• Tidak ada hasil yang ditemukan

Program Studi Teknologi Pascapanen

DAFTAR LAMPIRAN

1.3. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai alternatif dalam memecahkan masalah rendahnya mutu biji jarak pagar untuk pemenuhan industri melalui introduksi penanganan biji jarak pagar sejak panen hingga penyimpanan .

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tanaman Jarak Pagar

Jarak pagar (Jatropha curcasL) merupakan salah satu tanaman prospektif sebagai sumber bahan baku biodiesel. Jarak pagar telah lama dikenal masyarakat di berbagai daerah Indonesia. Tanaman ini tumbuh tersebar di beberapa daerah di Indonesia dan dikenal dengan nama berbeda-beda. Selama ini masyarakat hanya mengetahui manfaat tanaman jarak pagar sebagai tanaman obat tradisional dan sebagai pagar hidup, namun belum diketahui potensinya sebagai bahan baku biodiesel, sehingga penanamannya belum dilakukan secara komersial dalam skala besar (Hambali et al., 2007)

Tanaman jarak pagar termasuk dalam famili Euphorbiaceae, berupa perdu dengan tinggi 1-7 m, bercabang tidak teratur, dan batangnya berkayu berbentuk silindris. Daun tanaman jarak tunggal berlekuk dan bersudut 3 atau 5. Panjang daun berkisar antara 5-15 cm dengan tulang daun menjari. Buah tanaman jarak berupa buah berbentuk bulat telur dengan diameter 2-4 cm. Panjang buah 2 cm dengan ketebalan sekitar 1 cm. Buah jarak terbagi menjadi tiga ruang, masing- masing ruang berisi satu biji. Biji berbentuk bulat lonjong dan berwarna cokelat kehitaman. Biji kandungan minyak dalam biji jarak pagar 30–50 % (Hambali et al., 2007).

Jarak pagar dapat tumbuh mulai dari dataran rendah sampai ketinggian sekitar 1.000 m dpl. Curah hujan berkisar antara 300-2.380 mm/tahun, sedangkan suhu yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman jarak adalah 20-26 oC. Tanaman jarak memiliki sistem perakaran yang mampu menahan air sehingga tahan terhadap kekeringan. Tanaman ini dapat tumbuh di atas tanah berpasir, tanah berbatu, tanah lempung atau tanah liat. Tanaman ini juga dapat beradaptasi pada tanah yang kurang subur, memiliki drainase baik, tidak tergenang dan pH tanah 5,0 - 6,5.

Bila dipelihara dengan baik, tanaman jarak pagar dapat hidup lebih dari 20 tahun. Produktivitas tanaman jarak berkisar antara 2-4 kg biji/pohon/tahun. Produksi akan stabil setelah tanaman berumur lebih dari 5 tahun. Dengan tingkat populasi tanaman 2.500 pohon/ha maka tingkat produktivitas antara 5-10 ton biji/ha. Biji jarak pagar merupakan bagian dari tanaman jarak yang memiliki arti

penting karena mengandung minyak jarak yang cukup tinggi. Jarak pagar terdiri dari 75% karnel dan 25% kulit. Kira-kira dua pertiga dari berat karnel terdiri dari minyak.

Tabel 1. Komposisi buah jarak pagar

Unsur Biji Kulit Daging

Bahan kering (%) 94,2 – 96,9 89,9 – 90,4 100

Protein kasar (%) 22,2 – 27,2 4,3 – 4,5 56,4 – 63,8

Lemak (%) 56,8 – 58,4 0,5 – 1,4 1 – 1,5

Abu (%) 3,6 – 4,3 2,8 – 6,1 9,6 – 10,4

Neutral detergent fiber (%) 3,5 – 3,8 83,9 – 89,4 8,1 – 9,1 Acid detergent fiber (%) 2,4 – 3,0 74,6 – 78,3 5,7 – 7,0 Acid detergent lignin (%) 0,0 – 0,2 45,1 – 47,5 0,1 – 0,4 Gross energi (MJ/kg) 30,5 – 31,1 19,3 – 19,5 18 – 18,3 Sumber : Gubitz et al. (1999)

Dari tabel diatas terlihat bahwa kandungan terbesar dari biji jarak adalah minyak, oleh karena itu tanaman ini berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai sumber biodiesel. Bungkil biji hasil pengepresan pada saat mengambil minyak masih dapat dimanfaatkan menjadi biogas, pupuk kompos dan herbisida.

