• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Isotermi Sorpsi Air Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Isotermi Sorpsi Air Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L)"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

1

I.

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada pertengahan 2005 terjadi euforia pengembangan sumber energi alternatif terbarukan (renewable) terutama pada jarak pagar. Hal ini dipicu oleh melonjaknya harga minyak dunia akibat menipisnya cadangan minyak bumi dan meningkatnya kebutuhan terhadap bahan bakar minyak (BBM). Di dalam negeri, minyak bumi Indonesia hanya cukup untuk 18 tahun mendatang (Departemen ESDM RI, 2005). Negara juga harus menambah subsidi yang menyedot cukup banyak APBN agar masyarakat tetap bisa membeli BBM sehingga mencegah terjadinya gejolak sosial.

Namun demikian, beberapa tahun belakangan ini pengembangan sumber energi terbarukan terutama jarak pagar mengalami perlambatan bahkan kemunduran. Hal ini terutama dipicu oleh usaha pembudidayaan dan pengolahan jarak pagar belum bisa menguntungkan secara ekonomi. Akan tetapi, upaya-upaya penelitian dan pengembangan jarak pagar tidak boleh berhenti, agar pada saat bahan bakar fosil yang pasti terus menipis kemudian harga BBM melonjak Indonesia telah siap dengan bahan bakar terbarukan.

Jarak pagar merupakan salah satu sumber bahan bakar nabati (biodiesel) karena tanaman jarak pagar menghasilkan biji yang memiliki kandungan minyak cukup tinggi, yaitu sekitar 38% (Lele, 2010). Untuk menghasilkan rendemen minyak yang tinggi maka proses produksi harus dilakukan secara efisien. Selain itu, budidaya tanaman jarak pagar juga harus optimal dari segi kualitas dan produktifitasnya. Kedua upaya tersebut tidak akan berarti jika tahapan pascapanen terutama penyimpanan tidak diperhatikan.

(2)

2 aerasi, pemanasan, kation logam dan bahan kimia. Bell dan Labuza (2000) menjelaskan bahwa oksidasi lemak mulai meningkat saat aktivitas air (aw)

lebih besar dari 0,3. Ketaren (1996) menjelaskan bahwa reaksi hidrolisis yang dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya pengendalian asam lemak bebas dengan pendekatan aktivitas air.

Aktivitas air memiliki hubungan positif dengan kadar air bahan dan banyak dipengaruhi oleh kelembaban relatif (RH) ruangan. Hubungan antara kadar air dengan aw pada suhu tetap digambarkan oleh kurva isotermi sorpsi

air (Moisture Sorption Isotherm). Kurva isotermi sorpsi air bersifat unik pada setiap bahan. Melalui kurva ini dapat diketahui Equilibrium Moisture Content (EMC) atau kadar air kesetimbangan bahan.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perilaku isotermi sorpsi air biji jarak pagar varietas Jawa Tengah. Penelitian dilakukan pada 10 tingkat kelembaban relatif (RH) dan 2 tingkat suhu yaitu 30 dan 40°C.

B. TUJUAN

(3)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. JARAK PAGAR

Tanaman jarak pagar mulai banyak ditanam di Indonesia semenjak masa penjajahan Jepang. Pada waktu itu, rakyat diperintah untuk membudidayakan tanaman jarak pagar. Hasilnya berupa biji digunakan untuk membuat bahan bakar bagi pesawat-pesawat tempur Jepang. Kemudian dalam waktu singkat tanaman jarak pagar menyebar cukup luas, khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Namun demikian, saat memasuki era kemerdekaan, minyak jarak berangsur-angsur ditinggalkan. Hal ini karena kebutuhan bahan bakar minyak fosil mudah didapat. Tanaman jarak pagar pun tidak dibudidayakan lagi, dan akhirnya hanya tumbuh secara sporadis (Nurcholis dan Sumarsih, 2007).

Tanaman jarak pagar mempunyai nama latin Jatropha curcas (Linnaeus). Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan jarak pagar diklasifikasikan sebagai berikut,

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan vaskular) Subdivisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliophyta (Dicotyledonae) Subkelas : Rosidae

Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Jatropha

Spesies : Jatropha curcas L.

Biji jarak pagar berbentuk bulat lonjong, berwarna cokelat kehitaman dengan ukuran panjang 2 cm, tebal 1 cm dan berat 0,4 - 0,6 g/biji. (Prihandana dan Hendroko, 2007). Gambar buah jarak pagar dapat dilihat pada Gambar 1.

(4)

beracun yang dise at dilihat pada Tabel 1.

Gambar 1. Buah jarak pagar

posisi kimia dan energi bagian-bagian biji jarak

rameter Inti Biji K an mikroba yang dinyatakan dengan aktivitas jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh m

(5)

5 Air berkaitan erat terhadap daya awet bahan. Pengurangan air baik melalui pengeringan maupun penambahan bahan penguap bertujuan untuk mengawetkan bahan pangan sehingga dapat tahan terhadap kerusakan mikrobiologis maupun kerusakan kimiawi (Fennema, 1985). aw merupakan

parameter yang sangat berguna untuk menunjukkan kebutuhan air atau hubungan air dengan mikroorganisme dan aktivitas enzim.

aw didefinisikan sebagai perbandingan antara tekanan uap air bahan

dengan tekanan uap air murni pada suhu yang sama,

฀௪ ൌܲ݋ܲ

dimana P adalah tekanan uap air bahan, Po adalah tekanan uap air murni pada suhu T. Purwadaria (1982) menjelaskan bahwa tekanan uap air menunjukkan besarnya kecenderungan molekul air menguap dalam bentuk uap air. Bila bahan non-volatil ditambahkan dalam bahan volatil (air) maka tekanan uap air akan berkurang sebanding dengan konsentrasi molekul air tersebut. Semakin kecil konsentrasi air pada bahan maka tekanan uap air juga menurun.

aw dapat juga dinyatakan sebagai jumlah molekul dalam larutan dan

menurut hukum Roult dapat dinyatakan sebagai berikut,

฀௪ ൌ ݊ଵ݊൅݊ଶ

dimana n1 adalah jumlah molekul yang dilarutkan, n2 adalah jumlah molekul

air. Parameter ini juga dapat dikaitkan dengan kelembaban relatif setimbang (Equilibrium Relative Humidity, ERH),

฀௪ ൌ ܧܴܪͳͲͲ

C. KADAR AIR KESETIMBANGAN

(6)

6 dalam bahan dari lingkungan. Kadar air bahan pada saat setimbang dengan lingkungannya (suhu dan RH tertentu) disebut kadar air kesetimbangan atau kesetimbangan higroskopis.

Menurut Hall (1980), kadar air kesetimbangan berhubungan langsung dengan pengeringan dan penyimpanan bahan hasil pertanian. Kadar air kesetimbangan digunakan untuk menentukan apakah produk akan bertambah atau berkurang kadar airnya pada suhu dan kelembaban relatif tertentu.

Kadar air kesetimbangan dapat dicapai dengan dua cara yaitu proses desorpsi dan proses adsorpsi. Kadar air kesetimbangan berbeda-beda untuk masing-masing bahan pangan. Nilai ini ditentukan oleh varietas, tingkat kematangan dan cara pengukuran (Brooker et al., 1992).

Menurut Brooker et al. (1992) ada dua cara untuk menentukan kadar air kesetimbangan yaitu metode statis dan metode dinamis. Metode statis dilakukan dengan cara meletakkan bahan pada ruangan dengan RH dan suhu terkontrol. Metode dinamis dilakukan dengan menggunakan humidifier mekanik, sehingga metode dinamis lebih cepat daripada metode statis.

Pada metode statis penentuan kelembaban relatif dilakukan dengan menggunakan larutan asam, larutan garam jenuh atau larutan gliserol. Penggunaan larutan garam jenuh lebih disukai karena lebih aman dibandingkan larutan asam. Disamping itu larutan garam jenuh lebih mudah mencapai kondisi jenuh. Jika air menguap beberapa bagian garam mengendap, tetapi RH di atas larutan tidak berubah. Penggunaan larutan asam lebih berbahaya dalam penggunaannya dan untuk percobaan mungkin terjadi perubahan RH udara yang diakibatkan oleh perubahan konsentrasi larutan asam. Tekanan uap di atas larutan asam tergantung pada kandungan kimiawi, konsentrasi dan suhu. Penggunaan larutan gliserol dapat menyebabkan penyimpangan saat penimbangan karena gliserol bersifat volatil dan dapat diserap oleh bahan (Bell dan Labuza, 2000).

(7)

7 kesetimbangan yang lebih lama (Hall, 1980). Bahan dikatakan sudah setimbang jika setidaknya tidak ada perubahan berat selama tiga kali penimbangan (Bell dan Labuza, 2000).

D. ISOTERMI SORPSI AIR

Kenaikan aw merupakan fungsi kadar air kesetimbangan. Isotermi sorpsi

air menunjukkan hubungan antara kadar air kesetimbangan dengan ERH ruang penyimpanan bahan atau aw pada suhu tertentu. Bell dan Labuza (2000)

menjelaskan apabila proses dimulai dari bahan kering, istilah yang digunakan adalah adsorpsi, sedangkan bila proses dimulai dengan bahan basah disebut desorpsi.

Pada bahan, air terdapat dalam bentuk bebas dan terikat. Air bebas menunjukkan sifat-sifat air sebagai pelarut dan pereaksi sedangkan air terikat menunjukkan sifat-sifat air yang terikat erat dengan komponen bahan lainnya. Ilustrasi kurva isotermi sorpsi air dapat dilihat pada Gambar 2.

