UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
SKRIPSI
Oleh
SOPIATI ALIMAH
G1D012090
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PURWOKERTO
ii
GAMBARAN
BURNOUT
PADA MAHASISWA
JURUSAN KEPERAWATAN FIKES
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
SKRIPSI
Untuk memenuhi sebagian persyaratan menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan pada Jurusan Keperawatan
Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto
Oleh
SOPIATI ALIMAH
G1D012090
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEPERAWATAN
PURWOKERTO
iii
Saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah
diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan yang lain atau di perguruan tinggi
lain. Sepanjang pengetahuan saya, juga tidak terdapat karya atau pendapat yang
pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam
naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.
Purwokerto, 29 April 2016
Sopiati Alimah
v
Nama : Sopiati Alimah
Alamat : Desa Manggari Dusun Oleced Rt.01 Rw.01,
Kec. Lebakwangi Kab. Kuningan, Jawa Barat 45574
Tempat, tanggal lahir : Kuningan, 20 Maret 1994
Agama : Islam
No. Telp/Handphone : +6281226575406
Email : sopiatialimah@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
1. SD Negeri Manggari
2. SMP Negeri 1 Ciawigebang
3. SMA Negeri 1 Ciawigebang
4. Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal
Soedirman
Riwayat Organisasi :
1. Kepala Bidang Administrasi Paduan Suara Mahasiswa Gita Buana Soedirman
2013
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi dalam rangka proses tugas akhir pendidikan Sarjana
Keperawatan. Skripsi dengan judul ―Gambaran burnout pada Mahasiswa Jurusan
Keperawatan FIKes Universitas Jenderal Soedirman‖ ini dilaksanakan di bidang
Keperawatan Jiwa. Penulis mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dr. Warsinah, M.Si., Apt selaku Dekan Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan
Universitas Jenderal Soedirman.
2. Ns. Lutfatul Latifah, S.Kep., M.Kep., Sp.Mat selaku Ketua Jurusan
Keperawatan Universitas Jenderal Soedirman.
3. Yunita Sari, MHS., Ph.D selaku ketua komisi skripsi Jurusan Keperawatan
Universitas Jenderal Soedirman.
4. Ns. Keksi Girindra Swasti, S.Kep., M.Kep selaku dosen pembimbing I yang
selalu sabar dalam memberikan bimbingan, pengarahan, dan petunjuk kepada
saya selama penyusunan skripsi.
5. Ns. Wahyu Ekowati, S.Kep., M.Kep., Sp.J., selaku dosen pembimbing II yang
selalu menyempatkan waktunya ditengah kesibukan yang padat dalam
memberikan bimbingan, pengarahan, dan petunjuk selama penyusunan skripsi.
6. Made Sumarwati, S. Kp., MN selaku dosen penguji yang telah berkenan
memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini.
7. Ns. Dian Ramawati, S.Kep., M.Kep selaku wakil komisi.
8. Mahasiswa Jurusan Keperawatan angkatan 2013 dan 2014 yang telah bersedia
menjadi responden, sehingga penelitian ini dapat terlaksana.
9. Kedua orang tua tercinta, kedua teteh (Nurhasanah, A.Md dan Nina Khusnul
Khotimah) dan adik (Yuke Suryani) tersayang atas segala dukungan dan doa,
sehingga selalu menjadi penyemangat bagi saya, serta Alm.A Endang Lutfiana
yang telah memotivasi saya untuk dapat melanjutkan pendidikan tinggi.
10.Bharada Bambang Alfernia Musmarliansyah yang selalu menemani hari-hari
saya meski dalam jarak jauh, pendengar setia, senantiasa memberikan arahan
vii
yang selalu memberikan terapi tertawa sebagaimana dengan skripsinya dan
menemani hari-hari saya.
12. Kedua Roommate Marta Magdalena (G1D013019-Bogor) yang selalu
mengatakan ‖fighting‖ juga menghibur dan Adinda Handayani Trenggono
(I1B015010-Majalengka) yang bijak juga perhatian, sehingga menjadi
penyemangat bagi saya.
13. Ketiga teman yang selalu ada membantu kapanpun Afif Rido Herlambang,
Khaeru Ibnu M, dan Ais Kunting (Ekonomi, Peternakan, FISIP - Unsoed).
14. Rekan-rekan alumni PASKIBRA SMANCI Kuningan 2010 (abang Galih,
bang Joni, Teten, Hafidz, Anggy, Ayyuthika, Wulan, Siska, Popy, Sulastri,
Euis, Rizal) yang selalu menghibur dan memberikan semangat untuk saya,
serta masih banyak pihak yang belum saya sebutkan satu per satu di sini.
Penulis menyadari masih banyak ketidaksempurnaan dalam penyusunan
skripsi ini. Semoga skripsi ini mendapat ridho dari Allah SWT dan bermanfaat
bagi semua pihak yang membutuhkan. Aamiiin Yaa Rabbal’alamin…
Purwokerto, 29 April 2016
viii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Sopiati Alimah
NIM : G1D012090
Jurusan : Keperawatan
Departemen : Jiwa
Fakultas : Ilmu-Ilmu Kesehatan
Jenis Karya : Skripsi
demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Jenderal Soedirman Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive
Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:
―Gambaran burnout pada Mahasiswa Jurusan Keperawatan FIKes Universitas Jenderal Soedirman‖
Dengan ini Universitas Jenderal Soedirman berhak menyimpan, mengalih
media/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat,
dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya
sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta.
Demikian pernyataan ini Saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di : Purwokerto
Pada tanggal : 29 April 2016
Yang Menyatakan
ix
Sopiati Alimah1, Keksi Girindra Swasti2, Wahyu Ekowati3
ABSTRAK
Latar Belakang: Burnout merupakan kelelahan fisik, emosional, dan mental yang disebabkan keterlibatan jangka panjang dalam situasi yang penuh dengan tuntutan emosional. Mahasiswa keperawatan dapat berisiko mengalami burnout akibat banyaknya tugas dan rutinitas kehidupan yang dilakukan saat menjalani perkuliahan terlebih dengan sistem blok.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran burnout pada mahasiswa jurusan keperawatan dan perbedaan tingkat burnout antara kedua periode angkatan.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode studi deskriptif kuantitatif dengan jenis desain cross sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling. Besar sampel yaitu 156 responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Analisa data menggunakan distribusi frekuensi dan persentase, serta Kolmogorov-Smirnov.
Hasil: Mayoritas responden berjenis kelamin perempuan (80,8%), kuliah sesuai
dengan minatnya (67,9%), IPK sangat memuaskan (62,8%), dan berasal dari Jawa Tengah (65,4%). Jumlah responden angkatan 2013 dan 2014 adalah 77 dan 79 orang. Mayoritas mahasiswa mengalami burnout tingkat sedang (56,4%). Uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan p-value 0,170.
Kesimpulan: Mayoritas mahasiswa mengalami burnout tingkat sedang dan tidak ada perbedaan tingkat burnout antara angkatan 2013 dan 2014.
Kata kunci: burnout, mahasiswa keperawatan, sistem blok.
1
Mahasiswa Jurusan Keperawatan Universitas Jenderal Soedirman 2, 3
x
DESCRIPTION OF BURNOUT IN STUDENTS OF NURSING DEPARTMENT, FACULTY OF HEALTH SCIENCES, JENDERAL
SOEDIRMAN UNIVERSITY
Sopiati Alimah1, Keksi Girindra Swasti2, Wahyu Ekowati3
ABSTRACT
Background: Burnout is physical, emotional, and mental fatigue due to long-term
involvement in situations full of emotional demands. Nursing students may be at risk for burnout due to the many tasks and routines of life while undergoing lectures conducted especially to the block system.
Objective: This research aimed to describe burnout in students of nursing
department and burnout level difference between two periods of intake.
Method: This research used quantitative descriptive study with the type of cross
sectional design. The sampling technique used total sampling technique. The sample size was 156 respondents who met inclusion and exclusion criteria. Data
were analyzed by using frequency distribution and percentage, as well as Kolmogorov-Smirnov.
Result: The majority of respondents were female (80,8%), chose a major that fit
their interest (67,9%), very satisfactory GPA (62,8%), and from Central Java (65,4%). The number of respondents in 2013 and 2014 was 77 and 79 students. respectively. The majority of students experiencing moderate level of burnout was (56,4%). Kolmogorov-Smirnov test indicated p-value of 0,170.