2.2. Minyak Jarak Pagar

Minyak jarak pagar dapat dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti pembuatan sabun, insektisida, obat-obatan tradisional, sumber bahan bakar dan kompor jarak dan jika diolah melalui proses estrans menjadi biodiesel. Minyak jarak dari biji jarak dapat diekstrak dengan cara mekanik ataupun ekstraksi dengan pelarut seperti heksan. Minyak jarak memiliki komposisi trigliserida yang mengandung asam lemak oleat dan linoleat. Ekstraksi minyak jarak dari inti buah dan cangkang dilakukan dengan menggunakan alat pengepresan tipe press hidrolik (hydraulic pressing) atau press tipe ulir (expeller pressing). Masing masing jenis press memiliki kelebihan dan kekurangan pada kapasitas, jumlah rendeman. Biji jarak yang telah kering dimasukkan kedalam mesin press sehingga dihasilkan minyak cair. Kemudian dilakukan penyaringan memisahkan minyak dan endapan. minyak mentah jarak pagar atau CJO (cruide jatropha oil) yang memiliki asam lemak bebas tinggi diolah menjadi biodiesel dengan proses sebagai berikut :

Gambar 1 Proses pengolahan jarak pagar menjadi biodiesel (estran).

Kandungan asam lemak minyak jarak pagar didominasi oleh asam lemak oleat (34,3-45,8 %), asam linoleat (29 – 44,2 %) dan palmitat (14,1 – 15,3 %) seperti pada tabel berikut :

Minyak jarak 100 gram

Pengadukan 400 rpm, 30/65 oC, 30 menit

Pengendapan 2 jam

Pemisahan metil ester

Pengendapan 12 jam Larutan metanolik-

KOH (50 %)

Pengadukan 400 rpm, pada 30 atau 65 oC, 90 menit

Penambahan gel silika

Pencucian dengan air panas 50 °C

Filtrasi metil ester

Analisa metil ester Larutan metanolik-

Tabel 2 Kandungan asam lemak minyak jarak

Asam lemak Komposisi (% berat)

Asam miristat (14:0) 0 – 0,1 Asam palmitat (16:0) 14,1 – 15,3 Asam palmitoleat (16:1) 0 – 1,3 Asam stearat (18:0) 3,7 – 9,8 Asam oleat (18:1) 34,3 – 45,8 Asam linoleat (18:2) 29,0 – 44,2 Asam linolenat (18:3) 0 – 0,3 Asam arakhidat (20:0) 0 – 0,3 Asam behenat (22:0) 0 – 0,2

Sumber : Gubitz et al. (1999).

Minyak jarak mengandung racun berupa phorbol ester dengan jumlah sekitar 0,03 – 3,4 % sehingga kurang cocok digunakan sebagai minyak makan. Oleh karena itu jika akan digunakan sebagai minyak makan,maka phorbol ester harus dihilangkan terlebih dahulu. Minyak jarak pagar memiliki sifat mudah larut dalam etil alkohol dan asam asetat glasial, namun kurang larut dalam petrolium karena adanya gugus hidroksil dalam asam oleat.

Tabel 3 Sifat fisik minyak jarak pagar

Sifat fisik Satuan Nilai

Titik pembakaran oC 236

Densitas pada 15oC g/cm3 0,9177

Viskositas pada 30oC Nm2/s 49,15

Sisa karbon %(m/m) 0,34

Kandungan abu sulfat %(m/m) 0,007

Titik tuang oC -2,5

Kadar air Ppm 935

Kadar sulfur Ppm < 1

Bilangan asam Mg KOH/g 4,75

Bilangan iod - 96,5

Sumber : Gubitz et al. (1999)

Menurut Sudrajat (2006) minyak jarak sebagai bahan baku pembuatan biodiesel umumnya memiliki tingkat keasaman yang tinggi khususnya minyak jarak pagar yang diperoleh dari masyarakat Bogor, Lampung, Kebumen, Yogyakarta, NTT dan NTB dengan tingkat keasaman lebih dari 10 KOH / gr sample. Bila biodiesel dengan keasaman tinggi diaplikasikan ke mesin kendaraan dapat merusak mesin. Dengan demikian dalam pengolahannya perlu menerapkan

teknologi khusus esterifikasi transesterifikasi (estrans). Asam lemak bebas merupakan kunci utama dalam proses traneseterifikasi, sehingga dalam proses ini diperlukan nilai asam lemak bebas kurang dari 3 %.