Kurva tersebut menunjukkan tiga tingkatan kapasitas air terikat terdiri dari tingkat yang berada di bawah aw 0,3 (ERH = 30%), tingkat dengan aw

antara 0,3-0,75 dan tingkat pada aw 0,75-1. Jika ditinjau dari aspek

keterikatan air, maka pada tingkat pertama air terdapat dalam bentuk monolayer (satu lapis) dengan molekul air yang terikat sangat erat. Pada tingkat kedua air terikat kurang kuat yang merupakan multilayer. Air yang terdapat pada tingkat ini dapat berperan sebagai pelarut. Tingkatan ketiga disebut sebagai kondensasi kapiler. Di tingkat ini air terkondensasi pada struktur bahan, sehingga kelarutan komponen menjadi lebih sempurna. Keadaan ketika air dalam kondisi bebas ini dapat mempercepat proses kerusakan.

(8)

8 bahan yang mempunyai aw sama dapat mempunyai kadar air yang jauh

berbeda.

Gambar 2. Kurva isotermi sorpsi air (Chaplin, 2009)

Bell dan Labuza (2000) menjelaskan bahwa histeresis sebenarnya merupakan sebuah ketidakmungkinan-termodinamika karena aw merupakan

fungsi yang tetap. Salah satu faktor terjadinya histeresis adalah adanya interaksi antara air dengan pori-pori atau kapiler bahan. Selama proses adsorpsi, air masuk ke dalam kapiler namun kapiler tersebut berbeda tingkat kekosongannya dibandingkan dengan proses desorpsi. Pada proses desorpsi, ujung kapiler yang sempit akan menahan air ketika air tersebut seharusnya dilepaskan. Pada proses adsorpsi, ujung kapiler yang sempit akan menghambat pengikatan air sehingga air yang terkandung di dalam bahan lebih sedikit.

Fennema (1985) juga menambahkan bahwa besarnya histeresis dan bentuk kurva sangat beragam tergantung faktor-faktor seperti karakter bahan, perubahan fisik yang terjadi selama perpindahan air, suhu, kecepatan desorpsi dan tingkatan air yang dipindahkan selama desorpsi.

Isotermi sorpsi air merupakan karakteristik penting yang dapat mempengaruhi penyimpanan. Bentuk isotermi sorpsi air pada umumnya akan menentukan stabilitas penyimpanan. Kurva isotermi sorpsi air dapat

monolayer multilayer kondensasi

(9)

9 digunakan untuk menentukan umur simpan dengan metode ASS (accelerated storage studies), yaitu penyimpanan produk pangan dalam kondisi lingkungan yang lebih tinggi daripada kondisi penyimpanan normal. Keuntungan metode ini adalah memerlukan waktu pengujian yang singkat serta mempunyai ketepatan dan akurasi yang tinggi (Arpah, 2001).

Pada bahan pangan isotermi sorpsi air dapat menggambarkan kandungan air yang dimiliki bahan tersebut sebagai keadaan kelembaban relatif ruang tempat penyimpanan (Winarno, 1992). Van den Berg dan Bruin (1981) juga menambahkan sorpsi isotermi air dan model-modelnya sangat penting untuk membantu merancang proses pengeringan, pengemasan, penyimpanan, memprediksi umur simpan dan mengukur kadar air kritis. Isotermi sorpsi air dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Reed (2006) menjelaskan bahwa pada setiap RH, biji-bijian mengandung lebih banyak air pada suhu yang lebih rendah.

E. MODEL ISOTERMI SORPSI AIR

Model matematika mengenai kadar air kesetimbangan telah banyak dikemukakan oleh para ahli, baik secara teoritis maupun secara empiris. Menurut Van den Berg dan Bruin (1981), lebih dari 70 model matematika yang telah dilaporkan untuk menggambarkan dan menginterpretasikan isotermi sorpsi air. Bell dan Labuza (2000) menambahkan aplikasi beberapa model matematika untuk menggambarkan isotermi sorpsi air. Sebagian besar model matematika tersebut hanya dapat memprediksi adsorpsi pada salah satu dari tiga tingkatan isotermi sorpsi air. Berikut ini merupakan 8 model yang akan diuji ketepatannya dalam menggambarkan perilaku isotermi sorpsi air pada biji jarak pagar.

1. Model Brunauer, Emmet dan Taller (BET)

Model BET menurut Bell dan Labuza (2000) merupakan model yang secara umum dapat digunakan sampai aw = 0,45-0,5. Model BET

(10)

10

dimana M : kadar air kesetimbangan (% basis kering) Mo : kadar air monolayer

C : konstanta.

2. Model Guggenheim-Anderson-de Boer (GAB)

Model Guggenheim-Anderson-de Boer (GAB) merupakan persamaan terbaik untuk pemodelan isotermi sorpsi air pada berbagai bahan pangan. GAB menurut Kaleta dan Gornicki (2007) menggambarkan isotermi sorpsi air sampai aw = 0,94. Model GAB adalah sebagai berikut,

ܯ ൌ ሺͳ െ ܤǤ ฀௪ሻǤ ሺͳ െ ܤǤ ฀௪ܣǤ ܤǤ ܯ݋Ǥ ฀௪൅ ܣǤ ܤǤ ฀ ௪ሻ

atau dalam bentuk polinom :

฀௪

Persamaan Halsey yang dengan baik menggambarkan isotermi sorpsi air pada biji lentil, hazelnut, dan biji kakao (Al-Muhtaseb et al., 2002) dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut,

ܯ ൌ ൬ܶǤ Ž ฀௪െܣ ൰ భ ಳ

atau dalam bentuk linier adalah:

Ž ܯ ൌ ܤ Ǥ Ž ൬ͳ ܣܶ൰ ൅ܤ Ǥ Ž ൬ͳ െ Ž ฀ͳ ௪൰

dimana M : kadar air kesetimbangan (% bk) A, B : konstanta

(11)

11 4. Model Harkins-Jura

Persamaan Harkins-Jura yang dengan baik menggambarkan isotermi sorpsi air pada pastirma (daging kering Turki) (Aktas dan Gurses, 2005) dinyatakan dalam bentuk persamaan berikut,

ͳ ܯଶ ൌ ൬

ܤ ܣ൰ െ൬

ͳ

ܣ൰ Ǥ Ž‘‰ ฀௪

dimana M : kadar air kesetimbangan (% bk) A, B : konstanta.

5. Model Henderson

Persamaan Henderson ini berlaku untuk biji walnut (Togrul dan Arslan, 2007). Bentuk persamaan Henderson adalah sebagai berikut,

ܯ ൌ െ ቆŽሺͳ െ ฀ܣǤ ܶ ௪ሻቇ భ ಳ

atau dalam bentuk linier :

Ž

ܯ ൌܤͳሺŽ െ Žሺͳ െ ฀௪ሻሻ െܤ Žͳ ሺܣǤ ܶሻ

dimana M : kadar air kesetimbangan (% bk) A, B : konstanta

T : suhu (K).

6. Model Iglesias-Chirife

Persamaan Iglesias-Chirife yang berlaku untuk adsorpsi biji walnut (Togrul dan Arslan, 2007) adalah sebagai berikut,

Ž ቆܯ ൅ ටܯଶ ൅ ξܯቇ ൌ ܣ ൅ ܤǤ ฀௪

dimana M : kadar air kesetimbangan (% bk) A, B : konstanta.

7. Model Oswin

(12)

12 menggunakan seri ekspansi matematis. Persamaan Oswin berlaku pada tepung wijen (Menkov dan Durakova, 2007) dan berlaku untuk bahan pangan pada RH antara 0-85%. Persamaan Oswin adalah:

ܯ ൌ ܣǤ ൬ͳ െ ฀฀௪ ௪൰

atau dalam bentuk linier adalah:

Ž ܯ ൌ ܤ Ž ܣ ൅ ܤ Žͳ െ ฀฀௪ ௪

dimana M : kadar air kesetimbangan (% bk) A, B : konstanta.

8. Model Smith

Persamaan Smith yang berlaku untuk adsorpsi biji walnut (Togrul dan Arslan, 2007) adalah sebagai berikut,

ܯ ൌ ܣ െ ܤǤ Žሺͳ െ ฀௪ሻ

(13)

13

III.

METODE

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah jarak pagar (Jatropha curcas L.) varietas Jawa Tengah. Buah jarak pagar tersebut didapatkan dari Balai Penelitian Tanaman Industri, Sukabumi. Bahan kimia yang digunakan adalah aquades, heksan, etanol 96%, KOH, indikator PP, H2SO4, CuSO4, Na2SO4, indikator mensel, asam borat, HCl, NaOH, dan

garam-garam (ZnCl2, NaOH, CH3COOK, MgCl2, K2CO3, NaBr, NaCl,

(NH4)2SO4, KNO3 dan K2SO4) .

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini antara lain pengaduk, gelas ukur, gelas piala, corong, labu Kjedahl, erlenmeyer, soxhlet, sudip, oven, tanur, neraca analitik, pemanas, autoclave, cawan porselen, desikator, buret, rotary evaporator, mortar, pompa vakum, dan peralatan gelas lainnya.

B. METODE

Secara umum metode penelitian ini terdiri dari persiapan, karakterisasi biji jarak pagar, penentuan kadar air kesetimbangan dan asam lemak bebas, serta pengujian model isotermi sorpsi air.

