• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.4 Hasil Analisa dan Pembahasan

5.4.2 Pembahasan

Hasil pengujian masing-masing variabel independen terhadap variabel dependennya dapat dianalisis sebagai berikut :

1. Pengaruh Pertumbuhan Laba terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR)

Variabel distribusi Pertumbuhan Laba memiliki nilai t hitung sebesar 30,839 > t tabel 1,981 dan nilai signifikansi lebih besar 0,000 < 0,05 maka H0 ditolak yang berarti bahwa variabel Pertumbuhan Laba berpengaruh positif terhadap LDR pada Perusahaan Perbankan yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia.

Nilai yang ditunjukkan Pertumbuhan Laba sesuai dengan teori yang mendasarinya bahwa semakin besar Pertumbuhan Laba menunjukkan semakin efisien bank dalam menjalankan aktifitas usahanya. Dengan adanya efisiensi biaya maka laba yang diperoleh bank akan semakin besar dan kemungkinan terjadinya likuidasi kecil dikarenakan bank dapat menyediakan

kebutuhan likuidiasinya dengan baik dan cepat. Hal ini mendukung teori bahwa semakin tinggi tingkat pertumbuhan laba perusahaan berarti semakin tinggi penerimaan kas maka semakin baik pula likuiditasnya, semakin besar tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut maka bank dapat menyalurkan kredit lebih banyak, sejalan dengan kredit yang meningkat maka akan meningkatkan LDR itu sendiri.

2. Pengaruh Return On Asset (ROA) Terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR) Variabel distribusi ROA memiliki nilai t hitung sebesar 6,872 > t tabel 1,981 dan nilai signifikansi lebih besar 0,000 < 0,05, maka H0 ditolak yang berarti bahwa variabel ROA berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap LDR pada Perusahaan Perbankan yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia. Hal ini sesuai dengan teori bahwa semakin baik ROA menunjukkan semakin efisien bank dalam menjalankan aktifitas usahanya. Dengan adanya efisiensi biaya maka laba yang diperoleh bank akan semakin besar. dan kemungkinan bank tersebut terlikuidasi sangat kecil. Bank dengan total asset relatif besar akan mempunyai kinerja yang lebih baik karena mempunyai total revenue yang relatif besar sebagai akibat penjualan produk yang meningkat. Dengan meningkatnya total revenue tersebut maka akan meningkatkan laba perusahaan sehingga kinerja keuangan akan lebih baik. Komposisi pada sisi aktiva dan pasiva bank serta cash flow yang terjadi dan berpengaruh atas likuiditas maupun profitabilitas bank. Hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Granita (2011) dan Hermawan (2009) dimana ROA secara signifikan tidak mempengaruhi LDR dan mendukung hasil penelitian

Utari (2011) menyatakan bahwa ROA berpengaruh negatif tidak signifikan terhadap LDR.

3. Pengaruh Return On Equity (ROE) Terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR) Variabel distribusi ROE memiliki nilai t hitung sebesar 0,706 < t tabel 1,981 dan nilai signifikansi untuk variabel ROE adalah 0,866 > 0,05 maka H0 diterima yang berarti bahwa variabel ROE tidak berpengaruh terhadap LDR pada Perusahaan Perbankan yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia. Nilai yang ditunjukkan ROE tidak sesuai dengan teori yang mendasarinya bahwa semakin besar ROE menunjukkan semakin efisien bank dalam menjalankan aktifitas usahanya. Dengan adanya efisiensi biaya maka laba yang diperoleh bank akan semakin besar. dan kemungkinan bank tersebut terlikuidasi sangat kecil. Sehingga ROE berpengaruh terhadap LDR, artinya semakin tinggi kecukupan modal bank maka semakin kecil tingkat LDR sehingga kemungkinan likuiditas juga semakin kecil. Hal ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Hermawan (2009) dimana ROE secara signifikan mempengaruhi LDR.