Conclusion: The majority of students experienced moderate level of burnout and
there was no difference of burnout level between 2013 intake and 2014 intake.
Keywords: block system, burnout, nursing student
1
Student of Nursing Department, Jenderal Soedirman University 2, 3
xi
HALAMAN SAMPUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
LEMBAR KEASLIAN PENELITIAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v
KATA PENGANTAR ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... viii
ABSTRAK ... ix
2.01.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Burnout ... 12
2.01.3 Tahapan Burnout ... 18
2.01.4 Tanda gejala Burnout ... 18
2.01.5 Burnout Pada Mahasiswa Keperawatan ... 19
xii
4.01.1 Analisis Univariat ... 37
4.01.2 Analisis Bivariat ... 40
4.02 Pembahasan ... 41
4.03 Keterbatasan Penelitian ... 61
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 63
5.01 Kesimpulan ... 63
5.02 Saran ... 63
xiii
Tabel Halaman
Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 30
Tabel 3.2 Distribusi Pernyataan Skala Burnout ... 31
Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden ... 37
Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Skor Total Burnout ... 38
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Dimensi... 38
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Gambaran Burnout Berdasarkan Karakteristik Responden ... 39
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Teori...
Gambar 2.2 Kerangka Konsep...
26
xv
Lampiran 1.
Lampiran 2.
Lampiran 3.
Lampiran 4.
Lampiran 5.
Lampiran 6.
Lampiran 7.
Lembar Permohonan Menjadi Responden
Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Instrumen A Data Demografi
Instrumen B Kuisioner Burnout
Jadwal kegiatan
Surat Ijin Penelitian
BAB 1. PENDAHULUAN
1.01 Latar Belakang
Perubahan ilmu pengetahuan, teknologi, dan globalisasi dunia berdampak secara
langsung terhadap sistem pelayanan kepada masyarakat, termasuk pelayanan
kesehatan. Masyarakat bisa mendapatkan informasi secara cepat dan mudah,
sehingga tuntutan terhadap pelayanan yang diberikan semakin meningkat, baik di
tatanan klinik maupun di komunitas. Mutu pelayanan kesehatan yang diberikan
harus terjamin, tidak berisiko, dan dapat memberi kepuasan, termasuk pelayanan
keperawatan yang profesional (Kurikulum Inti Pendidikan Ners, 2015).
Berdasarkan hal tersebut, perawat harus memiliki kompetensi yang memadai dan
memiliki tanggungjawab yang dapat diandalkan. Untuk menghasilkan tenaga
keperawatan ini perlu melalui jalur pendidikan tinggi yaitu penyelenggaraan
Pendidikan Sarjana Keperawatan. Program ini diharapkan dapat memberikan
pengalaman belajar pada peserta didik untuk menumbuhkan dan membina sikap,
pengetahuan, serta keterampilan profesional yang diperlukan sebagai seorang
perawat profesional (Buku Pedoman FIKes Jurusan Keperawatan Unsoed, 2015).
Pada pendidikan sarjana keperawatan mahasiswa diajarkan teori-teori dan
konsep-konsep seperti mata kuliah yang sifatnya umum, mata kuliah penunjang,
dan mata kuliah keahlian (Nurhidayah, 2009). Jurusan Keperawatan Fakultas
Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman (FIKes Unsoed) juga
menyelenggarakan program studi sarjana keperawatan. Struktur kurikulum yang
digunakan sejak tahun 2010 mengacu pada SK Mendiknas no.045/U/2002 tentang
kurikulum berbasis kompetensi yaitu kurikulum dengan sistem blok.
Kurikulum berbasis kompetensi dengan sistem blok menurut Direktorat
Akademik Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Jakarta (2008) yaitu
menggunakan prinsip Student-Centered Learning (SCL). Pada kurikulum ini
mahasiswa didorong untuk memiliki motivasi dan berupaya keras mencapai
kompetensi yang diinginkan. Mahasiswa juga secara aktif mengembangkan
maupun mengelola pengetahuan dan keterampilan, tidak hanya materi tetapi juga
dalam mengembangkan karakter. Selain itu, fungsi dosen dalam metode ini
Kurikulum Berbasis Kompetensi dengan sistem blok di Jurusan
Keperawatan FIKes Unsoed diselesaikan dalam waktu delapan semester dan
selama-lamanya empat belas semester, dengan total beban studi 144 sks. Pada
kurikulum tersebut mahasiswa dididik untuk mampu berkomunikasi secara
efektif, mengembangkan profesionalisme terus menerus, menjalin hubungan
interpersonal dengan klien dan tim kesehatan lain. Selain itu, mampu menerapkan
aspek etik dan legal, melaksanakan asuhan keperawatan, melakukan pendidikan
kesehatan, mengaplikasikan manajemen dan kepemimpinan keperawatan,
melakukan penelitian sederhana, dan menerapkan hasil penelitian dalam
mengelola asuhan (Buku Pedoman FIKes Jurusan Keperawatan Unsoed, 2015).
Tujuan tersebut dicapai melalui berbagai metode pengajaran yang
digunakan pada program pendidikan sarjana keperawatan diantaranya untuk
pengembangan kognitif dilaksanakan SGD, kuliah interaktif (lecture), SDL, PBL,
Diskusi Panel Narasumber (DPN), CL, Debate Session (DS), DL, CD interaktif,
portofolio, diskusi film, refferat journals, dan karya tulis ilmiah atau skripsi.
Selain itu, untuk pengembangan skills dilaksanakan praktikum laboratorium, role
play atau simulasi, pembuatan poster dan film, praktek lapangan, dan skill lab.
Adapun untuk pengembangan attitude atau afektif dilaksanakan tahap
pengumpulan informasi bahwa mahasiswa diharapkan secara aktif mampu
mencari dan menyerap semua informasi pembelajaran dari berbagai sumber yang
ada disekitarnya. Selain itu tahap analisis dan pemantapan, serta tahap umpan
balik dan evaluasi. Terdapat juga kegiatan di luar perkuliahan untuk mengasah
soft skill yaitu dengan mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM).
Banyaknya metode dan rutinitas kehidupan yang dilakukan saat menjalani
perkuliahan di kampus, mahasiswa dapat berisiko mengalami kelelahan tidak
hanya fisik, tetapi juga emosi dan mental. Kondisi ini dikenal dengan istilah
burnout. Menurut Pines & Aronson dalam Nursalam (2015) burnout merupakan
kelelahan fisik, emosional, dan mental yang disebabkan keterlibatan jangka
panjang dalam situasi yang penuh dengan tuntutan emosional. Leiter & Maslach
dalam Nursalam (2015) membagi beberapa faktor yang mempengaruhi
munculnya burnout. Pertama, work overload dimana individu terlalu banyak
3
yaitu aturan yang terkadang membuat individu memiliki batasan dalam
berinovasi. Ketiga, rewarded for work dimana kurangnya apresiasi dari
lingkungan perkuliahan. Keempat, breakdown in community dimana individu
yang kurang memiliki rasa belongingness terhadap lingkungan kuliahnya. Kelima,
treated fairly yaitu perasaan diperlakukan tidak adil. Keenam, dealing with
conflict values yaitu individu melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan
nilainya.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan profesi bidang kesehatan dan
pekerja sosial menempati urutan pertama yang paling banyak mengalami burnout,
yaitu sekitar 43% (Hadi,2009). Pangastiti (2011) menyatakan burnout syndrome
banyak ditemukan pada profesi yang bersifat human service seperti polisi,
perawat, dokter, konselor, dan pekerja sosial. Penelitian yang dilakukan oleh
Moreira et al (2009) pada perawat di suatu rumah sakit besar di Brasil Selatan
menunjukkan bahwa prevalensi profesi perawat yang mengalami burnout
sebanyak 35,7% dari 151 responden. Fakhsianoor dan Shinta (2014) juga
melakukan penelitian pada perawat di Rumah Sakit Banjarmasin yang
menunjukkan hasil bahwa 20% responden mengalami burnout ringan dan 80%
mengalami burnout sedang.