1. Persiapan

(14)

14 digunakan dalam kondisi vakum. Di dalam desikator telah berisi larutan garam jenuh untuk mengkondisikan desikator pada kelembaban relatif tertentu. Bell dan Labuza (2000) menjelaskan bahwa larutan garam jenuh mampu mengubah tekanan uap air sehingga mengubah kelembaban relatif. Larutan garam jenuh dibuat dengan melarutkan garam dalam jumlah berlebih ke dalam akuades. Kelebihan garam dimaksudkan untuk menjaga kejenuhan larutan, sehingga kelembaban relatif yang dikehendaki tidak berubah. Prosedur pengukuran kelembaban relatif atau aw dimuat dalam

Lampiran 1.

2. Karakterisasi Biji Jarak Pagar

Karakterisasi biji jarak pagar dilakukan untuk mengetahui komposisi kimianya. Analisis yang dilakukan terdiri dari pengukuran kadar air (SNI 01-2891-1992), kadar minyak (SNI 01-2891-1992), kadar asam lemak bebas, kadar protein (SNI 01-2891-1992), kadar abu (SNI 01-2891-1992) dan kadar serat kasar. Prosedur lebih lengkap tentang analisis tersebut dimuat dalam Lampiran 2.

3. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas (ALB)

Biji jarak pagar yang telah konstan bobotnya pada tiga kali penimbangan selanjutnya dikeluarkan dari desikator untuk penentuan kadar asam lemak bebas. Pada masing-masing sampel dilakukan dua kali pengukuran asam lemak bebas. Penentuan kadar asam lemak bebas dilakukan dengan prosedur seperti pada Lampiran 2.

4. Penentuan Kadar Air Kesetimbangan dan Pengujian Model Isotermi Sorpsi Air

Secara umum penentuan kadar air kesetimbangan dan pengujian model isotermi sorpsi air diterangkan dengan diagram alir pada Gambar 3.

a. Pengukuran kadar air awal

(15)

15 didinginkan dalam desikator lalu ditimbang kembali. Kadar air biji jarak pagar dapat dihitung dengan menggunakan rumus pada pengukuran kadar air (Lampiran 2).

Gambar 3. Tahapan penentuan kadar air kesetimbangan dan pengujian model isotermi sorpsi air

Tidak

Ya Pengukuran kadar air awal

Penimbangan tiap-tiap bahan (20 g)

Penyimpanan dalam desikator

Penyimpanan dalam inkubator

Penimbangan bahan setiap hari

Konstan selama tiga kali penimbangan

Penentuan kadar air kesetimbangan

Pengujian model sorpsi isotermi air

Uji ketepatan model

(16)

16 b. Pengujian model isotermi sorpsi air

Persamaan atau model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model BET, GAB, Halsey, Harkins-Jura, Henderson, Iglesias-Chirife, Oswin dan Smith. Persamaan-persamaan non linier yang digunakan dibuat dalam bentuk persamaan linier, sehingga dapat ditentukan nilai tetapannya atau konstantanya dengan menggunakan metode kuadrat terkecil (Walpole, 1990). Persamaan non-linier tersebut diubah menjadi persamaan linier,

ݕ ൌ ฀ ൅ ܾݔ

dimana y, x = variabel yang diketahui nilainya dari data dan hasil percobaan

a, b = konstanta yang nilainya akan ditentukan.

Nilai konstanta a dan b ditentukan dengan menggunakan rumus berikut,

฀ ൌ ሺσ௡௜ୀଵݕ௜ሻǤ ሺσ ݔ௡௜ୀଵ ௜ଶሻ െሺσ ݔ௜௡௜ୀଵ ሻǤ ሺσ ݔ௜௡௜ୀଵ Ǥ ݕ௜ሻ ݊Ǥ ሺσ௡௜ୀଵݔ௜ଶሻ െሺσ ݔ௜௡௜ୀଵ ሻଶ

ܾ ൌ ݊Ǥ ሺσ௡௜ୀଵ݊Ǥ ሺσݔ௜Ǥ ݕ௜ሻ െሺσ ݔݔ ௡௜ୀଵ ௜ሻǤ ሺσ ݕ௡௜ୀଵ ௜ሻ ௜ଶ

௜ୀଵ ሻ െሺσ ݔ௜௡௜ୀଵ ሻଶ

dengan xi adalah nilai x di titik i, yi adalah nilai y pada titik i, dan n

adalah jumlah data. Khusus untuk model GAB, penentuan nilai konstanta dilakukan regresi non-linier yaitu kuadratik.

c. Metode kuadrat terkecil

Analisis regresi adalah pencarian suatu kurva yang mewakili hubungan satu set data. Metode kuadrat terkecil adalah suatu regresi dengan konstrainnya adalah jumlah kuadrat jarak vertikal setiap titik dalam data dengan kurva regresi menjadi minimum (Luknanto, 1992). Dalam Gambar 4 disajikan satu set data hasil pengukuran (xi, yi)

(17)

17 Kurva yang mempunyai sifat itu disebut dengan kurva kuadrat terkecil. Kurva itu sendiri secara teoritis dapat berupa garis, parabola, atau polinomial berderajat tinggi maupun kurva-kurva jenis yang lain. Jadi analisis regresi tidak memberikan petunjuk kurva jenis yang mana yang harus dipakai, tetapi analisis ini memberikan untuk satu jenis kurva (misalnya garis lurus) yang terbaik mewakili data (Luknanto, 1992).

Penentuan kurva yang paling mewakili data tersebut dapat diperoleh dengan menghitung nilai koefisien korelasi untuk setiap kurva regresi yang dicoba. Kurva yang memberikan nilai absolut koefisien korelasi paling tinggi merupakan kurva yang paling mewakili data yang dianalisis (Luknanto, 1992).

Gambar 4 dapat didefinisikan bahwa dari semua kurva pendekatan terhadap satu set data, kurva yang mempunyai sifat bahwa nilai d12 + d22 +…+ dN2 adalah minimun, disebut dengan kurva terbaik yang mewakili data.

Gambar 4. Kurva regresi y = y(x) beserta data yang diwakilinya (Luknanto, 1992).

d. Metode kuadrat terkecil untuk persamaan kuadratik Persamaan kuadratik berbentuk,

y = a+bx+cx2

dengan y, x = variabel yang diketahui nilainya dari data dan hasil percobaan. a, b, c = konstanta yang nilainya akan ditentukan.

(18)

18 Nilai konstanta a, b dan c ditentukan dengan menggunakan rumus berikut,

฀ ൌ ሺܵݔʹݕሻǤ ሺܦͳሻ െሺܵݔݕሻǤ ሺܦʹሻ ൅ ሺܵݕሻǤ ሺܦ͵ሻܦ͹

ܾ ൌሺܵݔʹሻǤ ሺܦͶሻ െሺܵݕሻǤ ሺܦʹሻ ൅ ሺ݊ሻǤ ሺܦͷሻܦ͹

ܿ ൌ ሺܵݕሻǤ ሺܦͳሻ െሺܵݔሻǤ ሺܦͶሻ െ ሺ݊ሻǤ ሺܦ͸ሻܦ͹

dimana

D1 = (Sx2)2 – (Sx).(Sx3)

D2 = (Sx2).(Sx3) – (Sx).(Sx4)

D3 = (Sx3)2 – (Sx2).(Sx4)

D4 = (Sx2).(Sxy) – (Sx).(Sx2y)

D5 = (Sx2y).(Sx3) – (Sx4).(Sxy)

D6 = (Sx2).(Sx2y) – (Sx3).(Sxy)

D7 = (Sx2).(D1) – (Sx).(D2) + (n).(D3)

sedangkan

ܵݔ ൌ σ௡௜ୀଵݔ௜ dan ܵݔ݉ൌσ݊݅ൌͳݔ݅݉, m=2,3,4

ܵݕ ൌ σ௡௜ୀଵݕ௜ dan ܵݕ݉ ൌ σ௡௜ୀଵݕ௜௠, m=2,3,4 ܵݔݕ ൌ σ௡௜ୀଵݔ௜ݕ௜ dan ܵݔʹݕ ൌ σ௡௜ୀଵݔ௜ଶݕ௜

dengan xi adalah nilai x di titik i, yi adalah nilai y pada titik i, dan n

adalah jumlah data (Luknanto, 1992). e. Uji ketepatan model

Untuk menguji ketepatan suatu persamaan isotermi sorpsi air digunakan Modulus Deviasi (P) dengan rumus sebagai berikut (Togrul dan Arslan, 2007),

P

=

ଵ଴଴

σ

ெ೔ିெ೛೔

ெ೔

௡ ௜ୀଵ

dimana Mi : kadar air kesetimbangan percobaan (basis kering) Mpi: kadar air kesetimbangan prediksi (basis kering)

(19)

19 Jika nilai P < 5 maka model isotermi sorpsi air tersebut dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya atau sangat tepat. Jika 5<P<10 maka model tersebut agak tepat dan jika P >10 maka model tersebut tidak tepat menggambarkan keadaan yang sebenarnya (Isse et al., 1983).

Ukuran hubungan linier antara dua peubah x dan y diduga dengan koefisien korelasi contoh R. Proporsi keragaman total nilai peubah y yang dijelaskan oleh nilai-nilai peubah x melalui hubungan linier dapat ditunjukkan oleh nilai R2, yang biasanya disebut sebagai koefisien korelasi (Coefficient of Determination, COD) (Walpole, 1990). Rumus koefisien korelasi adalah sebagai berikut,

R2 = σ ሺ௙೔ି௬തሻ

మ ೙

೔సభ

σ೙೔సభሺ௬೔ି௬തሻమ

ǡ

dengan ݕത=

σ೙೔సభ௬೔

dengan fi adalah nilai kurva regresi pada titik i, yi adalah nilai data

(20)

20

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK BIJI JARAK PAGAR

Karakteristik biji jarak pagar yang diukur dalam penelitian ini adalah kadar air, kadar minyak, kadar asam lemak bebas, kadar protein, kadar abu dan kadar serat kasar. Karakteristik biji jarak pagar tersebut dapat dilihat pada Tabel 2. Kadar air biji jarak pagar adalah 41-43% pada biji basah dan 4-5% pada biji kering. Kadar minyak biji jarak pagar adalah 24-27% dengan kandungan asam lemak bebas 2-5%.