Pada suasana asam akan menimbulkan proses yang kurang efisien dan dengan katalis yang tidak memenuhi standar akan menghasilkan sabun (Dolorado et al. 2002). Menurut Lepper dan Friesenhagen (1986) dalam Canakci dan Gerpen (2001) perlakuan pendahuluan terhadap minyak yang mengandung asam lemak tinggi melalui proses esterifikasi menggunakan metanol dan katalis asam dapat menghasilkan minyak dengan asam lemak bebas kurang dari 0,5% b/b sebelum dilakukan transesterifikasi basa. Gerpen et al. (2004) menambahkan bahwa esterifikasi dengan katalis asam terhadap minyak asam lemak bebas tinggi dan telah dikeringkan terlebih dahulu memerlukan alkohol dalam jumlah banyak (20:1). Selanjutnya Lee et al. (2002) menyatakan bahwa rendemen transesterifikasi dapat ditingkatkan dari 25 % menjadi 96% dengan menurunkan asam lemak bebas (pada minyak jelantah) dari 10% menjadi 0,23% dan menurunkan air dari 0,2 % menjadi 0,02 %.

Semakin rendah nilai asam lemak bebas mengindikasikan bahwa kebutuhan methanol dan asam sulfat untuk reaksi esterifikas i semakin rendah. Minyak jarak pagar hasil pengepresan umumnya mengandung asam lemak bebas yang tinggi karena tergolong minyak kasar dan belum mendapatkan perlakuan deguming dan netralisasi (Setyaningsih, 2007). Hal yang sama juga dilaporkan Gubitz et al. (1999) bahwa minyak jarak pagar memiliki tingkat keasaman yang tinggi sama seperti minyak kapuk dan kanola yang kurang sesuai jika langsung diproses secara transesterifikasi karena akan terjadi penyabunan. Terkait dengan proses produksi biodiesel maka dibuat standar mutu biji jarak (Tabel 4 ).

Tabel 4. Standar mutu biji jarak

Jenis uji Satuan Persyaratan

Biji rusak (b/b) % Maks 2,0

Biji jarak pecah (b/b) % Maks 4,0

Benda – benda asing (b/b) % Maks 0,5

Kadar air (b/b) % Maks 7,0

Bilangan asam - Maks 3,0

2.3. Kerusakan Biji dan Minyak Jarak Pagar

Kerusakan minyak jarak pagar yang ditandai dengan peningkatan nilai keasaman minyak diakibatkan oleh faktor internal yaitu kandungan asam lemak tidak jenuh dengan rantai rangkap, keberadaan enzim pemecah lemak seperti lipase, lipoksidase atau lipolitik serta keberadaan mikrobia alami dari jenis bakteria, jamur dan khamir yang semuanya bisa sendiri-sendiri atau saling berinteraksi. Ketika faktor internal bertemu dengan faktor eksternal seperti aerasi, pemanasan, air, kation logam atau bahan kimia, maka akan terjadi proses oksidasi. Proses oksidasi menghasilkan senyawa peroksida atau hidroperoksida yang kemudian memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol disertai gugus aldehid, keton dan hidrokarbon lain (tengik). Bahkan proses oksidasi bisa berlangsung secara berantai yaitu minyak yang tertinggal diperalatan mengandung asam menjadi stimulir atau sumber keasaman proses berikutnya (Sudrajat et al., 2006). Lemak akan mengalami penguraian menjadi asam lemak dan gliserol terutama jika temperature dan kadar air bahan tinggi. Sifat dan daya tahan minyak terhadap kerusakan terutama sangat tergantung dari kandungan asam lemak penyusunnya. Minyak yang mengandung asam lemak tidak jenuh cenderung mudah teroksidasi, sedangkan minyak dengan asam lemak jenuh lebih mudah terhidrolisis. Menurut Sudrajat et al. (2006) minyak jarak pagar yang didominasi asam lemak tidak jenuh oleat, linoleat, dan linolenat mudah mengalami oksidasi sehingga minyak menjadi asam. Penyimpanan pada suhu 27 oC selama 5 hari akan meningkatkan keasaman sebesar 15,52% (10,82 menjadi 12,5), sedangkan penyimpanan pada suhu 40oC meningkat 17,84% (12,5 menjadi 14,73). Hal tersebut berbeda dengan minyak kelapa sawit yang relative lambat mengalami kerusakan dengan peningkatan bilangan asam 2,46 % (0,406 menjadi 0,416) selama penyimpanan 5 hari. Kerusakan oksidasi disebabkan oleh penambahan molekul oksigen pada ikatan rangkap asam lemak tidak jenuh membentuk peroksida dan hidroperoksida yang labil. Peroksida dan hidroperoksida ini akan berisomer dengan air yang kemudian memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol disertai terbentuknya gugus aldehid, keton dan hidrokarbon lain. Proses oksidasi dipengaruhi oleh udara, suhu, enzim, katalisator dan logam. Reaksi

