• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Kriteria Panen dan Penundaan Pengeringan Terhadap Mutu Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Kriteria Panen dan Penundaan Pengeringan Terhadap Mutu Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L)"

Copied!
204
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN KRITERIA PANEN DAN PENUNDAAN PENGERINGAN

TERHADAP MUTU BIJI JARAK PAGAR (

Jatropha curcas

L)

KARDIYONO

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya

yang berjudul :

KAJIAN KRITERIA PANEN DAN PENUNDAAN PENGERINGAN TERHADAP MUTU BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L)

merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan pembimbingan Komisi

pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah

diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi manapun.

Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat

diperiksa kebenarannya.

Bogor, Januari 2010

Kardiyono

(3)

ABSTRACT

KARDIYONO, Assesment of Harvesting Indecs and Postponemen of Draying for Physic Nut (jatropha curcas L) Quality. Under direction of USMAN AHMAD and SUTRISNO

Jatropha curcas is one of crop chosen as a source of biodiesel raw material. Some excellences of this crop among others are; it can grow well at marginal land, has high oil content (25 - 35 %), and not function as food crop. While weakness of this crop for example are fruits damage easily after harvesting and has high acidity level (free fatty acid). Because of its high fatty oil acidity, in biodiesel processing technology it should use two step processes, recognized as etherification of transesterification (estrans). Consequence of applied technology is requiring much high cost and long time. High free acid number or fatty acid in Jatropha curcas oil is technically due to inappropriate post-harvest handling. Objective for research are (1) to understand characteristics of fruit and kernel of jatropha, as well as their quality change during postharvest handling (2) to determine optimum harvesting time and method of jatropha fruits for good quality of its oil. The result show that harvesting indecs have diferent quality. Kernel from harvesting Indecs 3 and 4 have high quality beter than indecs 1, 2 and 5. Jatropha curcas kernel preservation for biodisel suggested used the harvesting indec 3 and 4. The delay of drying have significant affected on Jatropha curcas kernels. The drying delay of fruits form for 2 days cause decreased of Jatropha kernel quality. Contrary with the delay on fruit form relatively stable even delayed for 3 days. Desinfectan can used for to preserve the kernel quality as long as the drying delayed. The desinfectant can be used like smoke acid or Natrium Cloride.

(4)

RINGKASAN

KARDIYONO, Kajian Kriteria Panen dan Penundaan Pengeringan terhadap Mutu Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Dibimbing oleh USMAN AHMAD DAN SUTRISNO

Keunggulan tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L) sebagai sumber bahan baku biodisel antara lain memiliki kemampuan tumbuh dan berkembang pada lingkungan kurang menguntungkan, memiliki kandungan minyak yang tinggi (25–35%) dan tidak kompetitif dengan kebutuhan pangan. Sedangkan kelemahan tanaman ini antara lain buah mudah mengalami kerusakan setelah dipanen (peningkatan bilangan asam) dan tidak seragamnya tingkat kemasakan buah jarak dalam setiap tandan. Akibat tingginya keasaman minyak jarak pagar maka teknologi pengolahan biodiesel dengan esterifikasi transesterifikasi (estrans) dengan konsekuensi jumlah methanol dan katalis (KOH) menjadi meningkat. Beberapa hasil penelitian melaporkan bahwa ekplorasi jarak pagar memiliki bilangan asam mencapai nilai 10 dan meningkat dengan cepat samapi 80 – 100 jika disimpan pada tempat yang tidak tepat. Tingginya bilangan asam tersebut selain karena faktor intristik (kandungan asam lemak oleat dan linoleat, enzimatik dan mikrobiologi) juga dipengaruhi oleh faktor ekstrinsin diantaranya teknis penanganan pasca panen kurang tepat.

Tujuan umum penelitian adalah menghasilkan biji jarak bermutu melalui metoda panen dan penanganan pasca panen. Sedangkan tujuan khusus yang ingin dicapai adalah (1) menentukan kriteria panen untuk menghasilkan biji jarak pagar bermutu (2) menghasilkan metode penundaan penanganan pasca panen untuk mempertahankan mutu biji jarak pagar (3) mempelajari perubahan sifat fisik, kimia dan mikrobiologi akibat kriteria panen dan metode penundaan pengeringan.

Penelitian dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap pertama penelitian untuk mengetahui hubungan warna buah dengan sifat kimia dan mikrobiologi biji jarak pagar. Kriteria warna buah yang dipanen yaitu hijau, hijau kekuningan, kuning, kuning kehitaman dan hitam. Pengamatan yang diamati adalah warna kulit buah dan biji, berat jenis biji, kadar air, asam lemak bebas, bilangan iod, kadar minyak dan TPC. Tahap kedua penelitian bertujuan untuk mendapatkan metode dan waktu penundaan pengeringan yang masih dapat ditoleransi. Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri dari 2 faktor dan diulang sebanyak 3 kali. Faktor pertama bentuk penundaan yaitu bentuk biji dan buah. Faktor kedua adalah lama waktu penundaan (3 taraf ) yaitu 0, 1, 2 dan 3 hari. Parameter yang diamati : jumlah biji / buah, berat biji, kandungan kimia biji jarak (kadar air, asam lemak bebas, kadar minyak) dan tingkat serangan mikrobiologis (kapang). Tahap ketiga Penelitian bertujuan untuk pengaruh desinfectan terhadap mutu biji selama penundaan pengeringan. Sebagai perlakuan adalah jenis desinfektan terdiri dari asap cair (10%), Natrium hipoklorit (NaOCl 5%) dan kontrol. Penundaan pengeringan dilakukan selama 4 hari. Parameter yang diamati adalah : jumlah biji / buah, berat biji, kandungan kimia biji jarak (kadar air, asam lemak bebas, kadar minyak) dan tingkat serangan mikrobiologis (kapang).

(5)
(6)

Hak Cipta milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. pengutipan tersebut tidak merugikan yang wajar IPB

(7)

KAJIAN KRITERIA PANEN DAN PENUNDAAN PENGERINGAN

TERHADAP MUTU BIJI JARAK PAGAR (

Jatropha curcas L

)

KARDIYONO

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Pascapanen

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)

Judul Tesis : Kajian Kriteria Panen dan Penundaan Pengeringan Terhadap Mutu Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L)

Nama Mahasiswa : Kardiyono

NRP : F153070071

Program Studi : Teknologi Pascapanen

Menyetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Usman Ahmad, M.Agr Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Teknologi Pascapanen Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

(10)

PRAKATA

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah memberikan rahmat dan kemampuan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan tesis ini yang berjudul ”Kajian Kriteria Panen dan Penundaan Pengeringan Terhadap Mutu Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L)”.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Ketua Komisi Pembimbing Dr. Ir. Usman Ahmad, MAgr dan Dr. Ir. Sutrisno, MAgr selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu dan mengarahkan penulis dengan memberikan saran dan sumbangan pemikiran yang sangat membantu selama penulisan tesis ini. Ucapan terimakasih juga penulis disampaikan kepada Dr. Rokhani Hasbullah, Msi selaku penguji luar komisi pembimbing yang telah memberi kritik dan saran untuk perbaikan tesis ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada :

1. Dr. S Gatot Irianto (Kepala Badan Litbang Pertanian) yang telah memberikan kesempatan untuk mengikuti pendidikan Program Pascasarjana.

2. Dr. Haryono (Ketua Komisi Pembina Tenaga Badan Litbang ) berserta Tim Komisi yang telah memberikan kesempatan dan pembinaan melaksanakan tugas belajar. 3. Dr. Ir. I Wayan Budiastra, M.Agr selaku Ketua Program Studi Teknologi Pascapanen dan

seluruh staf pengajar yang telah memberikan bimbingan dan proses pembelajaran selama penulis kuliah di Program Studi Teknologi Pascapanen.

4. Dr. Rohlini (Kepala Bagian Perencanaan) dan Dr. Mahendro (Kepala Bagian Kerjasama) Badan Litbang Pertanian yang telah membantu dan memberikan arahan dalam penelitian melalui program KKP3T.

5. Mitsubisi Corporation (Pak Willy dan Pak Adi) yang telah memberikan bantuan dana untuk menunjang penelitian.

6. Prof. Dr. Tineke Mandang dan Staf Creata yang telah memberikan informasi dan pengetahuan melalui training dan seminar.

7. Prof. Dr. Ir. Achmad Suryana, MS, dan Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS atas arahan dan perhatiannya kepada penulis dari awal sampai akhir studi.

(11)

9. Dr. Muhrizal Sarwani dan Drs. Pandoyo, MM selaku Kepala dan KTU Balai Besar Pengkajian Teknologi Pertanian yang telah memberikan arahan dalam proses studi. 10.Ir. Djayeng Sumangat, MSc dan Tim Laboratorium Kimia Balai Besar Pasca Panen

yang telah membantu dalam analisis kimia dan interpretasinya.

11.Saudara-saudaraku terkasih (Mas Yoyok dan Mba Titi, Mba Juar, Mba Yati, Mas Naryo dan Mba Tarti, Bang Abu dan Mba Asih, Bang Suwandi dan Kak Teti, Nukman dan Mardiasih, cok dan It, Edi dan Emma, Hendra dan Iin, Rocky dan Ria, Ricca) atas doa dan dukungannya kepada penulis.

12.Teman-teman TPP angkatan 2007 ( Bambang, Vera, Agus, Eti, Ida, Ria, dan Yeni) atas kebersamaan di dalam suka dan duka selama perkuliahan.

13.Seluruh Staf Program Studi TPP (Pak Yaden, Mas Joko) yang selalu sabar dan penuh pengertian melayani penulis baik selama perkuliahan maupun penelitian

14.Teman- teman forum komunikasi petugas belajar litbang pertanian yang berjuang bersama-sama dalam suka dan duka (Iskandar, Yusuf, Rubio, Andriani, Aron, Budi , Bagus, Bariot , Suryadi, Suryana, Hidayanto, Yanto dkk lainnya)

15.Pihak-pihak lain yang namanya tidak bisa penulis sebutkan satu persatu namun telah banyak memberikan sumbang saran dan bantuan serta doa selama studi.

