BAB IV PEMBAHASAN
4.3 Pembahasan Hasil Analisis Alur, Karakter, dan Tema Naskah
4.3.1 Pembahasan Hasil Analisis Alur Naskah Drama “Padang Bulan”
Analisis alur yang pertama dari segi penyusunan peristiwa terbagi menjadi empat tahapan yaitu eksposisi, konflik, klimaks, dan penyelesaian.
Alur yang digunakan pada naskah ini yaitu alur maju. Peneliti menemukan
terdapat seratus lima puluh sembilan (159) dialog yang ada pada naskah drama “Padang Bulan” karya Ucok Klasta yang terdiri dalam lima adegan.
4.3.1.1 Eksposisi
Barranger (1993:57) mengatakan eksposisi ialah awal permainan yang memperkenalkan karakter dengan situasi masa lalu dan masa kini.
Situasi yang terdapat dalam eksposisi ialah tempat, waktu, keadaan, para
tokoh, dan hubungan antar tokoh. Eksposisi bermula dari adegan pertama
ketika Bulan datang ke pekarangan depan rumah Aki dan Nini kemudian
memanggil teman-temannya. Waktu kejadian diperkirakan pada saat malam
hari ketika bulan purnama muncul dengan bukti kutipan dialog Bulan nomor
satu (1). Melalui kutipan dialog dan keterangan dalam naskah dapat
disimpulkan kejadian terjadi saat malam hari di pekarangan depan rumah
Aki dan Nini. Pengarang memperkenalkan enam tokoh yang terdiri dari
Bulan, Padang, Jembar, Kalangan, Aki dan Nini. Bulan, Padang, Jembar,
dan Kalangan sering bermain bersama kemudian Aki dan Nini datang
membawakan klenyem hangat untuk menemani mereka bermain.
Lagu tema ‘Padang Bulan’ dinyanyikan pada awal adegan pertama
sebagai penggambaran anak-anak yang sering bermain saat malam hari dan
ditemani sinar bulan. Padang, Jembar, dan Kalangan muncul satu persatu
setelah Bulan memanggil pada adegan awal di pekarangan depan rumah Aki
dan Nini mealui kutipan dialog nomor satu (1) sampai nomor sembilan (9).
Melalui kutipan dialog satu (1) sampai sembilan (9) perkenalan tokoh
anak-anak dimulai berurutan dari kemunculan Bulan lalu Padang kemudian
Jembar dan terakhir Kalangan yang muncul dengan berteriak agar
kutipan dialog Padang nomor sepuluh (10) seperti kejar-kejaran, bentengan,
gaprakan, dan tebak-tebakan yang kemudian akhirnya, mereka memutuskan
untuk bermain tebak-tebakan. Lagu ‘Mentog-mentog’ juga dinyanyikan
untuk hukuman bagi yang tidak bisa menjawab dan dinyanyikan dengan
menari sambil menirukan gerakan binatang.
Suasana tempat yang terdapat dalam eksposisi ialah suasana
pedesaan yang belum tersentuh arus modernisasi dengan latar pekarangan
di depan rumah Aki dan Nini. Kehidupan yang dijalani oleh Bulan, Padang,
Jembar, Kalangan, Aki, dan Nini merupakan kehidupan yang sederhana.
Keseharian mereka lalui tanpa ada rasa sedih karena saat bermain, Aki dan
Nini selalu menemani mereka sambil membawakan klenyem hangat. Aki
dan Nini yang sudah menganggap Bulan, Padang, Jembar, dan Kalangan
sebagai cucu mereka sendiri terlihat sangat menyayangi mereka. Selain
memberikan klenyem hangat, Aki dan Nini tidak sungkan menegur mereka
seperti saat berebutan klenyem hangat dengan bukti kutipan dialog nomor
dua puluh delapan (28) sampai dengan nomor tiga puluh delapan (38).
Melalui kutipan dialog tersebut, suasana yang terbangun ialah suasana
bahagia seperti keluarga sendiri meskipun pada kenyataanya tidak memiliki
hubungan sedarah.
