• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gejala infeksi penyakit virus kuning pada melon diawali dengan terbentuknya bintik-bintik kuning pada daun, gejala selanjutnya berupa mosaik yang jelas serta daun mengulung ke bawah, pada gejala lanjut tanaman mengalami keriting dan kerdil.

Hasil pengujian ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada 20 genotipe melon menunjukkan terdapat satu genotipe MEV1 dari grup dudaim dengan kategori ketahanan sangat tahan dengan intensitas serangan virus sebesar 0% dan sembilan belas genotipe lainnya (cantaloupe dan inodorous) menunjukkan kategori ketahanan sangat rentan dengan kisaran intensitas serangan virus sebesar 66.85 - 98.11%. Data kuantitatif karakter pertumbuhan terlihat adanya perbedaan yang jelas antara genotipe tahan dan genotipe rentan. Akibat penyakit virus kuning pada genotipe rentan tanaman menjadi kerdil, hal ini terlihat dari ukuran daun mengecil, jumlah ruas sedikit dan memendek serta tanaman pendek.

MEV1 (Dudaim) digunakan sebagai genotipe donor (tetua tahan) yang memiliki gen ketahanan terhadap penyakit virus kuning. Tetua rentan dipilih dari grup cantaloupe dan inodorous. Dasar pemilihan tetau selain pada kriteria ketahanan juga diarahkan pada pengelompokan berdasarkan grup melon. Hal ini untuk mengetahui bagaimana pola pewarisan sifat ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada beberapa grup melon.

Pengujian ketahanan pada populasi P1, P2 dan F1 menunjukkan data intensitas serangan virus pada turunan pertama (F1) berkisar antara 3.77 sampai 7.28%, sehingga ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada sembilan populasi F1 termasuk dalam kategori tahan. Data tersebut menunjukkan bahwa gen pengendali ketahanan terhadap penyakit virus kuning pada melon adalah dominan. Adanya gen dominan pengendali ketahanan terhadap virus pada melon juga dilaporkan oleh Sese dan Guillamon (2000).

Analisis ragam gabungan dua lingkungan (inokulasi dan endemik) pada pengujian ketahanan populasi P1, P2 dan F1, menunjukkan bahwa genotipe berpengaruh sangat nyata pada semua karakter yang diamati. Tidak terdapat pengaruh lingkungan maupun pengaruh interaksi genotipe dan lingkungan pada karakter intensitas serangan virus. Genotipe dengan kategori ketahanan tahan ataupun rentan akan menunjukkan respon yang sama pada lokasi pengujian yang berbeda (inokulasi atau endemik). Hal ini menunjukkan bahwa metode inokulasi (inokulasi masal) yang dilakukan bisa digunakan untuk menduga ketahanan terhadap serangan virus kuning pada kondisi endemik.

Hasil pendugaan ragam genetik menunjukkan bahwa karakter intensitas serangan virus memiliki nilai heritabilitas arti luas terbesar yaitu 99%, artinya ragam fenotipe intensitas serangan virus sangat kecil dipengaruhi oleh lingkungan. Roy (2000) menyatakan apabila nilai heritabilitas arti luas tinggi berarti pewarisan sifat lebih banyak dipengaruhi oleh ragam genetik atau ragam genetik total dan sedikit pengaruh lingkungan. Semakin tinggi nilai heritabilitas, makin tinggi pula respon seleksi, berarti seleksi yang dilakukan (seleksi berdasar karakter intensitas serangan virus) akan semakin efektif.

Pengujian ketahanan pada populasi F2 menghasilkan data sebaran indek keparahan penyakit pada tiga grup melon (cantaloupe X dudaim, inodorous X dudaim dan grup gabungan) dengan pola sebaran yang sama, yaitu sebaran satu

47 puncak dengan tingkat kemenjuluran yang nyata. Frekuensi F2 tidak menyebar normal yang mengindikasikan ada pengaruh gen mayor yang mengendalikan ketahanan terhadap penyakit virus kuning.

