• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Pengetahuan Lansia tentang Insomnia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Gambaran Pengetahuan Lansia tentang Insomnia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan"

Copied!
106
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PENGETAHUAN LANSIA TENTANG

INSOMNIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI

MULIA 03 MARGAGUNA JAKARTA SELATAN

HALAMAN JUDUL

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)

OLEH:

NURHIDIYATI

1112104000008

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMUKESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

ii

LEMBAR PERNYATAAN PE RSET UJ UAN

Skripsi dengan judul

GAMBARAN PENGETAHUAN LANSIA TENTANG INSOMNIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULYA 3 MARGAGUNA

JAKARTA SELATAN

Telah disetujui dan diperiksa pembimbing skripsi

Program Studi Ilmu Keperawatan

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

DISUSUN OLEH

NURHIDIYATI

1112104000008

Pembimbing I

Ernawati, S.Kp.,M.Kep.,Sp.KMB NIP. 197311062 200501 2003

Pembimbing II

Jamaludin, S.Kp.,M.Kep NIP. 19680522 200801 1007

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(3)

iii

LEMBAR PE NGES AHAN

Skripsi dengan judul

GAMBARAN PENGETAHUAN LANSIA TENTANG INSOMNIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA BUDI MULYA 3 MARGAGUNA

JAKARTA SELATAN

Telah disusun dan dipertahankan dihadapan penguji oleh:

DISUSUN OLEH NIP. 19780215 200901 2 005

Penguji II

Ns. Uswatun Khasanah, S.Kep.,MNS NIP. 19770401 200912 2 003

(4)
(5)
(6)

vi

DAFTAR RIW AYAT HIDUP

Nama : Nurhidiyati (Nur)

Tenpat, Tanggal Lahir : Bajo Pulo Sape Bima NTB, 03 November 1995

Status Pernikahan : Belum Menikah

Alamat : Pisangan Jl. SD Inpres RT/RW 04/09 No. 38 (Pondok

Asyifa) Kel. Cirendeu Kec. Ciputat Timur Tangerang

Selatan

Telepon : 082312370537

Email : Nurhidiyatinur@gmail.com

Riwayat Pendidikan :

1. SD Negeri Bajo Polu Sape Bima NTB (2000-2006)

2. MTS Negeri Sape Bima NTB (2006-2009)

3. SMA Negeri 1 Sape Bima NTB (2009-2012)

4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2012-sekarang)

Riwayat Organisasi

1. Bemj Ilmu Keperawatan (2013-2014)

(7)

vii

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES SCHOOL OF NURSING

ISLAMIC STATE UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Undergraduated Thesis, Juny 2016

Nurhidiyati, NIM: 1112104000008

The Knowledge of Ederly about Insomnia in Social Institutions Tresna Werdha Budi Mulia 03 Margaguna South Jakarta

xv + 69 pages, 11 tables, 2 charts, attachments

ABSTRACT

Insomnia is a sleep disorder that is often experienced by the elderly. The elderly who experience insomnia reached 9.3 million in Indonesia. Problems that arise in elderly who experienced insomnia is difficulty in sleeping, often wake up early, felt headache at noon, difficulty concentrating, and irritability. The wider impact will be seen depression, insomnia also contributed when doing homework and driving, as well as daily activities can be interrupted. The purpose of this study is to describe the knowledge of insomnia in the elderly in PSTW Budi Mulia 03 Margaguna South Jakarta. This study was a descriptive study with a quantitative approach and using a cross sectional study design. The total sample of 71 respondents. The data collection is done by asking questions using a structured questionnaire. Univariate analysis was performed. The results showed that the percentage of male respondents is 37 people (52,1%), the percentage of respondents who has graduated from elementary school is 29 people (40,8%). Ederly who has good knowledge of insomnia is 37 people (52,1% ), while ederly who has good knowledge about definition insomnia is 62 people (87,3%), who has good knowledge about etiology insomnia is 45 people (63,4%), who has good knowledge about symptoms insomnia is 55 people (77,5%), who has poor knowledge about classification insomnia is 37 people (52.1%), who has good knowledge about impact insomnia is 38 people (53,5%) and who has good knowledge about treatment insomnia is 56 people(78,9%). Suggestions for further research is using a different method like an experimental method.

(8)

viii

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Skripsi, Juni 2016

Nurhidiyati, NIM: 1112104000008

Gambaran Pengetahuan Lansia tentang Insomnia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan

xv+69 halaman, 11 tabel, 2 bagan, lampiran

ABSTRAK

Insomnia merupakan gangguan tidur yang sering dialami pada lansia. Lansia yang mengalami insomnia di Indonesia 9,3 juta lansia. Masalah yang muncul pada lansia yang mengalami insomnia yaitu kesulitan untuk tidur, sering terbangun lebih awal, sakit kepala di siang hari, kesulitan berkonsentrasi, dan mudah marah. Dampak yang lebih luas akan terlihat depresi, insomnia juga berkontribusi ketika mengerjakan pekerjaan rumah maupun berkendara, serta aktivitas sehari-hari dapat terganggu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan tentang insomnia pada lansia di PSTW Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan menggunakan desain study cross sectional. Jumlah sampel sebanyak 71 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan mengajukan pertanyaan terstruktur menggunakan kuesioner. Analisa yang dilakukan adalah univariat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa presentase responden laki-laki sebesar 37 orang (52,1%)), presentase responden yang telah tamat sekolah dasar yaitu 29 orang (40,8%), lansia yang memiliki pengetahuan insomnia yang baik adalah 37 orang (52,1%), sedangkan lansia yang memiliki pengetahuan baik mengenai definisi insomnia adalah 62 orang (87,3%), yang memiliki pengetahuan baik mengenai etiologi insomnia adalah 45 orang (63,4%), yang memiliki pengetahuan baik mengenai gejala insomnia adalah 55 orang (77,5%), yang memiliki pengetahuan buruk mengenai klasifikasi insomnia adalah 37 orang (52,1%), yang memiliki pengetahuan baik mengenai dampak insomnia adalah 38 orang (53,5%) dan yang memiliki pengetahuan baik mengenai penetalaksanaan insomnia adalah 56 orang (78,9%). Saran untuk penelitian selanjutnya menggunakan metode yang berbeda seperti metode eksperimen.

(9)

ix

KATA PE NGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan

rahmat dan karunia-nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan proposal skripsi

dengan judul “Gambaran Pengetahuan Lansia Tentang Insomnia Di PSTW

Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan” yang disusun dan diajukan sebagai

salah satu persyaratan untuk seminar proposal penelitian sebelum melakukan

penelitian. Shalawat serta semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad saw, pembawa syari’ah-Nya yang universal bagi semua makhluk dalam setiap waktu dan tempat sampai akhir zaman, khusus untuk peneliti, Nabi

Muhammad-lah sebagai inspirasi bagi peneliti dalam menentukan judul proposal

skripsi, karena setiap kata, ucap, langkah, dan perbuatan beliau adalah teladan

bagi seluruh makhluk dia alam semesta.

Dalam penyusunan proposal skripsi ini, banyak kesulitan dan hambatan

yang peneliti hadapi. Namun, karena mendapatkan dukungan dan bantuan yang

luar biasa dari berbagai pihak, baik secara langsung dan tidak langsung, sehingga

peneliti dapat menyelesaikan proposal skripsi ini dengan sebaik-baiknya. Dengan

ini, peneliti ingin mengungkapkan rasa hormat dan terima kasih serta penghargaan

yang tidak terhingga, kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan hamba kesempatan untuk terus belajar

di bangku kuliah.

2. Prof. Dr. H Arif Sumantri, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Maulina Handayani, S.Kp.,MSN dan Ibu Ernawati,

S.Kp.,M.Kep.,Sp.KMB, selaku Ketua Program Studi dan Sekretaris

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu

(10)

x

4. Ibu Ernawati, S.Kp,M.Kep,Sp.KMB selaku dosen pembimbing I yang

telah meluangkan waktunya selama membimbing skripsi, dengan

ketulusan hati saya mengucapkan banyak terima kasih

5. Jamaludin, S.Kp,M.Kep selaku dosen pembimbing II yang telah

meluangkan waktunya selama membimbing skripsi, dengan ketulusan hati

saya mengucapkan banyak terima kasih.

6. Segenap Bapak dan Ibu Dosen atau Staf Pengajar, pada lingkungan

Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas dan Ilmu Kesehatan

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

memberikan ilmu pengetahuannya kepada peneliti selama duduk pada

bangku kuliah.