Secara khusus dengan penuh rasa cinta dan hormat, penulis mengucapkan terimakasih yang tulus kepada Ibunda Hj. Karliyah dan Ayahanda Yasin (Alm) serta mertua Hj. Animar (Alm) dan M. Nur Dalimunthe (Alm) yang selalu berdoa untuk keberhasilan penulis, kepada istri tercinta ( Dewi Haryani) dan anak-anak terkasih (Fadhil, Tasya dan Ahmad Yunus) yang dengan cinta kasihnya dan segudang pengertian sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini.

Akhir kata, tesis ini penulis persembahkan kepada pembaca sebagai pengetahuan dan sumber informasi yang diharapkan berguna bagi semua pihak yang membutuhkannya.

Bogor, Januari 2010

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cilacap pada tanggal 12 Maret 1970 sebagai anak ke enam dari tujuh bersaudara pasangan Yasin dan Karliyah. Penulis menyelesaikan pendidikan mulai dari pendidikan dasar tahun 1983 di SDN 2 Kesugihan, pendid ikan menengah pertama tahun 1986 di SMP 2 Maos, pendidikan menengah atas tahun 1989 di SMA Kristen Cilacap dan perguruan tinggi tahun 1995 di Institut Pertanian “Stiper” Yogyakarta Jurusan Teknologi Hasil Pertanian.

(13)

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN Xiii xiv xvi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1.2 Tujuan Penelitian 1.3 Manfaat Penelitian

1 1 2 3

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Jarak Pagar 2.2 Minyak Jarak Pagar

2.3 Kerusakan biji dan Minyak Jarak Pagar 2.4 Tingkat kematangan dan pemanenan buah 2.5 Perubahan Fisik dan Kimia Pascapanen 2.5.1 Warna

2.5.2 Tekstur

2.5.3 Pemecahan Makromolekul Menjadi Mikromolekul 2.5.4 Respirasi

2.6 Penundaan Pengeringan 2.7 Desinfektan

2.7.1 Klorin 2.7.2 Asap cair 2.8 Pengringan

4 4 5 9 11 13 13 14 15 16 18 19 19 20 22

III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Tahapan penelitian 3.4 Pengamatan dan Pengukuran

24 24 24 24 27

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Tanaman Jarak Pagar 4.2 Keragaman Tingkat Kemasakan Buah

4.3 Karakteristik Mutu Biji Jarak Berdasarkan Kriteria Panen 4.4 Penundaan Pengeringan Terhadap Mutu Biji Jarak Pagar 4.5 Pengaruh Desinfektan Terhadap Mutu Biji Jarak Pagar

32 32 33 36 50 57

V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan 5.2 Saran

63 63 63

DAFTAR PUSTAKA 64

(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Komposisi buah jarak pagar 5

2. Kandungan asam lemak minyak jarak 7

3. Sifat fisik minyak jarak pagar 7

4. Standar mutu biji jarak 9

5. Hasil pengamatan karakteristik tanaman jarak 33

6. Karakteristik mutu biji jarak menurut indeks panen 36

7. Nilai warna buah dan biji menurut indeks panen 37

8. Kandungan pada ALB selama penyimpanan dalam bentuk buah dan biji

54

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Proses pengolahan jarak pagar menjadi biodiesel (estrans) 6

2 Perbedaan tingkat kemasakan buah jarak pagar 13

3 Diagram alir percobaan panen dan pascapanen biji jarak pagar 27

4 Munsell color chart 31

5 Sample keragaman buah per tandan 34

6 Proporsi buah per tandan berdasarkan indeks panen 35

7 Kriteria panen menurut indeks warna buah jarak pagar 37

8 Pengukuran warna dengan chromamater dan buah dan biji jarak yang akan diukur warnanya

37

9 Pengukuran kadar air menggunakan moisture tester 41

10 Kadar air biji jarak pagar pada berbagai indeks warna sebelum dan setelah dikeringkan

42

11 Berat jenis biji jarak pagar pada berbagai indeks warna 43

12 Pengepresan minyak jarak (a) alat pengepres minyak jarak dan (b) renedemn hasil pengepresan

44

13 Hubungan indeks panen dengan asam lemak bebas 46

14 Hubungan indeks panen dengan bilangan Iod 48

15 Hubungan indeks panen dengan TPC pada biji jarak 49

16 Perubahan warna buah selama penundaan pengeringan 0 – 3 hari 51

17 Rendemen hasil pengepresan setelah buah/biji mengalami penundaan 52

18 Kadar Minyak buah/biji dengan waktu penundaan pengeringan 52

19 Perubahan nilai ALB selama penundaan pengeringan 53

20 Perubahan nilai bilangan Iod selama penundaan pengeringan 55

21 Peningkatan aktivitas enzimatis selama penundaan pengeringan 55

(16)

23 Pengaruh desinfektan terhadap kadar dan rendeman minyak 58

24 Pengaruh desinfektan terhadap nilai ALB 60

25 Pengaruh desinfektan terhadap nilai Bil Iod 61

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Anova dan uji Lanjut Duncan berbagai indeks panen pada parameter kadar air awal pengeringan

68

2 Anova dan uji Lanjut Duncan berbagai indeks panen pada parameter kadar air akhir penger ingan

69

3 Anova dan uji Lanjut Duncan berbagai indeks panen pada parameter Bilangan iod

70

4 Anova dan uji Lanjut Duncan Berbagai indeks panen pada parameter kadar minyak

71

5 Anova dan uji Lanjut Duncan berbagai indek panen pada parameter Rendemen minyak

72

6 Anova dan uji Lanjut Duncan berbagai indek panen parameter Asam lemak bebas

73

7 Anova dan uji Lanjut Duncan pengaruh bentuk dan lama waktu penundaan pengeringan parameter Asam lemak bebas

74

8 Anova dan uji Lanjut Duncan pengaruh bentuk dan lama waktu penundaan pengeringan parameter bilangan iod

75

9 Anova dan uji Lanjut Duncan pengaruh desinfektan pada parameter Asam lemak bebas

76

10 Anova dan uji Lanjut Duncan pengaruh desinfektan pada parameter bilangan iod

77

11 Anova dan uji Lanjut Duncan pengaruh desinfektan pada parameter Rendemen minyak

78

12 Data pengamatan lingkungan (suhu dan kelembaban) selama penundaan pengeringan

79

13 Data pengamatan lingkungan (suhu dan kelembaban) selama penundaan pengeringan dengan perlakuan desinfektan.

80

(18)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Jarak pagar (Jatropha curcas L) merupakan salah satu tanaman terpilih yang digunakan sebagai sumber bahan baku biodisel. Beberapa keunggulan jarak pagar untuk tujuan tersebut antara lain (1) tanaman ini dapat tumbuh dan beradaptasi luas, dapat dikembangkan di daerah lahan kering dan marginal, tidak memiskinkan unsur hara dan tidak menghabiskan air tanah, (2) minyak jarak tidak termasuk katagori minyak makan sehingga dalam penggunaanya tidak menimbulkan kompetisi dengan bahan pangan, (3) kemampuan produksi biji dapat mencapai 7,5 – 10 ton/ha/tahun tergantung dari kualitas benih, agroklimat, tingkat kesuburan tanah dan pemeliharaan dan (4) kandungan minyak cukup tinggi 25–35 % berat kering biji (Hambali et al., 2007).

(19)

yaitu dengan reaksi pembentukan sabun sehingga metanol tidak dapat bereaksi dengan trigliserida. Konsekuensi dari prosedur tersebut adalah terjadinya peningkatan kebutuhan metanol dan katalis serta terjadinya penurunan rendemen biodiesel.

Setiap tandan buah jarak pagar terdapat 10-20 buah dengan tingkat kemasakan atau keragaman warna yang berbeda-beda. Kandungan minyak buah jarak dengan warna hijau, hijau kekuningan, kuning, kuning kehitaman dan hitam masing-masing adalah 10,93; 26,98; 29,38; 22,83 dan 23,68% (Yeyen dan Joko, 2006). Waktu yang diperlukan untuk mencapai buah masak dihitung dari pembuahan adalah 40-50 hari. Keterlambatan panen (warna buah hitam) akan menyebabkan mutu biji menjadi sangat rendah, sebaliknya jika panen dilakukan belum mencapai masak fisiologis (warna buah hijau) rendemen minyak yang dih asilkan masih rendah. Hal lain yang menjadi faktor penyebab penurunan mutu biji jarak pagar adalah penundaan pengeringan yang disebabkan oleh cuaca (hujan) yang kurang mendukung, keterbatasan tenaga kerja dan keterbatasan sarana penunjang (alat pengering).

Informasi mengenai karakteristik mutu biji jarak belum banyak diketahui karena masih sedikit yang melakukan penelitian penanganan pasca panen biji jarak Atas dasar hal tersebut maka dilakukan penelitian metode kriteria panen dan penundaan pengeringan guna mendapatkan informasi karakteristik mutu biji jarak pagar.

1.2. Tujuan Penelitian

(20)

1.3. Manfaat Penelitian

(21)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Jarak Pagar

Jarak pagar (Jatropha curcasL) merupakan salah satu tanaman prospektif sebagai sumber bahan baku biodiesel. Jarak pagar telah lama dikenal masyarakat di berbagai daerah Indonesia. Tanaman ini tumbuh tersebar di beberapa daerah di Indonesia dan dikenal dengan nama berbeda-beda. Selama ini masyarakat hanya mengetahui manfaat tanaman jarak pagar sebagai tanaman obat tradisional dan sebagai pagar hidup, namun belum diketahui potensinya sebagai bahan baku biodiesel, sehingga penanamannya belum dilakukan secara komersial dalam skala besar (Hambali et al., 2007)

Tanaman jarak pagar termasuk dalam famili Euphorbiaceae, berupa perdu dengan tinggi 1-7 m, bercabang tidak teratur, dan batangnya berkayu berbentuk silindris. Daun tanaman jarak tunggal berlekuk dan bersudut 3 atau 5. Panjang daun berkisar antara 5-15 cm dengan tulang daun menjari. Buah tanaman jarak berupa buah berbentuk bulat telur dengan diameter 2-4 cm. Panjang buah 2 cm dengan ketebalan sekitar 1 cm. Buah jarak terbagi menjadi tiga ruang, masing-masing ruang berisi satu biji. Biji berbentuk bulat lonjong dan berwarna cokelat kehitaman. Biji kandungan minyak dalam biji jarak pagar 30–50 % (Hambali et al., 2007).