oksidasi terdiri dari tiga tahap yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi. Menurut Min dan Smouse (1985) mekanisme oksidasi yang umum adalah sebagai berikut :

Inisiasi RH + O2 R * + * OOH (1a)

RH R * + H (1b)

Propagasi R* + O2 ROO * (2a)

ROO * + RH ROOH + R * (2b) Terminasi R * + R * (3ª)

R * + ROO* senyawa tdk stabil (3b)

ROO* + ROO * (3c)

Inisiasi merupakan reaksi pembentukan radikal bebas, propagasi merupakan perubahan radikal bebas menjadi radikal lain. Terminasi melibatkan kombinasi dua radikal untuk membentuk produk yang lebih labil (Gordon, 1990). Tahap inisiasi terjadi jika lemak kontak dengan panas, cahaya, ion metal atau oksigen maka akan terbentuk radikal bebas (R*). Reaksi ini terjadi pada group metilen yang berdekatan dengan ikatan rangkap –C=C- (Buck, 1991). Reaksi antara R* dengan oksigen (2a) pada tahap propagasi akan mengahasilkan radikal peroksida (ROO*) yang akan bereaksi dengan asam lemak tidak jenuh menjadi hidroperoks ida (ROOH). Selanjutnya reaaksi autooksidasi ini akan berulang sehingga merupakan reaksi berantai. Hidroperoksida merupakan senyawa yang tidak stabil dan mudah terpecah menjadi senyawa aldehid, keton, alkohol dan asam lemak bebas.

Pada umumnya asam lemak jenuh dari minyak mempunyai rantai lurus monokarboksilat dengan jumlah atom karbon genap. Dalam reaksi hidrolisis minyak akan diubah menjadi asam- asam lemak bebas dan gliserol, dimana reaksi ini akan berlangsung dengan baik jika didalam minyak terdapat sejumlah air. Semakin lama reaksi berlangsung maka asam lemak yang dihasilkan semakin banyak, faktor yang menunjang dalam percepatan reaksi tersebut adalah panas, air, keasaman, dan enzim. Enzim lipase mampu menghidrolisis lemak menjadi asam lemak bebas dan gliserol, namun enzim tersebut inaktif oleh panas. Selain

enzim lipase dapat juga dikombinasi oleh kontamiansi mikrobia dari kelompok bakteri (Staphylococus, Bacilus, Pseudomonas dan Achromobacter), Jamur (Aspergilius, Penicillium, Mucor, Rhizopus, Monila, Oidium, Cladosporium). Hidrolisis lemak tersebut dapat berlangsung dalam suasana aerobik dan anarobik. Menurut Ketaren (1986) reaksi hidrolisis yang terjadi pada trigliserida adalah sebagai berikut :

C3H5(OOCR)3 + 3 H2O C3H5(OH)3 + 3 HOOCR

Trigliserida air gliserol asam lemak

Reaksi hidrolisis terjadi secara bertahap dimulai dari penguraian trigiserida menjadi digliserida dan asam lemak. Kemudian dilanjutkan dari digliserida menjadi monogliserida dan asam lemak dan akhirnya monogliserida terurai menjadi gliserol dan asam lemak. Reaksi hidrolisis terjadi secara reversible. Apabila reaksi ini tidak dipisahkan maka akan terjadi secara berkesinambungan antar reaksi-reaksi tersebut. T ingkat kerusakan minyak dapat diukur dengan mengukur asam lemak bebas atau bilangan asam.yang terdapat dalam minyak.