7. Segenap Jajaran Staf dan Karyawan Akademik dan Perpustakaann

Fakultas yang telah banyak membantu dalam pengadaan

referensi-referensi sebagai bahan rujukan skripsi.

8. Koordinator PSTW Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan serta

jajarannya yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti dalam

mencari data-data sekaligus sebagai bahan rujukan proposal skripsi.

9. Ucapkan terima kasih peneliti haturkan secara khusus kepada ibunda ku

tersayang Hj, Nuraini dan Bapak ku terhormat H.M.Tohir yang senantiasa

memberikan dukungan penuh berupa doa dan selalu mengiringi setiap

langkahku dengan doa tulus ikhlas sehingga peneliti dapat menyelesaikan

pendidikan pada jenjang perguruan tinggi.

10.Kakak-kakakku H. Sopian, H. Sopiadin dan Hj. Jumrah yang dengan

pengorbanan serta perjuangannnya menjadikan kekuatan untuk

menyelesaikan skripsi ini.

11.Sahabat-sahabat terdekatku Sri Emilia, Irma Putri Ananda, Puspa Ayu

Priadi, Firdiana Destiawati, Syarifah Hanif, Khimmatul Khaira, Fatimah,

Istiqomah Prilaz, dan Nur Indah Ritonga yang telah memberikan

dukungan serta telah memberikan banyak masukan dalam pembuatan

skripsi ini.

12.Teman-teman seperjuangan Program Studi Ilmu Keperawatan angkatan

(11)

xi

dukungan, semangat, kenangan dan kebersamaan yang indah selama ini.

Tetap semangat ya teman-teman seperjuanganku. Semoga ikatan

kekeluargaan kita terus kuat dengan silaturrahim yang baik.

Akhir kata, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga

peneliti dapat memperbaiki proposal skripsi ini. Peneliti berharap semoga

penelitian ini dapat bermanfaat khususnya bagi peneliti dan umumnya bagi

pembaca yang mempergunakannya terutama untuk proses kemajuan pendidikan

selanjutnya.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb

Jakarta, Juni 2016

(12)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

LEMBARAN PERNYATAAN ... iv

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... vi

ABSTRACT ... vii

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. LANSIA ... 7

1. Pengertian Lansia ... 7

2. Perubahan Pada Lansia ... 8

B. INSOMNIA ... 18

1. Pengertian Insomnia ... 18

2. Etiologi Insomnia ... 19

3. Gejala Insomnia ... 26

4. Klasifikasi Insomnia ... 27

5. Penatalaksanaan Insomnia ... 30

C. PENGETAHUAN ... 33

1. Pengertian Pengetahuan ... 33

(13)

xiii

D. KERANGKA TEORI ... 37

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL A. Kerangka Konsep ... 38

B. Definisi Operesional ... 39

BAB IV METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 42

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 42

C. Populasi Dan Sampel ... 43

D. Instrumen Penelitian ... 44

E. Uji Validitas Validitas Dan Realibilitas ... 45

F. Langkah-Langkah Pengumpulan Data ... 46

G. Pengolahan Data ... 48

H. Analisis Statistik ... 49

I. Etika Penelitian ... 50

BAB V HASIL PENELITIAN A. Gambar Umum Lokasi Penelitian ... 51

B. Hasil Analisa Univariat ... 52

BAB VI PEMBAHASAN A. Analisa Univariat ... 59

B. Keterbatasan Penelitian ... 67

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 68

B. Saran ... 69

Daftar Pustaka

(14)

xiv

DAFTAR T ABEL

Nomor Tabel Halaman

Tabel 3.2 Definisi Operasional 39

Tabel 4.1 Instrument Penelitian 45

Tabel 5.1 Distribusi Responden Menurut Jenis Kelamin di PSTW 52

Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan

Tabel 5.2 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pendidikan 53

di PSTW Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan

Tabel 5.3 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan 53

di PSTW Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan

Tabel 5.4 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan 54

Mengenai Definisi Insomnia di PSTW Budi Mulia 03

Margaguna Jakarta Selatan

Tabel 5.5 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan 55

Mengenai Etiologi Insomnia

Tabel 5.6 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan 55

Mengenai Gejala Insomnia

Tabel 5.7 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan 56

Mengenai Klasifikasi Insomnia

Tabel 5.8 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan 57

Mengenai Dampak Insomnia

Tabel 5.9 Distribusi Responden Menurut Tingkat Pengetahuan 57

(15)

xv

DAFTAR B AGAN

Nomor Bagan Halaman

Bagan 2.1 Kerangka Teori 37

(16)

1

BAB I

PE NDAH ULUAN

A. Latar Belakang

Menua adalah proses alami yang disertai dengan adanya penurunan

kondisi fisik serta penurunan fungsi organ tubuh. Hal ini juga diikuti dengan

perubahan emosi secara psikologis dan kemunduran kognitif. Hal-hal lain yang

juga sering muncul pada lansia seperti kecemasan yang berlebihan, kepercayaan

diri menurun, insomnia, semuanya saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan

itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah gangguan tidur pada lansia

(Setyaningtyas, 2014).

Insomnia adalah ketidakmampuan untuk tidur walaupun ada keinginan

untuk melakukannya. Keluhan insomnia mencakup ketidakmampuan untuk

tertidur, sering terbangun, ketidakmampuan untuk melanjutkan tidur, serta

terbangun lebih awal (Stanley & Beare, 2006). Seseorang dapat dikategorikan

menderita insomnia apabila mengalami kesulitan untuk masuk tidur atau

kesulitan untuk mempertahankan tidur (Durand & Barlow, 2006). Insomnia

juga bisa dikatakan sebagai gangguan tidur yang membuat penderita merasa

belum cukup tidur pada saat terbangun (Kurnia, 2015).

Menurut World Health Organization (WHO) di Amerika Serikat lansia

yang mengalami gangguan tidur pertahun sekitar 100 juta orang. Insomnia

(17)

sekitar 20%-50% orang dewasa melaporkan adanya gangguan tidur dan sekitar

17% mengalami gangguan tidur serius. Prevalensi gangguan tidur lansia

diantaranya yaitu sekitar 67% pada tahun 2010 (Utami, 2015). Pada usia lanjut

40 tahun di jumpai 7% kasus yang mengeluh masalah tidur (hanya tidur tidak

lebih lima jam perhari). Masalah yang sama juga di jumpai pada kelompok usia

70 tahun sebanyak 22%. Kelompok usia lanjut ini sering terbangun lebih awal,

dan terdapat 30% usia 70 tahun terbangun pada malam hari.

Menurut National Institute of Health America, jumlah penderita

insomnia lebih tinggi dialami oleh lansia, dimana satu dari empat pada usia 60

tahun atau lebih mengalami sulit tidur yang serius dengan lama waktu tidur dari

empat jam. Gangguan tidur menyerang 50% lansia yang tinggal di rumah dan

66% lansia yang tinggal di fasilitas jangka panjang, misalnya panti sosial.

Busko dan vega (2008) dalam penelitiannya juga menyebutkan bahwa

prevalensi insomnia sekitar 10-17% terjadi pada lansia yang tinggal di

komunitas (Fitriani, 2014). Hasil survei epidemiologi (2008), di dapatkan

bahwa prevalensi kejadian insomnia pada lansia di Indonesia sekitar 49% atau

9,3 juta lansia. Di pulau Jawa dan Bali prevalensi insomnia juga cukup tinggi

sekitar 44% dari jumlah total lansia sebanyak 18,96 juta orang (Dinkes 2008).

Insomnia disebabkan beberapa faktor, yaitu psikologis dan biologis,

penggunaan obat-obatan dan alkohol, lingkungan yang mengganggu serta

kebiasaan buruk, juga dapat menyebabkan gangguan tidur. Faktor psikologis

memegang peranan utam tehadap kecenderungan insomnia (wibowo, 2009).

Kondisi ini dapat di akibatkan oleh banyak gangguan fisik, misalnya batuk, rasa

(18)

napas (asma,bronkitis). Insomnia juga dapat disebabkan oleh penggunaan

alkohol berlebihan dan terutama kafein yang terdapat dalam kopi,teh, coklat dan

minuman kola. Juga beberapa jenis obat bisa mengganggu fisiologi tidur,

misalnya analgesik (yang mengandung kofein), anoreksansia,glukokortkoida,

agonis dopamin, beta-blockers dan beberapa obat psikotropik (fluoksetin,

risperidon,sindrom penarikan benzodiazepin) (Tjay, 2007).