Tabel 2. Karakteristik biji jarak pagar

bb : basis basah

Karakteristik jarak pagar yang sangat mempengaruhi perilaku isotermi sorpsi air adalah kadar protein dan kadar minyak (Reed, 2006; Christensen, 1974). Protein yang terdiri dari gugus peptida dan asam amino dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air. Asam amino memiliki sisi polar dan ionik yang jumlah dan jenisnya bervariasi. Air berikatan dengan asam amino pada sisi polar dan ioniknya. Sifat protein ini menyebabkan terikatnya air dalam jarak pagar. Semakin banyak protein maka semakin banyak air terikat pada jarak pagar.

Minyak yang dikandung dalam biji jarak pagar merupakan produk utama untuk pembuatan biodiesel. Minyak merupakan senyawa non-polar yang tidak dapat berikatan dengan air. Semakin banyak minyak yang terkandung dalam biji jarak pagar maka air terikat semakin sedikit. Pengaruh

Parameter Biji basah Biji kering

Kadar air (% bb) 42,01 ± 1,13 4,39 ± 0,14

Asam lemak bebas (%) 3,47 ± 1,17 2,63 ± 0,02

Minyak (% bb) 25,40 ± 1,72

Protein (% bb) 14,95

Abu (% bb) 2,11

(21)

21 kadar minyak dan kadar protein terhadap air terikat akan mempengaruhi aktivitas air. Aktivitas air tersebut kemudian akan mempengaruhi perilaku isotermi sorpsi air biji jarak pagar.

Kadar asam lemak bebas biji basah lebih tinggi daripada biji kering. Hal ini diduga karena pada biji basah, jumlah air yang terkandung lebih banyak daripada jumlah air pada biji kering. Air pada biji basah akan berisomer dengan peroksida dan hidroperoksida yang kemudian memecah lemak menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Peroksida dan hidroperoksida terbentuk karena adanya oksidasi pada ikatan rangkap asam lemak tidak jenuh.

Oleh karena itu, penyimpanan biji jarak pagar sebaiknya dilakukan setelah biji dikeringkan. Pengeringan sebaiknya dilakukan dengan menggunakan alat pengering pada suhu 70°C (Mellyana, 2010).

B. KADAR AIR KESETIMBANGAN

Kadar air kesetimbangan atau equilibrium moisture content (EMC) biji jarak pagar diperoleh dengan menggunakan metode statis pada dua tingkat suhu yaitu 30 dan 40°C dengan sepuluh tingkat kelembaban relatif (RH) yaitu 13,7%; 14,6%; 26,8%; 36,6%; 42,9%; 53,7%; 68,4%; 70,5%; 78,9% dan 82,5%. Penentuan kedua suhu tersebut didasarkan pada suhu kondisi penyimpanan biji jarak pagar di lapangan. Penelitian ini dilakukan secara duplo pada masing-masing kondisi suhu dan RH. Penelitian ini dilakukan pada dua tingkat suhu agar memenuhi syarat minimal untuk melakukan estimasi isotermi sorpsi air pada suhu lainnya. Estimasi tersebut dilakukan baik dengan cara interpolasi maupun ekstrapolasi. Hasil rata-rata kadar air kesetimbangan biji jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 3.

Hubungan antara kadar air kesetimbangan dengan aktivitas air pada suhu tetap dinyatakan sebagai isotermi sorpsi air. Kurva isotermi sorpsi air biji jarak pagar yang dihasilkan penelitian ini menampilkan bentuk kurva sigmoid atau berbentuk seperti huruf S (Gambar 5).

(22)

22 menggunakan biji jarak pagar kering dengan kadar air awal 4,25-4,53%. Proses desorpsi dilakukan dengan menggunakan biji jarak pagar basah dengan kadar air awal 40,88-43,14%.

Tabel 3. Kadar air kesetimbangan biji jarak pagar (% bk)

*pertumbuhan kapang sedikit ,**pertumbuhan kapang banyak

Gambar 5. Kurva isotermi sorpsi air pada suhu 30 dan 40°C 0

Biji kering (adsorpsi) Biji basah (desorpsi)

(23)

23 Berdasarkan Gambar 5 dapat dilihat bahwa proses adsorpsi (biji kering) maupun desorpsi (biji basah) pada masing-masing kondisi suhu menunjukkan perilaku yang sama yaitu semakin tinggi kadar air kesetimbangan maka aw

semakin tinggi dan sebaliknya semakin rendah kadar air kesetimbangan maka aw juga semakin rendah.

Berkurangnya kadar air pada proses desorpsi menunjukkan terjadinya difusi air dari biji jarak pagar ke lingkungan, sedangkan bertambahnya kadar air pada proses adsorpsi menunjukkan terjadinya difusi air dari lingkungan ke dalam biji jarak pagar. Difusi ini terjadi akibat perbedaan tekanan uap air antara biji jarak pagar dengan lingkungan. Difusi air ke dalam biji jarak pagar terjadi karena tekanan uap air lingkungan lebih tinggi daripada tekanan uap air biji jarak pagar, sedangkan lepasnya air dari biji jarak pagar terjadi karena tekanan uap air lingkungan lebih rendah daripada tekanan uap air biji jarak pagar.

Laju difusi air semakin lama akan semakin menurun karena perbedaan tekanan uap air antara biji jarak pagar dengan lingkungan akan semakin kecil. Kondisi kesetimbangan terjadi ketika tekanan uap air biji jarak pagar sama dengan tekanan uap air lingkungan. Pada kondisi ini kadar air tidak akan berubah atau laju difusi air ke dalam biji jarak pagar sama dengan laju difusi air keluar biji jarak pagar. Secara teknis kondisi kesetimbangan ditandai dengan hasil pengukuran bobot biji jarak pagar yang konstan selama tiga kali penimbangan secara berturut-turut. Penimbangan dilakukan dengan menggunakan timbangan digital dua desimal.

Tercapainya kondisi kesetimbangan membutuhkan waktu 2 sampai 5 pekan. Pencapaian kondisi kesetimbangan terlama dialami oleh biji pada dua RH tertinggi yang ditumbuhi kapang. Pertumbuhan tersebut berarti pertambahan massa pada misselium kapang yang menyelimuti biji sehingga peningkatan bobot biji yang berlangsung lebih lama akibatnya kesetimbangan juga tercapai lebih lama.

Berdasarkan Gambar 5 terjadi perbedaan kadar air kesetimbangan antara proses adsorpsi dengan proses desorpsi pada kondisi suhu dan aw yang

(24)

24 histeresis. Namun demikian, histeresis yang terjadi sangat kecil yang ditandai dengan berimpitnya kurva adsorpsi dan desorpsi. Togrul dan Arslan (2007) juga menemukan histeresis yang tidak signifikan pada biji walnut.

Tabel 3 memperlihatkan bahwa kondisi suhu dapat mempengaruhi kadar air kesetimbangan. Suhu yang lebih tinggi mengakibatkan kadar air kesetimbangan yang lebih rendah. Perubahan kadar air kesetimbangan karena pengaruh suhu terjadi, baik pada proses adsorpsi maupun desorpsi. Pada Tabel 3, kadar air kesetimbangan pada suhu 30°C lebih besar daripada kadar air kesetimbangan pada suhu 40°C. Pengaruh suhu yang berbanding terbalik terhadap kadar air kesetimbangan ini juga terjadi pada kacang lokus Afrika (Sopade et al., 1996), kemiri (Tarigan et al., 2006), biji walnut (Togrul dan Arslan, 2007) dan tepung kacang tanah Bambara (Alakali dan Satimehin, 2007).

Penurunan kadar air kesetimbangan terjadi karena peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan tekanan uap air biji jarak pagar sehingga kecenderungan air untuk menguap semakin besar. Air yang menguap semakin banyak, maka kadar air kesetimbangan mengalami penurunan. Dengan kata lain, menurut Reed (2006) udara yang lebih panas mampu menampung air lebih banyak, sehingga air yang keluar dari biji jarak pagar semakin banyak. Selain itu, menurut Togrul dan Arslan (2007) kecenderungan tersebut diduga terjadi karena adanya pengurangan sisi aktif yang berperan dalam pengikatan air. Sisi aktif tersebut diduga merupakan sisi aktif enzim yang dapat mengalami inaktivasi akibat kenaikan suhu.

Gambar 5 memperlihatkan bahwa kadar air kesetimbangan pada kedua aw tertinggi yaitu aw 0,78 dan 0,82mengalami kenaikan yang sangat tinggi.

(25)

25

Gambar 6. Biji jarak pagar yang ditumbuhi kapang

C. MODEL ISOTERMI SORPSI AIR

Model isotermi sorpsi air yang diujikan dalam penelitian ini antara lain model BET, GAB, Halsey, Harkins-Jura, Henderson, Iglesias-Chirife, Oswin dan Smith. Nilai konstanta masing-masing model ditentukan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil. Nilai konstanta yang didapat berbeda baik secara adsorpsi maupun desorpsi pada suhu 30 dan 40°C . Nilai konstanta tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3. Nilai konstanta selanjutnya disubtitusi ke dalam model untuk menghitung kadar air kesetimbangan prediksi. Model-model yang telah disubtitusi nilai konstantanya ada pada Lampiran 4 dan 5. Kadar air kesetimbangan prediksi yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan kadar air kesetimbangan percobaan menggunakan modulus deviasi dan koefisien korelasi. Nilai modulus deviasi dan koefisien korelasi untuk setiap model ada pada Lampiran 6.

