• Tidak ada hasil yang ditemukan

PE MB AHAS AN

Bab ini diuraikan pembahasan meliputi interpretasi dan diskusi hasil penelitian yang dijabarkan pada bab V atau hasil penelitian dengan merujuk pada teori-teori dan penelitian yang telah ada sebelumnya yang mendukung dalam penelitian ini. Pada bab ini juga akan dijelaskan tenteng kerterbatasan penelitian selama pelaksanaan penelitian.

A. Analisa Univariat

1. Data Demografi Responden PSTW Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan.

a. Jenis kelamin

Hasil penelitian menunjukkan bahwa berjenis kelamin, diperoleh responden laki-laki berjumlah 37 orang (52,1%), sedangkan perempuan berjumlah 34 orang (47,9%). Hal ini menunjukkan bahwa berdasarkan jenis kelamin di PSTW Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta mayoritas laki-laki berjumlah 37 orang (52,1%).

Berdasarkan penelitian Sumedi, 2010 mengatakan bahwa laki- laki lebih banyak mengalami insomnia sebesar (56,25%), perempuan sebesar (43,75%) yaitu mereka sering terbangun dimalam hari yang berkisar antara 3-5 kali dalam satu malam, dan sulit untuk tidur kembali, meskipun bisa tidur kembali harus nunggu sampai beberapa menit atau jam, kondisi ini terulang beberapa kali dalam satu malam dan juga mereka mengatakan mudah terbangun karena suara, dan cuaca yang

dingin, sebagian besar yang mudah terbangun di malam hari adalah laki- laki. Lansia rentan terhadap insomnia karena adanya perubahan pola tidur yang biasanya menyerang tahap 4 NREM. Keluhan insomnia mencakup ketidakmampuan untuk tertidur, seringkali terbangun, ketidakmampuan untuk melanjutkan tidur, serta terbangun lebih awal (Stanley, 2006). Hal ini menyebabkan mayoritas laki-laki lebih banyak di bandingkan perempuan dikarena lansia laki-laki lebih cenderung berminat untuk mencoba dan menekuni suatu hal seperti informasi dibandingkan perempuan.

Dalam beberapa literatur disebutkan bahwa pria dan wanita memiliki perbedaan dalam karakteristik tidur, dimana pria memiliki gangguan tidur yang lebih bervariasi dan lebih cepat dibandingkan wanita. Prevalensi insomnia lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria. Wanita lebih memiliki kemungkinan untuk mimpi buruk, kesulitan tidur dan sering terbangun dibandingkan pria (Darmojo,2005). Menurut teori Webb 1989 dalam Maas (2011) yang menyatakan bahwa penundaaan waktu tertidur terjadi pada satu dari tiga lansia perempuan dan satu lansia laki-laki. Menurut hasil wawancara yang dilakukan di PSTW responden perempuan lebih banyak mengatakan bahwa mereka mengeluh sulit untuk memulai tidur, sering terbangun malam hari, stress, cemas, lelah dan tidak bisa tidur karena suara TV yang mengganggu tidur mereka sedangkan responen laki-laki mengeluh sulit memulai tidur, terbangun malam hari, dan merasa khawatir dengan keluarga.

b. Pendidikan

Hasil menunjukkan bahwa berpendidikan SD yaitu 29 orang (40,8%) sedangkan untuk pendidikan Tidak Sekolah, SMP, SMA dan PT masing-masing (19,7%), (19,7%), (8,5%) dan (11,3%). %). Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan di PSTW Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta mayoritas berpendidikan SD yaitu 29 orang (40,8%)

Tingkat pendidikan yang rendah pada lansia menyebabkan kurangnnya kemampuan mereka untuk dapat membaca dan memahami materi tertulis (Jackson et al, 1994 dalam Bastable, 2009). Orang yang berpendidikan tinggi cenderung lebih mudah mengakses informasi (Mubarak, 2007). Hal tersebut dikarenakan pendidikan berkolerasi dengan pengetahuan sehinggga jika pendidikan yang ditempuh seseorang mempengaruhi pengetahuannya mengenai sumber informasi yang didapatkan. Hasil yang didapatkan dari penelitian bahwa pendidikan akhir SD lebih tinggi sehingga tingkat pengetahuan yang diperoleh cenderung baik. Hasil wawancara pada petugas panti mengatakan lansia yang ada di panti kebanyakan lansia menenggah kebawah sehingga pendidikan lansia relatif rendah karena tidak atau belum pernah sekolah, SD dan bebearapa lansia pendidikannya dari SMP, SMA dan Perguruan Tinggi maka dari itu pengetahuan mereka tentang kesehatan masih relatif baik. Hal ini menyebabkan pengetehuan lansia baik dikarena mereka cenderung menbaca baca buku di waktu luang dan sering ikut dalam kegiatan program PSTW seperti, spiritual,

senam dll sehingga pengetahuan mereka baik walaupun lansia kebanyakan menenggah kebawah.