Masalah yang muncul pada lansia yang mengalami insomnia yaitu

kesulitaan untuk tidur, sering terbangun lebih awal, sakit kepala di siang hari,

kesulitan berkonsentrasi, dan mudah marah. Dampak yang lebih luas akan

terlihat depresi, insomnia juga berkontribusi pada saat mengerjakan pekerjaan

rumah maupun berkendara, serta aktivitas sehari-hari dapat terganggu

(Rafiudin, 2004). Jika lansia kurang tidur yaitu perasaan bingung, curiga,

hilangnya produktivitas kerja, serta menurunya imunitas. Kurang tidur

menyebabkan masalah pada kualitas hidup lansia, memperburuk penyakit yang

mendasarinya, mengubah perilaku, suasana hati menjadi negatif,

mengakibatkan kecelakaan, seperti terjatuh, serta kecelakaan dalam rumah

tangga. Insomnia juga dapat meyebabkan kematian pada lansia (Fitriani,2014).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Panti Sosial Tresna Werdha

Budi Mulya 3 Margaguna Jakarta Selatan tanggal 08 November 2015 dengan

melakukan observasi dan wawancara pada lansia sebanyak lima belas orang.

Dari lima belas orang terdapat empat belas orang lansia tidak mengetahui

tentang insomnia atau gangguan tidur. Sedangkan hasil wawancara dari sepuluh

orang lansia, didapatkan pengetahuan tentang penanganan insomnia masih

(19)

penanganan sering dilakukan yaitu dengan cara minum kopi, merokok, nonton

tv dan duduk sedangkan tiga orang didapatkan pengetahuan tentang penanganan

insomia dengan tepat, dapat dibuktikan yaitu dengan cara tidur seperti

membaca buku sebelum tidur, makan sebelum tidur dan olahraga.

Melihat besarnya dampak yang ditimbulkan oleh insomnia, fenomena

penanganan yang salah akibat insomnia, dan studi pendahuluan yang dilakukan

pada daerah tersebut serta belum ditemukannya penelitian terkait hal tersebut,

maka peneliti tertarik untuk melakukan sebuah penelitian tentang “Gambaran

Pengetahuan lansia tentang insomnia di Panti Sosial Tresna Werdha Budi

Mulya 03 Margaguna Jakarta Selatan”.

B. Rumusan Masalah

Pertanyaaan penelitian yang diajukan berdasarkan latar belakang masalah

yang telah disebutkan diatas adalah “Gambaran Pengetahuan Lansia Tentang

Insomnia di Panti Sosial Tresna werdha (PSTW) Budhi Mulya 03 Margaguna

Jakarta Selatan”.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi bagaimana

(20)

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi karakteristik demografi penderita insomnia meliputi

jenis kelamin, dan pendidikan pada lansia di Panti Sosial Tresna

werdha (PSTW) Budhi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan.

b. Mengidentifikasi pengetahuan lansia mengenai insomnia berdasarkan

definisi, etiologi, gejala, klasifikasi, dampak, dan penatalaksanaan di

Panti Sosial Tresna werdha (PSTW) Budhi Mulya 03 Margaguna

Jakarta Selatan.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pelayanan Kesehatan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan

kepada Panti Sosial Tresna werdha (PSTW) Budhi Mulya 03 Margaguna

Jakarta Selatan mengenai gambaran pengetahuan lansia tentang insomnia.

Penelitian ini juga diharapkan agar dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan dalam membuat intervensi keperawatan.

2. Bagi Pendidikan Keperawatan

Diharapkan penelitian ini memberikan tambahan informasi dan referensi

ilmu keperawatan gerontik dalam peningkatan pengetahuan dan pedoman

tindakan keperawatan dalam mengatasi masalah insomnia pada lansia.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan gambaran dan informasi untuk

melakukan pengembangan penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan

(21)

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini dimaksutkan untuk mengetahui gambaran pengetahuan

lansia tentang insomnia. Penelitian kuantitatif dengan metode yang digunakan

adalah deskriptif, menggunakan tehnik pengambilan total sampling. Populasi

dalam penelitian ini adalah lansia yang berada di Panti Sosial Tresna werdha

(PSTW) Budhi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan. Instrumen penelitian yang

(22)

7

BAB II

TINJ AUAN PUSTAK A

A. LANSIA

1. Pengertian Lansia

Usia lanjut dikatakan sebagai tahap perkembangan pada daur

kehidupan manusia. Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU

No. 13 tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut

adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun

(Maryam, 2008). Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan

tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang di tandai dengan

penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress

lingkungan (Efendi, 2009). Menurut World Health Organization

(WHO), lanjut usia meliputi:

a. Usia pertengahan (middle age) antara 45-59 tahun

b. Usia lanjut (elderly) antara 60-74 tahun

c. Usia tua (old) antara 75-90 tahun

(23)

2. Perubahan Pada Lansia

Menurut Efendi (2009), perubahan pada lansia yaitu:

a. Perubahan fisik

1. Sel

Pada lansia, jumlah selnya akan lebih sedikit dan

ukurannya akan lebih besar. Cairan tubuh dan cairan

intraseluler akan berkurang, proporsi protein di otak, ginjal,

darah, dan otak menjadi atrofil.

2. Sistem Persarafan

Rata-rata berkurangnya saraf neacortical sebesar 1 per

detik (Pakkeberg dkk, 2003), hubungan persarafan cepat

menurun, lambat dalam merespons baik dari gerakan maupun

jarak jauh waktu, khususnya dengan stres, mengecilnya saraf

panca indra, serta menjadi kurang sensitif terhadap sentuhan.

3. Sistem Pendengaran

Gangguan pada pendengaran (psibiaskusis), membran

timpani mengalami atrofi, terjadi pengumpulan dan pengerasan

serumen karena peningkatan keratin, pendengaran menurun

pada lanjut usia yang mengalami ketengangan jiwa atau stres.

4. Sistem Penglihatan

Timbul sklerosis pada sfingter pupil dan hilangnya respons

terhadap sinar, kornea lebih berbentuk seperti bola (sferis),

lensa lebih suram (keruh) dapat menyebabkan katarak,

(24)

terhadap kegelapan menjadi lebih lambat dan sulit untuk

melihat dalam keadaan gelap, hilangnya daya akomodasi,

menurunnya lapang pandang, dan menurunnya daya untuk

membedakan, antara warna biru dengan hijau pada skala

pemeriksaan.

5. Sistem Kardiovaskular

Elastisitas dinding aorta menurun, katup jantung menebal

dan menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah

menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun, hal ini

menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.

Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas

pembuluh darah perifer untuk oksigenasi, sering terjadi postural

hipotensi, tekanan darah meningkat diakibatkan oleh

meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer.

6. Sistem Pengaturan Suhu Tubuh

Suhu tubuh menurun (hipotermia) secara fisiologis ± 350C,

haal ini diakibatkan oleh metabolisme yang menurun

keterbatasan refleks mengigil dan tidak dapat memproduksi

panas yang banyak sehingga terjadi rendahnya aktivitas otot.

7. Sistem pernafasan

Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi

kaku, menurunya aktivitas dari silia, paru-paru kehilangan

elastisitas sehingga kapasitas residu meningkat, menarik nafas

(25)

kedalaman bernapasan menurun. Ukuran alveoli melebar dari

normal dan jumlahnya berkurang, oksigen pada arteri menurun

menjadi 75 mmHg, kemampuan untuk batuk berkurang, dan

penurunan kekuatan otot pernapasan.

8. Sistem Gastrointestinal

Kehilangan gigi, indra pengecapan mengalami penurunan,

esofagus melebar, sensitivitas akan rasa lapar menurun,

produksi asam lambung dan waktu pengosongan lambung

menurun, peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi,

fungsi absorbsi menurun, hati (liver) semakin mengecil dan

menurunya tempat penyimpangan, serta berkurangnya suplai

darah.

9. Sistem Genitourinaria

Ginjal mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran darah

keginjal penuruanan hingga 50%, fungsi tubulus berkurang

(berakibat pada penurunan kemampuan ginjal untuk

mengonsentrasikan urine, berat jenis urine menurun, proteinuria

biasanya +1), blood urea nitrogen (BUN) meningkat hingga 21

mg%, nilai ambang ginjal terhadap glukosa meningkat.