4.3.1.2 Konflik
Barranger (1993:57) mengatakan konflik merupakan
masalah-masalah yang muncul dalam pementasan dan dialami oleh tokoh.
pemahaman cerita yang dialami oleh tokoh. Dimulai dari dongeng Aki yang
menceritakan kisah tentang seorang anak bernama Lugu. Dalam dongeng
Aki, Lugu digambarkan sebagai anak desa yang kurang lebih usianya sama
dengan Bulan, Padang, Jembar, dan Kalangan. Lugu memutuskan untuk
pergi ke kota karena penasaran setelah mendengar banyak cerita mengenai
kemajuan kota yang tidak ada di desannya. Sesampainya di kota, Lugu
takjub dengan apa yang dilihat sesuai dengan apa yang dia dengar.
Pada akhir dongeng Aki melalui kutipan dialog nomor empat puluh
enam (46) kelaparan dan bingung mulai dirasakan oleh Lugu karena di kota
sulit mendapatkan makanan hingga akhirnya Lugu duduk di pinggir jalan
sambil meminta-minta. Pada adegan tiga, gambaran permasalahan mulai
tampak saat Lugu yang kelaparan terpaksa meminta-minta seperti
gelandangan, namun tidak ada yang peduli karena orang-orang yang lewat
mementingkan diri sendiri. Boss, Politikus, dan Pejabat Kota yang sedang
berdiskusi mengenai pembangunan kota tampak tidak menghiraukan
keberadaan Lugu. Setelah itu, Kamtib masuk sambil membentak-bentak
Lugu dengan bukti kutipan dialog nomor lima puluh lima (55) dengan tujuan
ingin mengusir Lugu yang tampak seperti gelandangan.
Peneliti melihat permasalahan bertambah ketika Lugu dituduh
sebagai gelandangan oleh Kamtib melalui kutipan dialog nomor lima puluh
tujuh (57) sampai enam puluh (60). Melalui kutipan dialog tersebut Kamtib
berusaha mengusir Lugu dari kota karena merusak pemandangan.
dari Kamtib agar tidak diusir dari kota dengan mengaku sebagai Ibu Lugu.
Lugu ngeyel dan tidak percaya dengan perkataan Nini yang mengaku
sebagai Ibunya, kemudian agar percaya Nini menceritakan kenyataan
mengenai kota yang ternyata merupakan kampung halaman Lugu. Setelah
mendengarkan cerita Nini, Lugu sangat marah karena kampung halaman
telah hilang dan berubah menjadi kota dengan bukti kutipan dialog nomor
sembilan puluh sembilan (99). Dongeng Aki berakhir sampai kutipan dialog
Nini nomor seratus (100) yang menyuruh Lugu untuk bangun dan pergi
bekerja.
4.3.1.3 Klimaks
Barranger (1993:57) mengatakan klimaks merupakan puncak dari
permasalah yang muncul dari awal, kemudian mengerucut sebelum
penyelesaian. Awal adegan ke empat sausana yang terjadi sama dengan awal
adegan pertama dengan latar tempat pekarangan di depan rumah Aki dan
Nini. Bulan berteriak memanggil teman-temannya untuk berkumpul dan
bermain bersama. Pada adegan empat, Aki dan Nini sudah satu tahun
meninggal dan rumah yang ditinggali telah dibeli oleh orang kota dengan
bukti kutipan dialog nomor seratus sepuluh (110) sampai seratus dua puluh
tiga (123). Melalui kutipan dialog tersebut, orang kota yang membeli rumah
Aki dan Nini digambarkan orang yang sombong dan secara tidak langsung
menjadi penanda permasalahan yang dialami oleh Lugu dalam dongeng Aki
Klimaks pada naskah drama “Padang Bulan” karya Ucok Klasta
terjadi saat Bulan, Padang, Jembar, dan Kalangan bermain jilumpet dengan
Bulan menjadi pencarinya. Setelah selesai menghitung, Bulan kesulitan
mencari teman-temannya yang bersembunyi dan mengira teman-temannya
sedang mengerjai dirinya. Bulan yang berpikir dikerjai oleh
teman-temannya perlahan-lahan merasa takut karena teman-teman-temannya tak kunjung
muncul untuk waktu yang cukup lama dengan bukti kutipan dialog nomor
seratus empat puluh tiga (143). Melalui kutipan dialog tersebut, Bulan yang
ketakutan akhirnya memutuskan untuk lari keluar panggung dan berharap
bisa menemukan teman-temannya.