2.4. Tingkat Kematangan dan Pemanenan Buah

Jarak pagar adalah tanaman monoecious, bunga berkelamin satu (uniseksual), jarang yang biseksual. Bunga tersusun dalam rangkaian (inflorescence), biasanya terdiri atas 100 bunga atau lebih, persentrase bunga betina 5-10%. Bunga memiliki 5 sepala dan 5 petala yang berwarna hijau kekuningan atau coklat kekuningan. Bunga jantan mempunyai 10 tangkai sari yang tersusun dalam dua lingkaran (whorl) masing-masing berisi lima tangkai sari yang menyatu berbentuk tabung; kepala sari pecah melintang (longitudinal), masa berbunga 1-2 hari. Bunga betina lebih besar dari bunga jantan terdiri atas ovari (bakal buah) yang beruang lima (5 locule) yang masing- masing berisi satu bakal biji (ovule). Tangkai putik lepas atau melekat pada pangkal, kepala putik terpecah tiga, berwarna coklat, masa berbunga 3-4 hari. Bunga betina membuka 1-2 hari sebelum bunga jantan. Lama pembungaan infloresen 10-15 hari. Bunga jarak pagar

menyerbuk dengan bantuan serangga; bunga menghasilkan nektar yang mudah terlihat (exposed) dan harum hingga dapat diakses oleh serangga- serangga seperti lalat dan serangga lain (Hasnam dan Mahmud, 2006). Bunga betina yang telah dibuahi akan terus membesar bakal buahnya, selanjutnya menggugurkan kelopak bunga dan tangkai putiknya.

Adikardasih dan Joko (2006) menyatakan bahwa dalam satu tandan bunga jarak pagar baik jantan maupun betina bersama-sama melainkan bertahap sesuai dengan pola yang tidak tentu. Bunga yang mekar pertama kali bisa berupa bunga jantan meupun betina Selanjutnya bunga jantan akan gugur meskipun bunga belum semua bunga jantan atau betina yang baru mulai mekar, hal ini yang menyebabkan terjadinya tingkat kemasakan yang berbeda-beda dalam satu tandan buah. Kapsul yang berukuran sangat kecil terbentuk pada hari ke-10 setelah anthesis (hsa). Biji mulai berkembang setelah 20 hsa. Kapsul berkembang dan mencapai fase matang sekitar 40 – 45 hsa, kemudian mencapai fase masak pada 55 hsa dan akhirnya memasuki sensen pada waktu 60 - 65 hsa ( Bambang, 2008). Selama proses pemasakan tersebut ditandai dengan perubahan warna dari hijau tua, hijau kekuningan, kuning, kuning kehitaman dan hitam.

Buah jarak pagar dipanen pada tingkat kemasakan tertentu sesuai dengan komposisi yang diinginkan, dimana warna kulit buah sebagai cerminan tingkat kemasakan buah. Menurut Syah (2006) panen optimal dilakukan setelah biji masak ditandai dengan kulit buah berwarna kuning kemudian menjadi hitam. Selanjutnya Yeyen dan Joko (2007) menyatakan hasil analisis kandungan minyak buah jarak buah berwarna hijau 10,93 %, warna buah hijau kekuningan 26,98 %, buah kuning 29,38 %, kuning kehitaman 22,83 % dan buah hitam 23,68 %. Warna hijau kekuningan hingga kuning biasanya berumur 45 hari setelah anthesis. Sehubungan dengan proses pematangan buah yang tidak serempak pada satu tandan maka panen dapat dilakukan beberapa kali untuk memilih buah yang berwarna kuning. Bambang (2008) menyatakan untuk ekotipe yang proses pematangan buah tidak serempak diperlukan waktu atau lama periode pematangan dari fase matang (hijau tua / mature) menjadi menjadi masak (kuning / ripe) dan dari masak menjadikering (over ripe) adalah 7,6 – 11,7 hari. Cara panen tersebut secara ekonomi kurang efisien karena tingginya biaya tenaga kerja untuk panen.