Menurut Al-Muhtaseb et al. (2002) secara umum belum ada model isotermi sorpsi air yang cukup mewakili pada semua selang suhu dan kelembaban relatif. Model BET misalnya memiliki batasan aw paling tinggi

adalah 0,5 karena menurut Bell dan Labuza (2000) BET merupakan model yang secara umum dapat digunakan sampai aw = 0,45-0,5. Pada selang ini,

yaitu pada aw 0,14-0,43 nilai P secara berturut-turut pada adsorpsi 30°C,

(26)

26 Dengan demikian pada selang tersebut BET merupakan model yang paling tepat dalam menggambarkan isotermi sorpsi air biji jarak pagar.

Pada model Harkins-Jura, nilai P tidak dapat didefinisikan. Hal ini terjadi karena kadar air kesetimbangan prediksi pada aw tinggi merupakan

hasil dari seper-akar kuadrat nol atau bilangan negatif. Dengan demikian kadar air kesetimbangan prediksi pada aw tersebut tidak terdefinisi. Kadar air

kesetimbangan prediksi yang tidak terdefinisi tersebut mengakibatkan nilai P tidak dapat dihitung. Fenomena ini diperkuat oleh pernyataan Brooker et al. (1992) bahwa model Harkins-Jura hanya memuaskan pada aw antara 0,3

sampai 0,5. Perhitungan P dan R2 untuk model Harkins-Jura yang lebih lengkap ditampilkan pada Lampiran 7.

Model yang diinginkan dalam penelitian ini adalah model yang tepat menggambarkan isotermi sorpsi air pada selang aw yang lebih panjang yaitu

0,14-0,83. Model GAB adalah model yang paling tepat dibanding tujuh model yang lain karena memiliki nilai P paling kecil dan nilai R2 mendekati satu. Secara berurutan nilai P model GAB pada adsorpsi 30°C, desorpsi 30°C, adsorpsi 40°C dan desorpsi 40°C adalah 11,3; 12,14; 15,37 dan 12,48 sedangkan nilai R2 pada adsorpsi 30°C, desorpsi 30°C, adsorpsi 40°C dan desorpsi 40°C adalah 0,80; 0,80; 0,70 dan 0,85.

Model GAB kemudian dapat digunakan untuk memplotkan kurva isotermi sorpsi air. Kurva isotermi sorpsi air tersebut menggambarkan hubungan antara kadar air kesetimbangan dengan aktivitas air (aw) atau

kelembaban (RH). Gambar 7 merupakan hasil plot model GAB pada setiap suhu.

Gambar 7 memperlihatkan kadar air kesetimbangan pada aw 0,14-0,79

posisinya berdekatan dengan kurva prediksi GAB. Posisi kadar air kesetimbangan yang terjauh pada kurva prediksi GAB terjadi pada aw 0,83.

Hal ini berarti kadar air kesetimbangan pada aw 0,83 berperan besar terhadap

ketidaktepatan model GAB. Dugaan ini didasarkan nilai P dan R2 pada selang aw 0,14-0,79 jauh lebih tepat. Secara berurutan nilai P model GAB pada

(27)

27 7,43; 7,96; 5,70 sedangkan nilai R2 pada adsorpsi 30°C, desorpsi 30°C, adsorpsi 40°C dan desorpsi 40°C adalah 0,88; 0,77; 0,55 dan 0,87.

(28)

28 Gambar 7. Hasil plot model GAB (lanjutan)

Parameter penting lain yang didapat melalui data pada Lampiran 3 adalah kadar air monolayer. Data tersebut memperlihatkan model BET dan GAB yang menghasilkan kadar air monolayer yaitu 3,00 – 4,36 (% bk). Kadar air monolayer merupakan parameter dimana air terikat kuat di dalam biji jarak pagar sehingga biji jarak pagar tidak mengalami kerusakan karena air pada saat penyimpanan. Hal ini terbukti pada kadar air kesetimbangan di bawah 4,36 (% bk) menunjukkan bahwa asam lemak bebas yang terbentuk paling tinggi adalah 3,9%. Nilai tersebut masih berada diselang asam lemak bebas awal sebelum penyimpanan yaitu 2,61 - 4,64%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada kadar air monolayer tidak terjadi kerusakan minyak setelah masa kesetimbangan berdasarkan pengukuran asam lemak bebas. D. HUBUNGAN ANTARA KADAR ASAM LEMAK BEBAS DENGAN

KADAR AIR KESETIMBANGAN BIJI JARAK PAGAR

Tingkat kerusakan biji jarak pagar dapat diukur dengan mengukur asam lemak bebas. Keberadaan asam lemak bebas akan mengganggu proses produksi biodiesel. Keadaan ini terjadi karena katalis alkalin tidak mempercepat reaksi transesterifikasi melainkan bereaksi dengan asam lemak bebas membentuk sabun. Akibatnya, jumlah katalis dan asam lemak yang digunakan dalam proses esterifikasi akan berkurang selanjutnya rendemen biodiesel yang dihasilkan juga berkurang. Selain itu sabun juga mengemulsi

(29)

29 metil ester dengan gliserol sehingga metil ester dan gliserol semakin sulit dipisahkan.

Pembentukan asam lemak bebas terjadi melalui oksidasi dan hidrolisis. Reaksi tersebut sangat bergantung pada kandungan asam lemak penyusunnya. Minyak yang mengandung asam lemak tidak jenuh cenderung mudah teroksidasi, sedangkan minyak dengan asam lemak jenuh lebih mudah terhidrolisis (Kardiyono, 2010). Dengan demikian reaksi yang lebih mudah terjadi pada biji jarak pagar adalah oksidasi dibanding hidrolisis karena tingginya kandungan asam lemak tidak jenuh yaitu asam oleat (40%) dan asam linoleat (37%).

Terlepasnya asam lemak menjadi asam lemak bebas bisa terjadi pada penyimpanan biji jarak pagar maupun minyak jarak pagar. Pembentukan asam lemak bebas akan menjadi lebih cepat jika penanganan biji jarak pagar tidak tepat. Data yang dihasilkan penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara kadar asam lemak bebas (ALB) dengan kadar air kesetimbangan (EMC) biji jarak pagar yang dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 memperlihatkan jumlah asam lemak bebas fluktuatif terhadap aw terutama pada suhu 30°C. Kadar asam lemak bebas pada dua aw tertinggi

yaitu aw 0,78 dan 0,82 pada kedua grafik cenderung tinggi. Hal ini terjadi

akibat kadar air kesetimbangan yang tinggi. Air yang terdapat di dalam biji menyebabkan terjadinya hidrolisis dan isomerisasi dengan peroksida dan hidroperoksida hasil oksidasi yang menguraikan minyak menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Selain air tumbuhnya kapang juga memicu terbentuknya asam lemak bebas . Kapang yang tumbuh terutama diduga adalah Aspergillus flavus, A. restrictus, A. tamari, Cladosporium sp., C. cladosporioides,

Colletorichum sp, Eurotium chevalieri, E rubrum, Fusarium semitectum, F.

(30)

30 Tabel 4. Kadar asam lemak bebas biji jarak pagar (%)

*pertumbuhan kapang sedikit ,**pertumbuhan kapang banyak

Tingginya kadar asam lemak bebas pada aw lainnya diduga karena

lamanya masa kesetimbangan. Masa kesetimbangan yang lama mengakibatkan biji jarak pagar lebih lama terpapar udara yang mengandung air. Air merupakan pereaksi hidrolisis atau dapat berisomerisasi dengan peroksida dan hidroperoksida ketika oksidasi. Reaksi hidrolisis dan oksidasi yang lama mengakibatkan asam lemak bebas yang terbentuk semakin tinggi.

Berdasarkan data yang ditampilkan di atas terlihat bahwa kadar air kesetimbangan memiliki hubungan yang positif dengan terbentuknya asam lemak bebas. Hubungan antara kadar air kesetimbangan dan kadar asam lemak bebas pada biji jarak pagar mampu digambarkan oleh persamaan polinom. Hal ini dapat diketahui karena nilai modulus deviasi (P) persamaan polinom paling kecil dibanding persamaan asam lemak bebas konstan dan linier. Nilai modulus deviasi ketiga persamaan tersebut ada pada Tabel 5. Oleh karena asam lemak bebas memiliki hubungan yang positif terhadap kadar air kesetimbangan maka pengendalian asam lemak bebas dapat dilakukan dengan mengendalikan kadar air kesetimbangan.