Burnout tidak hanya dialami oleh perawat, tetapi dapat juga terjadi pada
mahasiswa keperawatan ketika menjalani perkuliahan. Hal ini sesuai dengan hasil
penelitian Katsifaraki dan Philip (2013) bahwa dari 183 mahasiswa keperawatan
di Universitas Swansea yang mengalami tingkat emotional exhaustion tinggi
sebelas orang, tingkat depersonalisasi tinggi 9 orang, dan pecapaian prestasi
pribadi yang tinggi 61 orang. Hasil penelitian Silva, et al. (2014) menunjukkan
bahwa 570 mahasiswa keperawatan dari tiga Universitas di Brazil mengalami
burnout 64% pada dimensi exhaustion tinggi, 35,79% pada dimensi sinisme yang
tinggi, dan 87,72% pada dimensi pencapaian prestasi pribadi yang rendah. Selain
itu, hasil penelitian Galan, et al. (2011) menunjukkan bahwa dari 270 Mahasiswa
Kedokteran di Universitas Seville Spanyol, 61 diantaranya berisiko mengalami
burnout. Hasil penelitian Kurniati (2012) juga menunjukkan bahwa tingkat
burnout pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Malang berada pada kategori
menunjukkan rerata burnout pada mahasiswa yang bekerja sebesar 83,57 pada
laki-laki dan 82,56 pada perempuan.
Burnout dapat memberikan dampak negatif tidak hanya bagi individu yang
mengalaminya, tetapi juga bagi institusi. Dampak yang ditimbulkan tergantung
pada tahap burnout yang dialami individu. Menurut Goliszek dalam Lamria
(2009) burnout dapat diklasifikasikan menjadi empat tahap. Tahap pertama adalah
idealisme dan harapan yang tinggi. Tahap kedua adalah pesimis dan
ketidakpuasan kerja dini. Tahap ketiga, mundur dan mengisolasi diri. Tahap
keempat, tidak dapat berbalik dan kehilangan minat. Berdasarkan hasil penelitian
Jennings (2009) mahasiswa medis yang mengalami burnout lebih cenderung
berpotensi dua hingga tiga kali lipat memiliki keinginan untuk bunuh diri
dibandingkan mahasiswa lain yang tidak mengalami burnout. Selain itu, hasil
penelitian Gerber, et al (2013) bahwa siswa yang burnout mengalami gejala
depresi, penurunan skor kepuasan hidup, dan kualitas tidur berkurang.
Berdasarkan studi pendahuluan pada 25 mahasiswa Jurusan Keperawatan
Unsoed, 14 orang diantaranya mengatakan rutinitas yang dilakukan ketika
menjalani perkuliahan sangat padat. Rutinitas tersebut diantaranya mengikuti
perkuliahan dengan berbagai metode yang hampir setiap hari berlangsung dari
pagi hingga sore, kewajiban membuat berbagai laporan, serta persiapan untuk
evaluasi blok baik tertulis maupun praktikum. Selain itu, di luar perkuliahan,
sebagian besar mahasiswa aktif dalam UKM. Padatnya rutinitas dan tugas yang
harus dikerjakan membuat mahasiswa merasa lelah tidak hanya fisik, tetapi juga
emosi dan mental. Kelelahan fisik yang dialami mahasiswa berupa sakit kepala,
sakit punggung, demam, tegang otot leher dan bahu, sulit tidur, perubahan
kebiasaan makan, dan letih. Kelelahan emosi yang dialami yaitu perasaan capek
dan lelah setiap hari, merasa sedih untuk alasan yang tidak jelas, suka marah,
bosan, sulit mendapatkan kesempatan untuk istirahat karena rutinitas, putus asa,
merasa tidak memiliki apa-apa, merasa gagal, dan kehilangan semangat. Serta
kelelahan mental yang dialami yaitu kaku dalam berfikir, rutinitas sehari-hari
mulai terasa tertekan, selalu bekerja keras tapi pencapaian selalu kurang, merasa
kurang kompeten, tujuan yang ingin dicapai mulai berubah, tidak peka, acuh tak
5
mahasiswa keperawatan FIKes Unsoed diantaranya cenderung dikatakan
mengalami burnout.
Selanjutnya 9 mahasiswa mengalami kelelahan fisik yaitu sakit kepala,
demam, tegang otot leher dan bahu, sering flu, sulit tidur, perubahan kebiasaan
makan, dan letih. Mahasiswa juga mengalami kelelahan emosional yaitu perasaan
capek dan lelah setiap hari, merasa sedih untuk alasan yang tidak jelas, bosan, dan
sulit mendapatkan kesempatan untuk istirahat karena rutinitas. Sedangkan 2
mahasiswa lainnya hanya mengalami kelelahan fisik yaitu sakit kepala, demam,
sulit tidur, perubahan kebiasaan makan, dan letih. Sehingga 11 orang tersebut
cenderung dikatakan tidak mengalami burnout.
Paparan di atas menunjukkan bahwa mahasiswa keperawatan beberapa
diantaranya cenderung mengalami burnout. Sehingga, penulis tertarik meneliti
gambaran burnout pada mahasiswa Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu-ilmu
Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman.
1.02 Rumusan Masalah
Burnout merupakan sindrom kelelahan fisik, mental, dan emosional yang
disebabkan keterlibatan jangka panjang situasi penuh tuntutan emosional yang
disebabkan oleh banyak faktor. Burnout juga cenderung dapat dialami oleh
mahasiswa keperawatan. Hasil studi pendahuluan pada 25 mahasiswa Jurusan
Keperawatan Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Unsoed diperoleh informasi bahwa
14 diantaranya cenderung mengalami burnout. Sehingga penulis mengangkat
permasalahan yang diteliti yaitu ―Bagaimana gambaran burnout pada mahasiswa
Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal
Soedirman?‖
1.03 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui: 1) karakteristik responden meliputi jenis
kelamin, pilihan jurusan berdasarkan minat (sesuai minat atau tidak sesuai minat),
periode angkatan, IPK, dan daerah asal tempat tinggal, 2) gambaran burnout yang
dikategorikan menjadi tidak burnout, burnout ringan, sedang, dan berat pada
mahasiswa Jurusan Keperawatan FIKes Unsoed, 3) gambaran burnout
berdasarkan karakteristik responden, 4) perbedaan tingkat burnout antara periode
1.04 Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat bagi:
1.04.1 Bagi mahasiswa
Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran dan menambah pengetahuan
bagi mahasiswa tentang burnout, sehingga mahasiswa dapat mengenali dan
mengantisipasi kondisi burnout.
1.04.2 Bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada institusi
pendidikan tentang gambaran burnout pada mahasiswa Jurusan Keperawatan
Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman, sehingga
diharapkan institusi pendidikan dapat ikut serta untuk mengantisipasi terjadinya
burnout pada mahasiswa.
1.04.3 Bagi penelitian selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan data dasar mengenai burnout mahasiswa untuk
penelitian selanjutnya, seperti dengan memberikan terapi untuk meminimalkan
atau mencegah kondisi burnout.
1.05 Keaslian Penelitian
Menurut pustaka yang ada, penulis menemukan beberapa penelitian mengenai
burnout, diantaranya adalah:
a. Penelitian yang berjudul ―Hardy personality and burnout syndrome among
nursing students in three Brazilian universities—an analytic study‖ yang
dilakukan oleh Silva, et al. (2014). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan tipe kepribadian hardy dengan burnout. Subjek yang diteliti
berjumlah 570 Mahasiswa Keperawatan dari tiga Universitas di Brazil. Alat
ukur yang digunakan ialah Maslach Burnout Inventory-Student Survey
(MBI-SS) dan skala Hardiness. Metode yang digunakan adalah analisis dengan
desain cross sectional. Data dianalisis menggunakan Statistical Analysys
System. Variabel kuantitatif dipresentasikan dalam bentuk statistic deskriptif
seperti nilai maksimum dan minimum, rata-rata dan standar deviasi. Fischer’s
exact probability test digunakan untuk mengetahui hubungan burnout dengan
hardiness. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 64% mahasiswa mengalami
7
yang tinggi, dan 87,72% pada dimensi pencapaian prestasi pribadi yang
rendah. Selain itu, 48,77% memiliki tingkat kontrol yang tinggi, 61,40%
tingkat komitmen yang tinggi, dan 35,44% tingkat tantangan yang tinggi. Ada
perbedaan yang signifikan secara statistik antara frekuensi hardiness dan
burnout (p = 0,033), dengan 68,00% dari siswa hardy tidak menunjukkan
burnout.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan terletak pada
variabel burnout, subjek penelitian, dan alat ukur burnout. Sedangkan
perbedaannya terletak pada teknik pengambilan sampel, desain penelitian dan
analisa data.
b. Penelitian yang berjudul ―Nursing burnout at a general healthcare facility and
a mental healthcare institution in the Caribbean‖ yang dilakukan oleh Andrew
(2012). Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan tingkat burnout antara
perawat yang terdaftar bekerja pada dua fasilitas di sebuah pulau Karibia:
fasilitas kesehatan umum dan rumah sakit jiwa. Jumlah populasi dalam
penelitian ini sebanyak 132 orang, namun hanya 58 orang yang berpartisipasi.