Awal adegan lima Bulan berhasil menemukan teman-temannya,
namun mereka tidak menjawab Bulan saat ditanyai. Perasaan janggal mulai
dirasakan Bulan karena teman-temannya telah berubah menjadi peralatan
modern yang menjadi simbol permainan tradisional mulai terkikis. Padang
menjadi Plastation, Jembar menjadi Handphone, dan Kalangan menjadi
Buldoser yang kemudian perlahan-lahan tertawa mengikik sambil memanggil nama Bulan berulang kali dengan bukti petunjuk “PLEI
STESIEN, HENPON, BULDOZER MULAI TERTAWA MENGIKIK, LAMA-LAMA MAKIN KERAS DAN MAKIN KERAS SAMBIL BERKATA-KATA SECARA MENYAYAT-PARAU”. Melalui petunjuk tersebut peneliti melihat Bulan mulai ketakutan karena perlahan-lahan Playstation, Handphone, dan
4.3.1.4 Penyelesaian
Penyelesaian merupakan kesimpulan yang dibangun dari awal pementasan. Cohen (2010:36) mengatakan “denouement bisa ditunjukan
dengan pidato atau bahkan satu kata atau gerakan menunjukan bahwa gairah yang timbul dari aksi permainan sekarang diam dan harmoni baru”. Bulan
perlahan-lahan merasa ketakutan dengan reaksi yang ia terima dari
teman-temannya yang telah berubah menjadi peralatan modern melalui bukti
kutipan dialog nomor seratus lima puluh lima (155). Penyelesaian terjadi
pada akhir adegan ke lima saat Bulan ditarik kesana kemari sambil
meronta-ronta dan memekik-mekik memanggil nama teman-temannya dengan
kutipan dialog nomor seratus lima puluh enam (156). Melalui kutipan dialog
tersebut Bulan yang berteriak meronta-ronta menjadi penanda akhir dari cerita pada naskah drama “Padang Bulan” karya Ucok klasta. Peneliti
melihat pada bagian akhir cerita, permaianan tradisional perlahan
menghilang karena terus berkembangnya arus modernisasi yang mengikis
secara perlahan dengan menggunakan simbol Playstation, Handphone, dan
Buldoser sebagai alat penghancur.
Analisis alur yang kedua, alur pada naskah drama “Padang Bulan” karya Ucok Klasta berdasarkan jumlah. Naskah drama “Padang Bulan”
memiliki subplot atau bisa disebut memiliki alur kedua yang bersifat
memperjelas cerita utama bukan memperluas permasalahan yang terjadi
dalam naskah. Subplot pada naskah drama ini berbentuk dongeng Aki yang
menceritakan kisah tentang seorang anak bernama Lugu dan memasukan
Nini ke dalam ceritanya dalam rangka memperingati wetonnya Nini dengan
bukti kutipan dialog nomor empat puluh dua (42). Melalui kutipan dialog tersebut dapat disimpulkan bahwa alur pada naskah drama “Padang Bulan”
karya Ucok Klasta beralur maju sekaligus memiliki subplot yang
menceritakan kisah orang lain, namun tidak keluar dari cerita utama
melainkan menjelaskan permasalahn yang terjadi. Bukti lain naskah drama “Padang Bulan” beralur maju dan memiliki subplot terlihat pada kutipan
dialog nomor seratus dua belas (112). Dongeng Aki yang diceritakan kepada
mereka menjelaskan permasalahn yang diangkat ke dalam cerita utama.
Pada bagian akhir cerita, Bulan, Padangm Jembar, dan Kalangan mengalami
permasalah yang sama dialami oleh Lugu ketika arus modernisasi sudah
mulai meluas sampai ke desa.
4.3.2 Pembahasan Hasil Analisis Karakter Naskah Drama “Padang Bulan”