Otot-otot kandung kemih (vesica urinaria) melemah, kapasitasnya

menurun hingga 200 ml dan menyebabkan frekuensi buang air

kecil meningkat, kandung kemih sulit dikosongkan sehingga

(26)

sebagian besar mengalami pembesaran prostat hingga ±75%

dari besar normalnya.

10.Sistem endokrin

Menurun produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH, aktivitas

tiroid, basal metabolic rate (BMR), daya pertukaran gas,

produksi aldosteron, serta sekresi hormon kelamin seperti

progestero, estrogen, dan testeron.

11.Sistem integumen

Kulit menjadi keriput akibat kehilangan jaringan lemah,

permukaan kulit kasar dan berisik, menurunya respons terhadap

trauma, mekanisme proteksi kulit menurun, kulit kepada dan

rambut menipis serta berwarna kelabu, rambut dalam hidung

dan telinga menebal, berkurangnya elastisitas akibat

menurunnya cairan dan vaskularisasi, pertumbuhan kuku lebih

lambat, kuku jari menjadi keras dan rapuh, kuku kaki tumbuh

secara berlebihan dan seperti tanduk, kelenjar keringat

berkurang jumlahnya dan fungsinya, kuku menjadi pudar dan

kurang bercahaya.

12.Siatem Muskuloskeletal

Tulang kehilangan kepadatannya (density) dan semakin

rapuh, kofosis, persendian membesar dan menjadi kaku, tendon

mengerut dan mengalami sklerosis, atrofi serabut otot sehingga

gerak seseorang menjadi lambat, otot-otot kram dan menjadi

(27)

b. Perubahan mental

Faktor-faktor memengaruhi perubahan mental adalah

perubahan fisik, kesehatan umum, tingkat pendidikan, keturunan

(hereditas), lingkungan, tingkat kecerdasan (intellegence

quotient-I.Q), dan kenangan (Memory), kenangan dibagi menjadi dua, yaitu

kenangan jangka panjang (berjam-jam sampa berhari-hari yang

lalu) mencakup beberapa perubahan dan kenangan jangka pendek

atau seketika (0-10 menit) biasanya dapat berupa kenangan buruk.

c. Perubahan Psikososial

Perubahan psikososial terjadi terutama setelah seseorang

mengalami pensiun. Berikut ini adalah hal-hal yang akan terjadi

pada masa pensiun:

1. Kehilangan sumber finansial atau pemasukan (income)

berkurang

2. Kehilangan status karena dulu mempunyai jabatan posisi yang

cukup tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya

3. Kehilangan teman atau relasi

4. Kehilangan pekerjaan aau kegiatan

5. Merasakan atau kesadaran akan kematian (sense of awareness

of mortality)

d. Perubahan Pola tidur

Perubahan pola tidur pada usia lanjut banyak disebabkan

oleh kemampuan fisik usia lanjut yang semakin menurun.

(28)

tubuh yang menurun juga, seperti jantung, paru-paru , dan ginjal.

Penurunan tersebut mengakibatkan daya tahan tubuh dan

kekebalan turut berpengaruh. Sedangkan diatas usia 50 tahun

rata-rata 6 jam sudah cukup (Tjay, 2007). Pada usia lanjut biasanya

insomnia lebih sering menyerang. Hal ini terjadi sebagai efek

samping (sekunder) dari penyakit lain, seperti nyeri sendi,

osteoporosis, payah jantung, parkinson atau depresi (Prasadja,

2009).

1. Fisiologis Tidur

Tidur adalah irama biologis yang komples (Kozier, 2008).

Tidur adalah proses fisiologis yang bersiklus dan bergantian

dengan periode yang lebih lama dari keterjagaan (Potter dan

Perry, 2005). Tidur ditandai dengan aktivitas fisik yang

minimal, perubahan proses fisiologis tubuh, dan penurunan

respon terhadap rangsangan eksternal (Kozier, 2008).

Siklus tidur-terjaga mempengaruhi dan mengatur fungsi

fisiologis serta respon perilaku. Individu mengalami irama

siklus sebagai bagian dari kehidupan mereka setiap hari. Irama

yang paling dikenal adalah irama diurnal atau irama sikardian,

yang merupakan siklus 24 jam (siang dan malam) (Potter dan

Perry, 2005). Irama sirkadian mempengaruhi pola fungsi

biologis utama dan fungsi perilaku. Fluktuasi dan perkiraan

suhu tubuh, denyut jantung, tekanan darah,sekresi hormon,

(29)

pemeliharaan siklus sirkadian 24 jam. Irama sikardian

dipengaruhi oleh cahaya dan suhu, selain faktor eksternal

seperti aktivitas sosial dan rutinitas pekerjaan. Perubahan

dalam suhu tubuh juga berhungan dengan pola tidur individu,

termasuk lansia (Saryono, 2010).

Tidur melibatkan suatu urutan keadaan fisiologis yang

dipertahankan oleh integrasi tinggi aktivitas sistem saraf pusat

yang berhubungan dengan perubahan dalam sistem saraf

perifer, endokrin, kardiovaskuler, pernapasan, dan muskular

(Robinso, 1993 dalam Potter & Perry, 2005). Kontrol dan

pengaturan tidur tergantung pada hubungan antara dua

mekanisme serebral yang mengaktivasi secara intermiten dan

menekan pusat otak tertinggi untuk mengontrol tidur terjaga

(Potter dan Perry, 2005).

Sistem aktivasi retikular (SAR) berlokasi pada batang otak

teratas, SAR dipercayai terdiri atas sel khusus yang

mempertahankan kewaspadaan dan terjaga, SAR menerima

stimulus sensori visula, auditori, nyeri dan taktil. Aktivitas

korteks serebral (misal, proses emosi atau pikiran) juga

menstimulasi SAR (Potter dan Perry, 2005). Keadaan terjaga

atau siaga yang berkepanjangan sering dihubungkan dengan

gangguan proses berpikir yang progresif dan terkadang dapat

menyebabkan aktivitas perilaku yang abnormal (Guyton,

(30)

Tidur dapat dihasilkan dari pengeluaran serotonin dalam

sistem tidur raphe pada pons dan otak depan bagian tengah.

Daerah otak juga disebut bulbar synchronizing region (BSR).

Ketika individu mencoba tertidur, mereka akan menutup mata

dan berada dalam keadaan yang rileks. Stimulus ke SAR

menurun. Jika ruangan gelap dan tenang, aktivaasi SAR

selanjutnya akan menurun. BSR mengambil alih yang

kemudian menyebabkan tidur (Potter dan Perry, 2005).

Sistem saraf pusat mengatur pola tidur setiap individu. Ada

dua jenis tidur, yaitu tidur REM (Rapid Eye Movement) dan

NREM (Non Rapid Eye Movement). Setiap individu, berapapun

usianya, perlu melewati 2 tahapan tidur ini dalam setiap

tidurnya. Siklus tidur terdiri dari 4 tahapan NREM dan 1 tahap

REM. Tidur NREM berawal dari relaksasi dan berlanjut pada

tidur yang semakin dalam. Tidur REM adalah tidur terdalam

dan sangat penting untuk tidur di malam hari. Jika tidur

seseorang terganggu, maka siklus tidur akan dimulai dari awal

dan banyak tidur dalam yang diperlukan untuk kondisi sehat

(31)

Siklus tidur-bangun serta berbagai tahapan tidur disebabkan

oleh hubungan timbal-balik antara tiga sistem saraf:

a. Sistem terjaga, yaitu bagian dari reticular activating

system yang berasal dari batang otak.

b. Pusat tidur gelombang lambat di hipotalamus yang

mengandung neuron tidur yang menginduksi tidur.

c. Pusat tidur paradoksal di batang otak yang mengandung

neuron tidur REM, yang menjadi sangat aktif sewaktu

tidur REM.

Pola interaksi di antara ketiga regio saraf ini, yang

menghasilkan rangkaian sejenis tidur, kini menjadi bahan

penelitian intensif. Para ilmuwan saraf baru-baru ini

mempelajari bahwa neuron yang membuat seseorang terjaga

melepaskan muatan secara otonom (sendiri) dan terus-Bangun

NREM I

NREM III NREM II

NREM IV

NREM III NREM II

REM NREM II

(32)

menerus. Neuron-neuron ini harus di hambat agar kita dapat

tidur, mungkin oleh PPI yang dihasilkan oleh masukan dari

neuron tidur atau oleh masukan inhibitorik lain. Neuron tidur

REM dipercayai berfungsi sebagai tombol antara tidur

gelombang lambat dan tidur REM (Sherwood, 2011).