Garam aw Biji kering (adsorpsi) Biji basah (desorpsi)

30°C 40°C 30°C 40°C

ZnCl2 0,137 3,84 2,03 3,14 2,74

NaOH 0,146 3,90 1,34 3,21 2,69

CH3COOK 0,268 5,39 1,69 4,78 2,56

MgCl2 0,366 4,92 1,88 3,05 2,86

K2CO3 0,429 6,39 2,07 3,59 3,75

NaBr 0,537 5,61 2,40 4,61 3,04

NaCl 0,684 3,09 3,75 3,92 4,01

(NH4)2SO4 0,705 4,46 3,61 4,30 4,59

KNO3 0,789* 4,71 4,66 7,42 3,94

(31)

31 Tabel 5. Modulus deviasi (P) hubungan antara EMC dan ALB

Model

Modulus Deviasi (P)

30°C 40°C

Biji basah Biji kering Biji basah Biji kering

ALB = konstan* 29,14 18,96 21,80 58,03

Linear** 27,62 17,69 13,15 15,80

Polinom*** 11,92 14,84 8,08 11,97

*y = c; **y = a.x + b; ***y = a.x3 + b.x2 + c.x + d, dimana y dan x adalah ALB dan EMC, dengan a, b, c dan d adalah konstanta untuk masing-masing persamaan

(32)

32

V.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air kesetimbangan (EMC) biji jarak pagar berbanding lurus dengan aw atau RH. Hubungan antara kadar

air kesetimbangan dan aw tersebut dapat digambarkan lebih spesifik oleh

kurva isotermi sorpsi air yang berbentuk sigmoid. Pada kurva tersebut terjadi histeresis yang sangat kecil antara proses adsorpsi dengan desorpsi dan pada kedua aw tertinggi yaitu 0,79 dan 0,83 terjadi peningkatan kadar air

kesetimbangan yang tajam. Kenaikan suhu dari 30°C ke 40°C menyebabkan menurunnya kadar air kesetimbangan pada aw yang sama.

Model isotermi sorpsi air yang diujikan dalam penelitian ini adalah model BET, GAB, Halsey, Harkins-Jura, Henderson, Iglesias-Chirife, Oswin dan Smith. Model yang paling tepat pada selang aw 0,14-0,83 adalah model

GAB karena memiliki nilai modulus deviasi (P) yang paling rendah dan R2 mendekati satu. Secara berurutan nilai P pada adsorpsi 30°C, desorpsi 30°C, adsorpsi 40°C dan desorpsi 40°C adalah 11,3; 12,14; 15,37; 12,48 sedangkan nilai R2 adalah 0,80; 0,80; 0,70; 0,85. Kadar air monolayer yang dihasilkan oleh model BET dan GAB adalah 3,00 – 4,36 (% bk).

Hubungan kadar asam lemak bebas dengan kadar air kesetimbangan berbanding lurus walaupun fluktuatif terutama pada suhu 30°C. Kadar asam lemak bebas pada dua aw tertinggi yaitu 0,729 dan 0,825 cenderung

(33)

33 B. SARAN

(34)

KAJIAN PERILAKU ISOTERMI SORPSI AIR BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L)

Oleh

ANAS WAHAB DARAJAT

F34050815

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(35)

34 Sorption Isotherm Characteristics of Food Products: A Review. Trans IChemE Vol 80 Part C.

Alakali, J. S. dan A. A. Satimehin. 2007. Moisture Adsorption Characteristics of Bambara Groundnut (Vigna subterranea) Powders. Agricultural Engineering International: the CIGR Ejournal Manuscript. FP 07 005. Vol. IX.

Arpah. 2001. Buku dan Monograf Penentuan Kadaluarsa Produk Pangan. Program Studi Ilmu Pangan IPB, Bogor.

Bell, L. N. dan T. P. Labuza. 2000. Moisture Sorption Practical Aspect of Isotherm Measurement and Use. American Association of Cereal Chemist (AACC) Inc, Minnesota.

Brooker, D. B., F. W. B. Arkema dan C. W. Hall. 1992. Drying and Storage of Grains and Oilseeds. Avi Book Van Nostrand Reinhold publ. New York. Chaplin, M. 2009. Water Activity. www.btinternet.com/~martin.chaplin/Activity.

html. Diakses pada 19 Agustus 2010.

Christensen, C. M. 1974. Storage of Cereal Grains and Their Products. AACC Inc, Minnesota.

Departemen ESDM RI. 2005. Blue Print Energi Nasional. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta.

Fennema, O. R. 1985. Food Chemistry. Marcel Decker Inc, New York.

Gubitz, G. M., M. Mittelbach dan M. Trabi. 1999. Exploitation of The Tropical Oil Seed Plant Jatropha curcas L. J Bioresource Tech 67:73-82.

Hall, C. W. 1980. Drying and Storage of Agricultural Crops. The AVI Publ. Co, Westport, Connecticut.

Isse, M. G., H. Schucmann dan H. Schubert. 1983. Divided Sorption Isotherm Concept and Alternative Way to Describe Sorption Isothern Data. J Food Eng 16:147-157.

(36)

35 Kardiyono. 2010. Kajian Kriteria Panen dan Penundaan Pengeringan Terhadap Mutu Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L). Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Ketaren, S. 1996. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta, UI-Press.

Ketaren, S. 2005. Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press. Jakarta.

Kuprianof, J. 1958. Bound Water in Fundamental Aspect of Dehydration of Foodstuff. Soc Am Indtr 14.

Lele, S. 2010. Economics of Jatropha curcas. www.svlele.com. Diakses pada 19 Mei 2010.

Luknanto, J. 1992. Regresi Kuadrat Terkecil untuk Kalibrasi Bangunan Ukur Debit. Yogyakarta.

Mellyana, V. 2010. Kajian Penanganan Bahan dan Metode Pengeringan Terhadap Mutu Biji dan Minyak Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Menkov, N. D. dan A. G. Durakova 2007. Moisture Sorption Isotherms of Sesame Flour. Food Tech Biotech 45: 96–100.

Nugroho, B. J. 2010. Pengaruh Jenis Pengemas dan Suhu Penyimpanan Terhadap Mutu Biji dan Minyak Jarak Pagar (Jatropha curcas L.). Tesis. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Nurcholis, M. dan S. Sumarsih. 2007. Jarak Pagar dan Pembuatan Biodiesel. Kanisius, Yogyakarta.

Prihandana, R dan R. Hendroko. 2007. Petunjuk Budidaya Jarak Pagar. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Purwadaria H. K., J. Kumendong, S. Sadjad dan K. Abdullah. 1982. Mempelajari Kadar Air Keseimbangan dan Sorpsi Isotermi Biji-Bijian serta Penerapannya untuk Penyimpanan. IPB, Bogor.

Reed, C. R. 2006. Managing Stored Grain: To Preserve Quality and Value. AACC Inc, Minnesota.

Standar Nasional Indonesia. 1992. Cara Uji Makanan dan Minuman. SNI 01-2891-1992. Pusat Standarisasi Industri. Departemen Perindustrian.

(37)

36 Tarigan, E., G. Prateepchaikul, R. Yamsaengsung, A. Sirichote dan P. Tekasakul. 2006. Sorption isotherms of shelled and unshelled kernels of candle nuts. J Food Eng 75 447–452.

Togrul, H. dan N. Arslan. 2007. Moisture Sorption Isotherms and Thermodynamic Properties of Walnut Kernels. J Stored Products Research 43: 252-264. Van den Berg, C. dan S. Bruin. 1981. Water Activity and Its Estimation in Food

Systems: Influences on Food Quality. Di dalam L.B. Rockland dan G.F. Stewart (eds.) Water Activity: Influence on Food Quality. Academic Press, New York, pp. 147–177.

Walpole, R. E. 1990. Pengantar Statistika. PT Gramedia, Jakarta. Winarno, H. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia, Jakarta.

(38)

KAJIAN PERILAKU ISOTERMI SORPSI AIR BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L)

Oleh

ANAS WAHAB DARAJAT

F34050815

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(39)

KAJIAN PERILAKU ISOTERMI SORPSI AIR BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

ANAS WAHAB DARAJAT F34050815

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(40)

Judul : KAJIAN ISOTERMI SORPSI AIR BIJI JARAK PAGAR (Jatropha curcas L)

Nama : ANAS WAHAB DARAJAT NIM : F34050815

Menyetujui Pembimbing,

(Dr. Ir. Ika Amalia Kartika, MT) NIP : 19680505 199702 2 001

Mengetahui Ketua Departemen,

(Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti) NIP : 19621009 198903 2 001

(41)

PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “Kajian Isotermi Sorpsi Air Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L)” ini merupakan hasil karya sendiri di bawah bimbingan pembimbing akademik. Semua informasi yang ada di dalam teks, yang berasal dari karya orang lain, baik yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan telah tercantum di bagian akhir tulisan ini.

Bogor, September 2010 Pembuat pernyataan,

(42)

Anas Wahab Darajat. F34050815. Kajian Isotermi Sorpsi Air Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L). Di bawah bimbingan Ika Amalia Kartika. 2010.

RINGKASAN

Penyimpanan biji jarak pagar merupakan tahap penting yang dapat mempengaruhi proses produksi biodiesel. Pada tahap ini, kandungan asam lemak bebas pada minyak jarak pagar dapat meningkat sehingga rendemen minyak akan berkurang. Keadaan ini terjadi karena terjadi oksidasi dan hidrolisis akibat adanya air, suhu yang tinggi dan pertumbuhan mikroba seperti jamur. Keberadaan air yang dapat menyebabkan terjadinya reaksi kimia dan pertumbuhan jamur pada biji jarak pagar tercermin dalam aktivitas air (aw).

Aktivitas air memiliki hubungan positif dengan kadar air bahan dan dipengaruhi oleh kelembaban relatif (RH) ruangan. Hubungan antara kadar air dengan aw pada suhu tetap digambarkan oleh kurva isotermi sorpsi air. Kurva

isotermi sorpsi air bersifat unik pada setiap bahan. Melalui kurva ini dapat diketahui kadar air kesetimbangan bahan.

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari kadar air kesetimbangan biji jarak pagar dan model isotermi sorpsi air yang tepat untuk biji jarak pagar varietas Jawa Tengah. Selain itu, penelitian ini juga bertujuan untuk mempelajari hubungan antara kadar air kesetimbangan dengan kadar asam lemak bebas biji jarak pagar.