4. Pengaruh Capital Adequacy Ratio terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR) Variabel distribusi CAR memiliki nilai t hitung sebesar 8,01 > t tabel 1,981 dan nilai signifikansi untuk variabel CAR adalah 0,000 < 0,05 maka H0 ditolak yang berarti bahwa variabel CAR berpengaruh negatif dan signifikan terhadap LDR. Apabila penempatan dana pada aset yang berisiko tinggi, maka berakibat semakin rendah rasio kecukupan modal, sebaliknya penempatan dana pada aset yang berisiko rendah, maka berakibat menaikkan

tingkat kecukupan modal. Peningkatan maupun penurunan rasio kecukupan modal berpengaruh pada perilaku bank. Semakin tinggi nilai CAR, menunjukkan semakin tinggi tingkat likuiditas bank tersebut, sehingga struktur modal bank semakin kuat. Semakin kuatnya struktur modal yang dimiliki oleh bank, maka bank akan dapat menjaga likuiditasnya dengan baik. Fungsi modal bank salah satunya yakni untuk memenuhi kebutuhan modal minimum, tingkat kecukupan modal sangat penting bagi bank untuk menyalurkan kreditnya. Bila tingkat kecukupan modal bank baik, maka masyarakat akan tertarik untuk mengambil kredit, dan pihak bank akan cukup mempunyai dana cadangan bila sewaktu-waktu terjadi kredit macet. CAR yang tinggi menunjukkan bank mempunyai kecukupan modal yang tinggi, dengan permodalan yang tinggi bank dapat leluasa untuk menempatkan dananya ke dalam investasi yang menguntungkan, hal tersebut mampu meningkatkan nasabah karena kemungkinan bank memperoleh laba sangat tinggi dan kemungkinan bank tersebut terlikuidasi sangat kecil. Sehingga CAR berpengaruh terhadap LDR, artinya semakin tinggi kecukupan modal bank maka semakin kecil tingkat LDR sehingga kemungkinan likuiditas juga semakin kecil. Hal ini mendukung penelitian Granita (2011), Utari (2011), Nasiruddin (2005) dan Utomo (2008) dan bertentangan dengan penelitian Hermawan (2009).

5. Pengaruh Non Performing Loan terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR)

Variabel distribusi NPL memiliki nilai t hitung sebesar 0,198 < t tabel 1,981 dan nilai signifikansi untuk variabel NPL adalah 0,843 > 0,05 maka H0 diterima yang berarti bahwa variabel NPL tidak berpengaruh terhadap LDR

pada Perusahaan Perbankan yang Tercatat di Bursa Efek Indonesia. Secara konsep teori Non Performing Loan (NPL) merupakan salah satu pengukuran dari rasio resiko usaha bank yang menunjukkan besarnya resiko kredit bermasalah yang ada pada suatu bank (Masyhud, 2004). NPL mencerminkan resiko kredit, semakin kecil NPL semakin kecil pula resiko kredit yang ditanggung pihak bank. Kecilnya resiko kredit yang ditanggung pihak bank akan memperkecil terlikuidiasinya suatu bank karena kredit dapat ditangani dengan baik. Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian yang telah ada yaitu Granita (2011), Akbar (2010) dan Nasiruddin (2005) dimana NPL berpengaruh negatif signifikan terhadap LDR sedangkan penelitian Irwan (2010) menyatakan bahwa NPL berpengaruh berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap LDR. Tetapi penelitian ini mendukung hasil dari penelitian Utomo (2008) yang menunjukkan bahwa NPL tidak berpengaruh terhadap LDR. Negatifnya hubungan antara Non Performing Loan (NPL) dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) disebabkan mulai tidak stabilnya perekonomian negara kita pada tahun 2007 - 2011 yang lalu, sehingga persentase kredit macet terjadi hingga rata-rata diatas 5% yang merupakan batas wajar Non Peforming Loan (NPL) yang ditetapkan Bank Indonesia.

Dampak yang ditimbulkan akibat krisis Eropa yang terjadi, seharusnya memberi prospek ekonomi Indonesia menjadi semakin baik, serta semakin tingginya yield yang ditawarkan adalah investor semakin membanjiri negara berkembang. Menurut penelitian World Economic Outlook (2011), capital inflow

ke negara-negara berkembang memiliki keterkaitan yang tinggi terhadap kondisi ekonomi global. Dana tersebut akan mengalir dari Eropa yang terkena krisis dan

Amerika yang mengalami stagnasi ekonomi ke negara-negara yang memberikan hasil imbal yang tinggi serta kondisi perekonomian yang stabil. Masuknya aliran dana asing ke dalam Indonesia tentunya membawa dampak tersendiri bagi pemerintah sebagai otoriter fiskal dan Bank Indonesia (BI) sebagai otoriter moneter.

