• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.02 Pembahasan

Penelitian ini membahas beberapa hal yang mengacu pada hasil penelitian berupa analisis univariat dan bivariat.

4.02.1 Analisis Univariat

Analisis univariat pada penelitian ini meliputi gambaran karakteristik responden, gambaran burnout pada Mahasiswa Jurusan Keperawatan FIKes Unsoed secara umum dan berdasarkan karakteristik responden.

4.02.1.1Gambaran Karakteristik Responden

Karakteristik responden pada penelitian ini meliputi jenis kelamin, pilihan jurusan berdasarkan minat, periode angkatan, IPK, dan daerah asal tempat tinggal.

Deskripsi karakteristik responden tersebut yaitu sebagai berikut : a. Jenis Kelamin

Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar mahasiswa jurusan keperawatan angkatan 2013 dan 2014 berjenis kelamin perempuan. Jenis kelamin merupakan perbedaan jenis dan fungsi biologis yang dicirikan dengan organ vital. Meskipun dalam ilmu keperawatan tidak membedakan jenis kelamin antara laki-laki dan perempuan dalam menjalani profesi sebagai seorang perawat yang profesional. Namun, menurut peneliti profesi keperawatan lebih disenangi oleh kaum perempuan dibandingkan kaum laki-laki. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Chahyani (2012) bahwa jenis kelamin perempuan pada mahasiswa S1 keperawatan menempati proporsi terbanyak yaitu sebesar 93,9%, karena perempuan memang lebih memiliki minat untuk mengambil jurusan keperawatan. Selain itu, persepsi masyarakat di Indonesia lebih mengidentikkan profesi perawat dengan perempuan.

Hal ini sesuai dengan temuan yang dikemukakan oleh Australian Institute of Health and Welfare dalam Wulandari dan Hening (2013) yang menyatakan bahwa perawat didominasi oleh perempuan. Tidak hanya mahasiswa S1, mahasiswa D3 keperawatan dalam penelitian Prasetyo dan Petrus (2009) jenis kelamin perempuan juga menempati proporsi terbanyak yaitu sebesar 80,26%. Begitupun dengan penelitian Simbolon (2015) mayoritas mahasiswa keperawatan berjenis kelamin perempuan yaitu sebesar 86,67 %. Menurut Sullivan (2001) perbandingan perawat laki-laki dan perempuan yang ada sebesar 1:19. Jenis

kelamin perempuan juga rata-rata menempati proporsi 65% pada setiap institusi pendidikan keperawatan di Indonesia (Razi, 2014).

Hal ini kemungkinan disebabkan pekerjaan di dunia keperawatan membutuhkan kesabaran, ketekunan dan ketelatenan yang biasanya sifat tersebut lebih banyak dimiliki oleh sebagian besar kaum perempuan. Sifat sabar, tekun, dan telaten yang dimiliki oleh perempuan, menyebabkan mahasiswa perempuan mampu mengerjakan asuhan keperawatan dengan lebih teliti (Fikri dalam Beauty dan Arif, 2009). Perempuan juga lebih unggul dalam sifat pengasuhan, perhatian, dan kelembutan. Sifat-sifat tersebut dibutuhkan dalam menjalankan tugas keperawatan sesuai dengan prinsip caring. Selain itu menurut Douglas (2007), bahwa dunia keperawatan didominasi oleh kaum wanita karena profesi keperawatan identik dengan rasa keibuan seorang wanita.