Penelitian dilakukan pada 10 tingkat kelembaban relatif (RH) dan 2 tingkat suhu yaitu 30 dan 40°C. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air kesetimbangan biji jarak pagar berbanding lurus dengan aw atau RH. Hubungan

antara kadar air kesetimbangan dan aw tersebut dapat digambarkan lebih spesifik

oleh kurva isotermi sorpsi air yang berbentuk sigmoid. Pada kurva tersebut tidak terjadi histeresis antara proses adsorpsi dengan desorpsi. Pada kedua aw tertinggi

yaitu 0,79 dan 0,83 terjadi peningkatan kadar air kesetimbangan yang tajam. Kenaikan suhu dari 30 ke 40°C menyebabkan menurunnya kadar air kesetimbangan pada aw yang sama.

Model isotermi sorpsi air yang diujikan dalam penelitian ini antara lain BET, GAB, Halsey, Harkins-Jura, Henderson, Oswin, Smith dan Iglesias-Chirife. Model yang paling tepat pada selang aw 0,14-0,83 adalah model GAB karena

memiliki nilai modulus deviasi (P) yang paling rendah dan R2 mendekati satu. Secara berurutan nilai P model GAB pada adsorpsi 30°C, desorpsi 30°C, adsorpsi 40°C dan desorpsi 40°C adalah 11,3; 12,14; 15,37 dan 12,48 sedangkan nilai R2 adalah 0,80; 0,80; 0,70 dan 0,85. Kadar air monolayer yang dihasilkan dari model BET dan GAB adalah 3,00 – 4,36 (% bk).

Hubungan kadar asam lemak bebas dengan kadar air kesetimbangan berbanding lurus walaupun fluktuatif terutama pada suhu 30°C. Kadar asam lemak bebas pada dua aw tertinggi yaitu 0,729 dan 0,825 cenderung meningkat.

(43)

Anas Wahab Darajat. F34050815. Moisture Sorption Isotherm Study of Jatropha Seeds. Under supervision by Ika Amalia Kartika. 2010.

ABSTRACT

Jatropha seeds storage is an important step that can affect the process of biodiesel production. At jatropha seeds storage, free fatty acid content can be increased so that the oil yield will be reduced. This situation is due to oxidation and hydrolysis reactions that have relationship with water. The existence of water on jatropha seeds is reflected in the water activity (aw). Bell and Labuza (2000)

said that oxidation can increased at water activity above 0.3. The relationship between water content with aw is described by the moisture sorption isotherms

curves.

The objectives of this research is to study the equilibrium moisture content, the best fitted model of moisture sorption isotherms and the relationship between equilibrium moisture content with free fatty acid content of jatropha seeds.

The moisture sorption isotherms of jatropha seeds were determined at two different temperatures (30 and 40°C) and ten different water activity (0.14, 0.15, 0.27, 0.37, 0.43, 0.54, 0.68, 0.71, 0.79 and 0.83). Eight models namely the BET, GAB, Halsey, Harkins-Jura, Henderson, Oswin, Smith and Iglesias-Chirife were fitted to the sorption data. The models were compared using the modulus deviation (P) and coefficient of determination (R2).

The moisture sorption isotherms were sigmoidal in shape. On the two highest aw 0.79 and 0.83 there was a sharp increase of equilibrium moisture

content. The hysteresis phenomena was not occurs between desorption and adsorption process. The moisture sorption isotherm of jatropha seeds decreased with increased in temperature at constant aw.

The best fitted model in the range aw from 0.14 to 0.83 was GAB model.

Modulus deviation value of GAB model at adsorption 30°C, desorption 30°C, adsorption 40°C and desorption 40°C is 11.3, 12.14, 15.37 and 12.48 respectively. Coefficient of determination value of GAB model at adsorption 30°C, desorption 30°C, adsorption 40°C and desorption 40°C is 0.80, 0.80, 0.70 and 0.85 respectively. Monolayer moisture content resulting from the BET and GAB model was 3.00 to 4.36 (% db). At monolayer moisture content, free fatty acids content were not increased.

The free fatty acids content increased with increased in equilibrium moisture content although fluctuating at 30°C. Free fatty acid content in the two highest aw

(44)

Pada tahun 2005 dan dilanjutkan ke SLTP Negeri 1 Parung pa serta SMA Negeri 1 Parung pada tahun 2002 05, penulis diterima sebagai mahasiswa di In USMI. Pada tahun 2006, penulis diterima seba

nologi Industri Pertanian, FATETA, IPB. Sel s aktif menjadi pengurus organisasi, yaitu seba Fateta pada tahun 2006, Sekretaris umum F

mart pada tahun 2008 dan koordinator tim for 09.

008, penulis melaksanakan kegiatan praktek nesia Tangerang dengan judul “Mempelajari P anah Prima Indonesia. Sebagai tugas akhir, pen udul skripsi “Kajian Perilaku Isotermi Sorpsi

(45)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian serta penyusunan skripsi yang berjudul “Kajian Isotermi Sorpsi Air Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L) pada Berbagai Temperatur”. Saat penelitian serta penyusunan skripsi ini, penulis banyak belajar arti penting sebuah keikhlasan, kebersamaan, persahabatan, dan kerja keras. Penulis yakin hal tersebut tidak datang dengan sendirinya, melainkan atas hidayah dan inayah dari Allah SWT untuk menjadikan penulis sebagai muslim lebih baik.

Selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karenanya, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Ika Amalia Kartika, MT selaku dosen pembimbing yang telah dengan sabar memberikan arahan, bimbingan, dan nasehat kepada penulis. 2. Ibunda Sunarti, Ayahanda Mohammad Tohar, Adinda Firda dan Gadis

serta keluarga besar tercinta yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada penulis.

3. Bapak Dr. Ono Suparno, STP., MT. dan Ibu Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M.Si. selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan kepada penulis.

4. Dosen-dosen TIN atas bimbingannya selama masa studi di TIN 5. Seluruh staf dan laboran TIN atas bantuan selama penelitian.

6. Mba Listya, Fitrah, Arif, Irul, Deni dan rekan-rekan yang memberikan masukan dalam penyusunan skripsi ini.

7. Rekan-rekan TIN 42, FBI, Al-Inayah dan Madani atas kekeluargaan dan persahabatannya.

Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembacanya.

(46)

ii

DAFTAR ISI

Halaman KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi I. PENDAHULUAN ... 1 A. LATAR BELAKANG ... 1 B. TUJUAN ... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3 A. JARAK PAGAR ... 3 B. AKTIVITAS AIR ... 4 C. KADAR AIR KESETIMBANGAN ... 5 D. ISOTERMI SORPSI AIR ... 7 E. MODEL ISOTERMI SORPSI AIR ... 9 1. Model Brunauer, Emmet, dan Taller (BET) ... 10 2. Model Guggenheim-Anderson-de Boer (GAB) ... 10 3. Model Halsey ... 10 4. Model Harkin-Jura ... 11 5. Model Henderson ... 11 6. Model Iglesias-Chirife ... 12 7. Model Oswin ... 12 8. Model Smith... 12 III. METODE ... 13 A. BAHAN DAN ALAT ... 13 B. METODE ... 13 1. Persiapan ... 13 2. Karakterisasi Biji Jarak Pagar... 14 3. Penentuan Kadar Asam Lemak Bebas ... 14 4. Penentuan Kadar Air Kesetimbangan dan Pengujian Model Isotermi

(47)

iii IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20

A. KARAKTERISTIK BIJI JARAK PAGAR ... 20 B. KADAR AIR KESETIMBANGAN ... 21 C. MODEL ISOTERMI SORPSI AIR ... 25 D. HUBUNGAN ANTARA KADAR ASAM LEMAK BEBAS DENGAN

(48)

iv

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Komposisi kimia dan nilai energi bagian-bagian biji jarak pagar ... 4 Tabel 2. Karakteristik biji jarak pagar ... 20 Tabel 3. Kadar air kesetimbangan biji jarak pagar (% bk) ... 22 Tabel 4. Kadar asam lemak bebas biji jarak pagar (%) ... 30 Tabel 5. Modulus deviasi (P) hubungan antara kadar air kesetimbangan dan

(49)

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Buah jarak pagar ... 4 Gambar 2. Kurva isotermi sorpsi air ... 8 Gambar 3. Tahapan penentuan kadar air kesetimbangan dan pengujian model

(50)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Prosedur pengukuran kelembaban relatif atau aw ... 38

Lampiran 2. Prosedur karakterisasi biji jarak pagar ... 39 Lampiran 3. Nilai konstanta model isotermi sorpsi air pada suhu 30 dan 40°C .... 43 Lampiran 4. Model yang telah memiliki konstanta pada suhu 30°C ... 44 Lampiran 5. Model yang telah memiliki konstanta pada suhu 40°C ... 45 Lampiran 6. Nilai modulus deviasi (P) dan COD (R2) ... 46 Lampiran 7. Perhitungan modulus deviasi (P) dan koefisien determinasi (R2)

(51)

1

I.

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada pertengahan 2005 terjadi euforia pengembangan sumber energi alternatif terbarukan (renewable) terutama pada jarak pagar. Hal ini dipicu oleh melonjaknya harga minyak dunia akibat menipisnya cadangan minyak bumi dan meningkatnya kebutuhan terhadap bahan bakar minyak (BBM). Di dalam negeri, minyak bumi Indonesia hanya cukup untuk 18 tahun mendatang (Departemen ESDM RI, 2005). Negara juga harus menambah subsidi yang menyedot cukup banyak APBN agar masyarakat tetap bisa membeli BBM sehingga mencegah terjadinya gejolak sosial.