Jarak pagar dapat tumbuh mulai dari dataran rendah sampai ketinggian sekitar 1.000 m dpl. Curah hujan berkisar antara 300-2.380 mm/tahun, sedangkan suhu yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman jarak adalah 20-26 oC. Tanaman jarak memiliki sistem perakaran yang mampu menahan air sehingga tahan terhadap kekeringan. Tanaman ini dapat tumbuh di atas tanah berpasir, tanah berbatu, tanah lempung atau tanah liat. Tanaman ini juga dapat beradaptasi pada tanah yang kurang subur, memiliki drainase baik, tidak tergenang dan pH tanah 5,0 - 6,5.

(22)

penting karena mengandung minyak jarak yang cukup tinggi. Jarak pagar terdiri dari 75% karnel dan 25% kulit. Kira-kira dua pertiga dari berat karnel terdiri dari minyak.

Tabel 1. Komposisi buah jarak pagar

Unsur Biji Kulit Daging

Bahan kering (%) 94,2 – 96,9 89,9 – 90,4 100

Protein kasar (%) 22,2 – 27,2 4,3 – 4,5 56,4 – 63,8

Lemak (%) 56,8 – 58,4 0,5 – 1,4 1 – 1,5

Abu (%) 3,6 – 4,3 2,8 – 6,1 9,6 – 10,4

Neutral detergent fiber (%) 3,5 – 3,8 83,9 – 89,4 8,1 – 9,1 Acid detergent fiber (%) 2,4 – 3,0 74,6 – 78,3 5,7 – 7,0 Acid detergent lignin (%) 0,0 – 0,2 45,1 – 47,5 0,1 – 0,4 Gross energi (MJ/kg) 30,5 – 31,1 19,3 – 19,5 18 – 18,3 Sumber : Gubitz et al. (1999)

Dari tabel diatas terlihat bahwa kandungan terbesar dari biji jarak adalah minyak, oleh karena itu tanaman ini berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber biodiesel. Bungkil biji hasil pengepresan pada saat mengambil minyak masih dapat dimanfaatkan menjadi biogas, pupuk kompos dan herbisida.

2.2. Minyak Jarak Pagar

(23)

Gambar 1 Proses pengolahan jarak pagar menjadi biodiesel (estran).

Kandungan asam lemak minyak jarak pagar didominasi oleh asam lemak oleat (34,3-45,8 %), asam linoleat (29 – 44,2 %) dan palmitat (14,1 – 15,3 %) seperti pada tabel berikut :

Minyak jarak 100 gram

Pengadukan 400 rpm, 30/65 oC, 30 menit

Pengendapan 2 jam

Pemisahan metil ester

Pengendapan 12 jam Larutan

metanolik-KOH (50 %)

Pengadukan 400 rpm, pada 30 atau 65 oC, 90 menit

Penambahan gel silika

Pencucian dengan air panas 50 °C

Filtrasi metil ester

Analisa metil ester Larutan

(24)

Tabel 2 Kandungan asam lemak minyak jarak

Asam lemak Komposisi (% berat)

Asam miristat (14:0) 0 – 0,1

Asam palmitat (16:0) 14,1 – 15,3

Asam palmitoleat (16:1) 0 – 1,3

Asam stearat (18:0) 3,7 – 9,8

Asam oleat (18:1) 34,3 – 45,8

Asam linoleat (18:2) 29,0 – 44,2

Asam linolenat (18:3) 0 – 0,3

Asam arakhidat (20:0) 0 – 0,3

Asam behenat (22:0) 0 – 0,2

Sumber : Gubitz et al. (1999).

Minyak jarak mengandung racun berupa phorbol ester dengan jumlah sekitar 0,03 – 3,4 % sehingga kurang cocok digunakan sebagai minyak makan. Oleh karena itu jika akan digunakan sebagai minyak makan,maka phorbol ester harus dihilangkan terlebih dahulu. Minyak jarak pagar memiliki sifat mudah larut dalam etil alkohol dan asam asetat glasial, namun kurang larut dalam petrolium karena adanya gugus hidroksil dalam asam oleat.

Tabel 3 Sifat fisik minyak jarak pagar

Sifat fisik Satuan Nilai

Titik pembakaran oC 236

Densitas pada 15oC g/cm3 0,9177

Viskositas pada 30oC Nm2/s 49,15

Sisa karbon %(m/m) 0,34

Kandungan abu sulfat %(m/m) 0,007

Titik tuang oC -2,5

Kadar air Ppm 935

Kadar sulfur Ppm < 1

Bilangan asam Mg KOH/g 4,75

Bilangan iod - 96,5

Sumber : Gubitz et al. (1999)

(25)

teknologi khusus esterifikasi transesterifikasi (estrans). Asam lemak bebas merupakan kunci utama dalam proses traneseterifikasi, sehingga dalam proses ini diperlukan nilai asam lemak bebas kurang dari 3 %.

Pada suasana asam akan menimbulkan proses yang kurang efisien dan dengan katalis yang tidak memenuhi standar akan menghasilkan sabun (Dolorado et al. 2002). Menurut Lepper dan Friesenhagen (1986) dalam Canakci dan Gerpen (2001) perlakuan pendahuluan terhadap minyak yang mengandung asam lemak tinggi melalui proses esterifikasi menggunakan metanol dan katalis asam dapat menghasilkan minyak dengan asam lemak bebas kurang dari 0,5% b/b sebelum dilakukan transesterifikasi basa. Gerpen et al. (2004) menambahkan bahwa esterifikasi dengan katalis asam terhadap minyak asam lemak bebas tinggi dan telah dikeringkan terlebih dahulu memerlukan alkohol dalam jumlah banyak (20:1). Selanjutnya Lee et al. (2002) menyatakan bahwa rendemen transesterifikasi dapat ditingkatkan dari 25 % menjadi 96% dengan menurunkan asam lemak bebas (pada minyak jelantah) dari 10% menjadi 0,23% dan menurunkan air dari 0,2 % menjadi 0,02 %.

Semakin rendah nilai asam lemak bebas mengindikasikan bahwa kebutuhan methanol dan asam sulfat untuk reaksi esterifikas i semakin rendah. Minyak jarak pagar hasil pengepresan umumnya mengandung asam lemak bebas yang tinggi karena tergolong minyak kasar dan belum mendapatkan perlakuan deguming dan netralisasi (Setyaningsih, 2007). Hal yang sama juga dilaporkan Gubitz et al. (1999) bahwa minyak jarak pagar memiliki tingkat keasaman yang tinggi sama seperti minyak kapuk dan kanola yang kurang sesuai jika langsung diproses secara transesterifikasi karena akan terjadi penyabunan. Terkait dengan proses produksi biodiesel maka dibuat standar mutu biji jarak (Tabel 4 ).

Tabel 4. Standar mutu biji jarak

Jenis uji Satuan Persyaratan

Biji rusak (b/b) % Maks 2,0

Biji jarak pecah (b/b) % Maks 4,0

Benda – benda asing (b/b) % Maks 0,5

Kadar air (b/b) % Maks 7,0

Bilangan asam - Maks 3,0

(26)

2.3. Kerusakan Biji dan Minyak Jarak Pagar

(27)

oksidasi terdiri dari tiga tahap yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi. Menurut Min dan Smouse (1985) mekanisme oksidasi yang umum adalah sebagai berikut :

Inisiasi RH + O2 R * + * OOH (1a)

RH R * + H (1b)

Propagasi R* + O2 ROO * (2a)

ROO * + RH ROOH + R * (2b)

Terminasi R * + R * (3ª)

R * + ROO* senyawa tdk stabil (3b)

ROO* + ROO * (3c)

Inisiasi merupakan reaksi pembentukan radikal bebas, propagasi merupakan perubahan radikal bebas menjadi radikal lain. Terminasi melibatkan kombinasi dua radikal untuk membentuk produk yang lebih labil (Gordon, 1990). Tahap inisiasi terjadi jika lemak kontak dengan panas, cahaya, ion metal atau oksigen maka akan terbentuk radikal bebas (R*). Reaksi ini terjadi pada group metilen yang berdekatan dengan ikatan rangkap –C=C- (Buck, 1991). Reaksi antara R* dengan oksigen (2a) pada tahap propagasi akan mengahasilkan radikal peroksida (ROO*) yang akan bereaksi dengan asam lemak tidak jenuh menjadi hidroperoks ida (ROOH). Selanjutnya reaaksi autooksidasi ini akan berulang sehingga merupakan reaksi berantai. Hidroperoksida merupakan senyawa yang tidak stabil dan mudah terpecah menjadi senyawa aldehid, keton, alkohol dan asam lemak bebas.

(28)

enzim lipase dapat juga dikombinasi oleh kontamiansi mikrobia dari kelompok bakteri (Staphylococus, Bacilus, Pseudomonas dan Achromobacter), Jamur (Aspergilius, Penicillium, Mucor, Rhizopus, Monila, Oidium, Cladosporium). Hidrolisis lemak tersebut dapat berlangsung dalam suasana aerobik dan anarobik. Menurut Ketaren (1986) reaksi hidrolisis yang terjadi pada trigliserida adalah sebagai berikut :

C3H5(OOCR)3 + 3 H2O C3H5(OH)3 + 3 HOOCR

Trigliserida air gliserol asam lemak

Reaksi hidrolisis terjadi secara bertahap dimulai dari penguraian trigiserida menjadi digliserida dan asam lemak. Kemudian dilanjutkan dari digliserida menjadi monogliserida dan asam lemak dan akhirnya monogliserida terurai menjadi gliserol dan asam lemak. Reaksi hidrolisis terjadi secara reversible. Apabila reaksi ini tidak dipisahkan maka akan terjadi secara berkesinambungan antar reaksi-reaksi tersebut. T ingkat kerusakan minyak dapat diukur dengan mengukur asam lemak bebas atau bilangan asam.yang terdapat dalam minyak.