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif, cross sectional, dan desain survey.
Pengumpulan data dilakukan dengan kuesioner Maslach Burnout
Inventory-Human Service Survey dan kuesioner demografi. Analisis data dalam penelitian
ini menggunakan analisis t-test dan regresi linear. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa burnout mempengaruhi perawat di Karibia, namun
burnout lebih besar mempengaruhi perawat di fasilitas kesehatan umum
dibandingkan dengan perawat di rumah sakit jiwa.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan terletak pada
variabel burnout dan desain penelitian. Sedangkan perbedaannya terletak pada
variabel terikat, subjek penelitian, alat ukur burnout, dan analisa data.
c. Penelitian yang berjudul ―Pengaruh kesejahteraan spiritual terhadap burnout
pada mahasiswa Pendidikan Dokter di Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta‖ yang dilakukan oleh Laili (2014). Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh kesejahteraan spiritual terhadap burnout. Subjek yang
diteliti berjumlah 43 Mahasiswa Pendidikan Dokter di UII Yogyakarta. Alat
MBI-SS dan skala kesejahteraan spiritual yang merupakan modifikasi skala
SWBQ. Metode yang digunakan adalah kuantitatif korelasional. Data dianalisis
menggunakan analisis regresi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga
hipotesis diterima. Terdapat pengaruh keempat domain kesejahteraan spiritual
(personal, komunal, environmental, dan transcendental) terhadap burnout
dimensi keletihan emosi (p>0,05), dimensi sisnisme (p>0,05), dan dimensi
menurunnya keyakinan akademik (p>0,05). Sedangkan dari keempat domain
kesejahteraan spiritual yang berpengaruh secara signifikan terhadap ketiga
dimensi burnout adalah domain transendental.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan terletak pada
variabel burnout, pengambilan sampel, dan alat ukur burnout. Sedangkan
perbedaannya terletak pada subjek penelitian, desain penelitian, dan analisa
data.
d. Penelitian yang berjudul ―Hubungan antara burnout dengan motivasi
berprestasi akademis pada mahasiswa yang bekerja‖ yang dilakukan oleh Diaz
(2007). Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat hubungan antara burnout
dengan motivasi berprestasi akademis pada mahasiswa yang bekerja. Penelitian
ini bersifat korelasional yang dilakukan terhadap 98 mahasiswa yang bekerja
dari lima lembaga perguruan tinggi di Jakarta dan Depok, dengan karakteristik
antara lain berusia minimal 20 tahun, belum menikah, mengambil strata satu
dari berbagai jurusan. Penelitian ini menggunakan metode try out terpakai.
Motivasi berprestasi akademis diukur dengan skala motivasi berprestasi
akademis yang disusun berdasarkan karakteristik tanggung jawab,
membutuhkan umpan balik, inovatif, risiko pemilihan tugas, dan ketekunan.
Sedangkan burnout diukur dengan skala burnout yang disusun berdasarkan
dimensi yang dikemukakan oleh Maslach yaitu kelelahan emosional,
depersonalisasi, dan penurunan pencapaian prestasi pribadi.
Uji asumsi dalam penelitian ini yaitu uji normalitas dan uji lineritas. Uji
normalitas dilakukan dengan menggunakan One Sample Kolmogorov Smirnov
dan Shapiro-Wilk Test. Untuk nilai signifikan pada burnout adalah 0,000
(p< 0,05). Skor signifikan pada motivasi berprestasi adalah 0,000 (p<0,05).
9
yaitu burnout dan motivasi berprestasi adalah tidak normal. Hasil uji linearitas
burnout dengan motivasi berprestasi menunjukan hasil yang linear dimana skor
F sebesar 168,1194 dan nilai signifikansi sebesar 0,000 (p<0,05).
Selanjutnya data penelitian dianalisis dengan menggunakan perhitungan
statistik non parametrik. Pada uji korelasi Karl Pearson, didapat koefisien
korelasi (r) sebesar -0,798 dengan taraf signifikansi 0,000 (p<0.05). Hasil uji
korelasi tersebut menunjukan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan
antara burnout dengan motivasi berprestasi.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan terletak pada
variabel burnout dan teknik pengambilan sampel. Sedangkan, perbedaannya
terletak pada variabel terikat, alat ukur burnout, subjek penelitian, dan analisa
data.
e. Penelitian yang berjudul ―Hubungan antara stres dengan burnout pada
Mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik
Ibrahim Malang‖ yang dilakukan oleh Kurniati (2012). Penelitian ini bertujuan
untuk: 1) mengetahui tingkat stres pada mahasiswa Fakultas Psikologi UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang, 2) mengetahui tingkat burnout pada
mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 3)
mengetahui adanya hubungan antara stres dengan burnout pada mahasiswa
Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Rancangan penelitian
yang digunakan adalah korelasional kuantitatif. Populasinya adalah seluruh
mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang yang
masih aktif pada tahun ajaran 2011- 2012 (796 mahasiswa) dan diambil 10%
dari populasi sebagai sampel (80 mahasiswa). Sampel diambil menggunakan
teknik sampel random. Alat ukur yang digunakan adalah skala stres dan
burnout yang disusun oleh peneliti sendiri berdasarkan tinjauan pustaka.
Reliabilitas, validitas dan analisa data korelasi P roduct Moment dari Pearson
menggunakan bantuan komputerisasi SPSS 15.0 For Windows.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat stres mahasiswa Fakultas
Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang pada 80 responden pada
kategori rendah sebesar 0%, kategori sedang sebesar 3,8%, dan kategori tinggi
seluruhnya berada pada kategori tinggi, yaitu sebesar 100%. Pada ketegori
rendah dan sedang memperoleh persentase yang sama yaitu sebesar 0%. Nilai
koefisien korelasi (r) = 0,686; p = 0,000 dengan jumlah sampel 80 responden.
Berarti ada hubungan positif yang signifikan antara stres dengan burnout.
Semakin tinggi stres maka semakin tinggi pula tingkat burnout pada
mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Begitu
juga sebaliknya.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan terletak pada
variabel burnout alat ukur burnout. Sedangkan perbedaannya terletak pada
teknik pengambilan sampel, subjek penelitian, desain penelitian dan analisa
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan pustaka dalam penelitian ini terdiri dari landasan teori, kerangka teori,
dan kerangka konsep.
2.01 Landasan Teori
Landasan teori dari penelitian ini mencakup aspek burnout diantaranya pengertian
burnout, dimensi burnout, faktor-faktor penyebab, tahapan, tanda gejala, burnout
pada mahasiswa keperawatan, dan instrumen burnout.
2.01.1 Burnout
Istilah burnout diperkenalkan oleh Bradley pada tahun 1969, namun tokoh yang
dianggap sebagai penemu dan penggagas istilah burnout adalah Herbert
Freudenberger yang menulis artikel tentang fenomena burnout pada tahun 1974
(Gunarsa, 2004). Pada masa itu, Freudenberger yang bekerja sebagai psikiater di
salah satu klinik kecanduan obat di New York melihat bahwa banyak tenaga
sukarelawan yang semula bersemangat melayani pasien lalu mengalami
penurunan motivasi dan komitmen kerja yang disertai dengan gejala keletihan
fisik dan mental.
Sejauh ini terjemahan baku untuk istilah burnout dalam bahasa Indonesia
tampaknya belum ditemukan (Gunarsa, 2004). Menurut Annual Review of
Psychology 2003 dalam Gunarsa (2004) disebutkan bahwa istilah burnout
dipandang sebagai konsep yang tidak memiliki definisi baku. Namun demikian,
menurut Pines dan Aronson dalam Nursalam (2015) burnout merupakan
kelelahan secara fisik, emosional, dan mental yang disebabkan keterlibatan jangka
panjang dalam situasi yang penuh dengan tuntutan emosional. Sementara itu,
Freudenberger dalam Nursalam (2015) juga mendefinisikan burnout sebagai
kelelahan yang terjadi karena bekerja terlalu intens tanpa memperhatikan
kebutuhan pribadinya. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa
burnout adalah rasa kelelahan baik secara fisik, mental, maupun emosional, yang
menyebabkan seseorang terganggu.
