dari bahan tanam yang berasal dari Kediri dan NTB, menunjukkan