Gambar 2 Perbedaan tingkat kemasakan buah jarak pagar

2.5. Perubahan Fisik dan Kimia Pascapanen 2.5.1. Warna

Warna yang ada pada buah-buahan disebabkan oleh pigment yang dikandungnya. Pigment tersebut pada umumnya dapat dibagi menjadi empat kelompok yaitu klorofil, anthocianin, flavonoid dan karotenoid atau dapat dibagi menjadi dua kelompok lain yaitu yang bersifat polar (larut dalam air) dan non polar (tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik). Warna buah merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan waktu panen dan indikator tingkat kemunduran bahan pertanian. Buah jarak pagar pada awalnya berwarna hijau selanjutnya berubah menjadi warna kuning, kuning kecoklatan, coklat dan hitam. Perubahan warna tersebut disebabkan oleh perubahan pigmen yang terdapat dalam buah. Pada waktu masih muda umumnya buah-buahan mengandung klorofil yang jumlahnya relatif lebih banyak dibandingkan dengan karotenoid atau pigmen-pigmen lainnya, sehingga buah tersebut berwarna hijau. Selama proses pematangan buah akan tejadi degradasi klorofil sehingga kandungan klorofil menjadi rendah dan muncul warna dari pigmen-pigmen lainnya, sehingga berubah warnanya menjadi kuning, oranye atau merah (Muchtadi, 1992).

Pembentukan warna menjadi kuning dalam pematangan (sintesis karotenoid) tersebut tidak terlepas dari adanya enzim ß karoten. Aktifitas enzim tersebut dipengaruhi oleh kandungan karoten, asam mevalonat bebas dan geraniol bebas yang merupakan prekusor terbentuknya karoten (Pantastico, 1989). Jumlah karoten yang terbentuk akan semakin meningkat seiring dengan lama waktu

pematangan, sehingga warna kuning atau jingga akan terbentuk pada seluruh bagian buah.

2.5.2. Tekstur

Tekstur buah–buahan dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ketengangan, ukuran, bentuk dan keterikatan sel-sel, adanya jaringan penunjang dan susunan tanaman. Ketegangan disebabkan oleh tekanan isi sel dan konsentrasi zat-zat osmotik aktif dalam vakuola. Bagian permukaan buah secara kimiawi tersusun oleh selulosa, hemiselulosa, zat pektin dan lignin. Zat pektin yang dilekatkan pada bagian dinding sel yang berfungsi sebagai bahan perekat. Zat pektin merupakan polimer dari asam galakturonat. Beberapa gula yang membentuk pektin antara lain rhaminosa, galaktosa dan xylosa. Gugus asam (karbonil) pada asam galaktoronat dapat membentuk ester dengan metanol atau etanol maupun garam dengan monovalen kation (Na+) dan divalen (Ca++). Menurut Winarno (2002), menyatakan bahwa pada buah sekitar 80 persen dari karbonil yang ada pada pektin termetilasi dan kira-kira dua persen teretilasi / banyaknya karboksil yang termetilasi akan banyak pengaruhnya terhadap daya larut serta kemampuan untuk menjadi jelly. Selanjutnya Zat pektin terbagi atas protopektin , asam pektinat, pektin, asam pektat .

Protopektin merupakan makromolekul yang memiliki berat molekul tinggi, terbentuk antara rantai molekul pektin satu sama lain atau dengan polimer lain. Protopektin tidak larut karena dalam bentuk garam kalsium – magnesium pektinat. Proses pelarutan protopektin menjadi pektin dapat terjadi karena adanya penggantian ion kalsium dan magnesium oleh ion hidrogen ataupun karena putusnya ikatan antara pektin dengan selulosa. Semakin tinggi ion hidrogen kemampuan untuk mengganti ion kalsium dan magnesium ataupun memutus ikatan dengan selulosa maka semakin tinggi pula pektin yang larut akan bertambah (Meyer, 1978).

Protopektin adalah bahan awal dari zat pektin yang tidak dapat larut dalam air, dan bila dihidrolisa akan membentuk asam pektinat, dimana pada kondisi tertentu akan membentuk jelly dengan asam dan gula. Jumlah zat - zat pektat bertambah selama perkembangan buah tetapi sebaliknya pada proses

pematangan mengalami penurunan. Selama proses pematangan zat-zat pektin terdegradasi, depolimerisasi dan deesterisifikasi atau penghilangan gugus metil dari polimernya. Perubahan komponen-komponen buah ini diatur oleh enzym- enzym antara lain enzym hidrolitik, poligalakturokinase, metil asetate, selullose (Pantastico, 1989). Zat-zat pektin yang larut dalam sel menimbulkan struktur serabut selulosa menjadi longgar sehingga menurunkan daya kohesi dinding sel yang mengikat sel yang satu dengan yang lain akibatnya kekerasan buah akan semakin menurun dan buah menjadi lunak.

2.5.3 Pemecahan Makromolekul Menjadi Mikromolekul

Pemecahan makromolekul menjadi mikromolekul tidak terlepas dari kerja enzim. Pada karbohidrat perubahan yang terjadi dari polisakarida menjadi disakarida (sukrosa, maltosa) atau monosakarida (glukosa, fruktosa) oleh enzim amilase. Monosakarida merupakan senyawa gula paling sederhana dan bila dipecah tidak lagi menjadi gula lagi. Glukosa mampu menyediakan sebagian besar energi dalam benda hidup dengan cara oksidasi glukosa yang terjadi selama proses respirasi, sehingga menghasilkan karbon dioksida dan air. Sementara itu karbohidrat struktural seperti selulosa dan zat pektin tidak mengalami penguraian dalam jumlah besar. Enzym yang berperan melakukan penguraian adalah enzim hidrolitik, poligalakturokinase, metil asetate, selullose. Zat pektin dan selulosa merupakan karbohidrat cadangan yang labil yang dapat juga berfungsi sebagai sumber potensial untuk asam, gula, dan zat- zat respiratorik lainnya selama pematangan.

Pada protein terjadi perombakan menjadi asam-asam amino. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan jumlah asam amino tertentu selama pematangan. Namun demikian beberapa asam amino mengalami peningkatan khususnya pada fase klimakterik selanjutnya akan mengalami penurunan kembali. Pada buah mangga, jenis asam amino tersebut antara lain asam glutamat, glutamin, leusin, dan arginin. Beberapa asam amino yang mengalami peningkatan selama pematangan adalah alanin, triptofan, isoleusin, falin, glisin dan serin. Beberapa asam amino dapat digunakan sebagai sumber energi pada siklus kreb seperti asam glutamat

dengan ditransaminasi oleh enzim selanjtnya masuk ke dalam siklus kreb pada fase a-ketoglutarat (Pantastico, 1989).

Fosfolipid terdapat dalam sitoplasma dan dalam banyak unit-unit struktural jaringan tanaman. Zat –zat ini mempengaruhi fisiologi yang lebih besar dari pada lipid netral yang terdapat pada makanan cadangan. Perubahan lemak menjadi asam lemak terjadi selama pematangan buah. Hal ini dapat terlihat dari peningkatan jumlah asam lemak.

2.5.4. Respirasi

Laju respirasi merupakan petunjuk daya simpan hasil pertanian sesudah dipanen. Intensitas respirasi dapat dianggap sebagai ukuran jalannya metabolisme, karena itu intensitas respirasi sering dianggap sebagai potensi daya simpan. Laju respirasi yang tinggi biasanya disertai umur simpan yang pendek. Hal ini juga merupakan petunjuk laju kemunduran kualitas bahan makanan (Pantastico, 1989). Laju respirasi dapat diukur dengan mengukur perubahan kosentrasi O2 dan CO2 yang terjadi dalam ruang simpan selang waktu tertentu. Laju respirasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kondisi protoplasma, suhu, subtrat untuk respirasi, kosentrasi O2 dan CO2, luka, sinar, efek mekanis serta komponen kimia tertentu seperti etilen. Selanjutnya Pantastico (1989) mengatakan bahwa faktor internal dan eksternal akan mempengaruhi laju respirasi. Faktor-fakror internal mencakup tingkat perkembangan, susunan kimiawi jaringan, ukuran produk, pelapis alami, dan jenis jaringan. Sedangkan faktor eksternal mencakup suhu, karondioksida,