2.01.1.1Dimensi Burnout
Leiter dan Maslach dalam Gunarsa (2004) menyatakan ada tiga dimensi burnout,
a. Exhaustion
Exhaustion merupakan dimensi burnout yang ditandai dengan kelelahan yang
berkepanjangan baik secara fisik, mental, maupun emosional. Ketika individu
merasakan kelelahan (exhaustion), individu tersebut tidak mampu menyelesaikan
masalah sendiri, tetap merasa lelah meski sudah istirahat yang cukup, serta kurang
energi dalam melakukan aktivitas.
b. Cynicism / Depersonalisation
Cynicism merupakan dimensi burnout yang ditandai dengan sikap sinis,
cenderung menarik diri dari dalam lingkungan kerja atau kuliah. Ketika individu
merasakan cynicism (sinis), individu tersebut cenderung dingin, menjaga jarak,
cenderung tidak ingin terlibat dengan lingkungan perkuliahannya. Cynism juga
merupakan cara untuk terhindar dari rasa kecewa. Secara konkret seseorang yang
sedang depersonalisasi cenderung meremehkan, memperolok, tidak peduli dengan
orang lain yang dilayani, dan bersikap kasar. Perilaku negatif seperti ini dapat
memberikan dampak yang serius pada efektivitas perkuliahan.
c. Reduced sense of personal accomplishment
Penurunan pencapaian prestasi pribadi atau penurunan keyakinan akademik jika
pada mahasiswa disebabkan oleh perasaan bersalah telah melakukan orang lain di
sekitarnya secara negatif. Hal ini berkembang dari depersonalisasi, sikap kurang
positif terhadap orang lain, lama kelamaan berubah menjadi penilaian negatif
tentang diri sendiri. Seseorang merasa bahwa dirinya telah berubah menjadi orang
yang berkualitas buruk terhadap orang lain di sekitarnya, misalnya tidak
memperhatikan kebutuhannya. Padahal seorang pemberi layanan dituntut untuk
selalu memiliki perilaku yang positif, misalnya penyabar, penuh perhatian,
hangat, humoris, dan yang paling penting adalah mempunyai rasa empati.
2.01.1.2Faktor-faktor yang Mempengaruhi Burnout
Leiter dan Maslach dalam Nursalam (2015) membagi beberapa faktor yang
mempengaruhi munculnya burnout, yaitu: a. Work Overload
Work overload kemungkinan terjadi akibat ketidaksesuaian antara individu
dengan pekerjaannya. Individu terlalu banyak melakukan pekerjaan dengan waktu
13
kemampuan manusia yang memiliki keterbatasan. Hal ini dapat menyebabkan
menurunnya kualitas individu, hubungan yang tidak sehat di lingkungan pekerjaan
atau perkuliahan jika pada mahasiswa, menurunkan kreativitas, dan menyebabkan
burnout.
b. Lack of Work Control
Semakin tinggi jabatan seseorang, semakin banyak seseorang itu diatur oleh
agenda kerja (aturan protokoler) yang sering kali tidak dapat dihindari meskipun
hal tersebut tidak disukai. Adanya aturan terkadang membuat individu memiliki
batasan dalam berinovasi, merasa kurang memiliki tanggung jawab dengan hasil
yang didapatkan karena adanya kontrol yang terlalu ketat dari atasan.
c. Rewarded for work
Salah satu kontributor yang berperan besar terhadap munculnya burnout adalah
tidak adanya sistem imbalan intrinsik seperti dapat melakukan tugas-tugas yang
menyenangkan, membangun keahlian, dan memperoleh penghargaan dari mitra
kerja. Kurangnya keseimbangan antara sistem imbalan yang bersifat ekstrinsik
gaji, tunjangan) dan sistem imbalan intrinsik akan melemahkan semangat untuk
menyukai pekerjaan. Selain itu, kurangnya apresiasi dari lingkungan kerja juga
membuat individu merasa tidak bernilai. Apresiasi bukan hanya dilihat dari
pemberian gaji, tetapi hubungan yang terjalin baik antar individu, individu dengan
atasan turut memberikan dampak pada individu tersebut. Pada mahasiswa,
apresiasi dapat berupa nilai dari sebuah tugas yang dikerjakan atau beasiswa bagi
mahasiswa yang berprestasi.
d. Breakdown in Community
Pada hakikatnya manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat dipisahkan dari
komunitasnya dimana pun berada. Seseorang akan bekerja dengan maksimal
ketika memiliki kenyamanan dan kebahagiaan yang terjalin dengan rasa saling
menghargai. Persaingan yang ketat dan waktu kerja atau kuliah yang padat
menyebabkan individu terpisah dari sesamanya, sehingga ada kesenjangan baik
antar individu maupun dengan atasan, sibuk dengan diri sendiri, dan tidak
memiliki quality time dengan rekan. Hubungan yang tidak baik membuat suasana
di lingkungan tidak nyaman, full of anger, frustasi, cemas, merasa tidak dihargai.
membantu antar rekan. Selain itu, individu yang kurang memiliki rasa
belongingness terhadap lingkungan kerjanya (komunitas) atau lingkungan
perkuliahan pada mahasiswa, akan menyebabkan kurangnya rasa keterikatan
positif di lingkungannya.
e. Treated Fairly
Perasaan diperlakukan tidak adil merupakan faktor terjadinya burnout. Seseorang
merasa tidak percaya dengan lingkungan kerjanya atau lingkungan perkuliahan
ketika tidak ada keadilan. Rasa ketidakadilan biasa dirasakan pada saat masa
promosi kerja, atau individu disalahkan ketika individu tersebut tidak melakukan
kesalahan.
f. Dealing with Conflict Values
Seseorang akan melakukan yang terbaik ketika melakukan apa yang sesuai
dengan nilai, belief, dan self respect. Namun, ketika pekerjaan mengharuskan
seseorang melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan nilai individu tersebut, hal
tersebut dapat menyebabkan performa dan kualitas kerja seseorang menurun,
karena tidak sesuai dengan nilai yang dimiliki. Misalnya seorang sales terkadang
harus berbohong agar produk yang ditawarkan dapat terjual.
Selanjutnya, Sullivan dalam Spector (2008) menjelaskan beberapa faktor
yang dapat menyebabkan burnout, yaitu:
a. Environmental factor
Faktor lingkungan merupakan faktor yang berkaitan dengan lingkungan fisik
(peralatan, ventilasi, pencahayaan, kebisingan, privasi, tempat duduk yang tidak
nyaman, dan ketiadaan fasilitas yang mendukung), konflik peran (adanya
ketidakcocokan individu dengan pekerjaannya, konflik antara nilai-nilai yang
dimiliki individu dengan pekerjaan, atau memiliki peran ganda seperti menjadi
pekerja dan ibu rumah tangga), beban kerja yang berlebihan (lamanya jam kerja,
banyaknya tanggungjawab yang harus diterima, dan banyaknya tugas yang harus
diselesaikan), keterlibatan terhadap pekerjaan, tingkat fleksibilitas waktu kerja
atau kuliah, dan kurangnya dukungan sosial,. Berdasarkan hasil penelitian
Adawiyah (2013) menunjukkan bahwa dukungan sosial yang baik dapat
mendukung berkurangnya kecenderungan burnout. Individu yang memperoleh
15
dapat mengatasi stres secara lebih berhasil dibanding dengan individu yang
kurang memperoleh dukungan sosial. Dalam keluarga, faktor lingkungan termasuk
dalam jumlah anak, keterlibatan dalam keluarga, serta kualitas hubungan dengan
anggota keluarga.
b. Individual Factor
Faktor individu meliputi faktor demografik seperti jenis kelamin, etnis, usia,
status perkawinan, latar belakang pendidikan, status ekonomi, faktor kepribadian
seperti tipe keperibadian introvert atau extrovert, konsep diri yang rendah,
kebutuhan, motivasi, kemampuan dalam mengendalikan emosi, mekanisme
koping, dan locus of control. Perbedaan jenis kelamin dapat mempengaruhi cara
seseorang dalam menyikapi masalah, karena pria dan wanita tumbuh dan
dibesarkan dengan cara yang berbeda. Pria diajarkan bertindak tegas, tegar, dan
tanpa emosional, sedangkan wanita diajarkan untuk berprilaku lembut dan kasih
sayang. Berdasarkan hasil penelitian Sari (2015) pada perawat usia < 30 tahun
cenderung mengalami burnout ringan yaitu sebanyak tiga puluh orang dari 42
orang, sedangkan usia ≥ 30 tahun cenderung mengalami burnout sedang yaitu
sebanyak lima orang dari sebelas orang. Namun, dilihat dari tingkatan burnout
berat, tiga orang dengan usia < 30 tahun dan dua orang dengan usia ≥ 30 tahun
mengalaminya. Sedangkan, hasil penelitian Dewi dan Pramesti (2013)
menunjukkan tidak ada perbedaan tingkat burnout yang signifikan pada guru SDN
yang berusia dewasa dini (18-39 tahun) dan dewasa madya (40-60 tahun).