2. Tingkat Pengetahuan Responden PSTW Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pengetahuan tentang insomnia pada lansia, diperoleh gambaran dari 71 responden terdapat 37 orang (52,1%) masuk dalam kategori bai dan tingkat pengetahuan buruk sebanyak 34 orang (47,9%). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan lansia tentang insomnia di PSTW Budi Mulia 03 Jakarta Selatan mayoritas berpengetahuan baik.

Notoatmodjo (2010) merupakan hasil tahu yang terjadi melalui proses sensoris khususnya mata dan telinga terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentukmya perilaku seseorang. Tingkat pengetahuan yang diukur dalam penelitian kali ini adalah penegtahuan tentang insomnia. Domain kognitif yang dilihat dari responden adalah tahu, artinya dapat mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Materi untuk mengukur tingkat pengetahuan ini berisi mengenai definisi insomnia, etiologi, gejala, kalsifikasi, dampak, dan penatalaksanaan insomnia.

Penelitian yang dilakukan Narulita dkk, 2013 pengetahuan lansia mengenai insomnia yaitu dalam kategorik buruk. hal ini menyebabkan pengetahuan mereka buruk dikarena belum di berikan pendidikan kesehatan sedang di PSTW bahwa mayoritas pengetahuan lansia baik karena lansia

cenderung, membaca buku di waktu luang, menonton TV bahkan mengikuti spiritual yang dilakukan di PSTW sehingga pengetahuan lansia baik. .

Menurut sutarto & Cokro (2008) pada umumnya setelah orang memasuki lansia, ia mengalami penurunan fungsi kognitif meliputi proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin lambat. Hal lain yang menyebabkan pengetahuan lansia baik dikarenakan lansia terpapar dengan informasi mengenai masalah tidur salah satunya adalah insomnia dari petugas kesehatan dan mahasiswa yang praktek di PSTW Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan.

a. Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Definisi Insomnia

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden mengenai definisi insomnia, diperoleh pengetahuan baik sebanyak 62 orang (87,3%) dan tingkat pengetahuan buruk sebanyak 9 orang (12,7%). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan lansia mengenai definisi insomnia di PSTW Budi Mulia 03 Jakarta Selatan mayoritas berpengetahuan baik.

Santoso & Ismail, 2009 menua menyebabkan terjadinya gangguan kognitif, yang jelas terlihat pada daya ingat dan kecerdasan. Fungsi kognitif ialah proses mental dalam memperoleh pengetahuan atau kemampuan kecerdasan meliputu pengertian. Wawancara yang dilakukan pada lansia di PSTW Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta mengenai tentang insomnia mereka mengatakan jika sulit tidur, terbangun malam hari mereka mengatakan mengetahui tahu bahwa itu

adalah gangguan tidur atau insomnia dan lansia cenderung untuk menbaca, nonton TV dan berbicara dengan petugas maupun mahasiswa yang praktek di PSTW di sela waktu luang. sehingga pengetahuan lansia mengenai definisi insomnia baik dan. Hal ini dapat menyebab lansia yang bila pengetahuan mereka buruk mengenai insomnia maka akan berdampak terhadap kesehatannya yaitu kebutuhan aktivitas sehari-hari terganggu dan kualitas hidup tidak terpenuhi.

b. Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Etiologi Insomnia

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden mengenai etiologi insomnia, diperoleh pengetahuan baik sebanyak 45 orang (63,4%) dan buruk sebanyak 9 orang (12,7%). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan lansia mengenai etiologi insomnia di PSTW Budi Mulia 03 Jakarta Selatan mayoritas berpengetahuan baik. Adanya penurunan dari intelektualitas meliputi persepsi, kemampuan kognitif, memori dan belajar pada lansia menyebabkan mereka sulit untuk memahami dan berinterkasi (Maryam, 2008). Hal ini dapat menyebabkan pengetahuan lansia baik, bahwa dari hasil wawancara dilakukan pada lansia, mereka mengatakan sulit untuk tidur karena mengalami penyakit fisik yaitu gatal-gatal, maag, dan rematik sedangkan dari masalah psikologis mereka stres dan cemas. Hal ini akan berdampak terhadap kualitas tidur lansia, apabila lansia tidak mengetahui penyebab dari masalah tidur yaitu insomnia.

c. Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Gejala Insomnia

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan responden mengenai gejala insomnia, diperoleh tingkat pengetahuan baik sebanyak 55 orang (77,5%) dan tingkat pengetahuan buruk sebanyak 16 orang (22,5%). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan lansia mengenai etiologi insomnia di PSTW Budi Mulia 03 Jakarta Selatan mayoritas berpengetahuan baik.