Berdasarkan hasil uji χ2

pada tiga grup melon (cantaloupe X dudaim, inodorous X dudaim dan gabungan), diperoleh nisbah kesesuaian yang sama. Nisbah yang sesuai berdasar pengelompokan dua kelas adalah 13:3, untuk pengelompokan tiga kelas adalah 12:3:1, dan tidak ada yang sesuai untuk pengelompokan empat kelas. Berdasarkan nilai probabiltas yang paling tinggi, disimpulkan bahwa nisbah yang paling sesuai untuk ketiga grup melon tersebut adalah 13:3. Hal ini menunjukkan bahwa karakter ketahanan melon terhadap penyakit virus kuning dikendalikan oleh dua pasang gen dengan aksi dominan dan resesif epistasis.

Analisis gerombol pada 19 genotipe melon dengan tingkat kemiripan 85%, menghasilkan pengelompokan genotipe menjadi empat gerombol. Kelompok I terdiri atas tujuh genotipe yaitu MEV2, MEV3, MEV4, MEV5, MEV6, MEV7 dan MEV8, ketujuh genotipe tersebut merupakan grup cantaloupe dan termasuk dalam induk rentan. Kelompok II terdiri atas dua genotipe yaitu MEV18 dan MEV19 yang merupakan grup inodorous dan termasuk induk rentan. Kelompok III terdiri atas tujuh genotipe yaitu MEV2X1, MEV3X1, MEV4X1, MEV5X1, MEV6X1, MEV7X1 dan MEV8X1. Ketujuh genotipe ini merupakan F1 (cantaloupe X dudaim), dan termasuk genotipe tahan. Kelompok IV terdiri atas tiga genotipe tahan yaitu MEV18X1, MEV19X1 yang merupakan F1 (inodorous X dudaim) serta MEV1 yang merupakan induk tahan dari grup dudaim. Pengelompokan berdasarkan dendogram tidak jauh beda dengan pengelompokan berdasarkan grup melon maupun berdasarkan kategori ketahanannya.

Hasil korelasi antar karakter menunjukkan bahwa petiol tegak memiliki korelasi positif paling tinggi terhadap ketahanan terhadap virus dibandingkan karakter lain, dengan nilai korelasi 0.9. Tingginya nilai korelasi menunjukkan karakter petiol tegak memiliki hubungan positif yang erat dengan karakter ketahanan virus. Karakter yang berkorelasi negatif paling tinggi adalah karakter bingkul daun kuat (-0.805), artinya karakter bingkul daun kuat memiliki hubungan negatif dengan ketahanan terhadap virus. Genotipe dengan karakter bingkul daun kuat akan memiliki ketahanan terhadap virus yang rendah. Karakter lain yang memiliki korelasi negatif dan nyata adalah gerigi daun kuat (-0.63) dan warna daun hijau tua (-0.63).

Hasil sidik lintas menunjukkan bahwa karakter gerigi daun kuat memberikan pengaruh langsung negatif paling besar terhadap ketahanan terhadap penyakit virus kuning. Nilai koefisien pengaruh langsung gerigi daun kuat sebesar -0.529, hal ini menunjukkan 52.9% ekspresi dari ketahanan terhadap penyakit virus kuning ditandai oleh kuat atau lemahnya gerigi pada daun. Hal ini menunjukkan karakter gerigi daun terkait dengan ketahanan terhadap penyakit virus kuning. Tanaman dengan gerigi daun yang kuat akan memiliki ketahanan terhadap virus lebih rendah, sebaliknya tanaman dengan gerigi daun lemah lebih tahan terhadap serangan virus kuning. Seleksi terhadap tanaman dengan karakter gerigi daun lemah akan lebih memungkinkan mendapatkan tanaman yang tahan terhadap penyakit virus kuning.

Berdasarkan matrik sidik lintas, nilai pengaruh tidak langsung warna daun hijau tua (WDT) melalui gerigi daun kuat (GRK) adalah sebesar 0.262, hal ini

48

menunjukkan bahwa semakin tua warna daun semakin rentan terhadap serangan penyakit virus kuning. Nilai pengaruh tidak langsung dari karakter petiol daun sedang (PTS) melalui gerigi daun kuat (GRK) adalah sebesar -0.18, menunjukkan semakin datar posisi petiol daun, semakin rentan terhadap serangan virus kuning.