Annual Review of Psychology (dalam Nurjayadi, 2004) melaporkan bahwa
individu yang belum menikah (khususnya laki-laki) dilaporkan lebih rentan
terhadap sindrom burnout dibandingkan individu yang sudah menikah. Namun
perlu penjelasan lebih lanjut untuk status perkawinan. Individu yang sudah
menikah bisa saja memiliki resiko untuk mengalami burnout jika perkawinannya
kurang harmonis atau mempunyai pasangan yang tidak dapat memberikan
dorongan sosial (Nurjayadi, 2004). Berdasarkan hasil penelitian Sari (2015)
terdapat lima orang dari 23 orang yang sudah menikah mengalami burnout berat.
Tanggungjawab seseorang setelah menikah tentu berbeda dengan yang belum
Menurut Maslach dan Jackson dalam Nurjayadi (2004) menyebutkan bahwa
tingkat pendidikan juga turut berperan dalam sindrom burnout. Hal ini didasari
oleh kenyataan bahwa stres yang terkait dengan masalah pekerjaan seringkali
dialami oleh pekerja dengan pendidikan yang rendah. Namun, Siagian (2009)
mengemukakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka
semakin besar keinginan untuk memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan
yang dimilikinya serta semakin besar pula tuntutan pekerjaan sehingga
berpengaruh terhadap perilaku kerjanya. Seseorang dengan pendidikan sarjana
paling berisiko mengalami burnout dibandingkan tingkat pendidikan lainnya. Profesional yang berpendidikan tinggi memiliki harapan atau aspirasi yang idealis,
sehingga ketika dihadapkan pada kesenjangan antara aspirasi dan kenyataan maka
muncul kegelisahan dan kekecewaan yang dapat menimbulkan burnout. Faktor kepribadian dapat mempengaruhi tingkat burnout seseorang menurut hasil
penelitian Mufida (2012) bahwa gaya kepribadian steadiness cenderung lebih
mudah mengalami burnout dibanding dengan individu dengan gaya kepribadian
lainnya. Ciri-ciri dari orang yang memiliki gaya kepribadian steadiness adalah
introvert, stabil, dapat dipercaya, rileks, pasif, santai, menghindari tanggung
jawab, tidak tegas, tidak berorientasi pada target, menyukai sesuatu yang berjalan
dengan konsisten dan kurang menyukai perubahan yang bersifat mendadak.
Motivasi juga dapat berpengaruh terhadap burnout. Berdasarkan hasil
penelitian Tawale, Widjajaning, dan Gartinia (2011) menunjukkan jika motivasi
yang dimiliki rendah, maka kecenderungan burnout akan tinggi, begitu pula
sebaliknya. Selain itu, locus of control dapat berpengaruh terhadap burnout.
Berdasarkan hasil penelitian Sari (2015) menunjukkan bahwa responden dengan
locus of control internal cenderung mengalami burnout ringan yaitu sebanyak 32
orang dari 41 orang, sedangkan responden dengan locus of control eksternal lebih
cenderung mengalami burnout sedang yaitu sebanyak tujuh orang dari dua belas
orang. Locus of control berpengaruh terhadap pemilihan strategi koping individu.
Selain itu, kecenderungan locus of control pada individu akan mempengaruhi
karakteristik pekerjaan yang sesuai dengan dirinya. Locus of control internal
17
tersebut dan terlihat lebih mampu menahan stres dibandingkan dengan locus of
control eksternal.
c. Cultural factor
Menurut Potter dan Perry (2005) budaya menggambarkan sifat non-fisik, seperti
nilai, keyakinan, sikap, atau adat istiadat yang disepakati oleh kelompok
masyarakatdan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kultur juga
merupakan kumpulan dari keyakinan, praktik, kebiasaan, kesukaan,
ketidaksukaan, norma, adat istiadat, dan ritual yang dipelajari dari keluarga
selama sosialisasi bertahun-tahun. Banyak keyakinan, pikiran, dan tindakan
masyarakat, baik disadari maupun tidak disadari, ditentukan oleh latar belakang
budaya. Akhirnya, kultur adalah sistem meta komunikasi yang di dalamnya tidak
hanya bahasa lisan, tetapi juga sesuatu yang lain. Salah satu contoh adalah cara
individu bereaksi secara nonverbal terhadap percakapan seseorang, cara individu
membuat kontak mata, menyentuh tubuh, dan memegang tangan.
Potter dan Perry (2005) menjelaskan lebih lanjut mengenai aspek-aspek
budaya diantaranya adalah komunikasi, waktu, variasi biologi, dan organisasi
sosial. 1) Perbedaan komunikasi ditujukkan dalam banyak cara, termasuk
perbedaan bahasa, perilaku verbal dan non-verbal, dan diam. 2) Orientasi waktu
beragam diantara kelompok kultur yang berbeda. Terdapat kultur yang mengacu
pada kejadian sekarang, adapula yang mengacu pada waktu yang akan datang.
Misalnya individu dalam hal kesehatan yang berorientasi pada waktu yang akan
datang, individu tersebut akan mencegah kejadian penyakit di masa mendatang.
3) Terdapat beberapa cara dimana seseorang dari satu kelompok kultural berbeda
secara biologis misalnya secara fisik dan genetik. Contoh signifikan diantaranya
adalah struktur dan bentuk tubuh, warna kulit, variasi enzimatik dan genetic,
kerentanan terhadap penyakit, dan variasi nutrisi. 4) Lingkungan sosial dimana
seseorang dibesarkan dan bertempat tinggal memainkan peranan penting dalam
perkembangan dan identitas kultural seseorang. Organisasi sosial mengacu pada
unit keluarga (keluarga kecil, orangtua tunggal, atau keluarga besar) dan
organisasi kelompok sosial (keagamaan atau etnik). Aspek-aspek budaya tersebut
dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya burnout pada
2.01.1.3Tahapan Burnout
Goliszek dikutip dalam Lamria (2009) mengidentifikasi empat tahap burnout,
yaitu:
a. Idealisme dan harapan yang tinggi. Pada tahap pertama, seorang antusias
berdedikasi terhadap pekerjaan dan menampilkan tingkat energi yang tinggi
dan sikap yang positif.
b. Pesimis dan ketidak puasan kerja dini. Pada tahap kedua, rasa frustasi, ilusi
yang negatif, dan kebosanan terhadap pekerjaan dan individu mulai
menunjukkan gejala-gejala stres baik fisik maupun kejiwaan.
c. Mundur dan mengisolasi diri. Pada tahap ini seseorang masuk ke dalam tahap
ketiga, sifat marah, permusuhan, menghindari kontak dengan rekan kerja, tidak
bersahabat, berpandangan sangat negatif, mengalami depresi dan tekanan emosi
lainnya, menjadi tidak mampu berpikir atau konsentrasi, mengalami kelelahan
fisik dan mental yang ekstrim, serta menunjukkan banyak gejala stres.
Tanda-tanda stres terhadap fisik maupun jiwa semakin memburuk. Melalui tahap
ketiga ada perubahan yang sederhana didalam tujuan pekerjaan, sikap, dan
tindakan dapat membalik proses burnout.
d. Tidak dapat berbalik dan kehilangan minat. Kehilangan minat yang sulit
dikembalikan dengan gejala-gejala tekanan fisik memburuk, akan terlihat antara
lain rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri, acuh terhadap kehadiran
untuk bekerja, sinis, dan berfikir negatif. Sekali seorang masuk pada tahap ini
dan terus berada dalam kondisi seperti itu dalam jangka waktu tertentu, maka
burnout tidak dapat dihindarkan lagi.
2.01.1.4Tanda Gejala Burnout
Menurut Pines dan Aronson dalam Sutjipto (2001) tanda gejala burnout dapat
dilihat dari ketiga dimensi:
a. Kelelahan fisik, yaitu suatu kelelahan yang bersifat sakit fisik dan energi fisik.