Sejarah keperawatan dalam Potter dan Perry (2005), laki-laki dan perempuan telah memegang peran perawat. Masuknya perempuan dalam keperawatan sekitar 300 M. Perempuan memasuki dunia keperawatan karena posisi sosial perempuan pada zaman Romawi meningkat, penganut agama Kristen meyakini bahwa laki-laki dan perempuan adalah sama, dan kaum tersebut meminta perempuan untuk melaksanakan pekerjaan Tuhan atas nama orang-orang yang distres. Kemudian Ordo Benedictine, berdiri pada abad keenam, meningkatkan jumlah laki-laki yang memasuki dunia keperawatan. Kemiliteran membutuhkan perawat laki-laki dalam peperangan untuk menangani kegawatdaruratan. Menurut Prayoga (2009) dalam penelitiannya bahwa sosok jati diri seorang perawat laki-laki memiliki sifat maskulin namun mempunyai sisi feminis. Melalui pemberian kesempatan itulah perawat laki-laki akan mempunyai kesempatan yang sama dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai bagian integral dari perawat. Walaupun pada tugas tertentu perawat laki-laki mendapat simpati, namun sudah seharusnya perawat laki-laki harus meningkatkan profesionalitasnya sebab keterbatasan anggota perawat laki-laki akan sangat berpengaruh pada kinerjanya. Perawat laki-laki harus lebih bersikap dewasa dan memantapkan diri dalam setiap tugas pelayanan yang diembannya, termasuk menghilangkan citra buruk laki-laki, baik di rumah maupun pada saat tugas.

43

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa jumlah perempuan di jurusan keperawatan lebih banyak dibandingkan laki-laki adalah hal yang wajar. Hal ini disebabkan sifat-sifat perempuan yang lebih banyak berperan dalam keperawatan, sehingga keperawatan banyak diminati oleh perempuan. Selain itu, persepsi masyarakat juga mengidentikkan perawat adalah perempuan. Namun, bukan berarti hal tersebut menyebabkan laki-laki tidak dibutuhkan untuk menjadi perawat. Perawat laki-laki juga banyak dibutuhkan terutama dalam menangani hal kegawatdaruratan. Walaupun pada tugas tertentu perawat laki-laki mendapat simpati, namun sudah seharusnya perawat laki-laki harus meningkatkan profesionalitasnya sebab keterbatasan anggota perawat laki-laki akan sangat berpengaruh pada kinerjanya.

b. Pilihan Jurusan Berdasarkan Minat

Hasil penelitian menunjukkan mayoritas responden kuliah di Jurusan Keperawatan FIKes Unsoed sesuai dengan minatnya. Berdasarkan data statistik peminat jurusan keperawatan tahun 2013 – 2014 mencapai hingga kurang lebih 735 orang setiap tahunnya dengan daya tampung kurang lebih delapan puluh hingga sembilan puluh orang (SPMB Unsoed, 2014). Hal ini disebabkan akreditasi Jurusan Keperawatan FIKes Unsoed sudah menjadi B sejak 2013, sehingga banyak diminati. Sebagaimana sesuai dengan SK no. 257/SK/BAN- PT/Ak-XVI/S/XII/2013 (BAN-PT 2013). Selain itu, prospek kerja ke depannya dari lulusan sarjana keperawatan atau bidang ilmu kesehatan pada umumnya lebih menjanjikan dan akan selalu dibutuhkan, serta bekerja merawat seseorang yang lemah adalah pekerjaaan yang mulia.

Agar menjadi perawat yang profesional nantinya dan sesuai dengan undang- undang, maka perlu melalui jalur pendidikan keperawatan. Sehingga, dari minat untuk menjadi seorang perawat itu lah muncul minat untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi di jurusan keperawatan. Selain itu, saat ini perawat telah dilindungi oleh undang-undang yang legal, sehingga legalitas dalam bekerja sudah tidak diragukan. Hal ini sesuai dengan UU No.38 tahun 2014 tentang keperawatan pasal 1 bahwa perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh pemerintah sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. Pada pasal