2.4. Tingkat Kematangan dan Pemanenan Buah

(29)

menyerbuk dengan bantuan serangga; bunga menghasilkan nektar yang mudah terlihat (exposed) dan harum hingga dapat diakses oleh serangga-serangga seperti lalat dan serangga-serangga lain (Hasnam dan Mahmud, 2006). Bunga betina yang telah dibuahi akan terus membesar bakal buahnya, selanjutnya menggugurkan kelopak bunga dan tangkai putiknya.

Adikardasih dan Joko (2006) menyatakan bahwa dalam satu tandan bunga jarak pagar baik jantan maupun betina bersama-sama melainkan bertahap sesuai dengan pola yang tidak tentu. Bunga yang mekar pertama kali bisa berupa bunga jantan meupun betina Selanjutnya bunga jantan akan gugur meskipun bunga belum semua bunga jantan atau betina yang baru mulai mekar, hal ini yang menyebabkan terjadinya tingkat kemasakan yang berbeda-beda dalam satu tandan buah. Kapsul yang berukuran sangat kecil terbentuk pada hari ke-10 setelah anthesis (hsa). Biji mulai berkembang setelah 20 hsa. Kapsul berkembang dan mencapai fase matang sekitar 40 – 45 hsa, kemudian mencapai fase masak pada 55 hsa dan akhirnya memasuki sensen pada waktu 60 - 65 hsa ( Bambang, 2008). Selama proses pemasakan tersebut ditandai dengan perubahan warna dari hijau tua, hijau kekuningan, kuning, kuning kehitaman dan hitam.

(30)

Gambar 2 Perbedaan tingkat kemasakan buah jarak pagar

2.5. Perubahan Fisik dan Kimia Pascapanen 2.5.1. Warna

Warna yang ada pada buah-buahan disebabkan oleh pigment yang dikandungnya. Pigment tersebut pada umumnya dapat dibagi menjadi empat kelompok yaitu klorofil, anthocianin, flavonoid dan karotenoid atau dapat dibagi menjadi dua kelompok lain yaitu yang bersifat polar (larut dalam air) dan non polar (tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik). Warna buah merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan waktu panen dan indikator tingkat kemunduran bahan pertanian. Buah jarak pagar pada awalnya berwarna hijau selanjutnya berubah menjadi warna kuning, kuning kecoklatan, coklat dan hitam. Perubahan warna tersebut disebabkan oleh perubahan pigmen yang terdapat dalam buah. Pada waktu masih muda umumnya buah-buahan mengandung klorofil yang jumlahnya relatif lebih banyak dibandingkan dengan karotenoid atau pigmen-pigmen lainnya, sehingga buah tersebut berwarna hijau. Selama proses pematangan buah akan tejadi degradasi klorofil sehingga kandungan klorofil menjadi rendah dan muncul warna dari pigmen-pigmen lainnya, sehingga berubah warnanya menjadi kuning, oranye atau merah (Muchtadi, 1992).

(31)

pematangan, sehingga warna kuning atau jingga akan terbentuk pada seluruh bagian buah.

2.5.2. Tekstur

Tekstur buah–buahan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ketengangan, ukuran, bentuk dan keterikatan sel-sel, adanya jaringan penunjang dan susunan tanaman. Ketegangan disebabkan oleh tekanan isi sel dan konsentrasi zat-zat osmotik aktif dalam vakuola. Bagian permukaan buah secara kimiawi tersusun oleh selulosa, hemiselulosa, zat pektin dan lignin. Zat pektin yang dilekatkan pada bagian dinding sel yang berfungsi sebagai bahan perekat. Zat pektin merupakan polimer dari asam galakturonat. Beberapa gula yang membentuk pektin antara lain rhaminosa, galaktosa dan xylosa. Gugus asam (karbonil) pada asam galaktoronat dapat membentuk ester dengan metanol atau etanol maupun garam dengan monovalen kation (Na+) dan divalen (Ca++). Menurut Winarno (2002), menyatakan bahwa pada buah sekitar 80 persen dari karbonil yang ada pada pektin termetilasi dan kira-kira dua persen teretilasi / banyaknya karboksil yang termetilasi akan banyak pengaruhnya terhadap daya larut serta kemampuan untuk menjadi jelly. Selanjutnya Zat pektin terbagi atas protopektin , asam pektinat, pektin, asam pektat .

Protopektin merupakan makromolekul yang memiliki berat molekul tinggi, terbentuk antara rantai molekul pektin satu sama lain atau dengan polimer lain. Protopektin tidak larut karena dalam bentuk garam kalsium – magnesium pektinat. Proses pelarutan protopektin menjadi pektin dapat terjadi karena adanya penggantian ion kalsium dan magnesium oleh ion hidrogen ataupun karena putusnya ikatan antara pektin dengan selulosa. Semakin tinggi ion hidrogen kemampuan untuk mengganti ion kalsium dan magnesium ataupun memutus ikatan dengan selulosa maka semakin tinggi pula pektin yang larut akan bertambah (Meyer, 1978).

(32)

pematangan mengalami penurunan. Selama proses pematangan zat-zat pektin terdegradasi, depolimerisasi dan deesterisifikasi atau penghilangan gugus metil dari polimernya. Perubahan komponen-komponen buah ini diatur oleh enzym-enzym antara lain enzym-enzym hidrolitik, poligalakturokinase, metil asetate, selullose (Pantastico, 1989). Zat-zat pektin yang larut dalam sel menimbulkan struktur serabut selulosa menjadi longgar sehingga menurunkan daya kohesi dinding sel yang mengikat sel yang satu dengan yang lain akibatnya kekerasan buah akan semakin menurun dan buah menjadi lunak.

2.5.3 Pemecahan Makromolekul Menjadi Mikromolekul

Pemecahan makromolekul menjadi mikromolekul tidak terlepas dari kerja enzim. Pada karbohidrat perubahan yang terjadi dari polisakarida menjadi disakarida (sukrosa, maltosa) atau monosakarida (glukosa, fruktosa) oleh enzim amilase. Monosakarida merupakan senyawa gula paling sederhana dan bila dipecah tidak lagi menjadi gula lagi. Glukosa mampu menyediakan sebagian besar energi dalam benda hidup dengan cara oksidasi glukosa yang terjadi selama proses respirasi, sehingga menghasilkan karbon dioksida dan air. Sementara itu karbohidrat struktural seperti selulosa dan zat pektin tidak mengalami penguraian dalam jumlah besar. Enzym yang berperan melakukan penguraian adalah enzim hidrolitik, poligalakturokinase, metil asetate, selullose. Zat pektin dan selulosa merupakan karbohidrat cadangan yang labil yang dapat juga berfungsi sebagai sumber potensial untuk asam, gula, dan zat- zat respiratorik lainnya selama pematangan.

(33)

dengan ditransaminasi oleh enzim selanjtnya masuk ke dalam siklus kreb pada fase a-ketoglutarat (Pantastico, 1989).

Fosfolipid terdapat dalam sitoplasma dan dalam banyak unit-unit struktural jaringan tanaman. Zat –zat ini mempengaruhi fisiologi yang lebih besar dari pada lipid netral yang terdapat pada makanan cadangan. Perubahan lemak menjadi asam lemak terjadi selama pematangan buah. Hal ini dapat terlihat dari peningkatan jumlah asam lemak.

2.5.4. Respirasi

Laju respirasi merupakan petunjuk daya simpan hasil pertanian sesudah dipanen. Intensitas respirasi dapat dianggap sebagai ukuran jalannya metabolisme, karena itu intensitas respirasi sering dianggap sebagai potensi daya simpan. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai umur simpan yang pendek. Hal ini juga merupakan petunjuk laju kemunduran kualitas bahan makanan (Pantastico, 1989). Laju respirasi dapat diukur dengan mengukur perubahan kosentrasi O2 dan CO2 yang terjadi dalam ruang simpan selang waktu tertentu. Laju respirasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kondisi protoplasma, suhu, subtrat untuk respirasi, kosentrasi O2 dan CO2, luka, sinar, efek mekanis serta komponen kimia tertentu seperti etilen. Selanjutnya Pantastico (1989) mengatakan bahwa faktor internal dan eksternal akan mempengaruhi laju respirasi. Faktor-fakror internal mencakup tingkat perkembangan, susunan kimiawi jaringan, ukuran produk, pelapis alami, dan jenis jaringan. Sedangkan faktor eksternal mencakup suhu, karondioksida, oksigen, zat pengatur pertumbuhan dan kerusakan buah.

(34)

menyatakan apabila subtratnya glukosa, maka RQ = 1. RQ > 1 apabila subtrat yang digunakan mengandung oksigen yaitu asam – asam organik. Respirasi senyawa ini memerlukan O2 lebih sedikit untuk menghasilkan CO2 yang sama .

2.6. Penundaan Pengeringan

Karakteristik biji jarak pagar yang mudah mengalami kerusakan selama penyimpanan sehingga dalam penanganan pasca panen perlu adanya perlakuan khusus karena setiap tahapan penanganan pasca panen yang tidak tepat akan memberikan kontribusi terhadap penurunan mutu biji jarak pagar khususnya peningkatan kadar keasaman. Buah jarak pagar setelah dipanen hendaknya segera dilakukan pengupasan dan pengeringan serta disimpan pada tempat yang tepat. Sudrajat et al. (2006) menyatakan penyimpanan biji menggunakan karung plastik dan diletakkan bersentuhan dengan lantai gudang bisa menyebabkan peningkatan keasaman, biji berjamur dan penurunan rendemen minyak. Tantangan dalam penanganan pasca panen jarak pagar untuk mempertahankan mutu cukup berat karena agribisnis jarak pagar biasanya diusahakan pada areal terpencar-pencar dengan skala usaha yang kecil serta tidak tersedia pengering mekanis. Penundaan pengeringan akan terjadi pada musim hujan sehingga berakibat terhadap kerusakan biji jarak pagar.