2. Gangguan Tidur

a. Pengertian Gangguan tidur

Gangguan tidur pada usia lanjut biasanya muncul

dalam bentuk kesulitan untuk tidur dan sering terbangun

atau bangun terlalu awal. (Prasadja, 2009). Gangguan tidur

sering dijumpai pada usia lanjut (Anies, 2005). Gangguan

tidur umum terjadi adalah insomnia (Semiun, 2006).

b. Klasifikasi Gangguan Tidur Pada Lansia

Menurut Stanley (2006), lansia seringkali mengeluh

tiga gangguan utama dalam memulai dan mempertahankan

tidur, yaitu:

1. Insomnia

Insomnia adalah ketidakmampuan untuk tidur

walaupun ada keinginan untuk melakukannya. Lansia

rentan terhadap insomnia karena adanya perubahan pola

tidur yang biasanya menyerang tahap 4 NREM.

Keluhan insomnia mencakup ketidakmampuan untuk

tertidur, seringkali terbangun, ketidakmampuan untuk

(33)

2. Hipersomnia

Hipersomnia dicirikan dengan tidur lebih dari 8 atau

9 jam per periode 24 jam, dengan keluhan tidur yang

berlebihan. Penyebab hipersomnia ini masih bersifat

spekulatif tetapi dapat berhubungan dengan

ketidakaktifan, gaya hidup yang membosankan, ataupun

depresi. Lansia dengan hipersomnia dapat menunjukkan

kantuk di siang hari. Keluhan tentang keletihan,

kelemahan, dan kesulitan mengingat juga merupakan

hal yang seringkali terjadi (stanley & Beare, 2006).

3. Apnea Tidur

Apnea tidur (sleep apnea) adalah berhentinya

persapasan selama tidur. Gangguan ini didefinisikan

dengan adanya tanda gejala, yaitu mendengur,

berhentinya pernapasan minimal 10 detik, dan rasa

kantuk di siang hari yang luar biasa. Lansia dengan

apnea tidur dapat mengalami henti napas maksimal

sebanyak 300 kali dengan episode apnea dapat berakhir

dari 10 sampai 90 detik.

B. INSOMNIA

1. Pengertian Insomnia

Susilo dan Wulandari (2011) menjelaskan bahwa insomnia adalah

suatu keadaan dimana seseorang mengalami kesulitan tidur, terutama

(34)

yang buruk, walaupun mempunyai kesempatan tidur yang cukup ini

akan mengakibatkan perasan tidak bugar setelah bangun dari tidur.

Insomnia dapat berupa kesulitan untuk tidur atau kesulitan untuk

tetap tertidur. Bahkan seseorang yang terbangun dari tidur, tetapi

merasa belum cukup tidur dapat disebut mengalami insomnia. Dengan

demikian, insomnia merupakan ketidakmampuan untuk mencukupi

kebutuhan tidur baik secara kualitas maupun kuantitas (Asmadi, 2008).

2. Etiologi Insomnia

Menurut Potter & Perry (2006) penyebab insomnia mencakup: a. Faktor psikologi

Lanjut usia sering mengalami kehilangan yang mengarah

pada stress emosional. Stress emosional menyebabkan seseorang

menjadi tegang dan seringkali mengarah frustasi apabila tidak

tidur. Stress juga menyebabkan seseorang mencoba terlalu keras

untuk tidur, sering terbangun selama siklus tidur, atau terlalu

banyak tidur. Stress yang berlanjut akan menyebabkan kebiasaan

tidur yang buruk.

b. Penyakit fisik

Sesak nafas pada orang yang terserang asma, hipertensi,

penyakit jantung koroner sering dikarakteristikkan dengan episode

nyeri dada yang tiba-tiba dan denyut jantung yang teratur.

Sehingga seringkali mengalami frekuensi terbangun yang sering,

nokturia atau berkemih pada malam hari, dan lansia yang

(35)

sebelum tidur mereka mengalami berulang kali kambuh gerakan

berirama pada kaki dan tungkai.

c. Faktor lingkungan

Lingkungan yang bising, tempat tidur yang kurang nyaman,

tingkat cahaya dan suhu yang terlalu ekstrim dapat menjadi faktor

penyebab susah tidur.

d. Gaya hidup

Alkohol, rokok, kopi, obat penurun berat badan, jam kerja

yang tidak teratur, juga dapat menjadi faktor penyebab sulit tidur.

e. Pengobatan medis

Banyak sekali obat-obat yang membuat susah tidur.

Obat-obatan tersebut menyebabkan insomnia ketika dikonsumsi

mendekati waktu tidur atau ketika dosisya ditingkatkan. Beberapa

obat yang dapat menyebabkan insomnia antara lain: antidepresan,

dopamine agonis (beberapa pengobatan pada parkinson),

psikostimultan, amfetamin, antikonvulsan, obat demam,

dekongestan, efedrin dan pseudoefedrin, kortison, dan

adrenokortikotropin, beta agonis, teofilin, pengobatan untuk

menurunkan tekanan darah, lipid dan agaen penurun kolestrol,

diuretik, kafein, niasin, antibiotik quinolone, dan agen

antineoplastik.

Menurut Rafknowledge (2004) faktor-faktor penyebab

(36)

a. Stres atau kecemasan, seseorang didera kegelisahan yang

dalam. Biasanya karena memikirkan permasalahan yang

sedang dihadapi.

b. Depresi, selain menyebabkan insomnia, depresi juga bisa

menimbulkan keinginan tidur terus sepanjang waktu karena

ingin melepaskan diri dari masalah yang dihadapi. Depresi bisa

menyebabkan insomnia dan sebaliknya insomnia menyebabkan

depresi.

c. Kelainan-kelainan kronis, kelainan tidur (seperti tidur apnea),

diabetes, sakit ginjal, artritis, atau penyakit yang mendadak

seringkali menyebabkan kesulitan tidur.

d. Efek samping pengobatan, pengebotan untuk suatu penyakit

juga dapat penyebab insomnia.

e. Pola makan yang buruk, mengonsumsi makanan berat sesaat

sebelum pergi tidur bisa menyulitkan seseorang jatuh tidur.

f. Kafein, nikotin, dan alkohol, kafein dan nikotin adalah zat

stimulan. Alkohol dapat mengacaukan pola tidur.

g. Kurang berolahraga juga bisa menjadi faktor sulit tidur yang

signifikan.

Ada empat penyebab insomnia menurut Junaidi (2007), yaitu:

a. Predisposisi psikologis dan biologis

Kedua faktor tersebut kadangkala menyatu menjadi bentuk

(37)

biologis dan sebaliknya. (psiko = kejiwaan; soma = dinding,

tubuh). Misalnya bagi seseorang yang jantungnya mudah

berdebar-debar lebih cepat dan suhu tubuhnya lebih hangat dari

biasanya maka berkecenderungan untuk susah tidur. Jika

tertidur maka akan sentitif untuk bangun. Di samping itu,

sejumlah penyakit fisik juga menjadi aspek pencetus gangguan

insomnia, misalnya asma, rematik, maag, ginjal, dan thyroid.

Aspek psikis dan biologis ini berkombinasi membentuk

ikatan yang saling memengaruhi. Jika orang memiliki masalah

dengan tubuh seperti mengidap suatu penyakit, menderita luka

dibagian-bagian tubuh yang sangat penting, di wajah misalnya,

kendati tidak serius seseorang pasti gelisah memikirkan

pengaruh luka tersebut bagi ketampanan atau kecantikan.

Kecemasan ini dapat mengacaukan ketenangan yang berakibat

pada susah tidur.

Demikian juga jika seseorang memiliki masalah psikis yang

menyita perhatian, seperti tekanan pekerjaan yang kunjung

usai, masa depan yang tidak jelas, serta sejumlah masalah

keluarga yang menimbulkan kegelisahan. Pikiran seseorang

akan membuat syaraf terus menegang sehingga orang pun susah

tidur.