36 bahwa perawat dalam melaksanakan praktik keperawatan berhak memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai dengan standar pelayanan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Montu (2014) tentang faktor- faktor yang mempengaruhi minat siswa kelas XII untuk melanjutkan pendidikan di bidang keperawatan menunjukkan bahwa mayoritas siswa memiliki minat yang tinggi (71,7%), dan jika dilihat berdasarkan faktor kemauan mayoritas siswa ada kemauan (73,6%), serta pada faktor ketertarikan juga mayoritas siswa tertarik (69,8%). Berdasarkan wawancara hal ini dikarenakan siswa menganggap profesi perawat adalah profesi yang menyenangkan karena sesuai dengan pengalaman dan apa yang pernah dialami oleh siswa sewaktu dirawat di rumah sakit, perawat bukan hanya sekedar membantu dalam proses penyembuhan pasien tetapi perawat juga memiliki sikap, perilaku, serta kinerja yang baik dalam pemberian asuhan keperawatan terhadap setiap pasien. Selain itu, bagi siswa profesi perawat adalah profesi yang mulia.

Menurut Potter dan Perry (2005) satu tren dalam pendidikan keperawatan adalah berkembangnya jumlah peserta didik keperawatan yang menerima pendidikan keperawatan dasar di sekolah dan universitas. Organisasi keperawatan profesional terus menerus menekankan pentingnya pendidikan bagi perawat dalam mendapatkan dan memperluas peran baru. Sejalan dengan berkembangnya profesi keperawatan, berbagai jenis pendidikan yang menawarkan untuk menjadi registered nurse (RN) atau perawat terdaftar juga ikut berkembang. Di Amerika Serikat seorang individu dapat menjadi RN melalui program pendidikan tingkat dasar, diploma atau sarjana, begitupun di Indonesia sebagaimana telah diatur dalam UU No.38 tahun 2014 tentang keperawatan. Menurut DepKes RI (2009) pada institusi Diknakes non Poltekkes dari jumlah 854 institusi, jurusan keperawatan menempati jumlah terbanyak yaitu sebesar 74,94%.

Lebih lanjut Potter dan Perry (2005) menjelaskan bahwa pendidikan berkelanjutan menjadi penting ketika perawat mulai bekerja di lingkungan manapun, baik bekerja di lingkungan dewasa, anak-anak, penyakit kronik atau akut, di rumah, ataupun di rumah sakit. Perawat mencakup sejumlah peran yang

45

luas. Berbagai arah karier dan tujuan terbuka bagi perawat baru maupun yang sudah berpengalaman. Kesempatan untuk mengembangkan karier meningkat. Pengembangan daftar pilihan karier keperawatan dapat membantu perawat- perawat berhak memutuskan mana dari empat bidang keperawatan yaitu klinis, administrasi, riset atau pendidikan yang menjadi keinginan atau pilihan aktivitas kerja perawat. Selain itu, profesi perawat saat ini telah diperbolehkan untuk melakukan praktik Keperawatan mandiri sebagaimana yang telah tercantum dalam UU No.38 tahun 2014 tentang keperawatan pasal 28.

Namun, dalam hasil penelitian ini juga terdapat sebagian mahasiswa yang kuliah di keperawatan tidak sesuai dengan minatnya. Hal ini kemungkinan karena dalam menentukan pilihan jurusan terdapat kontribusi keluarga, teman, atau orang-orang terdekat, sehingga jurusan yang dipilih mengikuti bagaimana yang disarankan orang-orang tersebut. Jika melihat latar belakang saat SMA, berdasarkan wawancara Montu (2014) dalam penelitiannya siswa tidak berminat di bidang keperawatan dikarenakan menurut siswa sekarang telah banyak yang berminat masuk dalam dunia pendidikan keperawatan, secara otomatis siswa berpikir nantinya akan menjadi sangat sulit untuk mencari lapangan pekerjaan disebabkan pendidikan keperawatan yang telah menjamur dimana-mana. Ada juga yang berpikir bahwa bagi siswa profesi perawat sangat membosankan sebab akan menimbulkan risiko tinggi terhadap perawat untuk dapat terjangkit penyakit. Selain itu kemungkinan besar siswa belum mengetahui lebih banyak tentang dunia keperawatan secara menyeluruh atau hanya ingin mengikuti zaman bahwa saat ini yang menjadi jurusan favorit dan banyak diminati adalah jurusan keperawatan.