Penelitian yang dilakukan oleh Alper (2012) secara empiris menganalisis mengenai kebijakan moneter mampu memanipulasi posisi likuiditas bank dan dapat mempengaruhi pinjaman bank. Penelitian ini menggunakan data panel di beberapa Bank di Turki dan mempelajari peran likuiditas pada pinjaman bank. Hasil penelitian menunjukkan bahwa likuiditas bank merupakan determinan yang penting dalam pinjaman bank di Turki. Selain itu, dalam menentukan pinjaman tersebut, Bank mempertimbangkan tidak hanya posisi likuiditas individu tetapi juga seluruh sistem perbankan. Selain itu, dalam signifikansi dari interaksi antara sistemik likuiditas dan likuiditas bank tersebut menunjukkan bahwa semakin banyak kelebihan likuiditas sistemik,maka semakin tidak relevannya posisi likuiditas bank tersebut.

Penelitian Alper (2012) mendukung penelitian yang dilakukan oleh Katsios (2006) yang berjudul “ The Shadow Economy And Corruption In Greece”. Penelitian ini menyoroti interaksi antara ekonomi dan korupsi, dimana fokusnya adalah masalah dimensi regional di selatan-timur Eropa. Penelitian ini membahas kegiatan ekonomi Yunani dan berfokus pada faktor-faktor penentu ekonomi Yunani, seperti pajak dan beban asuransi nasional dan intensitas dari peraturan yang relevan di Yunani. Katsios dalam penelitiannya mengatakan bahwa tingginya insiden penyuapan dan masalah pajak merupakan salah satu dari

penyebab timbulnya krisis di Yunani. Hal ini ditambah lagi dengan ketidakmampuan pemerintah Yunani dalam menangani kegiatan perekonomian dan dampak yang relevan pada skala korupsi

Besarnya modal yang masuk Indonesia membuat BI sulit menjalankan kebijakan moneter. Dengan besarnya modal portofolio yang mudah masuk dan keluar membuat nilai tukar rupiah berfluktuasi. Dana masuk memperkuat rupiah, sedangkan dana keluar melemahkan rupiah. BI harus mensterilkan dana yang masuk dengan membeli dollar dengan rupiah. Akibatnya uang beredar makin besar. Karena itu, BI harus menarik kembali uang tersebut supaya tidak mendorong inflasi. Besarnya Penanaman Modal Asing (PMA) juga mendorong peningkatan permintaan dollar untuk kebutuhan belanja modal dan modal kerja. Kredit dollar tumbuh sekitar 36% sementara dana pihak ketiga dalam dollar hanya tumbuh sekitar 3,5%. Kesejangan yang besar ini membuat BI harus berusaha keras menyediakan pasokan dollar.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia 2012 yang diproyeksikan sekitar 6,5%, rasio utang terhadap PDB yang semakin kecil dari tahun ke tahun, dan tingkat yield yang cukup tinggi serta kondisi makroekonomi yang stabil tentunya akan semakin membuat dana asing banyak masuk ke Indonesia. Yang perlu diperhatikan penentu kebijakan adalah mengendalikan volatilitas aliran modal, nilai kurs, pinjaman luar negeri berjangka pendek, dan tentunya kemampuan pemerintah untuk membayar kembali SUN yang telah dikeluarkan. Dalam rangka menanggulangi krisis, pemerintah pernah mengeluarkan ketentuan yang mengatur pemberian jaminan dalam rangka mendorong sektor riil. Ketentuan tersebut berupa Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Indnesia

tentang Program Penjaminan Eskpor Dalam Rangka Penggerakan Sektor Riil. Program ini ditujukan untuk menggerakkan sektor ekspor, memberdayakan eksportir dalam melancarkan kegiatan usahanya dalam rangka mempercepat pemulihan kegiatan sektor riil dan meningkatkan tingkat kepercayaan masyarakat kepada perbankan nasional. Sedangkan objek yang dijamin adalah kredit modal kerja dalam rangka ekspor, L/C impor barang yang penggunaannya untuk keperluan ekspor. Program penjamin pemerintah ini tetap mewajibkan bank melakukan analisa keyakinan bank terhadap nasabah yang akan ikut fasilitas penjaminan yang antara lain meliputi analisa persyaratan proyek dan analisa persyaratan eksportir. Dengan kewajiban ini maka bank bank tetap mempraktekkan prudential banking meski sudah dijamin oleh pemerintah. Program ini dihentikan oleh pemerintah pada 20 Mei 2002 dengan pertimbangan sudahsemakin membaiknya perekonomian nasional.