Secara khusus, faktor psikologis juga memegang peran

utama terhadap kecenderungan insomnia. Hal ini disebabkan

(38)

kemudian memengaruhi sistem saraf pusat sehingga kondisi

fisik senantiasa siaga. Misalnya ketika seseorang sedang

memiliki problematika pelik di lingkungan kantor, maka jika

ambang psikologisnya rendah akan menyebabkan fisik susah

diajak kompromi untuk tidur. Di sisi faktor kecemasan

ketegangan, dan ketidakpastian hidup menyebabkan gangguan

insomnia.

Faktor-faktor psikologis yang menyebabkan insomnia

adalah kegelisahan, ketakutan, perasaan bersalah, dan perasaam

cemas atau stres sebagai antisipasi terhadap peristiwa-peristiwa

yang akan datang. Insomnia dapat terjadi sebagai reaksi simtom

yang sederhana atau mungkin berkaitan dengan kondisi-kondisi

psikiatrik lain, seperti reaksi kecemasan (kecemasan neurosis),

depresi, dan mania. Dalam hala-hal seperti itu kekuatan

insomnia akan berhubungan dengan gangguan emosi yang berat

(Semiun, 2006).

b. Penggunaan obat-obatan dan alkohol

Banyak orang yang menganggap bahwa obat-obatan tidak

mungkin membuat mereka kesulitan untuk tidur. Justru

sebaliknya, sebagian besar dari obat-obatan tersebut bisa

menyebabkan kantuk. Makanya, nyaris semua iklan

obat-obatan ringan yang dijual bebas di pasaran menyertakan

(39)

Akibatnya, tidak sedikit orang yang mengonsumsi obat-obatan

tersebut sebelum tidur.

Sejumlah obat memang mengandung zat yang bisa

melemaskan syaraf dan membuat orang mengantuk. Tapi tidak

semuanya. Ada obat-obatan tertentu yang malah merangsang

syaraf-syaraf otak sehingga menunda kantuk. Misalnya adalah

obat diet dan obat untuk menghilangkan tersumbatnya hidung

(decongestant). Bahkan tidak sedikit obat flu yang dijual di

pasaran mengandung phenylpropanolamine atau perangsang

lain yang justru membuat seseorang tetap terjaga.

Sementara itu, alkohol awalnya memang menyebabkan

kantuk, namun dapat menganggu tidur. Mengonsumsi minuman

beralkohol malam hari dapat merangsang tubuh melakukan

metabolisme sehingga mengalami kesulitan tidur. Disamping

itu, alkohol menguras vitamin B yang mendukung sistem saraf

sehingga kalaupun mengantuk, seseorang takkan dapat tidur

dengan nyenyak.

c. Lingkungan yang mengganggu

Yang dimaksud lingkungan di sini mencakup dua hal :

1. Lingkungan tempat tinggal.

Bagaimana masyarakat yang tinggal di daerah

pedesaan yang tenang dan tenteram, lingkunga tidak pernah

jadi masalah serius yang bisa mengganggu kenikmatan

(40)

enua aktivitas di desa terhenti. Dengan demikian, suara

hiruk-pikuk serta bisingnya suara kendaraan bermotor juga

sanagt minim.

2. Situasi di dalam rumah.

Tinggal dirumah yang luas dengan ruangan tidur

privat tentu snagat berbeda dengan mendiami ruamh sempit

yang dihuni oleh banyak orang, sehingga tidak menyisakan

ruang tidur yang benar-benar nyaman. Ruang untuk

menonton TV yang berdekatan dengan kamar tidur juga

merupakan faktor yang sangat mengganggu untuk bisa

cepat tidur. Lebih-lebih jika salah satu anggota keluarga

merupakan pencadu televisi yang tidak mau mengerti

bahwa suara televisi yang tidak mau mengerti bahawa suar

televisi menimbulkan rasa penasaran sehingga pikiran

seseorang tidak bisa tenag dan tidur tidak nyaman.

Selain situasi lingkungan, suhu juga salah satu

faktor penyebab gangguan tidur. Banyak orang yang tidak

bisa tidur pada suhu yang terlalu ekstrem. Orang yang biasa

tinggal di daerah panas, takkan bisa tidur pulas di daerah

yang suhunya sangat dingin. Demikian juga sebaliknya.

d. Kebiasaan buruk

Pecandu rokok dan penikmat kopi, berarti kedua hal

tersebut bias dikategorikan sebagai kebiasaan buruk yang

(41)

Ada beberapa faktor yang menyebabkan seseorang mengalami

insomnia di antaranya adalah rasa nyeri, kecemasan, ketakutan,

tekanan jiwa, dan kondisi yang tidak menunjang untuk tidur. (Asmadi,

2008).

Menurut Maryam (2008), penyebab insomnia pada lansia adalah

sebagai berikut:

1. Kurangnya kegiatan fisik dan mental sepanjang hari sehingga

mereka masih semangat sepenjang malam.

2. Tertidur sebentar-sebentar sepanjang hari

3. Gangguan cemas dan depresi

4. Tempat tidur dan suasana kamar kurang nyaman.

5. Sering berkemih pada waktu malam karena banyak minum

pada malam hari.

6. Infeksi saluran kamih.

Menurut Sudarno (2009), resiko yang mungkin terjadi bagi

orang yang mengalami insomnia:

a. Stres yang tingkatannya relatif

b. Kesehatan fisiknya menurun

c. Sering bicara ngelantur (ngaco)

3. Gejala Insomnia

Penderita insomnia biasanya mengalami gejala-gejala seperti

selalu merasa letih dan lelah sepanjang hari dan secara terus menerus

(lebih dari sepuluh hari) mengalami kesulitan untuk tidur atau selalu

(42)

penderita terbangun lebih cepat dari yang diinginkannya dan tidak

dapat kembali tidur (maksum, 2009).

Gejala insomnia sering dapat dibedakan sebagai berikut:

a. Kesulitan memulai tidur (initial insomnia), biasanya disebabkan oleh adanya ganggua emosional/ketegangan atau gangguan fiisk, (misaln: keletihan yang berlebihan atau adanya penyakit yang mengganggu fungsi organ tubuh) (Lanywati, 2011).

b. Bangun terlalu awal (early awakening), yaitu dapat memulai tidur dengan normal, namun tidur mudah terputus dan/atau

bangun lebih awal dari waktu tidur biasanya, serta kemudian

tidak bisa tidur lagi. Gejala ini sering muncul seiring dengan

bertambanya usia seseorang atau karena depresi dan

sebagainya(Lanywati 2001).

Ciri-ciri orang yang mengalami insomnia adalah:

a. Tampak gelisah

b. Pandangan matanya kosong

c. Selera makannya rendah

d. Bertubuh kurus

e. Pembuluh darahnya menggelembung

4. Klasifikasi Insomnia

Menurut bedytalk (2008), pada prinsipnya ada tiga jenis

(43)

a. Insomnia Sementara

Pada insomnia sementara, gangguan tidur hanya beberapa

malam saja. Insomnia ini akan berakhir dari beberapa malam

sampai paling lama tiga atau empat minggu. Insomnia ini

biasanya berhubungan langsung dengan peristiwa yang

membuat penderita tertekan, misalnya baru kehilangan orang

yang dicintai, masalah keuangan, dirawat dirumah sakit,

menghadapi ujian, wawancara, pengadilan, hendak bepergian

ke luar kota atau pernikahan. Jangan terlalu cemas dengan

insomnia jenis ini karena semuanya akan berakhir dengan

segera.

b. Insomnia Jangka Panjang

Insomnia jangka pendek biasanya disebabkan oleh stres

mendadak (dari pekerjaan, sekolah, ataupun masalah

keluarga).

c. Insomnia kronis

Yang lebih berat dan lebih sulit diobati adalah insomnia

kronis. Insomnia ini akan berakhir sampai beberapa minggu,

bahkan bisa berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Umumnya

penderita termasuk dalam salah satu kelompok di bawah ini:

1. Kesulitan tidur saat pergi tidur

2. Tidur sedikit sekali atau tidak nyeyak, sering

terbangun, dan melek selama berjam-jam di tengah

(44)

3. Terbangun pagi-pagi sekali dan tidak dapat tidur lagi.

Sedangkan jika di tinjau dari segi etiologi menurut Junaidi (2007),

ada dua macam insomnia, yaitu :

a. Insomnia Primer

Pada insomnia primer, terjadi hyperarousal state di mana

terjadi aktivitas asceding reticular activating system yang

berlebihan. Pasien biasa tidur tapi tidak merasa tidur. Masa

tidur REM (tidur paradoksikal) sangat kurang, sedangkan masa

tidur NREM (tidur gelombang lambat) cukup, periode tidur

berkurang dan terbangun lebih sering. Insomnia primer ini tidak

berhubungan dengan kondisi kejiwaan, masalah neurologi,

masalah medis lainnya, ataupun penggunaan obat-obat tertentu.

b. Insomnia Sekunder

Insomnia sekunder disebabkan karena gangguan irama

sirkadian, kejiwaan, masalah neurologi atau masalah medis

lainnya, atau reaksi obat. Insomnia ini sangat sering terjadi

pada orang tua. Insomnia ini bisa terjadi karena psikoneurotik

dan penyakit organik. Pada orang dengan insomnia karena

psikoneurosis, sering didapatkan keluhan-keluhan non organik

seperti sakit kepala, kembung, badan pegal yang mengganggu

tidur. Keadaan ini lebih parah jika orang tersebut mengalami

ketegangan karena persoalan hidup. Pada insomnia sekunder

karena penyakit organik, pasien tidak bisa tidur atau kontinuitas

(45)

arthritis yang mudah terbangun karena nyeri yang ditimbulkan

karena perubahan sikap tubuh.