Namun demikian, beberapa tahun belakangan ini pengembangan sumber energi terbarukan terutama jarak pagar mengalami perlambatan bahkan kemunduran. Hal ini terutama dipicu oleh usaha pembudidayaan dan pengolahan jarak pagar belum bisa menguntungkan secara ekonomi. Akan tetapi, upaya-upaya penelitian dan pengembangan jarak pagar tidak boleh berhenti, agar pada saat bahan bakar fosil yang pasti terus menipis kemudian harga BBM melonjak Indonesia telah siap dengan bahan bakar terbarukan.

Jarak pagar merupakan salah satu sumber bahan bakar nabati (biodiesel) karena tanaman jarak pagar menghasilkan biji yang memiliki kandungan minyak cukup tinggi, yaitu sekitar 38% (Lele, 2010). Untuk menghasilkan rendemen minyak yang tinggi maka proses produksi harus dilakukan secara efisien. Selain itu, budidaya tanaman jarak pagar juga harus optimal dari segi kualitas dan produktifitasnya. Kedua upaya tersebut tidak akan berarti jika tahapan pascapanen terutama penyimpanan tidak diperhatikan.

(52)

2 aerasi, pemanasan, kation logam dan bahan kimia. Bell dan Labuza (2000) menjelaskan bahwa oksidasi lemak mulai meningkat saat aktivitas air (aw)

lebih besar dari 0,3. Ketaren (1996) menjelaskan bahwa reaksi hidrolisis yang dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya pengendalian asam lemak bebas dengan pendekatan aktivitas air.

Aktivitas air memiliki hubungan positif dengan kadar air bahan dan banyak dipengaruhi oleh kelembaban relatif (RH) ruangan. Hubungan antara kadar air dengan aw pada suhu tetap digambarkan oleh kurva isotermi sorpsi

air (Moisture Sorption Isotherm). Kurva isotermi sorpsi air bersifat unik pada setiap bahan. Melalui kurva ini dapat diketahui Equilibrium Moisture Content (EMC) atau kadar air kesetimbangan bahan.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perilaku isotermi sorpsi air biji jarak pagar varietas Jawa Tengah. Penelitian dilakukan pada 10 tingkat kelembaban relatif (RH) dan 2 tingkat suhu yaitu 30 dan 40°C.

B. TUJUAN

(53)

3

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. JARAK PAGAR

Tanaman jarak pagar mulai banyak ditanam di Indonesia semenjak masa penjajahan Jepang. Pada waktu itu, rakyat diperintah untuk membudidayakan tanaman jarak pagar. Hasilnya berupa biji digunakan untuk membuat bahan bakar bagi pesawat-pesawat tempur Jepang. Kemudian dalam waktu singkat tanaman jarak pagar menyebar cukup luas, khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Namun demikian, saat memasuki era kemerdekaan, minyak jarak berangsur-angsur ditinggalkan. Hal ini karena kebutuhan bahan bakar minyak fosil mudah didapat. Tanaman jarak pagar pun tidak dibudidayakan lagi, dan akhirnya hanya tumbuh secara sporadis (Nurcholis dan Sumarsih, 2007).

Tanaman jarak pagar mempunyai nama latin Jatropha curcas (Linnaeus). Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan jarak pagar diklasifikasikan sebagai berikut,

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan vaskular) Subdivisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Divisi : Magnoliophyta (tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliophyta (Dicotyledonae) Subkelas : Rosidae

Ordo : Euphorbiales Famili : Euphorbiaceae Genus : Jatropha

Spesies : Jatropha curcas L.

Biji jarak pagar berbentuk bulat lonjong, berwarna cokelat kehitaman dengan ukuran panjang 2 cm, tebal 1 cm dan berat 0,4 - 0,6 g/biji. (Prihandana dan Hendroko, 2007). Gambar buah jarak pagar dapat dilihat pada Gambar 1.

(54)

beracun yang dise at dilihat pada Tabel 1.

Gambar 1. Buah jarak pagar

posisi kimia dan energi bagian-bagian biji jarak

rameter Inti Biji K an mikroba yang dinyatakan dengan aktivitas jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh m

(55)

5 Air berkaitan erat terhadap daya awet bahan. Pengurangan air baik melalui pengeringan maupun penambahan bahan penguap bertujuan untuk mengawetkan bahan pangan sehingga dapat tahan terhadap kerusakan mikrobiologis maupun kerusakan kimiawi (Fennema, 1985). aw merupakan

parameter yang sangat berguna untuk menunjukkan kebutuhan air atau hubungan air dengan mikroorganisme dan aktivitas enzim.

aw didefinisikan sebagai perbandingan antara tekanan uap air bahan

dengan tekanan uap air murni pada suhu yang sama,

฀௪ ൌܲ݋ܲ

dimana P adalah tekanan uap air bahan, Po adalah tekanan uap air murni pada suhu T. Purwadaria (1982) menjelaskan bahwa tekanan uap air menunjukkan besarnya kecenderungan molekul air menguap dalam bentuk uap air. Bila bahan non-volatil ditambahkan dalam bahan volatil (air) maka tekanan uap air akan berkurang sebanding dengan konsentrasi molekul air tersebut. Semakin kecil konsentrasi air pada bahan maka tekanan uap air juga menurun.

aw dapat juga dinyatakan sebagai jumlah molekul dalam larutan dan

menurut hukum Roult dapat dinyatakan sebagai berikut,

฀௪ ൌ ݊ଵ݊൅݊ଶ

dimana n1 adalah jumlah molekul yang dilarutkan, n2 adalah jumlah molekul

air. Parameter ini juga dapat dikaitkan dengan kelembaban relatif setimbang (Equilibrium Relative Humidity, ERH),

฀௪ ൌ ܧܴܪͳͲͲ

C. KADAR AIR KESETIMBANGAN

(56)

6 dalam bahan dari lingkungan. Kadar air bahan pada saat setimbang dengan lingkungannya (suhu dan RH tertentu) disebut kadar air kesetimbangan atau kesetimbangan higroskopis.

Menurut Hall (1980), kadar air kesetimbangan berhubungan langsung dengan pengeringan dan penyimpanan bahan hasil pertanian. Kadar air kesetimbangan digunakan untuk menentukan apakah produk akan bertambah atau berkurang kadar airnya pada suhu dan kelembaban relatif tertentu.

Kadar air kesetimbangan dapat dicapai dengan dua cara yaitu proses desorpsi dan proses adsorpsi. Kadar air kesetimbangan berbeda-beda untuk masing-masing bahan pangan. Nilai ini ditentukan oleh varietas, tingkat kematangan dan cara pengukuran (Brooker et al., 1992).

Menurut Brooker et al. (1992) ada dua cara untuk menentukan kadar air kesetimbangan yaitu metode statis dan metode dinamis. Metode statis dilakukan dengan cara meletakkan bahan pada ruangan dengan RH dan suhu terkontrol. Metode dinamis dilakukan dengan menggunakan humidifier mekanik, sehingga metode dinamis lebih cepat daripada metode statis.

Pada metode statis penentuan kelembaban relatif dilakukan dengan menggunakan larutan asam, larutan garam jenuh atau larutan gliserol. Penggunaan larutan garam jenuh lebih disukai karena lebih aman dibandingkan larutan asam. Disamping itu larutan garam jenuh lebih mudah mencapai kondisi jenuh. Jika air menguap beberapa bagian garam mengendap, tetapi RH di atas larutan tidak berubah. Penggunaan larutan asam lebih berbahaya dalam penggunaannya dan untuk percobaan mungkin terjadi perubahan RH udara yang diakibatkan oleh perubahan konsentrasi larutan asam. Tekanan uap di atas larutan asam tergantung pada kandungan kimiawi, konsentrasi dan suhu. Penggunaan larutan gliserol dapat menyebabkan penyimpangan saat penimbangan karena gliserol bersifat volatil dan dapat diserap oleh bahan (Bell dan Labuza, 2000).

Gambar

Gambar 3. Tahapan penentuan kadar air kesetimbangan dan pengujian
Gambar 4. Kurva regresi y = y(x) beserta data yang diwakilinya
Tabel 2. Karakteristik biji jarak pagar
Tabel 3. Kadar air kesetimbangan biji jarak pagar (% bk)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bungkil Biji Jarak Pagar ( Jatropha curcas L .) Melalui Fermentasi Menggunakan Aspergillus niger ”. Skripsi ini disusun dalam rangka menyelesaikan tugas akhir

Perlakuan terdiri dari ransum yang tidak mengandung bungkil biji jarak (R0); Ransum mengandung bungkil biji jarak pagar fermentasi 7,5% (R1); Ransum mengandung bungkil biji

Tujuan penelitian ini adalah menentukan karakteristik hidratasi dalam bentuk sorpsi isotermik biji jarak pagar; mengidentifikasi spesies dan menentukan populasi cendawan

Dari hasil analisa diketahui bahwa penggunaan adsorben untuk pemurnian biodiesel berpengaruh terhadap kadar asam lemak bebas, bilangan asam, nilai pH dan kadar katalis namun

Produksi biji jarak pagar tidak dipengaruhi oleh irigasi mulai tahun II sehingga tanaman jarak pagar tidak memerlukan tambahan pengairan selama musim kemarau dan dapat

Biji jarak pagar dari buah yang dipanen pada saat kulitnya masih hijau, kuning, hitam bahkan hingga kulit buahnya kering di pohon, kadar airnya masih cukup

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengolah minyak jarak pagar yang diperoleh dari biji jarak pagar (Jatropha curcas Linn) menjadi biodiesel, mempelajari

Tujuan penelitian ini adalah, Memperoleh minyak ekstraksi dari biji jarak Kepyar dan biji jarak Pagar dengan pelarut petroleum eter, mengatahui kondisi optimum pada suhu ekstraksi 45 0C