Kredit tanpa agunan bisa diterima setelah melewati proses seleksi relatif lebih mudah. Karena tidak ada agunan yang perlu ditaksir, bank menyeleksi dengan memerhatikan riwayat kredit nasabah maupun kemampuan Nasabah untuk melunasi cicilan utang. Riwayat kredit bisa bank peroleh dari Bank Indonesia, sementara kemampuan Nasabah untuk melunasi cicilan utang bisa dinilai dari slip gaji, NPWP, dan dokumen-dokumen lain yang bisa menunjukkan kesehatan keuangan Nasabah. Itu sebabnya, pencatatan keuangan yang baik penting untuk pengajuan kredit.

Tapi, kredit tanpa agunan menjanjikan suku bunga lebih tinggi, jangka waktu lebih pendek, dan batas kredit (plafon) lebih rendah. Kartu kredit, misalnya, memiliki limit tertinggi Rp 50 juta. Kalau Nasabah membeli produk-produk

elektronik dengan kredit tanpa agunan, jangka waktunya maksimal 1-2 tahun. Ketika Nasabah mengalami gagal bayar, tidak ada aset yang akan disita bank. Tapi, bank akan segera melaporkan situasi gagal bayar itu ke Bank Indonesia, yang tentunya memperbarui riwayat kredit Nasabah menjadi negatif. Bank juga akan menyewa penagih utang untuk mengejar-ngejar Nasabah. Kalau cara itu gagal, bank berhak meminta pengadilan perdata untuk menyita aset-aset yang Nasabah miliki–termasuk gaji!–hingga Nasabah melunasi sisa utang.

Makin maraknya penyedia layanan jasa keuangan berupa pinjaman uang tunai tanpa menggunakan agunan atau jaminan aset kepemilikan pribadi ini menimbulkan kompetisi hebat di kalangan bank lokal dan asing sebagai perusahaan yang berbasis pada layanan keuangan terutama bank-bank yang berpusat di kota-kota besar seperti Jakarta. Persaingan yang ketat ini meliput i beberapa aspek baik layanan langsung kepada nasabah maupun teknis persyaratan pinjaman tanpa agunan yang dikeluarkan. Akan tetapi hal ini menimbulkan efek positif juga bagi para nasabah pencari kredit pinjaman karena hampir semua kompetitor layanan finansial seperti ini saling berebut pasar nasabah agar mau membuka akun kredit tanpa agunan.

Beberapa efek positif yang menjadi keuntungan para calon nasabah yang didapat dari kompetisi ini :

1. Kemudahan Dalam Proses

Nasabah hanya cukup menyiapkan dokumen penting yang menjadi lampiran sebagai

2. Persaingan Suku Bunga

Jika suatu kompetisi yang dilakukan dari beberapa perusahaan, maka mereka akan melakukan perang harga atau diskon besar-besar. Dalam hal ini bank-bank yang berkompetisi melakukan promosi-promosi seperti keringanan bunga yang dibebankan dalam mengajukan pinjaman

3. Pembebasan Biaya Provisi

Masih mengacu pada poin kedua, ini pun berlaku untuk menurunnya bahkan pengahapusan biaya administrasi jika sudah mendapatkan pinjaman tanpa agunan yang dibebankan kepada nasabah dengan persyaratan khusus tambahan

4. Pembayaran Cicilan Tetap (Flat)

Inilah yang mungkin menjadikan produk ini memiliki kelebihan adalah dalam hal cicilan. Nasabah yang sudah mendapatkan fasilitas ini akan dipermudah dengan proses cicilan tanpa harus menghitung terlalu dalam seperti pada sistem bunga berjalan yang diterapkan pada sistem pembayaran pada kartu kredit

Memang masih banyak lagi keuntungan yang bisa didapat oleh kompetisi layanan kredit pinjaman oleh beberapa bank, namun jelas terlihat bahwa semakin bertambahnya promosi yang diperkenalkan maka nasabah akan mendapatkan banyak kemudahan yang diberikan.

Dalam melaksanakan kegiatan usahanya, bank perlu mengelola risiko kredit antara lain dengan menjaga kualitas aset dan tetap melakukan penghitungan penyisihan penghapusan asset, menerapkan prinsip kehati-hatian agar likuiditas bank dapat tercapai dan terpelihara terutama dengan semakin maraknya kredit tanpa agunan ini diberlakukan.

Dokumen terkait