Potensi terjadinya kerusakan biji oleh serangan cendawan sangat besar terkait dengan kadar air biji yang masih tinggi (15 - 20 %). Berdasarkan pada ekologinya, cendawan yang menyerang biji diklasifikasikan kedalam cendawan lapangan dan cendawan pasca panen. Cendawan akan menghasilkan enzim eksoseluler untuk menguraikan bahan-bahan cadangan biji (protein, lemak dan karbohidrat) menjadi bahan-bahan yang digunakan untuk pertumbuhannya. Cendawan pada biji yang berasal dari lapangan biasanya berlokasi di dalam jaringan biji.

(35)

serangan terjadi pada awal pembentukan biji, letak cendawan dapat lebih dalam lagi. Kulit biji secara fisik atau kimiawi merupakan pertahanan yang utama bagi biji untuk mencegah penetrasi cendawan. Retakan biji yang terjadi secara mekanis memberikan peluang bagi serangan cendawan ke dalam biji (Styer and Cantliffe, 1984). Serangan cendawan pada biji-bijian dapat menyebabkan penurunan daya kecambah, perubahan warna, bau apek, pembusukan, perubahan komposisi kimia, penguraian lemak sehingga meningkatkan kandungan asam lemak bebas dan penurunan nutrisi (Sauer et al. 1992).

Pertumbuhan cendawan dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan tempat cendawan tumbuh. Ominski et al. (1994) mengemukakan bahwa beberapa kondisi lingkungan tersebut adalah nilai aktivitas air (aw ) dan kadar air, suhu, subtrat, O2 dan CO2, interaksi mikroba, kerusakan mekanis, infestasi serangga, jumlah spora dan lama penyimpanan. Jumlah air bebas yang dibutuhkan oleh cendawan untuk pertumbuhannya ditetapkan oleh akitivitas air (aw). Semua

cendawan mempunyai aw minimum, optimum dan maksimum untuk

pertumbuhannya. Akitivitas air 0.70 merupakan aw minimum pembentukan koloni semua spesies cendawan selama penyimpanan. Worang (2008) menyatakan bahwa berdasarkan hasil identifikasi biji jarak pagar yang terserang cendawan diperoleh 15 spesies cendawan yaitu Aspergillus flavus, A. niger, A. restrictus, A. tamari, Cladosporium sp., C. cladosporioides, Colletotrichum sp, Eurotium

chevalieri, E rubrum, Fusarium semitectum, F. verticillioides, Lasiodiplodia sp,

Libertella sp, Penicillium citrium, P. oxalicum dan 1 (satu) isolate yang belum dapat diidentifikasi. Cendawan yang selalu terisolasi pada setiap aktivitas air dan lama penyimpanan adalah Cladosporium sp., C. cladosporioides, Colletotrichum sp, F. verticillioides, dan Lasiodiplodia sp. Hanafi (2006) menyatakan berdasar hasil identifikasi cendawan yang terbawa benih ditemukan 4 jenis cendawan yaitu Chrysosporium sp (47 – 49 %), Fusarium solani (30 %), Aspergilus flavus (11-31

(36)

dengan kemampuan adaptasi yang luas sehingga dapat perubahan kualitas fisik, perubahan warna dan penurunan kandungan nutrisi dalam benih.

2.7. Desinfektan

Desinfektan adalah senyawa kimia yang mampu membunuh bentuk-bentuk pertumbuhan. Tujuan penggunaan desinfektan adalah untuk mereduksi jumlah mikroorganisme pathogen dan perusak di dalam makanan, pengolahan pangan, serta fasilitas dan perlengkapan makan (Jenie, 1988). Penggunaan bahan kimiawi seperti natrium hipoklorit, klorin dioksida, natrium bisulfit, sulfur dioksida, asam-asam organik, kalsium klorida dan ozon dilakukan untuk mengurangi populasi mikrobia pada buah ataupun sayuran (David et al. 1996).

2.7.1. Klorin

Klorin telah dikenal sejak dahulu sebagai desinfektan pada produk pertanian. Menurut Izumi (1999) 50 – 125 ppm larutan klorin dapat digunakan sebagai desinfektan untuk produk sayuran, buah bahkan susu olahan karena klorin pada kosentrasi tersebut dinilai tidak membahayakan bagi kesehatan manusia. Penggunaan desinfektan sangat dipengaruhi oleh kosentrasi, pH, suhu, bahan – bahan organik, waktu penggunaan dan fase pertumbuhan dari mikroorganisme tersebut (Izumi, 1999). Penggunaan natrium hipoklorin sebagai desinfektan pada biji-bijian biasanya menggunakan dosis 1 % dengan cara dicelupkan selama 3 menit.

Penggunaan beberapa senyawa kimia dengan kosentrasi yang tidak sesuai dapat menimbulkan kontaminasi pada produk, baik dalam bentuk ataupun perubahan warna dari produk tersebut. Penggunaan klorin dengan kosentrasi cukup tinggi dapat menyebabkan timbulnya bau yang tidak menyenangkan pada produk (Marriot, 1997). Klorin digunakan sebagai desinfektan akan bereaksi dengan air membentuk asam hipoklorin. Asam hipoklorin ini diyakini bekerja aktif membunuh bakteri dengan cara oksidasi (Gamman dan Sherington, 1992). Reaksi klorin dengan air terjadi sebagai berikut :

(37)

Kosentrasi klorin yang lebih tinggi menyebabkan waktu pemusnahan mikroorganisme lebih cepat. Dari persamaan reaksi diatas dapat dilihat bahwa semakin tinggi pH air atau suatu bahan maka daya pemusnahan klorin tersebut akan berjalan semakin lambat (Winarno dan Laksmi, 1974). Hipoklorin merupakan agen mikrobial tertua dan paling banyak digunakan untuk sanitasi dan desinfeksi. Hipoklorin biasa dikenal dengan nama bleach dan banyak diaplikasikan pada penanganan air minum dan air limbah (Naidu dan Khanna, 2000). Klorin mampu menyebabkan reaksi mematikan pada membran sel dan dapat mempengaruhi DNA. Hipoklorit bereaksi dengan DNA sel hidup, menyebabkan mutasi oleh rekasi oksidasi basa purin dan pirimidin (Jenie, 1988).

2.7.2. Asap cair

Asap cair merupakan hasil kondensasi asap pada proses pembakaran / pirolisis dari kayu atau bahan-bahan yang banyak mengandung karbon serta senyawa-senyawa lain. Asap cair mengandung sejumlah besar senyawa seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin. Pirolisis merupakan proses dekomposisi bahan yang mengandung karbon, baik yang berasal dari tumbuhan, hewan maupun barang tambang yang menghasilkan arang (karbon) dan asap yang dapat dikondensasi menjadi destilat (Paris et al., 2005).

(38)

adalah fenol dan turunannya seperti guaiacol; 4-propyl guaiacol; 2,6-xylenol; 3,5-xylenol; creosol; o-creosol; syringol; 4-et srigol; 4-allylsyringol yang digunakan sebagai insektisida (Yatagai, 1996). Penggunaan lain sejak tahun 1980 adalah sebagai bahan pengawet daging babi, industri makanan, industri kesehatan, pupuk tanaman, bioinsektisida, pestisida, herbisida, desinfektan (Hendra, 1992).

Kualitas dan kuantitas unsur kimia pada umumnya tergantung pada jenis bahan pengasap yang digunakan. Bahan pengasap yang digunakan seperti jenis kayu yang dibakar menentukan komposisi dari asap yang dihasilkan. Kayu keras seperti tempurung kelapa banyak terbentuk asap karena proses pembakarannya lambat. Penggunaan beberapa jenis kayu keras pada proses pengawetan dengan persyaratan memiliki beberapa fungsional, yaitu sifat antimikrobial dan antioksidan yang berbeda-beda tergantung pada kandungan selulosa, hemiselulosa dan lignin pada masing-masing kayu (Tranggono et al. 1996).

Dalam penelit ian Tranggono (1996) diketahui bahwa asap cair tempurung kelapa memiliki 7 komponen dominan yaitu fenol, 3-metil-1,siklopentadion, 2-metoksiphenol, 2-metoksi-4-metilphenol, 4-etil-2-metoksiphenol, 2,6-dimetoksiphenol, dan 2,5-dimetoksi benzil alkohol, yang larut dalam eter. Gumanti (2006) mendapatkan data kandungan senyawa kimia dalam asap cair yaitu fenol sebesar 5.5% methyl alkoholnya sebesar 0.37% dan total asam sebesar 7.1%. Yulistiani (1997) mendapatkan data bahwa kandungan fenol dalam asap cair tempurung kelapa sebesar 1.28% bahwa asap cair yang bersumber dari tempurung kelapa memiliki efek antimikrobia yang lebih tinggi dibandingkan sumber kayu lainnya. Hal tersebut terkait dengan pH asap cair dari tempurung kelapa memiliki (pH 2.05) paling rendah dibandingkan sumber jenis asap lain seperti: kayu jati, bangkirai, kruing, lamtoro, mahoni, kamfer dan glugu.

(39)

terkandung dalam asap cair. Semakin tinggi kandungan lignin dalam bahan baku maka kandungan fenol dalam asap cair semakin besar.

2.8. Pengeringan

(40)

kosong dalam bahan berisi cairan atau uap, perpindahan kalor secara konveksi terjadi antara fluida yang mengalir dengan permukaan bahan padat.

Pengeringan biji jarak pagar dilakukan hingga mencapai kadar air < 7 %. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan aw 0.64 yang setara dengan kadar air 7,61 % (Dirjenbun, 2006). Hasil penelitian Warsiki et al. (2007) yang melakukan penyimpanan biji jarak pagar pada berbagai tingkat kelembaban relatif, melaporkan bahwa kadar air biji yang dikemas dalam karung goni dan disimpan dengan kelembaban relatif 80 – 90 % (aw 0,8 – 0,9) menjadi 12 % dari kadar air awal 9 %, sedangkan kelembaban realtif 50 – 60 % (aw 0,5-0,6) kadar airnya menjadi 7 % pada penyimpanan selama 6 minggu.