Ada tiga jenis insomnia yaitu: Insomnia Inisial adalah

ketidakmampuan seseorang untuk dapat memulai tidur. Insomnia

intermiten adalah ketidakmampuan untuk mempertahankan tidur atau

keadaan sering terjaga dari tidur dan insomnia terminal adalah bangun

secara dini dan tidak dapat tidur lagi (asmadi, 2008).

5. Penatalaksanaan Insomnia

a. Nonfarmakologi

Pencegahan insomnia menurut Sudarno (2009) yaitu:

1. Olahraga teratur sampai keluar keringat

2. Makan secara teratur

3. Menyelesaikan masalahnya secapatnya

4. Kalau masalahnya berat dan tak terselesaikan, harus bisa

cuek/tidak peduli (serahkan pada Allah)

5. Perlu sharing dengan orang yang dapat dipercaya

6. Tidur setelah tubuh benar-benar lelah

Menurut Sudarno (2009), cara pengobatannya (supaya bisa tidur):

1. Pijat kaki kanan dan kiri secara bergantian, mulai dari lutut

sampai telapak kaki, terutama celah-celah tulang kering dan

(46)

2. Berdiri dengan posisi tegak dan kaki setengah dilipat. Lakukan

sampai seseorang mengeluarkan banyak keringat. Kemudian

minum 1 gelas air putih hangat.

Perawat dapat membantu klien mengatasi insomnia melalui

pendidikaan kesehatan, menciptakan lingkungan yang nyaman,

melatih klien relaksasi, dan tindakan lainnya, (Asmadi, 2008).

Menurut Asmadi ( 2008), ada beberapa tindakan atau upaya

yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia yaitu:

1. Memakan-makanan berprotein tinggi sebelum tidur, seperti

keju atau susu. Diperkirakan bahwa triptofan, yang

merupakan suatu asam amino dari protein yang dicerna,

dapat membantu agar mudah tidur.

2. Usahakan agar selalu beranjak tidur pada waktu yang sama

3. Hindari tidur di waktu siang atau sore hari.

4. Berusaha untuk tidur hanya apabila merasa benar-benar

kantuk dan tidak pada waktu kesadaran penuh.

5. Hindari kegiatan-kegiatan yang membangkitkan minat

sebelum tidur.

6. Lakukakan latihan-latihan gerak badan setiap hari, tetapi

tidak menjelang tidur.

7. Gunakan tehnik-tehnik pelepasan otot-otot serta meditasi

(47)

b. Farmakologi

Dalam usaha mengatasi insomnia, pertama-tama penyebab

utamanya ditanggulangi dengan obat yang layak serta tepat dan

bukan ditangani dengan obat tidur. Misalnya dengan obat batuk,

analgetika (obat rema atau encok), relaksasi otot, vasodilator,

antidepresiva atau tranquillizer.

Obat tidur baru dapat digunakan bila semua tindakan itu

tidak berhasil dan lazimnya suatu benzodiazepin dengan

masa-paruh singkat dan dengan dosis serendah mungkin. Obat tidur

juga dapat dibenarkan penggunaannya pada insomnia yang

selewat, misalnya pada keadaan stres ringan, seperti perubahan

status kerja dan meninggalnya anggota keluarga.penggunaannya

hendaknya dibatasi sampai 1-3 malam dan tidak lebih lama dari

1-2 minggu untuk memperkecil risiko toleransi dan

ketegantungan. Pemberian obat secara bertahap dihentikan

setelah pasien dapat tidur kembali dengan nyenyak. Sering kali

penggunaan yang intermittent (tidak lebih sering di tiap malam

ketiga) sudah mencukupi.

Obat tidur non-benzodiazepin (zopiclon, zolpidem) yang

juga bekerja terhadap reseptor benzodiazepin, tetapi

diperkirakan tidak menimbulkan toleransi dan ketagihan.

Beberapa jenis anthistamin (mis. Prometazin) dan obat

anti-depresif (mis. Amitriptilin, inipramin, trazodon) tidak

(48)

digunakan sebagai obat tidur yang juga dapat memperpanjang

SWS (Tjay, 2007).

C. PENGETAHUAN

1. Pengertian Pengetahuan

Pengetahun (knowledge) adaalah hasil dari tahu dari manusia,

yang sekedar menjawab pertanyaaan “what” (notoatmodjo, 2010).

Pengetahuan ini terjadi setelah seseoranga melakukan penginderaaan

terhdap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain

yang sangat penting untuk terbentukmya perilaku seseorang ”

(notoatmodjo, 2010).

Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif mempunyai

enam tingkat, yakni:

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat nsuatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya.

b. Memehami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan

menjelaskan secara benar tentang objek yang yang diketahui,

(49)

c. Aplikasi (Aplication)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan

materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil

(sebenarnya).

d. Analisa (Analysis)

Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi

masih dalam suatu struktur organisasi tertentu, dan masih ada

kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk pada kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam bentuk keseluruhan

yang baru.

f. Evaluasi (Evaluasi)

Evaluasi ini beekaitan dengan kemampuan melakukan

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Pengukuran

pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari

subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2007).

2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Mubarak (2007) ada tujuh faktor-faktor yang

mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu :

(50)

dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa makin tinggi

pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima

informasi, dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan

yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat

pendidikannya rendah, akan menghambat perkembangan sikap

seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai yang

baru diperkenalkan.

b. Pekerjaan, lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperolah pengalaman dan pengetahuan baik secara

langsung maupun secara tidak langsung.

c. Umur, dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek psikis dan psikologis (mental).

Pertumbuhan fisik secara garis besar ada empat kategori

perubahan, yaitu perubahan ukuran, perubaahan proporsi,

hilangnya ciri-ciri lama dan timbulnya ciri-ciri baru. Ini terjadi

akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek psikologis dan

mental taraf seseorang semakin matang dan dewasa.

d. Minat, sebagai suatu kecendungn atau keinginan yang tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba

dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh

pengetahuan yang lebih mendalam.

e. Pengalaman, adalah suatu kejadian yang pernah dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada

(51)

berusaha untuk melupakan, namun jika pengalaman terhadap

obyek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan

timbul kesan yang membekas dalam emosi sehingga

menimbulkan sikap positif.

f. Kebudayaan lingkungan sekitar, apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk menjaga kebersihan lingkungan

maka sangat mungkin masyarakat sekitarnya mempunyai sikap

untuk selalu menjaga kebersihan lingkungan.

g. Informasi, kemudahan memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang

(52)

D. KERANGKA TEORI

Skema 2.1

Berdasarkan Teori : Efendi (2009), Sherwood (2011), Asmadi (2008),

Notoatmodjo (2010).

lansia

Perubahan

hipotalamus Perubahan fisiologis

Perubahan pada

batang otak

Gangguan Tidur

Insomnia Faktor-faktor yang

mempengaruhi

pengetahuan :

Pendidikan, pekerjaan,

umur, minat,

pengalaman, kebudayaan

lingkungan sekitar dan

informasi

Insomnia : Definisi,

Etiologi, Gejala,

Klasfikasi, Dampak dan

(53)

38

BAB II I

KE RANGKA KO NS EP DAN DE FI NISI O PERASIO NAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan

antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin

diteliti. Kerangka konsep ini gunanya untuk menghubungkan/menjelaskan

secara panjang lebar tenteng suatu topik yang akan dibahas (setiadi, 2007).