Ketahanan terhadap penyakit virus kuning bisa disebabkan oleh ketahanan tanaman tersebut terhadap virus itu sendiri secara langsung, atau ketahanan terhadap vektor pembawa virus, yaitu kutu kebul (Bemisia sp). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa genotipe melon yang diuji memiliki ketahanan terhadap virus secara langsung. Ketahanan terhadap virus secara langsung ditunjukkan pada analisis DNA dengan teknik PCR. Hasil visualisasi PCR menunjukkan genotipe tahan positif terinfeksi virus, ditandai terbentuknya pita DNA dengan ukuran + 1600 bp yang sama dengan kontrol positif sebagai pembanding yaitu primer universal geminivirus. Hasil pengujian ini menunjukkan bahwa pada genotipe tahan, terdapat virus yang ditularkan oleh Bemisia sp, namun tidak muncul gejala serangan virus. Genotipe tahan mampu menghambat penyebaran virus dalam tanaman sehingga tidak mengganggu metabolisme dalam tanaman.

Karakter morfologi daun melon pada genotipe tahan adalah memiliki daun dengan gerigi halus, bingkul daun lemah, warna daun hijau cerah serta petiol tegak. Hasil penelitian ini memiliki kemiripan dengan beberapa penelitian pada tanaman kapas. Tanaman kapas dengan daun yang halus, jumlah trikhoma sedikit dan warna daun hijau tua lebih tahan terhadap Bemisia sp. Morfologi daun mempengaruhi aktifitas (makan dan bertelur) Bemisia sp sebagai vektor virus. Morfologi daun yang sesuai untuk aktifitas Bemisia sp akan menyebabkan populasi Bemisia sp pada daun semakin banyak, akibatnya serangan virus pada tanaman semakin tinggi. Secara eksternal karakter morfologi daun mempengaruhi ketertarikan dan aktifitas Bemisia sp dalam bertelur serta kepadatan nimfa pada daun, sedangkan secara internal bisa dipengaruhi oleh pH daun (Butler dan Wilson 1984). Adanya karakter morfologi daun yang terkait dengan ketahanan terhadap penyakit virus kuning, menunjukkan terdapat peluang mendapatkan genotipe yang memiliki ketahanan terhadap virus secara langsung serta memiliki ketahanan terhadap vektor pembawa virus, namun hal ini masih memerlukan pengujian lebih lanjut.

Melon grup dudaim memiliki karakter kualitas buah yang rendah seperti: rongga biji besar, warna totol pada buah dan bentuk buah yang mampat. Selain karakter ketahanan ternyata sebagian besar karakter kualitas buah rendah juga diwariskan kepada keturunan hasil persilangan dengan grup cantaloupe maupun inodorous. Hal ini bisa terlihat dari hasil analisis gerombol pada kelompok IV, F1 hasil persilangan inodorous dengan dudaim mengelompok kedalam grup dudaim.

Diduga karakter ketahanan terhadap virus terkait dengan karakter kualitas buah yang rendah. Hal ini tentunya memerlukan strategi pemuliaan untuk memecah keterkaitan antara karakter ketahanan terhadap virus dengan karakter kualitas buah rendah. Salah satu metode pemuliaan yang dapat dilakukan adalah metode

back cross.

Metode back cross (silang balik) merupakan persilangan balik dimana sebuah karakter yang baik dari tetua donor ditambahkan pada tetua penerima (Phoelman 1987). Pada metode ini diperlukan tetua donor dan tetua penerima (recurrent parent). Tetua donor memiliki satu atau beberapa karakter yang baik yang diperlukan (ketahanan terhadap virus), sedangkan tetua penerima memiliki

49 banyak karakter baik, namun belum memiliki ketahanan terhadap virus. Umumnya tetua penerima adalah galur yang sudah beradaptasi baik dengan kualitas buah yang disukai konsumen. Silang balik diperlukan untuk mempertahankan sifat-sifat baik pada tetua penerima, sehingga perlu beberapa kali silang balik. Apabila gen yang mengendalikan karakter yang diperlukan misalnya ketahanan yang diinginkan bersifat dominan, maka silang balik dilakukan dengan prosedur yang lebih sederhana jika dibandingkan dengan karakter tahan yang dikendalikan oleh gen resesif yang memerlukan uji keturunan. Metode back cross ini akan menghasilkan galur isogenik yang memiliki beberapa karakter yang serupa dengan tetua penerima hanya berbeda satu gen saja seperti karakter tahan terhadap virus.

Dokumen terkait