(41)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan September 2009. Tempat Penelitian dilakukan Kebun Jarak Pagar PT. Panjiwaringin Kec. Malimping Banten sebagai penyedia bahan buah jarak, Laboratorium lapang Teknik Pertanian Luw ikopo, Laboratorium Kimia Balai Besar Penelitian Teknologi Pasca Panen dan Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian Institut Pertanian Bogor.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan penelitian yang digunakan terdiri dari buah jarak pagar, asap cair, Natrium Clorida (NaOCl), bahan kimia untuk analisis kimia alkohol netral 95 %, KOH 0,1 N, asam glasial, kloroform, KI, Na2S2O3 0,1 %, indikator kaji, indikator phenolpthalein, n-heksana, PCA, NaCl dan aquadest. Peralatan yang digunakan karung plastik, termometer, Color reader 10, peralatan analisis kimia berupa neraca analitik, cawan aluminium, oven, desikator, termohigrometer, homogenizer, pengepres hidrolik, alat ekstraksi soxhlet aparatus, mikroskop dan peralatan gelas.

3.3. Tahapan Penelitian

Tahap I

(42)

Tahap II

Penelitian tahap kedua yaitu bertujuan untuk mengetahui metode penundaan hasil panen dalam bentuk buah atau biji dan toleransi waktu yang masih memenuhi mutu. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial terdiri dari 2 faktor dan diulang sebanyak 3 kali. Sebagai faktor pertama bentuk penundaan terdiri dari 2 taraf yaitu bentuk buah dan bentuk biji. Faktor kedua adalah lama waktu penundaan 4 taraf : 0, 1, 2 dan 3 hari. Pengamatan yang dilakukan adalah jumlah biji / buah, berat biji, kandungan kimia biji jarak (kadar air, asam lemak bebas, kadar minyak) dan tingkat serangan mikrobiologis (kapang). Rancangan percobaan tersebut menurut Hicks (1982) dapat dibuatkan persamaan model linier seperti dibawah ini:

Y

ijk

= µ+ a

i

+ b

j

+ ( ab)

ij

+ e

(ijk)

Yijk = nilai pengamatan ke i µ = nilai rata-rata umum ai = bentuk penundaan ke- i bj = perlakuan waktu penundaan

ab = pengaruh interaksi bentuk penundaan dan waktu penundaan pengeringan eik = pengaruh variasi galat

Tahap III

(43)

Tahap I Tahap II Tahap III

[image:43.596.112.507.73.566.2]

Gambar 3. Diagram alir percobaan panen dan pasca panen biji jarak pagar Pengupasan kulit

Pengamatan

• Kadar air

• Berat jenis biji

• Kadar minyak

• Asam lemak bebas

• Bilangan Iod

• Warna

• TPC

Tingkat ketuaan / kemasakan panen buah

• Warna hijau

• Hijau kekuningan

• Kuning

• Kuning kehitaman

• Hitam

Buah dari warna terpilih

• Buah

• Biji

Pengeringan

Pengeringan

Pengamatan

• Kadar air

• Kadar minyak

• Asam lemak bebas

• Bilangan iod

• Warna / chromameter

• TPC Biji jarak pagar kering

Biji jarak pagar kering

Buah dari warna terpilih

Perendaman desinfektan :

• Kontrol

• NaOCl 5 % (2 menit)

• Asap Cair 10 % (2 menit)

Penundaan pengeringan (4 hari )

Pengeringan

Biji jarak pagar kering

Pengamatan

• Kadar air

• Kadar minyak

• Asam lemak bebas

• Bilangan iod

• TPC Penundaan pengeringan

• 0 hari

• 1 hari

• 2 hari

• 3 hari

(44)

3.4. Pengamatan dan Pengukuran

Parameter yang diamati adalah jumlah buah per tandan, berat biji, kadar air, kadar minyak, bilangan asam dan kadar asam lemak bebas, bilangan iod, jumlah mikroorganisme dan warna. Sebelum perlakuan dilakukan pengamatan terhadap umur tanaman, kultur teknis budidaya, jumlah cabang, warna kulit buah, serangan hama dan penyakit.

a Analisis kadar air (AOAC, 1980) Prinsip

Penguapan air dengan pemanasan pada suhu 105 o C, selisih bobot yang hilang merupakan kadar air yang terdapat dalam sampel.

Prosedur :

Contoh ditimbang sebanyak 2 – 10 gram dan ditempatkan didalam cawan aluminium yang sudah diketahui bobotnya. Contoh dipanaskan di dalam oven pada suhu 105oC selama 1 jam (pengukuran 1 jam dimulai saat oven mencapai suhu 105 oC). Selanjutnya cawan didinginkan didalam desikator kurang lebh 15 menit dan kemudian ditimbang. Pemanasan diulang hingga dicapai berat yang tetap. Sisa contoh dihitung sebagai total padatan dan berat yang hilang sebagai air. Kadar air dihitung dengan rumus :

Kadar air (%) =

a x b

a ) 100%

( −

Dimana

a = berat contoh sebelum pengeringan (gram) b = berat contoh setelah pengeringan (gram)

b. Kadar minyak

(45)

Kadar minyak (%) =

c x a

b ) 100%

( −

Keterangan :

a = Berat labu kosong (gram)

b = Berat labu dan ekstrak minyak (gram) c = Berat contoh (gram)

c. Rendemen minyak

Rendemen minyak dihitung berdasarkan perbandingan antara minyak hasil pengepresan terhadap berat biji.

% 100 (%)

minyak

Rendemen x

b a =

Keterangan :

a = minyak hasil pengepresan (gram). b = berat biji (gram).

c. Bilangan asam dan kadar asam lemak bebas (SNI 01 – 3555-1998) Prinsip :

Bilangan asam didefinisikan sebagai jumlah miligram KOH yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dari satu gram minyak atau lemak (Ketaren, 1986). Bilangan asam dipergunakan untuk mengukur jumlah asam lemak bebas yang terdapat dalam minyak atau lemak.

Prosedur

Sebanyak ± 5 gram sampel minyak ditimbang dan dimasukan dalam erlenmyer 250 ml dan ditambahkan 50 ml alkohol netral 95 % dan dipanaskan sampai mendidih. Setelah ditambahkan dua tetes indikator phenolptalein, larutan dititras i dengan KOH 0,1 N sampai berwarna merah jambu yang tidak hilang selama beberapa detik.

Bilangan asam =

b axNx56,1

(46)

Asam lemak bebas =

b x axNx

10 100 1 , 56

Dimana :

a = jumlah KOH untuk titrasi (ml) N = Normalitas larutan KOH

56,1 = bobot molekul KOH

b = bobot molekul asam lemak dominan (BM asam oleat = 282)

d. Bilangan Iod (SNI 01-3555-1989) Prinsip :

Ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak tidak jenuh akan bereaksi dengan iod dan membentuk senyawa yang jenuh. Besarnya jumlah iod yang diserap menunjukan banyaknya ikatan rangkap atau ikatan tidak jenuh yang terdapat dalam minyak.

Prosedur :

Sebanyak 0,25 gram sampel dimasukan ke dalam erlemeyer 300 ml, kemudian ditambahkan 15 ml kloroform dan 25 ml larutan wijs dengan menggunakan pipet volumetrik. Erlemeyer kemudian ditutup dan disimpan ditempat gelap selama 2 jam. Ke dalam larutan kemudian ditambahkan 10 ml larutan KI 20 % dan 100 ml air suling. Kemudian erlemeyer segera ditutup. Larutan dikocok dan dititer dengan larutan Na2S2O3 0,1 N . Indikator yang digunakan adalah larutan kanji.

Perhitungan

Bilangan Iod =

m V Vo

xN( 1)

5 ,

12 −

Keterangan :

Vo = Volume Na2S2O3 0,1 N yang diperlukan untuk titrasi blangko (ml) V1 = Volume Na2S2O3 0,1 N yang diperlukan untuk titrasi sampel (ml) N = normalitas larutan Volume Na2S2O3 0,1 N

(47)

e. Penentuan populasi cendawan pada biji (Fardiaz, 1982)

Untuk menentukan populasi cendawan yang menyerang biji jarak pagar, dilakukan isolasi berdasarkan metode pengenceran berderet yang dilanjutkan dengan metode cawan tuang pada media PCA (Plate Count Agar). Metode pengenceran berderet dilakukan dari pengenceran 1:10 (10-1) sampai dengan 1:10 (10-5). Sebanyak 1 g sampel biji jarak yang telah dihaluskan berasal dari setiap ulangan, ditempatkan di dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml larutan NaCl 0.85 % steril, Dengan demikian diperoleh pengenceran 10-1. Tabung reaksi tersebut digoyang dengan mesin pengocok hingga suspensinya homogen dan selanjutnya dibiarkan hingga mengendap. Kemudian 1 ml suspensi diambil dengan menggunakan micropipet dan ditempatkan di dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml larutan NaCl 0.85 % steril sehingga diperoleh pengenceran 10-2. selanjutnya dengan cara yang sama dibuat seri pengenceran sampai dengan 10-5. sebanyak 1 ml dari setiap faktor pengenceran dipindahkan dengan pipet ke setiap cawan petri (diameter 9 cm), kemudian dituangkan ± 15 ml media PCA (± 40oC). Setiap faktor pengenceran dibuat 2 cawan Petri (2 sub ulangan) dan diinkubasikan dengan posisi terbalik pada suhu (± 30-32oC) selama 2-3 hari.

f. Warna

(48)
[image:48.596.142.476.282.554.2]

(0-70) untuk warna kuning sampai negatif (0-(0-70) untuk warna biru. Nilai hunter a dan b merupakan indikasi perubahan warna hijau ke merah / kuning. Nilai a negatif menunjukan warna hijau nilai a positif menunjukan warna kuning sedangkan nilai b negatif menunjukan warna biru. Munurut Mohsenin (1984) metode Munsell merupakan metode berdasarkan tiga notasi Munsell yaitu Hue (hijau, merah, biru dan kuning), value (nilai L atau kecerahan yang bergerak dari dark atau gelap sampai light/bright atau cerah) dan chroma (saturasi atau tingkat kandungan warna yang bergerak dari weak atau muda sampai vivid / strong atau tua). Nilai notasi tersebut selanjutnya diplotkan pada Munsell color chart (Gambar 4)