Perubahan fungsi fisiologis pada lansia dapat menyebabkan perubahan pada kemampuan belajar adalah perubahan pengelihatan dan pendengaran (Bastable, 2002). Hal ini dapat meyebabkan pengetahuan mengenai gejala insomnia baik dikarena dari wawancara yang dilakukan pada lansia mengatakan bahwa jika merasa kesulitan tidur, biasannya yang dirasakan yaitu sering merasa lelah, lemas, pusing dan bahkan sering terbangun malam hari.

d. Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Klasifikasi Insomnia

Hasil penelitian menunjukkan bahea tingkat pengetahuan responden mengenai klasifikasi insomnia, diperoleh tingkat pengetahuan buruk sebanyak 37 orang (52,1%) dan tingkat pengetahuan baik sebanyak 34 orang (47,9%). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan lansia mengenai klasifikasi insomnia di PSTW Budi Mulia 03 Jakarta Selatan mayoritas berpengetahuan kurang.

Perubahan-perubahan fisologis dan psikologis akibat penuaan yang mempenngaruhi kememampuan belajar mereka (Weinrich et al, 1989 dalam Bastable, 2002). Hal ini dapat menyebabkan pengetahuan

kurang dikarenakan lansia mengatakan bahwa meraka tidak mengetahaui mengenai kesulitan tidur adalah insominia yang bisa terjadi beberapa hari dan bahkan beberapa bulan, menurut mereka hal yang biasa tanpa mengetahui dampak jika mengalami masalah tidur yang serius.

e. Tingkat Pengetahuan Berdasarkan Dampak Insomnia

Hasil penelitian menunjukkan tingkat pengetahuan responden mengenai dampak insomnia, diperoleh tingkat pengetahuan baik sebanyak 38 orang (53,5%) dan tingkat pengetahun buruk sebanyak 33 orang (46,5%). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan lansia mengenai dampak insomnia di PSTW Budi Mulia 03 Jakarta Selatan mayoritas berpengetahuan baik.

Lansia sering mengalami gangguan komunikasi karena mengalami penurunan pengelihatan, pendengaran wicara dan pesepsi menyebabkan penurunan kemampuan lansia untuk menangkap pesan atau informasi (Nugroho, 2009). Berdasarkan wawancara dari lansia di PSTW mereka mengatakan dampak dari kesulitan tidur akan menyebabakan seringa sakit, dan bahkan lansia mengeluh mereka tidak bisa beraktivitas sehari-hari seperti olahraga, dan bekerja. Hal ini dapat menyebabkan pengetahuan lansia mengenai insomnia baik dikarena mereka terpapar dengan informasi dari mahasiswa yang praktek sehingga lansia mengetahui dampak dari masalah tidur yaitu gangguan tidur (insomnia).

Hasil penelitian tingkat pengetahuan responden mengenai pentaalaksanaan insomnia menunjukkan tingkat pengetahuan baik sebanyak 56 orang (78,9%) dan tingkat pengetahuan buruk sebanyak 15 orang (21,1%). Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan lansia mengenai definisi insomnia di PSTW Budi Mulia 3 Jakarta Selatan mayoritas berpengetahuan baik.

Menurut Asmadi (2008), perawat dapat membantu klien mengatasi insomnia melalui pendidikaan kesehatan, menciptakan lingkungan yang nyaman, melatih klien relaksasi, dan tindakan lainnya. Hal ini dapat menyebabkan pengetahuan lansia baik, dari hasil observasi dan wawancara yang dilakukan pada mereka mengatakan berolahraga merasa tidur mereka jadi nyenyak dan berdoa sebelum tidur, sedangakan dari petugas kesehatan dan mahasiswa yang praktek di PSTW mereka seirng memberikan pendidikan kesehatan kepada lanisa.

B. Keterbatasan Penelitian

Peneliti menyadari masih banyak kekurangan dari penelitian ini. Hal ini disebabkan karena adanya beberapa keterbatasan penelitian dalam pelaksanaan penelitian ini antatara lain :

1. Kebanyakan responden tidak bisa mengisi sendiri kuesioner jadi disini peneliti yang membacakan pertanyaan dan membantu mengisi sesuai jawaban.

2. Jumlah sampel yang seharusnya menjadi 115 responden menjadi 71 responden karenaa berbagai kendala dari responden yang tidak mau

68

Dokumen terkait