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian besar mahasiswa angkatan 2013 dan 2014 kuliah di Jurusan Keperawatan FIKes Unsoed sesuai dengan minatnya. Hal ini disebabkan akreditasi Keperawatan Unsoed memang sudah baik dan pendidikan tinggi keperawatan juga penting bagi seseorang yang ingin menjadi perawat. Lahan untuk karier seorang perawat juga banyak, bahkan dapat melakukan praktik secara mandiri. Pekerjaan perawat pun sudah dilindungi oleh UU No.38 tahun 2014 tentang keperawatan.

c. Periode Angkatan

Hasil penelitian menunjukkan jumlah responden angkatan 2013 dan 2014 hampir seimbang. Hal ini dikarenakan daya tampung untuk Jurusan Keperawatan FIKes Unsoed yang cenderung tetap atau hampir sama dari tahun ke tahunnya yaitu 80 hingga 90 orang (SPMB Unsoed, 2014). Dimana dalam proses pembelajaran semester awal, terdapat juga beberapa mahasiswa yang mengundurkan diri. Pada penerimaan awal perkuliahan jumlah mahasiswa angkatan 2013 adalah 79 orang dan 2014 adalah 82 orang.

d. IPK

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa angkatan 2013 dan 2014 Jurusan Keperawatan FIKes Unsoed berada pada kategori IPK 2,76 – 3,50 atau sangat memuaskan. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Utami dan Efy (2013) bahwa mayoritas mahasiswa jurusan keperawatan memiliki IPK dengan kategori sangat memuaskan sebanyak 62,3%. Begitu juga hasil penelitian Wulandari dan Hening (2013) bahwa mayoritas mahasiswa jurusan keperawatan berada pada kategori IPK sangat memuaskan sebanyak 59,8% dengan rata-rata IPK 3,43. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar IPK mahasiswa keperawatan tergolong baik.

Hal ini sesuai dengan kriteria kelulusan sistem blok di Jurusan Keperawatan FIKes Unsoed berdasarkan SK Dekan FIKes No. Kept.713/UN23.07/DT/2014 bahwa mahasiswa dinyatakan kompeten dan lulus blok apabila kompetensi masing-masing elemen penilaian (kognitif, psikomotor, dan afektif) lulus dengan nilai minimal 65,00 (B/C) atau bobot 2,5 dengan catatan nilai psikomotor atau skills lab minimal 75 (A/B) atau bobot 3,5 dan afektif minimal 70 (B) atau bobot 3. Apabila didapati komponen kognitif dan psikomotor lulus namun afektif tidak mencapai 70 maka nilai tidak diproses, yang bersangkutan langsung mendapatkan nilai E dan dinyatakan tidak lulus. Mahasiswa yang masih mendapat nilai baru C atau bobot 2 dan D atau bobot 1 setelah mengikuti remedial, harus mengulang blok secara non regular sesuai jadwal sebelum yudisium (Buku Pedoman FIKes Unsoed Jurusan Keperawatan, 2015).

Bagi mahasiswa memiliki keilmuan yang kompeten adalah hal yang sangat penting untuk menjadi seorang perawat nantinya. Sesuai dengan UU no.38 tahun

47

2014 tentang keperawatan pasal 16 bahwa mahasiswa keperawatan pada akhir masa pendidikan vokasi dan profesi harus mengikuti uji kompetensi secara nasional. Uji kompetensi ditujukan untuk mencapai standar kompetensi lulusan yang memenuhi standar kompetensi kerja. Perawat yang kompeten sangat penting agar dapat memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan kode etik, standar pelayanan keperawatan, standar profesi, standar prosedur operasional, dan ketentuan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana yang tercantum dalam pasal 37. Sehingga diharapkan pelayanan kesehatan pun akan menjadi semakin berkualitas, karena salah satu unsur yang berperan dalam percepatan pembangunan kesehatan adalah tenaga kesehatan (DepKes RI, 2009).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa IPK mahasiswa angkatan 2013 dan 2014 Jurusan Keperawatan FIKes Unsoed secara umum sudah baik, namun terdapat 17,9% dari jumlah mahasiswa yang perlu ditingkatkan dalam kompetensi akademik. Hal ini bermanfaat dalam pencetakan lulusan yang berkualitas bagi dunia keperawatan dan lingkungan sekitar.

e. Asal Daerah Tempat Tinggal

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden berasal dari Jawa Tengah. Hal ini dikarenakan Unsoed terletak di Provinsi Jawa Tengah, sehingga peminatnya banyak yang berasal dari daerah sendiri. Berdasarkan latar belakang sejarah dan perkembangan Unsoed pada 1960-an para orangtua ingin mendukung putra-putrinya melanjutkan pendidikan ke jenjang pendidikan tinggi harus menyediakan biaya yang cukup besar, baik untuk biaya studi maupun biaya hidup. Kondisi yang demikian itu menimbulkan keinginan masyarakat Banyumas untuk mendirikan sebuah perguruan tinggi yang dapat memenuhi harapan putra-putri masyarakat di Karesidenan Banyumas (Banyumas, Cilacap, Purbalingga, dan Banjarnegara) dan sekitarnya untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Kemudian atas usaha yang gigih dari para Pengurus Yayasan Pembina Unsoed, maka dengan Surat Keputusan Presiden No.195 tanggal 23 September 1963 dan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan (PTIP) No.153 tanggal 12 September 1963, lahirlah Universitas Jenderal Soedirman pada tanggal 23 September 1963 di kota Purwokerto (Adjisoedarmo, et al., 2015). Melihat latar belakang tersebut, sehingga banyak masyarakat Banyumas yang

mendaftarkan anaknya di Unsoed. Selain itu, di Jawa Tengah bagian selatan hanya terdapat Unsoed yang merupakan universitas negeri.

Selain yang berasal dari Jawa Tengah, terdapat juga mahasiswa yang berasal dari luar Jawa Tengah, seperti DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, bahkan Sumatera dan Maluku. Meskipun di DKI Jakarta terdapat banyak universitas baik negeri maupun swasta, karena saat ini berdasarkan Keputusan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 492.a/M/KP/VIII/2015 tentang klasifikasi dan pemeringkatan perguruan tinggi di Indonesia tahun 2015, Unsoed telah menduduki peringkat ke enam belas dari 3320 perguruan tinggi di Indonesia (Ristekdikti, 2015). Maka Unsoed termasuk salah satu universitas negeri yang baik, sehingga peminat pun banyak berdatangan dari daerah ibu kota. Selain itu, Unsoed terletak di daerah perbatasan Jawa Barat, sehingga banyak juga mahasiswa yang berasal dari daerah tersebut. Pemerintah daerah Maluku juga telah bekerja sama dengan Unsoed, karena jurusan di bidang kesehatan sangatlah kurang, sehingga pemerintah daerah meminta agar Unsoed menerima putra-putri daerahnya untuk dapat melanjutkan pendidikan tinggi di Unsoed khususnya di bidang kesehatan. Walaupun pemerintah memberikan kebebasan pada mahasiswa dalam memilih jurusan di luar bidang kesehatan, tetapi lebih dituntut untuk memilih jurusan di bidang kesehatan. Mahasiswa asal Maluku mayoritas memilih jurusan keperawatan (15,5%) dari 20 jurusan di Unsoed (Nurlette, 2014).

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa mayoritas Mahasiswa Jurusan Keperawatan FIKes Unsoed berasal dari Jawa Tengah adalah hal yang wajar. Namun, peran Unsoed semakin berkembang dari masa ke masa dan diminati, bahkan oleh masyarakat di luar wilayah Banyumas sebagai lembaga pendidikan tinggi yang mampu mengemban amanah masyarakat untuk pengembangan sumber daya manusia dalam penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (Adjisoedarmo, et al., 2015). Sehingga Mahasiswa Jurusan Keperawatan FIKes Unsoed juga banyak yang berasal dari luar Jawa Tengah.

4.02.1.2Gambaran Burnout Pada Mahasiswa Jurusan Keperawatan FIKes Unsoed

Gambaran burnout disajikan berdasarkan skor total dan skor masing-masing dimensi. Berdasarkan skor total hasil menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa

49

jurusan keperawatan angkatan 2013 dan 2014 mengalami burnout tingkat sedang. Berdasarkan masing-masing dimensi, pada dimensi keletihan emosi dan menurunnya pencapaian prestasi akademik juga mayoritas mahasiswa mengalami burnout sedang. Sedangkan pada dimensi sinisme mayoritas mengalami burnout ringan. Selain itu, terdapat satu orang pada masing-masing dimensi keletihan emosi dan sinisme, serta dua orang pada dimensi menurunnya pencapaian prestasi akademik yang tidak mengalami burnout.

Jika dilihat sesuai dengan kuesioner, keletihan emosi dapat disebabkan mahasiswa merasa lelah menjalani rutinitas perkuliahan sehari-hari yang cukup padat, merasa tugas-tugasnya membuat mahasiswa menjadi penat, serta merasa jenuh dengan pelajaran-pelajaran, sehingga mahasiswa merasa lelah dan tidak memiliki energi yang cukup meski sudah istirahat yang cukup. Menurunnya pencapaian prestasi akademik disebabkan mahasiswa merasa kurang percaya diri dalam mengerjakan setiap tugas-tugas akademik, merasa semuanya diselesaikan dengan tidak efektif, merasa gagal dalam memenuhi pencapaian diri saat kuliah dan merasa kompetensi yang dimiliki dalam perkuliahan menurun. Sedangkan dimensi sinisme pada kategori ringan disebabkan mayoritas mahasiswa tertarik pada jurusan keperawatan sejak mendaftarkan diri di kampus, merasa bangga kuliah di jurusan keperawatan, dan menemukan hikmah atau pelajaran pada setiap tugas yang diberikan. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya mahasiswa yang kuliah di jurusan keperawatan sesuai dengan minatnya.

Hal ini sejalan dengan penelitian Katsifaraki dan Philip (2013) bahwa mayoritas mahasiswa keperawatan mengalami sinisme yang ringan sebesar 72,7%, disebabkan mahasiswa tertarik dengan kampusnya dan memiliki rasa empati yang baik terhadap orang lain. Namun berbeda pada dimensi keletihan emosi, mahasiswa mengalami burnout ringan sebesar 62,8% dan pencapaian prestasi pribadi yang rendah sebesar 38,8% atau dapat dikatakan menurunnya pencapaian prestasi akademik pada kategori berat. Sebaliknya, hasil penelitian Silva, et al. (2014) bahwa mayoritas mahasiswa keperawatan mengalami burnout berat pada semua dimensi, yaitu masing-masing sebesar 64%, 35,79%, dan 87,72%. Hal ini disebabkan ketika mahasiswa menjalani proses pembelajaran, mungkin persepsi mahasiswa berbeda terhadap situasi yang berhubungan dengan

teori dan aktivitas praktik yang membuat mahasiswa sangat stres. Sehingga memungkinkan mahasiswa menggunakan strategi koping untuk mengurangi efek dari stres. Tetapi, ketika strategi ini tidak efektif untuk mengurangi stres, maka stres yang tidak dapat ditangani akan menyebabkan mahasiswa menjadi mudah mengalami burnout.

Berdasarkan hasil observasi Silva, et al. (2014) meskipun burnout terdiri dari tiga dimensi, namun keletihan emosi dapat menjadi faktor pencetus utama untuk nantinya mengalami burnout ditambah pengalaman sebagian besar individu yang memiliki mental lemah. Burnout mungkin lebih tinggi terjadi pada program keperawatan, hal ini kemungkinan berhubungan dengan suasana akademik dan fungsi dari penyelenggaraan pada pembelajaran setiap mata kuliah mahasiswa yang berbeda. Menurut pakar burnout dalam Silva, et al. (2014) menyebutkan bahwa burnout juga disebabkan mahasiswa terlibat dalam aktivitas klinik, seperti interaksi dengan pasien, sehingga membuat mahasiswa merasa ragu-ragu dan tanggungjawabnya menjadi lebih berat. Namun, menurut American Nursing Student lingkungan belajar mengajar dari aktivitas klinik dapat memperluas pengalaman mahasiswa.

Burnout dapat disebabkan oleh faktor work overload. Menurut Leiter dan Maslach dalam Nursalam (2009) work overload adalah suatu keadaan dimana individu terlalu banyak melakukan pekerjaan dengan waktu yang sedikit. Overload terjadi karena pekerjaan yang dikerjakan melebihi kapasitas kemampuan manusia yang memiliki keterbatasan. Work overload dapat terjadi karena mahasiswa harus menjalani perkuliahan dari pagi hingga sore dan hampir setiap hari dari Senin hingga Jumat. Selain menjalani perkuliahan di kampus, mahasiswa juga harus mengerjakan tugas-tugas dengan waktu pengumpulan tugas yang terbatas.

Pada metode pengajaran yang digunakan dalam kurikulum sistem blok di Jurusan Keperawatan FIKes Unsoed diantaranya kuliah interaktif (lecture), Debate Session (DS), praktikum laboratorium, lapangan, dan skill lab. Selain itu terdapat berbagai macam diskusi seperti SGD, PBL, diskusi film, Diskusi Panel Narasumber (DPN), dan sebagainya. Selain kegiatan perkuliahan, praktik, maupun diskusi, terdapat juga berbagai macam tugas yang harus diselesaikan

51

seperti laporan diskusi, SDL, DL, portofolio, refferat journals, pembuatan poster dan film, serta karya tulis ilmiah atau skripsi bagi mahasiswa tingkat akhir. Mahasiswa juga harus mempersiapkan untuk ujian yang dilaksanakan hampir setiap minggu. Selain itu, 7 dari 10 mahasiswa juga mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di luar perkuliahan. Mahasiswa mengatakan bahwa mahasiswa sepakat dengan berbagai metode tersebut, karena sistem pembelajaran menjadi bervariasi. Tetapi, dari metode-metode tersebut menimbulkan banyaknya tugas-tugas yang harus diselesaikan, sehingga hal ini yang menjadi beban bagi mahasiswa dan terjadi work overload, yang akhirnya mengakibatkan mahasiswa menjadi burnout.

Struktur kurikulum yang digunakan sejak tahun 2010 mengacu pada SK Mendiknas no.045/U/2002 tentang kurikulum berbasis kompetensi yaitu kurikulum dengan sistem blok. Berdasarkan hal tersebut, mahasiswa diharapkan dapat mengatur waktu seefektif mungkin, karena waktu untuk menyelesaikan dalam satu blok cukup singkat, sehingga sistem pembelajaran pun akan menjadi cukup padat. Namun, bagi mahasiswa yang pintar dalam mengatur waktu dan mengelola work overload tersebut, mahasiswa tetap dapat menjalani rutinitas tanpa begitu banyak tekanan. Sehingga hal ini juga lah yang menjadi penyebab mayoritas mahasiswa burnout tidak pada kategori berat. Sedangkan hasil penelitian Ruzyczka dan Magdalena (2013) bahwa penyebab burnout pada mahasiswa keperawatan adalah 32% karena ketidakhadiran dosen, 28% karena jam praktik atau kuliah yang berlebih, 16% karena pengalaman yang tidak

Dalam dokumen Gambaran Burnout pada Mahasiswa Keperawa (Halaman 56-76)

Dokumen terkait