(49)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Tanaman Jarak Pagar

[image:49.596.130.505.391.493.2]

Tanaman jarak pagar yang digunakan untuk penelitian berumur 3 tahun. Tanaman dibudidayakan dengan pola monokulture dengan jarak tanam 2 x 2 m pada lahan berpasir karena berada dikawasan pantai (sekitar 0,5 km dari pantai), sedangkan curah hujan 2.500 – 3.000 mm/th. Tanaman dipelihara secara intensif hanya pada tahun pertama berupa pemupukan, penyiangan dan pemangkasan, sedangkan pada tahun ke-2 dan ke-3 tidak dipelihara secara intensif karena secara ekonomis kurang menguntungkan (pemasaran jarak pagar yang tidak jelas dan harga biji jarak yang sangat rendah (Rp.1.000 / kg). Meskipun tidak melalui pemelihraan yang intensif performansi tanaman jarak cukup baik. Hasil pengamatan terhadap 5 sample tanaman yang dilakukan secara acak terstruktur (menentukan titik tanaman secara diagonal pada areal kebun seluas 2 ha) disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5 Hasil pengamatan karakteristik tanaman jarak Sample

tanaman

Tinggi tanaman (m)

? cabang / tanaman

? bunga / tanaman

? tandan / tanaman

? buah / tandan

1 2.3 10 18 20 8.45

2 2.25 10 13 20 5.60

3 2.2 7 3 17 4.18

4 1.8 8 7 17 3.53

5 2 3 - 17 3.53

Rerata 2.11 7.60 10.25 18.20 5.06

(50)

perlu dipelihara untuk mendukung produksi tinggi pada jarak pagar 3 – 5 cabang primer.

Hasil panen pada 5 (lima) sample tanaman diperoleh buah (kapsul) 472 buah atau rata-rata per tanaman sebanyak 94 buah. Dengan populasi tanaman 2500 pohon setiap ha maka akan diperoleh sebanyak 235.000 buah (kapsul) atau setara dengan 1.193,800 kg. Rendemen buah menjadi biji kering (kadar air 7%) setelah melalui pengupasan dan pengeringan adalah 14,85%. Dengan asumsi tersebut maka produktivitas tanaman per hektar mencapai 4.181 kg. Produktivitas tersebut dengan asumsi tidak terjadi fluktuas i hasil panen dan melakukan rotasi panen 15 hari. Pada kenyataannya di lapangan produktivitas jarak berfluktuasi tergantung dari curah hujan dan faktor pembatas lainnya. Jika produktivitas yang dicapai 50% dari nilai produktivitas maksimal maka nilai tersebut setara dengan 2.091 kg per ha. Produktivitas tersebut tergolong cukup tinggi jika dibandingkan dengan yang dilaporkan Bambang (2009) pada ekotipe jarak pagar lombok barat dengan produktivitas 1,215 kg /ha. Namun masih dibawah produktivitas yang dilaporkan Henning (1996) dengan nilai 2,5 – 3,5 ton per ha. Saxena (2005) menyatakan bahwa jika tanaman jarak pagar di tanam di lahan dengan kondisi tanah baik akan diperoleh hasil biji 5 ton/ha/tahun.

4.2. Keragaman Tingkat Kemasakan Buah

Hasil pengamatan terhadap sample buah dijumpai keragaman mulai dari fase bunga, buah muda, sampai dengan buah lewat masak. Hal ini sejalan dengan pendapat Arivin et al. (2006) yang menyatakan bahwa di Desa Cikeuisik Malimping Banten dengan curah hujan 2.500-3.000 mm/th, umumnya ditemukan tanaman jarak yang memiliki bunga, buah muda, buah tua dan buah kering dalam satu tandan.

(51)

kehitaman (60 hari setelah anthesis) dan 5 = warna hitam (> 65 hari setelah anthesis) sebagai modifikasi dari indeks kematangan yang diusulkan oleh Bambang (2008).

Gambar 5. Sample keragaman buah per tandan

Berdasarkan pada Gambar 6 tampak bahwa dalam satu tandan dijumpai mulai dari warna buah hijau, kuning, kuning kecoklatan dan hitam. Dengan kata lain pada tiap tandan dijumpai semua indeks buah dengan proporsi yang berbeda. Hal tersebut mencerminkan tingkat kemasakan buah per tandan tidak seragam. Ketika buah pada indeks 3 (warna kuning) mencapai 40,65 % masih dijumpai indeks lain 1, 2, 3 dan 5 dengan proporsi masing-masing 27,64 %, 17,88 %, 4,06 % dan 9,76 %. Beberapa faktor yang menyebabkan hal tersebut adalah karakteristik pembungaan dan penyerbukan. Adikardasih dan Joko (2006) menyatakan bahwa dalam satu tandan bunga jarak pagar baik jantan maupun betina tidak mekar bersamaan melainkan bertahap sesuai dengan pola yang tidak tentu. Hasnam (2006) menyatakan penyerbukan bunga jarak pagar dengan bantuan serangga. Dengan demikian jumlah dan aktivitas serangga dapat mempengaruhi proses penyerbukan dan pembentukan keseragaman dalam pemasakan buah.

(52)

sedangkan perkembangan bunga sejak terbentuk sampai anthesis memerlukan waktu berkisar 15–20 hari. Perkembangan organ generatif dari sejak mulai berbunga hingga kapsul masak memerlukan waktu berkisar 75 – 85 hari.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

1 2 3 4 5

P e rs e n ta se i n d e k p e r ta n d a n

Indek w arna buah

Gambar 6. Proporsi buah jarak per tandan berdasarkan indeks panen

(53)

rata-rata 9,8 hari (7.6 – 11.7 hari). Adikadarsih dan Joko (2006) pemanenan berdasarkan persentase kemasakan buah (warna buah) per tandan kurang memberikan hasil yang baik karena setiap tandan akan dijumpai warna buah hijau (belum masak) sampai dengan warna hitam (lewat masak) sehingga berpengaruh terhadap penurunan mutu benih.

4.3. Karakteristik Mutu Biji Jarak Pagar Berdasarkan Kriteria Panen Kriteria panen ditetapkan berdasarkan indeks warna buah yaitu hijau, hijau kekuningan, kuning, kuning kecoklatan dan hitam. Buah hasil panen dikupas sehingga diperoleh biji dan dijemur hingga kadar air mencapai = 7 %. Biji kering selanjutnya di analisis untuk diketahui kadar air, kadar minyak dan jumlah mikrobia (total plate count). Sedangkan untuk mengetahui rendemen minyak, kandungan asam lemak bebas (ALB), dan bilangan iod maka biji kering dipres dengan alat pengepres yang dilengkapi dengan pemanas suhu 90 – 110 oC. Hasil analisis tersebut merupakan tolok ukur mutu biji jarak.

Tabel 6. Karakteristik mutu biji jarak menurut indeks panen

Indeks panen Ka.Biji basah (%, b/b) Ka. Biji kering (% b/b) Berat jenis Kadar Minyk (%) Rendemn (%) ALB (%)

Bil. Iod TPC (cfu /gr)

1 59.36 a 7.03 a 0,86 a 24,63 a 14,51 a 0,28 a 69,59 a 3,5 x 104 2 47.51 b 7.03 a 0,91 b 29,62 b 25,46 b 0,17 b 62,46 b 2,8 x 104 3 44.55 c 6.86 a 0,93 b 37,00 c 27,42 c 0,19 b 59,59 bc 1,3 x104 4 44.45 c 6.84 a 0,93 b 36,64 c 27,26 c 0,43 c 58,29 bc 2,6 x104 5 17.11 d 6.81 a 0,92 b 35,79 c 25,41 c 3,33 d 54,87 c 3,5 x 105 KK(%) 1,19 1,51 3,39 7,22 4,71 2,31 5,43

Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf kepercayaan 95%, KK ( Koefisien keragaman).

(54)

sementara yang dipersyaratkan maks 1,5 %. Sedangkan indeks 1, 2, 3 dan 4 masih memenuhi standar SNI.

Warna buah

Kriteria buah yang telah ditetapkan pada pemanenan selanjutnya dilakukan pengukuran terhadap warna dengan menggunakan color reader (Gambar 8). Hasil pengukuran warna dapat terukur dengan nilai Lab. Nilai masing-masing simbol tersebut mencerminkan pada derajat kecerahan, derajat warna hijau dan derajat warna kuning, seperti diperlihatkan pada Tabel 7.

Indeks 1 indeks 2 indeks 3 indeks 4 indeks 5

Gambar 7. Kriteria panen menurut indeks warna buah jarak pagar

Gambar 8 Sample buah dan biji jarak yang diukur dengan color reader

Tabel 7. Nilai warna buah dan biji menurut indeks panen

Indeks Buah Biji

L a b warna L a b warna

1 53,57 a -4,42 a 23,11 a Hj 30,03 a 4,40 a 4,86 a Ch 2 47,34 ab 4,36 b 29,88 a Hjk 26,33 b -0,73 b 2,40 b H 3 40,18 ab 5,68 b 35,16 a K 25,53 bc -0,86 b 2,30 b H 4 30,90 abc 2,03 b 6,02 b Kh 24,10 cd -1,10 b 2,22 b H 5 28,71 c 2,46 b 7,14 b H 23,20 d -1,30 b 1,80 b H KK(%) 22,12 13,99 54,75 3,69 10.05 41,91

(55)

Derajat kecerahan (L)

Nilai L menunjukan kecerahan (lightness) pada buah semakin tinggi nilai L maka buah jarak yang diamati dapat dikatagorikan semakin cerah demikian sebaliknya jika nilai L rendah maka buah jarak dalam katagori semakin gelap. Nilai L pada buah jarak dengan indeks 1, 2, 3, 4 dan 5 memiliki nilai masing-masing 53,57; 47,34; 40,18; 30,90; dan 28,71. Secara visual masing-masing-masing-masing indeks tersebut berwarna hijau, hijau kekuningan, kuning, kuning kecoklatan dan hitam. Jika diamati nilai L dari indeks 1 sampai indeks 5 terdapat kecenderungan penurunan. Dengan demikian dapat dikatakan semakin meningkatnya indeks panen maka ada kecenderungan terjadinya penurunan kecerahan buah jarak. Berdasarkan hasil uji lanjut nilai kecerahan indeks 5 berbeda nyata dengan indeks 1, 2, 3 dan 4 tetapi antar indeks 1, 2, 3 dan 4 tidak memberikan perbedaan yang nyata.

Nilai kecerahan (L) pada biji biji jarak pada indeks 1, 2, 3 , 4 dan 5 memiliki nilai nilai masing-masing 30,03; 26,33; 25,53 ; 24,10 dan 23,20. Secara visual indeks 1 berwarna coklat kehitaman sedangkan indeks 2, 3, 4 dan 5 berwarna hitam. Tingginya nilai kecerahan pada Indeks 1 diduga berhubungan dengan belum sempurnanya sintesis kandungan senyawa yang terdapat dalam biji. Sedangkan peningkatan kecerahan pada indeks 4 dan 5 diduga disebabkan oleh permukaan biji pada indeks 5 yang mulai ditumbuhi oleh kapang. Hasil Uji Lanjut Duncan tingkat kecerahan indeks 5 memberikan perbedaan yang nyata terhadap indeks 1, 2, 3 dan 4. Sedangkan antar indeks 1, 2, 3 dan 4 memiliki nilai tingkat kecerahan yang hampir sama (tidak memberikan perbedaan).

Derajat warna hijau (a*)

(56)

Sedagkan indeks 2, 3, 4 dan 5 termasuk dalam katagori warna kuning. Hasil uji lanjut Duncan indeks 1 memberikan perbedaan yang nyata dengan indeks 2, 3, 4 , dan 5. Sedangkan antar 2, 3, 4 dan 5 masing-masing tidak memberikan perbedaan yang nyata.

Hasil pengamatan indeks warna pada biji tampak bahwa indeks 1 memiliki nilai positif (4,40) sedangkan indeks 2, 3, 4 dan 5 memiliki nilai negatif masing-masing -0,73 ; -0,86; -1,10 dan -1,30. Dengan demikian tampak bahwa indeks 1 memiliki warna biji cenderung kuning sedangkan indeks 2, 3, 4, dan 5 menujukan warna hijau atau hitam. Hasil uji lanjut Duncan indeks 1 memberikan perbedaan yang nyata dibandingkan dengan indeks 2,3,4 dan 5. Sedangkan antar indeks 2, 3, 4 dan 5 masing-masing tidak memberikan perbedaan yang nyata.

Perbedaan warna buah antar indeks dapat mencerminkan tingkat kematangan buah. Warna kuning biasanya dijadikan sebagai tolok ukur buah telah mengalami kematangan. Sedangkan warna hitam biasanya diasumsikan buah telah lewat masak (over ripe). Tahap perkembangan buah meliputi pembelahan sel, pemasakan (maturation), pematangan (repening), penuaan (senescence) dan kemunduran / pembusukan (deterioration) Kader (1992). Tanda kematangan pertama pada buah adalah hilangnya wrarna hijau. Kandungan klorofil buah yang sedang masak lambat laun berkurang, pada umumnya sejumlah zat warna hijau tetap terdapat dalam buah terutama dalam jaringan bagian-bagian dalam buah. Selama proses pematangan buah akan terjadi degradasi klorofil sehingga kandungan klorofil menjadi rendah dan muncul warna dari pigmen-pigmen lainnya sehingga buah berubah warnanya menjadi kuning, ungu atau merah, coklat dan hitam.

Derajat warna kuning (b*)

(57)

nyata dengan 4 dan 5, sedangkan antar 1, 2 dan 3 masing-masing tidak memberikan perbedaan yang nyata

Berdasarkan pengamatan visual antara indeks 1, 2 dan 3 terdapat kecenderungan terjadinya perubahan warna hijau menjadi kuning. Menurut Pantastico (1989), hilangnya warna hijau pada buah yang sedang masak merupakan proses yang rumit yang belum dapat dipastikan sepenuhnya. Beberapa peneliti menyatakan bahwa proses biokimia dalam penguraian klorofil diduga oleh kegiatan enzim klorofilase. Hal ini terlihat meningkatnya kegiatan klorofilase yang maksimum pada saat buah apel dan pisang pada waktu klimakterik. Pendapat lain menyatakan bahwa kegiatan klorofilase tidak tampak pada buah tomat yang mengalami pematangan sementara itu klorofilnya cepat berkurang. Secara mikroskopis, kloroplasnya mengalami disorganisasi lebih awal sebelum warna hijaunya hilang dari jaringan. Berdasarkan sifat kimiawinya, kegiatan hidrolitik klorofilase, yang memecah klorofil menjadi bagian fitol dan inti porfirin yang masih utuh, maka klorofilida yang bersangkutan tidak akan mengakibatkan perubahan warna. Klorofil, terutama dalam medium asam, seperti terdapat dalam buah tomat yang sedang masak, dapat pula kehilangan Mg++ yang ada di pusat gugus porfirin pada molekul klorofil dapat pula dipecah yang menyebabkan timbulnya rantai tetrapirolat, biliverdin, yang tetap berwarna hijau. Hanya kalau ikatan rangkapnya mengalami oksidasi atau saturasi, barulah warnanya akan hilang. Ditambahkan Muchtadi (1992), selama proses pematangan buah akan terjadi degradasi klorofil sehingga kandungan klorofil menjadi rendah dan muncul warna dari pigmen - pigmen lainnya, hal ini menyebabkan buah berubah warnanya menjadi kuning, orange atau merah.

(58)

Kadar Air

Pengukuran kadar air biji dilakukan dengan menggunakan moister tester (Gambar 9) dan juga dengan menggunakan oven (grafimetri). Biji jarak dikeringkan dengan cara dijemur pada sinar matahari selama 2–3 hari tergantung cuaca. Penjemuran dimulai dari pukul 9.30–15.30 (±6jam/hari) sampai mencapai kadar air = 7 %. Pada saat cuaca cerah suhu udara berkisar 35 – 45 oC, sedangkan pada cuaca mendung suhu berkisar 30–33 oC. Berdasarkan hasil pengukuran terlihat bahwa kriteria panen (indeks warna) memberikan nilai kadar air biji basah (saat panen) yang berbeda (Gambar 10). Semakin tinggi indeks panen cenderung memiliki kadar air rendah. Indeks 1 (warna buah hijau) cenderung memiliki kadar air tertinggi (59 %), sedangkan indeks 5 (warna hitam) memiliki kadar air rendah.. kadar air indek 1, 2, 3 ,4 dan indek 5 masing-masing adalah 59.36%, 47.51%, 44.55%, 44.45%, 17.11 % (b/b). Rendahnya kadar air indek 5 (buah berwarna hitam) berkaitan erat dengan telah terjadinya penguapan sebagian air dalam biji pada saat buah masih melekat di tanaman. Secara visual tampak kulit buah telah mengering dan semakin tipis dibandingkan dengan indeks panen lainnya. Bahkan sebagian kulit telah pecah dan tampak biji jarak.

(59)

0 10 20 30 40 50 60 70

1 2 3 4 5

K

a

d

a

r

A

ir

(

%

,b

/

b

)

Indeks Panen

sebelum dikeringkan set elah kering

Gambar 10. Kadar air biji jarak pagar pada berbagai indeks warna sebelum dan setelah dikeringkan

Kadar air setelah pengeringan pada indeks 1 dan 2 paling tinggi masing-masing 7,03 % sedangkan indek 5 memiliki nilai paling rendah yaitu 6,81 %. Hal tersebut diduga berhubungan dengan kadar air awal bahan dimana indeks 1 memiliki kadar air tertinggi sedangkan indeks 5 memiliki kadar air terendah..

Berat jenis

[image:59.596.162.488.69.293.2]
(60)

0.82 0.84 0.86 0.88 0.90 0.92 0.94

1 2 3 4 5

b

e

ra

t

je

n

is

[image:60.596.156.462.72.294.2]

Indek panen

Gambar 11 Berat jenis biji jarak pagar pada berbagai indeks warna

Berat jenis bahan diperoleh dari pengukuran berat dan volume. Jika biji jarak setelah ditimbang memiliki nilai yang rendah sementara volume diasumsikan tetap maka berat jenis bahan tersebut masuk dalam katagori rendah. Berdasarkan pengukuran bera

Gambar

Gambar 3. Diagram alir percobaan panen dan  pasca panen  biji jarak pagar
Gambar 4  Munsell color chart
Tabel  5  Hasil pengamatan karakteristik tanaman jarak
Gambar 10.
+7

Referensi

Dokumen terkait

SINTESIS SURFAKTAN METIL ESTER SULFONAT MINYAK JARAK DARI BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas

Tujuan penelitian ini adalah menentukan karakteristik hidratasi dalam bentuk sorpsi isotermik biji jarak pagar; mengidentifikasi spesies dan menentukan populasi cendawan

Selama penyimpanan baik dengan kemasan plastik atau karung goni. terjadi perubahan kandungan air

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi penyimpanan biji dan minyak jarak pagar kasar ( Crude Jatropha Curcas Oil ) sebagai bahan baku biodiesel

Kejadian penyakit ialah persentase jumlah buah yang terinfeksi terhadap jumlah buah yang diamati, masing-masing konsentrasi ekstrak biji jarak pagar yang diaplikasikan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengolah minyak jarak pagar yang diperoleh dari biji jarak pagar (Jatropha curcas Linn) menjadi biodiesel, mempelajari

Kadar air dabm biji jarak pagar yang disimpan akan mempengaruhi nilai FFA di dalamnya, Air yang terdapat di dalam minyak akan mer.yebabkan terjadinya proses

Tujuan penelitian ini adalah, Memperoleh minyak ekstraksi dari biji jarak Kepyar dan biji jarak Pagar dengan pelarut petroleum eter, mengatahui kondisi optimum pada suhu ekstraksi 45 0C