Sakit fisik dapat berupa sakit kepala, demam, sakit punggung, rasa ngilu,
rentan terhadap penyakit, tegang pada otot leher dan bahu, sering terkena flu,
sulit tidur, mual-mual, gelisah, dan perubahan kebiasaan makan. Energi fisik
19
b. Kelelahan emosional, yaitu suatu kelelahan pada individu yang berhubungan
dengan perasaan pribadi. Kelelahan emosi dapat berupa rasa bosan, mudah
tersinggung, perasaan tidak menolong, merasa tidak memiliki apa-apa, ratapan
yang tiada henti, perasaan capek dan lelah setiap hari, sulit mendapatkan
kesempatan untuk istirahat karena rutinitas, suka marah, gelisah, tidak peduli
terhadap tujuan, putus asa, merasa sedih untuk alasan yang tidak jelas, rutinitas
membuat sedih, rasa tidak berdaya, merasa tidak memiliki apa-apa, kehilangan
semangat, atau depresi.
c. Kelelahan mental, yaitu suatu kondisi kelelahan pada individu yang
berhubungan dengan rendahnya penghargaan diri dan depersonalisasi.
Kelelahan mental dapat berupa merasa tidak berharga, tidak peka, selalu
menyalahkan, rasa benci, kurang bersimpati dengan oranglain, cenderung
merasa bodoh, rutinitas sehari-hari mulai terasa tertekan, selalu bekerja keras
tetapi pencapaian selalu kurang, merasa kurang kompeten, merasa gagal, tujuan
yang ingin dicapai mulai berubah, acuh tak acuh, atau tidak puas dengan jalan
hidup.
2.01.1.5Burnout pada Mahasiswa Keperawatan
Pelayanan keperawatan yang diberikan kepada masyarakat harus memenuhi
standar mutu internasional, yang dapat menjamin keamanan dan kenyamanan
klien beserta keluarganya. Perawat dituntut untuk tampil profesional saat
memberikan asuhan keperawatan serta mampu menjalin kerjasama dengan
berbagai pihak agar pelayanan yang diberikan dilakukan secara komprehensif dan
dapat memenuhi kebutuhan dasar, meliputi kebutuhan bio, psiko, sosio dan
spiritual klien (Kurikulum Inti Pendidikan Ners, 2015).
Penyelenggaraan praktik keperawatan didasarkan pada kewenangan yang
diberikan karena keahlian yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan
kesehatan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan tuntutan globalisasi
sebagaimana tertera dalam Undang-Undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 dan
Undang-Undang RI Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan. Praktik
keperawatan merupakan inti dari berbagai kegiatan dalam penyelenggaraan upaya
kesehatan yang harus terus menerus ditingkatkan mutunya melalui pendidikan,
terhadap tenaga keperawatan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (Kurikulum Inti Pendidikan Ners, 2015).
Agar menghasilkan seorang perawat yang profesional, maka seorang
mahasiswa keperawatan harus menempuh program pendidikan keperawatan yang
yang sesuai dengan kurikulum pendidikan ners. Kurikulum pendidikan ners terdiri
atas kurikulum program Sarjana Keperawatan dan kurikulum program profesi
ners. Pendidikan ners merupakan pendidikan akademik-profesional dengan proses
pembelajaran yang menekankan pada tumbuh kembang kemampuan mahasiswa
untuk menjadi seorang akademisi dan profesional. Landasan tumbuh kembang
kemampuan ini merupakan kerangka konsep pendidikan yang meliputi falsafah
keperawatan sebagai profesi, dan keperawatan sebagai bentuk pelayanan
profesional yang akan mempengaruhi isi kurikulum dan pendekatan utama dalam
proses pembelajaran (Kurikulum Inti Pendidikan Ners, 2015).
Pelaksanaan pendidikan sarjana keperawatan diharapkan dapat memberikan
pengalaman belajar pada peserta didik untuk menumbuhkan dan membina sikap,
pengetahuan, serta keterampilan profesional yang diperlukan sebagai seorang
perawat profesional (Buku Pedoman FIKes Jurusan Keperawatan Unsoed, 2015).
Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan Universitas Jenderal
Soedirman (FIKes Unsoed) juga menyelenggarakan program studi sarjana
keperawatan. Struktur kurikulum yang digunakan sejak tahun 2010 mengacu pada
SK Mendiknas no.045/U/2002 tentang Kurikulum Berbasis Kompetensi yaitu
Kurikulum dengan sistem blok. Kurikulum dikembangkan sejalan dengan visi
dan misi institusi. Kurikulum tersebut diselesaikan dalam waktu delapan semester
dan selama-lamanya empat belas semester, dengan total beban studi 144 sks
(Buku Pedoman FIKes Jurusan Keperawatan Unsoed, 2015).
Metode pengajaran yang digunakan pada program pendidikan sarjana
keperawatan Unsoed dalam Buku Pedoman FIKes Unsoed (2015) diantaranya
adalah:
a. Untuk pengembangan kognitif dilaksanakan: 1) diskusi kelompok kecil / Small
Group Discussion (SGD) merupakan sarana diskusi mahasiswa dalam
kelompok yang didampingi tutor untuk melatih kemampuan analisis dan
21
ditetapkan. SGD ini dilakukan dalam kelompok yang telah ditetapkan. 2)
kuliah interaktif (lecture) merupakan metode pembelajaran dengan kegiatan
ceramah atau tatap muka yang dibawakan oleh narasumber, terjadwal, dan
mengacu pada prinsip student centered learning. 3) Self Direct Learning (SDL)
yaitu mahasiswa belajar secara mandiri untuk meningkatkan kemampuan dan
pemahaman setelah mengikuti beberapa proses pembelajaran. 4) Problem
Based Learning (PBL) yang menerapkan tujuh langkah (seven jumps) untuk
memecahkan permasalahan yaitu klarifikasi istilah dan konsep, menetapkan
definisi atau batasan permasalahan, menganalisa masalah, menyusun berbagai
penjelasan mengenai permasalahan, merumuskan tujuan belajar, belajar
mandiri, menarik atau mengambil system informasi yang dibutuhkan dari
informasi yang ada. 5) Diskusi Panel Narasumber (DPN) merupakan diskusi
pleno dengan beberapa narasumber untuk menjawab berbagai pertanyaan yang
tidak terjawab maupun penjelasan materi yang masih dirasakan kurang. 6)
Cooperative Learning (CL) yaitu mahasiswa dibagi dalam kelompok kecil dan
didampingi oleh seorang tutor. 7) Debate Session (DS) yaitu kegiatan
interaktif, ide/gagasan disampaikan dalam debate yang dapat
dipertanggungjawabkan secara logis dan ilmiah. 8) Discovery Learning (DL)
ada dua jenis yaitu mengeksplorasi film dan poster. 9) CD interaktif yaitu
menampilkan gambaran secara audiovisual dengan bimbingan langsung oleh
narasumbernya yang ahli. 10) Portofolio, 11) diskusi film, 12) refferat journals
atau mengkritisi sebuah penelitian yang tertuang dalam jurnal ilmiah, dan 13)
karya tulis ilmiah atau skripsi.
b. Untuk pengembangan skills dilaksanakan praktikum laboratorium, role play
atau simulasi, pembuatan poster dan film, praktek lapangan, dan skill lab.
c. Untuk pengembangan attitude atau afektif dilaksanakan tahap pengumpulan
informasi bahwa mahasiswa diharapkan secara aktif mampu mencari dan
menyerap semua informasi pembelajaran dari berbagai sumber yang ada
disekitarnya.
d. Tahap analisis dan pemantapan, pada tahap ini mahasiswa dibimbing dan
diarahkan oleh dosen atau tutor atau narasumber agar mampu memanfaatkan
bidang keperawatan. Selain itu, mahasiswa juga dibimbing untuk memiliki
profesional skill yang terkait dengan materi yang diselenggarakan.
e. Tahap umpan balik dan evaluasi merupakan tahap penilaian terhadap proses
dan hasil kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Metode yang digunakan pada
tahap ini nadalah: 1) Self-assesment dengan menggunakan checklist oleh
mahasiswa, 2) Peer review antar mahasiswa, 3) Pengamatan
berkesinambungan oleh tutor dengan observation sheet, 4) Daftar hadir dan
dinamika kelompok dengan checklist oleh tutor, 5) Laporan perorangan tanpa
laporan kelompok, 6) Angket mahasiswa untuk mengevaluasi tutor, 7)
Portofolio, dan 8) Ujian: MCQ, SOCA, OSCE.