Skema 3.1

Variebel

Pengetahuan lansia tentang insomnia:

1. Definisi

2. Gejala

3. Etiologi

4. klasifikasi

5. Dampak

6. Pentalaksanaan

(54)

B. Definisi Operesional

Definisi operasional adalah mendefinisikan variabel secara operasional berdasarkan karakteristik yang diamati,

sehingga menungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara cermat terhadap suatu objek atau

fenomena (hidayat, 2008).

Tabel 3.2 Definisi Operasional

No Variabel Definisi Opersional Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1 Jenis

(55)
(56)
(57)

42

BAB I V

METODE PE NELI TIAN

A. Desain Penelitian

Metode penelitian adalah ilmu yang mempelajari tentang

metode-metode penelitian, ilmu tentang alat-alat dalam penelitian. Dengan demikian

metode penelitian dapat di artikan bahawa sebagai suatu bahasa yang

membahas secara tehnik metode-metode yang digunakan dalam sebuah

penelitian. Atau juga diartikan sebuah suatu pola pemikiran yang digunkan

dalam penelitian dan penilaian, suatu tehnik yang umum bagi ilmu

pengetahauan dan cara tertentu untuk melaksanakan suatu prosedur

(Darmawan, 2013)

Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan

metode yang digunakan adalah deskriptif Studi Cross Sectional. Penelitian

deskriptif adalah penelitian yang berusaha mengambarkan kegiatan

penelitian. Penelitian deskriptif ini juga disebut penelitian pra-eksperimen

karena dalam penelitian ini dilakukan eksplorasi, menggambarkan, untuk

dapat menerangkan dan memprediksi terhadap suatu gejala yang berlaku atas

data yang dipeoleh dilapangan (Sukardi, 2009).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Maret sampai Mei 2016,

(58)

C. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau

subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang

ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditraik

kesimpulanya (Sugiyono,2010). Populasi pada penelitian ini adalah

semua lansia yang ada di PSTW.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang akan diselidikan atau

dapat juga dikatakan bahawa sampel adalah populasi dalam bentuk mini.

(Arifin, 2011). Kriteria sampel meliputi kriteria inklusi dan kriteria

eksklusi, dimana kriteria tersebut menentukan dapat atau tidaknya

sampel digunakan. Kriteria inklusi merupakan kriteria dimana subjek

penelitian mewakili sampel penelitian yang memenuhi persayaratn

sebagai sampel (Hidayat, 2008).

a. Kriteria Inklusi :

1) Kesadaran Compos Mentis

2) Bersedia menjadi responden

3) Usia 60-74 tahun

(59)

b. Jumlah Sampel

Tehnik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah total

sampling. Total sampling adalah tehnik pengambilan dimana jumlah

sample sama dengan populasi (Sugiyono, 2007). Berdasarkan kriteria

inklusi jumlah sampel ada 71 responden dari jumlah populasi di

PSTW Budi Mulia 03 Margaguna Jakarta Selatan yaitu 230 lansia.

Dikarena jumlah perhitungan berdasarkan rumus tidak sesuai dengan

kriteria inklusi maka dari itu penelitian menggunakan tehnik total

sampling dimana ada 71 responden berdasarkan kriteria inklusi.

D. Instrumen Penelitian

Instrumen merupakan suatu alat ukur pengumpulan data agar

memperkuat hasil penelitian. Alat ukur pengumpulan data yang digunakan

peneliti adalah kuesioner atau angket yang disesuaikan dengan tujuan

penelitian dan mengacu pada kerangka konsep dan teori yang telah dibuat.

Instrumen ini terdiri dari empat bagian yaitu data demografi meliputi inisial

nama, umur, jenis kelamin, dan pendidikan. Bagian kedua kuesioner untuk

pengetahuan lansia misal 20 pertanyaan tertutup tentang pengetahuan

insomnia. Penilaian untuk pertanyaan positif tentang pengetahuan

menggunakan skala diskontiniu jika jawaban benar mendapatkan nilai 1 dan

(60)

Tabel 4.1

Pertanyaan +

Definisi 12 dan18

Etiologi 1, 2, 7, 8. 13, 16, 19 dan 20

Tanda dan Gejala 5, 11, dan 15

Klasifikasi 17

Dampak 6, 9 dan 10

Penatalaksanaan 3, 4, dan 14

E. Uji Validitas Validitas Dan Realibilitas

1. Uji Validitas

Validitas adalah suatu indeks yang menunjukkan alat ukur itu

benar-benar mengukur apa yang diukur. Suatu kuesioner dikatakan valid

jika diukur oleh kuesioner tersebut. Dalam hal ini digunakan beberapa

item tersebut. Dalam hal ini digunakan beberapa iten pertanyaaan yang

dapat secara tepat mengungkapkan variabel yang diukur tersebut. Uji ini

dilakukan dengan menghitung korelasi antara masing-masing skor item

pertanyaan dari tiap variable yang diukur tersebut. Uji validitas

menggunakan korelasi Product Moment dari Pearson. Suatu instrumen

dikatakan valid atau sahih apabila korelasi tiap butiran memiliki nilai

positif dan nilai t hitung > t table (0,264, alpha 95%, n:41) (Hidayat,

2008).

Uji validitas menggunakan Person Product Moment pada

kuesioner tingkat pengetahuan insomnia dilakukan pada lansia di PSTW

(61)

sampel. Hasil uji validitas kuesioner pengetahuan insomnia dari 25

pertanyaan 6 item di nyatakan tidak valid. Kemudian dari 6 pertanyaan 6

item dinyatakan tidak valid sebagian dimodivikasi yaitu item nomer 9.

Untuk item nomer 1, 2, 5, 6, 11 dan 24 dieliminasi karena pertanyaan

yang lain sudah mewakili indikator.

2. Reliabilitas

Reliabilitas ialah indeks yang menunjukan sejauh mana suatu alat

pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Hal ini berarti

menunjukan sejauh mana hasil pengukuran itu tetap konsisten atau tetap

asas (ajeg) bila dilakukan pengukuran dua kali atau lebih terhadap gejala

yang dengan menggunakan alat ukur yang sama (Notoatmodjo, 2010).

Pengukuran reabilitas menggunakan bantuan software computer dengan

rumus Alpha Cronbach. Suatu variabel dikatakan reliabel jika

memberikan nilai Alpha Cronbach > 0,60 (Hidayat, 2008).

Uji reabilitas pada kuesioner mengenai tingkat pengetahuan

insomnia yang dilakukan pada 41 lansia di PSTW Budi Mulia 01

Cipayung Jakarta Timur menggunakan rumus Cronbach’s alpha untuk

uji reliabilitas. Hasil uji reabilitas tersebut mempunyai hasil sebesar

0,819 maka instrumen ini dinyatakan reliabel.

F. Langkah-Langkah Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada subjek dan

Gambar

Gambar Umum Lokasi Penelitian .........................................................
Tabel 3.2 Definisi Operasional
Tabel 4.1 + −
Tabel 5.1
+6

Referensi

Dokumen terkait

Di dalam penelitian ini penulis melakukan analisis mengenai pengendalian persediaan obat antibiotik dengan Analisis ABC Indeks Kritis di RSUD Pasar Rebo pada

Prosedure memulai dengan pembuatan dan mengajukan surat permohonan/usulan penghapusan barang kepada rektor Universitas, Penghapusan barang Inventaris Milik

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat- Nya, dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Peningkatan Self Care Pada Pasien Prolanis

Foto peneliti sedang melakukan wawancara dengan guru seni budaya yang menjadi koordinator

Studi Perbandingan Kemampuan Aransemen Musik Siswa Kelas X7 di SMA Negeri 4 Kota Sukabumi Melalui Pendekatan Scientific.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu |

Sampai batas akhir pemasukan/pengunduhan dokumen penawaran pada tanggal 14 Juni 2012 pukul 10.00 WIB yang memasukan /mengunduh file dokumen penawaran sebanyak 6

Dalam hal ini diperlukan pengembangan sistem informasi yang dapat mengolah data dengan baik di RSUD Al-Ihsan agar dapat meminimalkan kesalahan dari data – data yang sudah ada

Hal ini didasarkan atas beberapa pertimbangan di antaranya: (1) kategorisasi lahan yang dibuat oleh masyarakat adat Toro memiliki kesetaraan, meskipun tidak sama