Banyaknya metode dan rutinitas kehidupan yang dilakukan saat menjalani
perkuliahan di kampus, mahasiswa dapat berisiko mengalami burnout. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian Katsifaraki dan Philip (2013) bahwa dari 183
mahasiswa keperawatan di Universitas Swansea United Kingdom yang
mengalami emotional exhaustion tinggi 19 orang, sedang 45 orang, dan rendah
115 orang. Pada dimensi depersonalisasi dengan tingkat tinggi 9 orang, sedang 25
orang, dan rendah 113 orang. Pada dimensi pencapaian prestasi pribadi dengan
tingkat tinggi 61 orang, sedang 42 orang, dan rendah 71 orang. Hasil penelitian
Silva, et al. (2014) menunjukkan bahwa 570 mahasiswa keperawatan dari tiga
Universitas di Brazil 64% mengalami burnout pada dimensi emotional exhaustion
tinggi, 35,79% pada dimensi sinisme yang tinggi, dan 87,72% pada dimensi
pencapaian prestasi pribadi yang rendah. Ruzyczka dan Magdalena (2013) dalam
hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dari 47 mahasiswa keperawatan dan
keguruan di Universitas Krakow Polandia 32% mengalami burnout. Burnout pada
mahasiswa keperawatan berdasarkan penyebab yaitu karena perilaku
ketidakhadiran professor 32%, jam praktik yang berlebihan 28%, pengalaman
yang tidak menyenangkan saat praktik 16%, lain-lain 7,4%, dan tidak menjawab
4%.
Burnout juga dapat terjadi pada mahasiswa lainnya seperti hasil penelitian
Galan, et al. (2011) menunjukkan bahwa dari 270 Mahasiswa Kedokteran di
Universitas Seville Spanyol, 61 diantaranya berisiko mengalami burnout.
23
Mahasiswa Kedokteran dari Universitas di St Andrews dan Manchester 55%
mengalami emotional exhaustion tinggi, 34% depersonalisasi tinggi, dan 46,6%
penurunan pencapaian prestasi pribadi. Selain itu, hasil penelitian Kurniati (2012)
menunjukkan bahwa tingkat burnout pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN
Malang berada pada kategori tinggi 100% dengan responden 80 orang. Diaz
(2007) dalam hasil penelitiannya menunjukkan rerata burnout pada mahasiswa
yang bekerja sebesar 83,57 pada laki-laki dan 82,56 pada perempuan. Hasil
penelitian Purnama, Darmiyati, dan Eva (2011) juga menunjukkan bahwa dari
1944 Mahasiswa Universitas Negeri Yogyakarta jenjang S1 periode 2008/2009
yang mengalami kelelahan emosi 20%, kelelahan fisik 33%, 17% kelelahan
kognitif, dan 30% kehilangan motivasi. Faktor penyebab burnout pada mahasiswa
adalah 19% karaktersitik mahasiswa, 33% keterlibatan emosional dengan
lingkungan belajar, dan 48% faktor lingkungan.
Menurut Sutarjo, Dewi, dan Ni Kt (2014) dampak seorang siswa yang
mengalami burnout, siswa tersebut merasa rentang waktu tertentu yang digunakan
untuk belajar tidak mendatangkan hasil. Siswa merasa seakan-akan pengetahuan
dan kecakapan yang diperoleh dari belajar tidak ada kemajuan. Tidak adanya
kemajuan belajar pada umumnya berlangsung selamanya. Seorang siswa yang
sedang burnout, sistem akal tak dapat bekerja sebagaimana yang diharapkan
dalam proses-proses item-item informasi atau pengalaman, sehingga kemajuan
belajarnya seakan-akan "jalan ditempat". Bila kemajuan belajar yang jalan di
tempat ini digambarkan dalam bentuk kurva, yang akan tampak adalah garis
mendatar yang lazim disebut plateau. Burnout dapat melanda seorang siswa yang
kehilangan motivasi dan konsolidasi salah satu tingkat keterampilan tertentu
sebelum sampai pada tingkat keterampilan berikutnya.
2.01.1.6Instrumen Burnout
Schaufeli dan Enzman dalam Parameshwary (2007) menjelaskan bahwa terdapat
beberapa cara yang digunakan untuk mengukur burnout, seperti observasi,
interview, dan kuesioner pelaporan diri (self-report questionnaires). Hanya saja
para peneliti beranggapan bahwa metode observasi dinilai kurang sistematis dan
tidak terstandarisasi, sehingga hasilnya dapat mempengaruhi validitas dan
teknik pengukuran burnout juga dianggap tidak efisien karena melelahkan, rumit,
serta membutuhkan banyak biaya. Sedangkan melalui teknik wawancara, para
peneliti juga menilai bahwa teknik tersebut dapat bersifat subjektif, tidak efisien,
sehingga juga dianggap kurang reliabel untuk mengukur burnout. Oleh sebab itu,
itu, disarankan untuk menggunakan kuesioner pelaporan diri. Kuesioner ini tersaji
dalam berbagai bentuk, yakni Freudenberger Burnout Inventories (FBI), Burnout
Measure (BM), dan Maslach Burnout Inventorry (MBI). Hanya saja diantara
ketiga alat ukur tersebut, hanya MBI yang dinilai paling lengkap untuk mengukur
burnout.
Maslach dan Jackson pada awal tahun 1980-an mengembangkan MBI yang
merupakan alat ukur untuk mengetahui tingkat burnout seseorang. Awalnya, MBI
hanya terbatas digunakan untuk mengukur tingkat burnout seseorang yang
memiliki kontak langsung dengan orang yang membutuhkan pelayanan. Ketika itu
terdapat MBI yang sering digunakan yaitu MBI-Human Services Survey
(MBI-HSS), MBI-Educator Survey (MBI-ES), dan MBI-General Survey (MBI-GS).
MBI-HSS ditujukan untuk mengukur tingkat burnout pada orang-orang yang
bekerja di bidang pelayanan publik, MBI-ES digunakan untuk mengukur tingkat
burnout pada pendidik atau guru. Sedangkan, MBI-GS digunakan untuk
mengukur tingkat burnout pada berbagai bidang pekerjaan. Selain itu terdapat
pula MBI-Student Survey (MBI-SS) yang dimodifikasi dari MBI-GS oleh
Schaufeli, et al. (2002). MBI-SS digunakan untuk mengukur tingkat burnout pada
mahasiswa dengan mengacu pada perasaan kelelahan karena tuntutan studi,
memiliki sikap sinis dan terpisah terhadap salah satu studi, dan merasa tidak
kompeten sebagai mahasiswa.
Hingga saat ini MBI merupakan alat ukur yang peling sering digunakan
untuk mengetahui tingkat burnout seseorang. Hal ini disebabkan dalam MBI
tercakup tiga indikator burnout yang bersifat multidimensional, yaitu dimensi
exhaustion, depersonalisasi, dan penurunan pencapaian prestasi pribadi. Adanya
ketiga indikator yang bersifat multidimensional tersebut membuat MBI dinilai
lebih dapat memahami perilaku individu dalam konteks sosial dan memfokuskan
pada faktor-faktor sosial dan personal. Selain itu, administrasi pengerjaan tes yang
25
sebagai instrumen yang dapat memberikan informasi mengenai tingkat burnout
2.02 Kerangka Teori
Kerangka teori penelitian ini berasal dari berbagai sumber yaitu Leiter & Maslach
dalam Nursalam (2015), Sullivan dalam Spector (2008), Pines dan Aronson dalam
Sutjipto (2001), Goliszek dalam Lamria (2009), dan Buku pedoman Jurusan
Keperawatan FIKes Unsoed (2015).
Gambar 2.1 Kerangka teori gambaran burnout pada mahasiswa Jurusan Keperawatan
Sinis, acuh tak acuh, berpikir negatif, kehilangan minat, dan rendahnya penghargaan terhadap diri sendiri.
Tahapan Burnout Gejala Burnout
27
2.03 Kerangka konsep
Berdasarkan landasan teori diatas maka dibentuk kerangka konsep penelitian yang
dapat dijelaskan melalui gambar sebagai berikut :
Keterangan:
: Diteliti/dikendalikan : tidak diteliti
Gambar 2.1 Kerangka konsep gambaran burnout pada mahasiswa Jurusan Keperawatan FIKes Unsoed
Mahasiswa Jurusan Keperawatan FIKes
Unsoed
Tingkat Burnout Mahasiswa
a. Ringan b. Sedang c. Berat
Faktor yang mempengaruhi
burnout pada mahasiswa: