• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DENGAN SUBARACHNOID BLOCK DI RSU NEGARA

N/A
N/A
Alfan Hartomo

Academic year: 2024

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DENGAN SUBARACHNOID BLOCK DI RSU NEGARA "

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

ZESIKA INDAH PERTIWI WALANGADI

FAKULTAS KESEHATAN

PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI

DENPASAR 2021

(2)

ii SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN PASIEN PRE OPERASI DENGAN SUBARACHNOID

BLOCK DI RSU NEGARA

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar D-IV Keperawatan Anestesiologi (S.Tr.Kes) Pada Institut Teknologi Dan Kesehatan Bali

Diajukan Oleh :

ZESIKA INDAH PERTIWI WALANGADI NIM. 17D10115

FAKULTAS KESEHATAN

PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI

DENPASAR 2021

(3)

iii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi dengan judul “Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Dengan Subarachnoid Block di RSU Negara”, telah mendapatkan persetujuan pembimbing dan disetujui untuk diajukan ke hadapan Tim Penguji Sripsi pada Program Studi D-IV Keperawatan Anestesiologi Institut Teknologi dan Kesehatan Bali.

Denpasar, 04 Desember 2020

Pembimbing I Pembimbing II

Ns. Made Rismawan, S.Kep., MNS NIDN. 0820018101

Ns. Ni Wayan Kesari Dharmapatni, S.Kep.,MNS NIR. 15118

(4)

iv

LEMBAR PENETAPAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

Skripsi ini telah Diuji dan Dinilai oleh Panitia Penguji pada Program Studi D IV Keperawatan Anestesiologi Institut Teknologi Dan Kesehatan Bali pada Tanggal

15 Juni 2021

Panitia Penguji Skripsi Berdasarkan SK Rektor ITEKES Bali Nomor : DL.02.02.1820.TU.IX.20

Ketua : Ns. NLP Dina Susanti, S.Kep.,M.Kep NIDN. 0808117701

Anggota :

1. Ns. Made Rismawan, S.Kep.,MNS NIDN. 0820018101

2. Ns. Ni Wayan Kesari Dharmapatni, S.Kep.,MNS NIR. 15118

(5)

v

LEMBAR PERNYATAAN PENGESAHAN

Skripsi dengan judul “Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Dengan Subarachnoid Block di RSU Negara”, telah disajikan di depan dewan penguji pada tanggal 15 Juni 2021 telah diterima serta disahkan oleh Dewan Penguji Skripsi dan Rektor Institut Teknologi Dan Kesehatan Bali.

Denpasar, 10 Juni 2021 Disahkan oleh:

Dewan Penguji Skripsi 1. Ns. NLP Dina Susanti, S.Kep.,M.Kep

NIDN. 0808117701

2. Ns. Made Rismawan, S.Kep.,MNS NIDN. 0820018101

3. Ns. Ni Wayan Kesari Dharmapatni, S.Kep.,MNS NIR. 15118

Mengetahui Institut Teknologi Dan Kesehatan Bali

Rektor,

I Gede Putu Darma Suyasa., S.Kp., M.Ng.,Ph.D NIDN. 0823067802

Program Studi D IV Keperawatan Anestesiologi

Ketua,

dr. Agus Shuarsedana, Sp.An NIR. 17131

(6)

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Terapan Keperawatan Anestesiologi di Intitut Teknologi dan Kesehatan Bali.

Terlaksananya penelitian dan selesainya penulisan skripsi ini adalah berkat bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, dalam kesempatan inii saya mengucapkan terima kasih yang terbesar-besarnya dengan hati yang tulus kepada :

1. Bapak I Gede Putu Darma Suyasa, S.Kp., M.Ng., Ph.D selaku Rektor Institut Teknologi dan Kesehatan Bali yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Ni Luh Dina Susanti, S.Kep., M.Kep selaku Wakil Rektor I Institut Teknologi dan Kesehatan Bali yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Ns. I Ketut Alit Adianta, S.Kep., MNS selaku Wakil Rektor II Institut Teknologi dan Kesehatan Bali yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada penulis menyelesaikan skripsi ini.

4. Bapak Ns. I Kadek Nuryanto, S.Kep.,MNS selaku Dekan Fakultas Kesehatan yang memberikan dukungan kepada penulis.

5. Bapak dr. Agus Shuarsedana, Sp.An. selaku Ketua Program Studi D-IV Keperawatan Anestesiologi yang memberikan dukungan moral dan perhatian kepada penulis.

6. Bapak Ns. Made Rismawan, S.Kep., MNS selaku pembimbing I yang telah banyak memberikan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

7. Ibu Ns. Ni Wayan Kesari Dharmapatni, S.Kep.,MNS selaku pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Bapak I Gede Galang Surya Pradnyana, S.Pd.,M.Pd selaku wali kelas yang selalu memberikan motivasi dan dukungan moral kepada penulis

(7)

vii

9. Seluruh keluarga Marlina Razak (Ibu), Hermanto Walangadi (Ayah), Rizkyanto Walangadi (Kakak), Anisa Walangadi (Adik) dan Nayla Putri Aisyah (Adik) yang telah banyak memberikan dukungan serta dorongan moral dan materil hingga selesainya skripsi ini.

10. Kepada teman-teman penulis (Dita Rahma, Muliani Dewi, Intan Ayu, Dysa Immanuella, Odhe Sintya, Mutia Fatikha, Nofia Candra, Rafael, Dea Agasha, Rion Bagista) yang selalu membantu, memberi dukungan dan memberikan semangat kepada penulis

11. Teman-teman yang jauh (Fanda Dude, Meity Nete, Jalna Detuage, Windi Anggita, Yolan Pakona dan Tauhid Butolo) yang selalu memberikan semangat dan dukungan dari jauh.

12. Teman-Teman angkatan 2017 yang berjuang bersama-sama dan saling memberikan bantuan serta dukungan

13. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penyusunan skripsi ini.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Penulis sadar skripsi ini jauh dari sempurna, tetapi penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.

Denpasar, 04 Desember 2020

Penulis

(8)

viii

Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi dengan Subarachnoid Block Di RSU Negara

Zesika Indah Pertiwi Walangadi Fakultas Kesehatan

Program Studi D IV Keperawatan Anestesiologi Institut Teknologi Dan Kesehatan Bali

Email: zesikawalngadi17@gmail.com ABSTRAK

Latar Belakang: Kecemasan merupakan respon fisiologi dan psikologi terhadap individu yang akan melakukan operasi, respon ini dapat menyebabkan penundaan tindakan operasi. Untuk itu individu yang akan melakukan tindakan operasi dan anestesi harus dipersiapkan, baik itu dukungan berupa informasi, motivasi, instrumental dan emosional.

Tujuan: Untuk mengetahui hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi dengan Subarachnoid Block di Rumah Sakit Umum Negara.

Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan desain penelitian potong lintang (Cross Sectional). Alat pengumpul data berupa kuesioner. Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang akan menjalani operasi dengan tindakan Subarachnoid Block di RSU Negara. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah total sampling dengan jumlah sampel penelitian 53. Analisa data menggunakan uji Pearson.

Hasil: Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dukungan keluarga yang didapatkan oleh pasien pre operasi tergolong tinggi dan baik dengan presentasi yang sempurna yaitu 100%. Kemudian hasil dari tingkat kecemasan pasien pre operasi menunjukan bahwa sebagian besar responden mengalami kecemasan berat 50,9% dan penelitian ini juga menemukan bahwa tidak adanya hubungan yang signifikan dengan nilai signifikansi 0,130 dengan tingkat korelasinya sangat rendah.

Kesimpulan: Sebagian responden di Rumah Sakit Umum Negara memiliki tingkat kecemasan yang tinggi dengan dukungan keluarga yang baik. Hal ini disebabkan karena persepsi individu tentang operasinya sehingga ada dukungan keluarga tidak dapat mempengaruhi kecemasan responden.

Kata Kunci: Dukungan Keluarga, Kecemasan, Pre Operasi

(9)

ix

THE CORRELATION BETWEEN FAMILY SUPPORT AND ANXIETY LEVELS OF PREOPERATIVE PATIENTS WITH SUBARACHNOID

BLOCK AT NEGARA GENERAL HOSPITAL

Zesika Indah Pertiwi Walangadi Faculty of Health

Diploma IV Nursing Anesthesiology Program Institute of Technology and Health Bali

Email: zesikawalngadi17@gmail.com ABSTRACT

Background: Anxiety is a physiological and psychological response to individuals who will perform surgery and this response can cause delays in surgery. For this reason, individuals who will perform surgery and anesthesia must be prepared. The preparation could be support in the form of information, motivation, instrumental and emotional.

Aim: To determine the correlation between family support and anxiety levels of preoperative patients with Subarachnoid Block at Negara General Hospital.

Method: This study was a quantitative descriptive study with a cross-sectional design. There were 53 patients who underwent surgery with a subarachnoid block recruited as the sample through total sampling technique. The data were collected using a questionnaire and analyzed by using the Pearson test.

Finding: The finding indicated that the family support obtained by preoperative patients was high and good with a perfect presentation of 100%. Then the result of the anxiety level of preoperative patients showed that the majority of the respondents experienced severe anxiety 50.9% and this study also found that there was no significant correlation with a significance value of 0.130 with a very low correlation level.

Conclusion: The majority of the respondents have a high level of anxiety with good family support. This is due to the individual's perception of the operation; so that, some family supports cannot affect the respondent's anxiety.

Keywords: Family Support, Anxiety, Preoperation

(10)

x DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN SAMPUL DEPAN ... i

HALAMAN SAMPUL DENGAN SPESIFIKASI... ii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

LEMBAR PENETAPAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ... iv

LEMBAR PERNYATAAN PENGESAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

DAFTAR SINGKATAN... xv

BAB I PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Tinjauan Dukungan Keluarga ... 7

B. Tinjauan Kecemasan ... 10

C. Tinjauan Operasi ... 17

D. Penelitian Terkait ... 23

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN VARIABEL PENELITIAN ... 28

A. Kerangka Konsep ... 28

B. Hipotesis ... 29

C. Variabel Penelitian ... 30

BAB IV METODE PENELITIAN ... 32

A. Desain Penelitian ... 32

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 32

C. Populasi-Sampel-Sampling ... 32

D. Pengumpulan Data ... 34

BAB V HASIL PENELITIAN... 45

(11)

xi

A. Gambaran Umum Penelitian ... 45

B. Karakteristik Responden ... 46

C. Gambaran Dukungan Keluarga Pada Pasien Pre Operasi ... 47

D. Gambaran Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi... 48

E. Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi ... 49

BAB VI PEMBAHASAN ... 50

A. Dukungan Keluarga Pre Operasi ... 50

B. Tingkat Kecemasan Pre Operasi ... 51

C. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi ... 52

D. Keterbatasan Penelitian ... 54

BAB VII PENUTUP... 55

A. Kesimpulan... 56

B. Saran ... 56 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Indikator Dukungan Keluarga ... 9 Tabel 2.2 Aturan Puasa ... 18 Tabel 3.1 Definisi Operasional Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Op Dengan Tindakan Subarachnoid Block ... 32 Tabel 4.1 Pedoman Keeratan Hubungan ... 42 Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Karakteristik Responden (n=53) ... 46 Tabel 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Dukungan Keluarga Pasien Pre Operasi Dengan Tindakan Subarachnoid Block di RSU Negara ... 47 Tabel 5.3 Distribusi Responden Berdasarkan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Dengan Tindakan Subarachnoid Block di RSU Negara ... 48 Tabel 5.4 Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre OperasiDengan Tindakan Subarachnoid Block di RSU Negara ... 49

(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Rentang Respon Kecemasan ... 12 Gambar 3.1 Kerangka Konsep Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi dengan Subarachnoid Block ... 28

(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Jadwal Penelitian Lampiran 2. Instrumen Penelitian

Lampiran 3. Lembar Permohonan Menjadi Responden Lampiran 4. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Lampiran 5. Lembar Pernyataan Face Validity

Lampiran 6. Surat Ijin Penelitian Dari Rektor ITEKES Bali

Lampiran 7. Surat Ijin Penelitian Dari Badan Penanaman Modal Dan Perizinan Provinsi Bali

Lampiran 8. Surat Ijin Penelitian Dari Badan Penanaman Modal Kabupaten Jembrana

Lampiran 9. Surat Ijin Penelitian Rumah Sakit Umum Negara Lampiran 10. Surat Ijin Penelitian Dari Komite Etik

Lampiran 11. Penggunaan APD Di Kamar Operasi Lampiran 12. Hasil Analisa Data

Lampiran 13. Lemabar Pernyataan Persetujuan Pelaksanaan Penelitian

(15)

xv

DAFTAR SINGKATAN

WHO : World Health Organization

GA : General Anestesi

RA : Regional Anestesi

LA : Lokal Anestesi

RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

IBS : Instalasi Bedah Sentral

EKG : Elektrokardiogram

ASA : American Society of Anesthesiologis PDPH : Post Dural Puncture Headache

APAIS : Amsterdam Preoperative Anxiety and Information Scale SPSS : Statistical Product and Service Solutions

ITEKES Bali : Institut Teknologi dan Kesehatan Bali

Ha : Hipotesis Alternatif

(16)

1

Kecemasan merupakan suatu respon emosional, reaksi kebingungan dan kekhawatiran terhadap suatu penyebab yang tidak jelas dan penilaian intelektual yang berbahaya serta dapat mengancam. Kecemasan ini juga dihubungkan dengan perasaan tidak menentu dan tidak berdaya (Stuart, 2008 dalam Taravella, 2019). Tindakan pembedahan selalu mendatangkan perasaan takut dan cemas pada setiap orang yang akan menghadapinya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ulfa (2017) didapatkan 80% dari semua pasien yang akan menjalani operasi mengalami kecemasan, yang hasilnya menunjukkan terdapat peran negatif dari stress berupa kecemasan, dalam mempengaruhi kesehatan individu yang akan menjalani operasi.

Tingkat kecemasan pasien pre operasi mencapai 534 juta jiwa dan di perkirakan angka terus meningkat setiap tahunnya (Organization, 2015).

Berdasarkan data WHO tahun 2007, Amerika Serikat menganalisis data dari 35.539 pasien operasi dirawat di unit perawatan intensif antara 10 Oktober 2003 sampai 30 September 2006, dari 8.922 pasien (25,1%) mengalami kondisi kejiwaan dan 2.473 pasien (7%) mengalami kecemasan sebelum operasi (WHO, 2007). Kemudian sebuah penelitian yang dilakukan oleh Gea (2014) di salah satu RS di Jakarta menemukan bahwa 70% pasien mengalami kecemasan pre operasi.

Pada prosedur operasi tidak akan terlepas dari pemilihan tindakan jenis anestesi yang akan dilakukan. Anestesi adalah usaha untuk menghilangkan nyeri dengan teknik-teknik yang dipakai dalam tindakan operasi. Anestesi dapat dilakukan dengan general anestesi (GA), regional anestesi (RA) salah satunya spinal, dan lokal anestesi (LA). Anestesi spinal atau Block subarakhnoid ialah blok regional yang dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat anestetik local kedalam ruang subarachnoid melalui tindakan fungsi lumbal. Teknik ini sederhana, cukup efektif, dan mudah dikerjakan (Mangku

(17)

& Senapathi, 2010). Sebuah penelitian yang dilakuakan oleh Siswatiningsih (2018) di Instalasi Bedah Sentral menunjukan bahwa jumlah tindakan bedah dengan anestesi spinal bulan Agustus 2018 sebanyak 203 pasien dan meningkat pada bulan September 2018 sebanyak 235 pasien. Namun tindakan pembedahan dengan teknik spinal anestesi dapat mendatangkan ancaman tehadap tubuh, integritas dan jiwa seseorang, selain itu juga dapat menimbulkan kecemasan bagi pasien (Artini dkk, 2017).

Ada berbagai alasan yang dapat menyebabkan kecemasan pasien dalam menghadapi tindakan pembedahan yaitu takut nyeri setelah pembedahan, takut terjadi perubahan fisik menjadi buruk rupa dan tidak berfungsi mengalami kondisi yang sama, takut mengahadapi ruang operasi, peralatan bedah dan petugas, takut mati saat dilakukan anastesi, dan takut akan gagal (Perry dan Potter, 2005). Menurut Durand & Barlow dalam Nurwulan (2017) terdapat tiga faktor yang berkontribusi terhadap kecemasan, yaitu biologis, psikologis dan sosial. Menurut Apollo & Cahyadi (2012) Bahwa sumber-sumber dukungan social adalah orang yang memiliki hubungan yang berarti bagi individu. Seperti keluarga, teman dekat, pasangan hidup, rekan kerja, saudara, teman-teman dan tetangga. Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Melisa (2012) menemukan bahwa faktor eksternal yang paling besar menyebabkan kecemasan adalah faktor dukungan sosial (14,2%).

Salah satu dukungan sosial diperoleh melalui dukungan keluarga.

Keluarga merupakan sistem pendukung utama yang memberi perawatan langsung pada setiap keadaan (sehat–sakit) klien. Keluarga merupakan bagian dari manusia yang setiap hari selalu berhubungan dengan kita. Keadaan ini perlu kita sadari sepenuhnya bahwa setiap individu merupakan bagiannya dan keluarga juga dapat diekspresikan tanpa hambatan yang berarti (Suprajitno, 2004 dalam Haqiki, 2013). Dukungan keluarga merupakan faktor penting yang dibutuhkan seseorang dalam menghadapi masalah dan suatu strategi koping yang sangat baik untuk mengurangi rasa cemas yang berlebihan. Dukungan keluarga dan melibatkan orang terdekat selama perawatan berpengaruh terhadap mental seseorang dan dapat

(18)

meminimalkan efek gangguan psikososial (Saryono, 2008 dalam Winda, 2014). Dukungan keluarga bisa diwujudkan dalam bentuk dukungan emosional melalui rasa empati, dukungan penghargaan melalui dorongan maju, dukungan instrumental melalui bantuan langsung baik harta maupun benda, serta dukungan informatif melalui pemberian nasehat maupun petunjuk. (Supartini, 2004 dalam Liandi, 2011).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Haqiki (2013) menemukan bahwa dari 32 orang responden terdapat 14 (7,9%) orang dengan dukungan keluarga yang kurang mengalami kecemasan sedang, ada 14 (7,9%) orang dengan dukungan keluarga yang baik mengalami kecemasan ringan dan terdapat 4 (12,3%) orang mengalami kecemasan sedang. Berdasarkan hasil literature review, ditemukan bahwa beberapa penelitian menunjukan adanya hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi (Haqiki, 2013; Kurniawan, 2016; Nurwulan, 2017). Namun beberapa penelitian lain menemukan hasil sebalikya bahwa tidak ada hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi (Winda, 2014; Liandi, 2011). Dari hasil penelitian ini bisa kita dapatkan bahwa masih ada hasil penelitian yang tidak konsisten atau inkonsistensi penelitian sebelumnya dan juga kejadian kecemasan pasien pre operasi masih sering terjadi. Salah satu factor yang mempengaruhi kecemasan yaitu berupa dukungan social seperti keluarga, untuk itu dukungan keluarga sangat berpengaruh pada pasien yang akan menjalani operasi, Semakin baik dukungan yang diberikan oleh keluarga maka kecemasan pasien pre operatif akan berkurang.

Berdasarkan data dan laporan dari RSU Negara yang saya dapatkan bahwa kejadian kecemasan masih sering terjadi di RSU Negara. Oleh karena itu peneliti melakukan penelitian di rumah sakit yang bersangkutan untuk melihat apakah dukungan keluarga memiliki hubungan dengan kejadian kecemasan di RSU Negara. Pemilihan tempat ini dikarenakan di Rumah Sakit ini belum pernah dilakukan penelitian tentang hubungan dukungan keluarga

(19)

dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi, selain itu juga karena kejadian kecemasan masih ditemukan di Rumah Sakit ini.

Dari pernyataan diatas bisa kita liat bahwa tingkat kecemasan pasien pre operasi memiliki keterkaitan dengan dukungan dari keluarga. Dampak yang bisa ditimbulkan dari kecemasan pre operasi diantaranya saat kondisi cemas vital sign pasien akan mengalami gangguan khususnya pada tekanan darah yang mengalami peningkatan, dada sesak, serta emosi tidak stabil (Efendy, 2008 dalam Gea, 2014). Akibat dari kecemasan pasien pre operasi yang sangat hebat maka ada kemungkinan operasi tidak bisa dilaksanakan, karena pada pasien yang mengalami kecemasan sebelum operasi akan muncul kelainan seperti tekanan darah yang meningkat sehingga apabila tetap dilakukan operasi akan mengakibatkan kesulitan dan bahkan setelah operasi pun akan mengganggu proses penyembuhan.

Respon kecemasan sering muncul pada klien yang akan menjalani operasi (fase pre operasi) dikarenakan fase pre operasi merupakan pengalaman baru bagi klien yang akan menjalani operasi. Kecemasan klien pre operasi disebabkan oleh berbagai faktor, salah satunya adalah dukungan social khususnya dukungan keluarga. Salah satu sikap perawat dalam menangani kecemasan pasien pre operasi yaitu dengan pemberian premedikasi untuk mengurangi kecemasan pasien dan mengajarkan pasien teknik relaksasi nafas dalam untuk mengatasi kecemasannya. Berdasarkan penelitian Riniasih (2015) rata- rata tingkat kecemasan responden sebelum diberikan terapi nafas dalam 32,11 dan sesudah di berikan terapi nafas dalam menjadi 20,83 yang artinya pemberian terapi nafas dalam terbukti efektive dalam penurunan tingkat kecemasan pasien.

Sesuai penjelasan dan data yang ditemukan diatas masih ada kasus kecemasan pada pre operasi, peningkatan tingkat kecemasan dan penelitian yang tidak konsisten. Jika hal ini tidak ditanggulangi akan menghambat dan mengganggu jalannya operasi, oleh karena itu peran keluarga merupakan salah satu factor yang berpengaruh dalam menanggulangi kecemasan pasien, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang Hubungan Antara

(20)

Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Dengan Subarachnoid Block di Ruang IBS RSU Negara.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang dapat diambil yaitu “Apakah Ada Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Dengan Subarachnoid Block di Ruang IBS RSU Negara”.

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum

Untuk Mengetahui Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Dengan Subarachnoid Block.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi Dukungan Keluarga Pada Pasien Pre Operasi b. Mengidentifikasi Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi

c. Menganalisis Adanya Hubungan Dukungan Keluarga Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk kemajuan di bidang Kesehatan khususnya dalam ilmu keperawatan dan juga bisa di jadikan acuan bagi peneliti selanjutnya terutama penelitian tentang hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pre operasi pada pasien dengan tindakan subarachnoid block.

(21)

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Petugas Kesehatan

Sebagai bahan pertimbangan bagi petugas kesehatan dalam menekankan kepada keluarga untuk menekankan pentingnya dukungan keluarga pada pasien yang akan menjalani operasi.

b. Bagi Keluarga

Memberikan masukan dan menanamkan pada keluarga tentang manfaat dukungan keluarga yang dapat mengurangi kecemasan pasien sebelum operasi.

c. Bagi Instansi Kesehatan

Menambah wawasan, ilmu pengetahuan dan bisa dijadikan sebagai gambaran mata kuliah untuk dukungan social salah satunya dukungan keluarga sangat berpengaruh dalam proses penyembuhan pasien operasi.

(22)

7 1. Pengertian

Dukungan keluarga menurut Friedman (2010) adalah sikap, tindakan penerimaan keluarga terhadap anggota keluarganya, berupa dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional. Jadi dukungan keluarga adalah suatu bentuk hubungan interpersonal yang meliputi sikap, tindakan dan penerimaan terhadap anggota keluarga, sehingga anggota keluarga merasa ada yang memperhatikan.

2. Bentuk atau Fungsi Dukungan Keluarga

Menurut Harnilawati (2013) keluarga memiliki beberapa bentuk dukungan yaitu :

a. Dukungan Penilaian

Dukungan ini meliputi pertolongan pada individu untuk memahami kejadian depresi dengan baik dan juga sumber depresi dan strategi koping yang dapat digunakan dalam mengahadapi stressor.

Dukungan ini juga merupakan dukungan yang terjadi bila ada ekspresi penilaian yang positif terhadap individu. Individu mempunyai seseorang yang dapat diajak bicara tentang masalah mereka, terjadi melalui ekspresi pengharapan positif individu kepada individu lain, penyemangat, persetujuan terhadap ide-ide atau perasaan seseorang dan perbandingan positif seseorang dengan orang lain, misalnya orang yang kurang mampu. Dukungan keluarga dapat membantu meningkatkan strategi koping individu dengan startegi-strategi alternatif berdasarkan pengalaman yang berfokus pada aspek-aspek yang positif.

(23)

b. Dukungan Instrumental

Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan, bantuan finansial dan material berupa bantuan nyata (Instrumental support material support), suatu kondisi dimana benda atau jasa akan membantu memecahkan masalah praktis, termasuk didalamnya bantuan langsung, seperti saat seseorang memberi atau meminjamkan uang, membantu pekerjaan sehari-hari, menyampaikan pesan, menyediakan transportasi, menjaga dan merawat saat sakit ataupun mengalami depresi yang dapat membantu memecahkan masalah. Dukungan nyata paling efektif bila dihargai oleh individu dan mengurangi depresi individu. Pada dukungan nyata keluarga sebagai sumber untuk mencapai tujuan praktis dan tujuan nyata.

c. Dukungan Informasional

Jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung jawab bersama, termasuk di dalamnya memberikan solusi dari maslah, memberikan nasehat, pengarahan, saran atau umpan balik tentang apa yang dilakukan oleh seseorang. Keluarga dapat menyediakan informasi dengan menyarankan tentang dokter, terapi yang baik bagi dirinya dan tindakan spesifik bagi individu untuk melawan stresor. Individu yang mengalami depresi dapat keluar dari masalahnya dan memecahkan masalahnya dengan dukungan dari keluarga dengan menyediakan feed back. Pada dukungan informasi ini keluarga sebagai penghimpun informasi dan pemberian informasi.

d. Dukungan Emosional

Selama depresi berlangsung, individu sering menderita secara emosiaonal, sedih, cemas dan kehilangan harga diri. Jika depresi mengurangi perasaan seseorang akan hal yang dimiliki dan dicintai.

Dukungan emosional memberikan individu perasaan nyaman, merasa dicintai, empati, rasa percaya, perhatian sehingga individu yang menerimanya merasa berharga. Pada dukungan emosional ini keluarga menyediakan tempat istirahat dan memberikan semangat.

(24)

3. Faktor yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga

Menurut Friedman (2010) ada beberapa factor yang mempengaruhi dukungan keluarga yaitu :

a. Keluarga Besar dan Keluarga Kecil

Anak-anak yang berasal dari keluarga kecil menerima lebih banyak perhtian daripada anak-anak yang berasal dari keluarga yang lebih b. Usia Orang Tua (Ibu)

Ibu yang masih muda cenderung untuk lebih tidak bisa merasakan atau mengenali kebutuhan anaknya dan juga lebih egosentris di bandingkan ibu-ibu yang lebih tua.

c. Kelas Ekonomi Orang Tua

Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan yang lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas dan otokrasi.

d. Tingkat pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan kemungkinan semakin tinggi dukungan yang diberikan pada keluarga yang sakit.

4. Instrumen Dukungan Keluarga

Menurut Arikunto (2011) dalam Nurwulan (2017), untuk mengungkap variable dukungan keluarga, menggunakan skala dukungan keluarga yang diadaptasi dan dikembangkan dari teori House. Aspek-aspek yang digunakan untuk mengukur dukungan keluarga adalah dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental dan dukungan informatif.

Tabel 2.1 Indikator Dukungan Keluarga

No Indikator

1. Dukungan Emosional 2. Dukungan Penghargaan 3. Dukungan Instrumental 4. Dukungan Informatif

(25)

Pada pengisian skala ini, sampel diminta untuk menjawab pertanyaan yang ada dengan memilih salah satu jawaban dari beberapa alternatif jawaban yang tersedia. Instrumen ini menggunakan model likert yang terdiri dari 4 alternatif jawaban yaitu : 1 : Tidak Pernah, 2 : Kadang-Kadang, 3 : Sering, 4 : Selalu.

5. Hubungan Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan

Pengaruh dukungan sosial terhadap kesehatan dapat diterangkan melalui hipotesis penyangga (Buffer hypotesis) dan hipotesis efek langsung (Direct Effect Hypotesis). Menurut hipotesis pengganggu, dukungan sosial mempengaruhi kesehatan dengan melindungi individu terhadap efek negatif dari stres yang berat. Orang dengan dukungan sosial yang tinggi akan kurang menilai situasi penuh stres, sedangkan dengan dukungan sosial yang rendah akan mengubah respon mereka terhadap sumber stres. Hipotesis efek tidak langsung berpendapat bahwa dukungan sosial itu bermanfaat bagi kesehatan dan kesejahteraan, tidak peduli banyaknya stres yang dialami. Contohnya: orang yang dengan dukungan sosial tinggi dapat memiliki penghargaan lebih tinggi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dukungan social terhadap kesehatan berkaitan dengan fungsi melindungi seseorang terhadap gangguan psikologi.

(Liandi, 2011).

B. Tinjauan Kecemasan 1. Pengertian

Anxiety atau dalam bahasa Indonesia dapat diartikan dengan kecemasan, merupakan salah satu faktor psikologis yang tidak dapat lepas dari kehidupan manusia. Kata dasar anxiety dalam Bahasa Indonesia Jerman adalah “angh” yang dalam bahasa Latin berhubungan dengan kata

angustus, ango, angor, anxius, anxietas, angina”. Nietzal berpendapat bahwa kecemasan berasal dari Bahasa Latin (anxius) dari bahasa Jerman (anst) yaitu suatu kata yang digunakan untuk menggambarkan efek negatif

(26)

dan rangsangan fisiologis (Gufron dan Risnawati, 2010 dalam Nurwulan, 2017).

Menurut Herdman (2010) dalam Taravella (2019), Kecemasan dapat didefinisikan sebagai suatu perasaan takut dari seseorang sebagai respon terhadap ancaman yang bersifat samar dan tidak spesifik. Kecemasan biasanya ditunjukan sebagai perasaan tidak nyaman atau tegang yang disebabkan oleh stimulasi saraf simpatis dan parasimpatis, sistem endokrin dan adanya kenaikan hormon katekolamin sebagai respon terhadap stress yang mengakibatkan takikardi hipertensi dan hemodinamik yang tidak stabil. Kecemasan juga dapat menggangu dalam proses pre anestesi maupun intra anestesi, respon fisiologis yang berlebihan cenderung menyulitkan dan mempengaruhi tindakan anestesi, respon–respon tersebut dapat mempengaruhi sistem tubuh seperti kardiovaskuler yang dapat menyebabkan palpitasi, jantung berdebar, tekanan darah meningkat, rasa ingin pingsan, tekanan darah menurun, denyut nadi menurun.

2. Klasifikasi Kecemasan

Menurut Stuart (2016) klasifikasi kecemasan dibagi menjadi 4 tingkatan, yaitu :

a. Kecemasan ringan

Kecemasan ringan adalah kecemasan normal yang memotivasi individu setiap hari untuk melakukan aktivitas dan menangani masalah. Batasan karakteristik kecemasan ringan meliputi ketidaknyamanan ringan, gelisah, insomnia ringan, perubahan ringan pada nafsu makan, iritabilitas, mengulang pertanyaan, perilaku mencari perhatian, peningkatan kesiagaan, peningkatan persepsi dan pemecahan masalah, mudah marah, berfokus pada masalah masa depan dan gerakan tidak tenang.

b. Kecemasan sedang

Kecemasan sedang adalah kecemasan yang mengganggu pembelajaran baru dengan menyempitkan lapang persepsi sehingga individu menangkap lebih sedikit. Batasan karatkeristik kecemasan sedang

(27)

meliputi perkembangan cemas ringan, perhatian selektif pada lingkungan, suara gemetar, perubahan puncak suara, takipnea, takikardi, tremor, peningkatan tegangan otot, ketidakmampuan berkonsentrasi, panik, rasa bersalah, malu dan menangis.

c. Kecemasan berat

Selama episode kecemasan berat, lapang persepsi menyempit sampai titik ketika seseorang tidak dapat memecahkan masalah atau belajar.

Fokusnya hanya pada detail kecil dan pola komunikasi terganggu.

Batasan karakteristik kecemasan berat meliputi sakit kepala, spasme otot, mengeluarkan napas panjang dan dalam, hiperventilasi, dyspnea.

Perubahan pada gastrointerstinal seperti mual, muntah, diare atau konstipasi.

d. Tingkat panik

Kecemasan meningkat sampai tahap membahayakan diri sendiri atau orang lain dan dapat menjadi imobilisasi atau menyerang secara acak.

Batasan karakteristik tingkat panik meliputi hiperaktivitas atau imobilisasi berat, rasa terisolasi yang ekstrem, disintegrasi kepribadian, ketidakmampuan berkomunikasi dengan kalimat lengkap, penilaian yang tidak realitas dengan lingkungan atau ancaman, upaya melarikan diri dan perilaku menyerang.

3. Rentang Respon Kecemasan

Sumber : Stuart (2016)

Gambar 2.1 Rentang Respon Kecemasan

(28)

a. Respons Adaptif

Hasil yang positif akan didapatkan jika individu dapat menerima dan mengatur kecemasan. Kecemasan dapat menjadi suatu tantangan, motivasi yang kuat untuk menyelesaikan masalah dan merupakan sarana untuk mendapatkan penghargaan yang tinggi. Strategi adaptif biasanya digunakan seseorang untuk mengatur kecemasan antara lain dengan berbicara kepada orang lain, menangis, tidur, latihan, dan menggunakan teknik relaksasi.

b. Respons Maladaptif

Ketika kecemasan tidak dapat diatur, individu menggunakan mekanisme koping yang disfungsi dan tidak berkesinambungan dengan yang lainnya. Koping maladaptive mempunyai banyak jenis termasuk perilaku agresif, bicara tidakjelas isolasi diri, banyak makan, konsumsi alkohol, berjudi, dan penyalahgunaan obat terlarang.

4. Faktor-faktor Kecemasan

Menurut (Lutfa dan Maliya, 2008 dalam Nurwulan, 2017), faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan operasi adalah sebagai berikut :

a. Faktor-faktor intrinsik, antara lain:

1) Usia Pasien

Gangguan kecemasan lebih sering terjadi pada usia dewasa dan lebih banyak pada wanita. Sebagian besar kecemasan terjadi pada umur 21-45 tahun.

2) Pengalaman

Pengalaman awal ini sebagai bagian penting dan sangat menentukan bagi kondisi mental individu di kemudian hari.

Apabila pengalaman individu tentang pengobatan kurang, maka akan cenderung mempengaruhi peningkatan kecemasan saat menghadapi tindakan pengobatan selanjutnya.

(29)

3) Konsep diri dan peran

Konsep diri adalah ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketetahui individu terhadap dirinya dan mempengaruhi individu untuk berhubungan dengan orang lain.

Peran adalah pola, sikap, perilaku dan tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di masyarakat. Banyak faktor yang mempengaruhi peran seperti kejelasan perilaku dan pengetahuan yang sesuai dengan peran, konsistensi respon orang lain yang berarti terhadap peran, kesesuaian dan keseimbangan antara peran yang dialaminya, serta keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran. Pasien yang mempunyai peran ganda baik di dalam keluarga atau di masyarakat akan cenderung mengalami kecemasan yang berlebih disebabkan konsentasi terganggu.

b. Faktor-faktor ekstrinsik, antara lain : 1) Kondisi medis

Terjadinya kecemasan yang berhubungan dengan kondisi medis sering ditemukan, walaupun insidensi gangguan bervariasi untuk masing-masing kondisi medis.

Misalnya : pada pasien yang mendapatkan diagnosa operasi akan lebih mempengaruhi tingkat kecemasan pasien dibandingkan dengan pasien yang didiagnosa baik.

2) Tingkat pendidikan

Pendidikan pada umumnya berguna dalam merubah pola pikir, pola bertingkah laku dan pola pengambil keputusan. Tingkat pendidikan yang cukup akan lebih mudah dalam mengidentifikasi stressor dalam diri sendiri maupun dari luarnya.

3) Akses informasi

Akses informasi merupakan pemberitahuan tentang sesuatu agar orang membentuk pendapat berdasarkan sesuatu yang diketahuinya. Informasi yang akan didapatkan pasien sebelum

(30)

pelaksanaan tindakan operasi terdiri dari tujuan, proses, resiko dan komplikasi serta alternatif tindakan yang tersedia, serta proses administrasi.

4) Adaptasi

Dijelaskan bahwa tingkat adaptasi manusia dipengaruhi oleh stimulus internal dan eksternal dan membutuhkan respon perilaku yang terus menerus. Proses adaptasi sering menstimulasi individu untuk mendapatkan bantuan dari sumber-sumber dimana individu berada. Perawat merupakan sumber daya yang tersedia dirumah sakit yang mempunyai pengetahuan dan ketrampilan untuk membantu pasien mengembalikan atau mencapai keseimbangan diri dalam menghadapi lingkungan yang baru.

5) Tingkat sosial ekonomi

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa masyarakat kelas sosial ekonomi rendah memililki prevalensi gangguan psikiatrik yang lebih banyak. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa keadaan ekonomi yang rendah atau tidak dapat mempengaruhi tingkat kecemasan pada pasien menghadapi tindakan operasi.

6) Tindakan operasi

Adalah klasifikasi tindakan terapi medis yang dapat mendatangkan kecemasan karena terdapat ancaman pada integritas tubuh dan jiwa seseorang (Muttaqin, 2009;72 dalam Nurwulan, 2017).

7) Lingkungan

Menurut (Ramaiah, 2003 dalam Nurwulan, 2017) lingkungan atau tinggal mempengaruhi cara berfikir. Disebabkan pengalaman dengan keluarga, sahabat, rekan sejawat dan lain-lain. Kecemasan wajar timbul jika anda merasa tidak aman terhadap lingkungan.

8) Keluarga

Gangguan ansietas berlangsung pada dukungan keluarga.

Ganggguan panik diperkirakan sekitar 40%. Seseorang yang

(31)

memiliki riwayat keluarga dan gangguan jiwa, tiga kali lebih mungkin untuk mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) setelah peristiwa traumatik.

5. Alat Ukur Kecemasan

Menurut (Firdaus, 2014) untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat, atau berat sekali orang akan menggunakan alat ukur (instrument) yang dikenal dengan : Amsterdam preoperative anxiety and information Scale (APAIS). Alat ukur ini terdiri dari 6 item kuestioner yaitu :

1) Mengenai anestesi

a) Saya merasa cemas dengan tindakan anestesi.

b) Anestesi selalu dalam pikiran saya.

c) Saya ingin mengetahui banyak hal mengenai anestesi.

2) Mengenai pembedahan/ operasi

a) Saya cemas mengenai prosedur operasi.

b) Prosedur operasi selalu dalam pikiran saya

c) Saya ingin mengetahui banyak hal mengenai prosedur

Dari quisioner tersebut, untuk setiap item mempunyai nilai 0-4 dari setiap jawaban yaitu: 0 = tidak, 1 = ringan, 2 = sedang, 3 = berat, 4 = panik. Jadi dapat diklasifiikasikan sebagai berikut :

a) 1-6 : Tidak ada kecemasan.

b) 7-12 : Kecemasan ringan.

c) 13-18 : Kecemasan sedang.

d) 19-24 : Kecemasan berat.

e) 25-30 : Kecemasan berat sekali/panik

Pada penelitian ini peneliti lebih memilih menggunakan kuesioner APAIS karena kuesioner APAIS dirancang khusus untuk mengukur kecemasan pasien pre anestesi dan pre operasi.

(32)

C. Tinjauan Operasi 1. Pre Operasi

Operasi adalah tindakan pengobatan invasif melalui sayatan untuk membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani dan diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Sjamsuhidajat, 2010).

Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh.

Pre operasi adalah fase dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi atau pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk tindakan selanjutnya. Dalam pre operasi ini terdapat pengkajian pre operasi mengenai status fisik, psikologis dan social pasien, rencana keperawatan mengenai persiapan pasien untuk pembedahannya dan implementasi intervensi keperawatan yang telah direncanakan.

(Smeltzer and Bare, 2002 dalam Haqiki, 2013).

2. Pre Anestesi

Anestesi (an = tidak, aestesia = rasa) merupakah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tatalaksana untuk me “matikan” rasa, baik rasa nyeri, takut dan rasa tidak nyaman yang lain sehingga pasien nyaman dan ilmu yang mempelajari tatalaksana untuk menjaga atau mempertahankan hidup dan kehidupan pasien selama “kematian” akibat obat anestesi (Mangku, 2018).

Tindakan anestesi adalah usaha untuk menghilangkan seluruh modalitas dari sensasi nyeri, rabaan, suhu, posisi yang meliputi pra, intra, dan post anestesi (Pramono, 2015).

Tujuan dari pre anestesi adalah mengetahui status fisik klien pre operatif, mengetahui dan menganalisis jenis operasi, memilih jenis/teknik anestesi yang sesuai, mengetahui kemungkinan penyulit yang mungkin akan terjadi selama pembedahan dan atau pasca bedah, mempersiapkan obat/alat guna menanggulangi penyulit yang dimungkinkan. Menurut Mangku (2018) persiapan praanestesi dapat dilakukan di poliklinik, ruang perawatan, ruang persiapan IBS, dan kamar operasi.

(33)

a. Persiapan di poliklinik

1) Persiapan psikis yaitu diberikan penjelasan terkait rencana anestesi dan pembedahan agar pasien dan keluarga bisa tenang.

2) Persiapan fisik yaitu menghentikan kebiasaan seperti merokok, minuman keras dan obat-obatan, melepas segala macam aksesoris, tidak mempergunakan cat kuku atau cat bibir, pasien disuruh untuk puasa pada dewasa 6-8 jam.

3) Membuat persetujuan tindakan medis.

4) Tidak memepergunakan kosmetik misalnya cat kuku atau cat bibir.

5) Puasa, dengan aturan sebagai berikut :

Tabel 2.2 Aturan Puasa

Usia Makanan padat

susu formula/ASI

Cairan jernih tanpa partikel

< 6 bulan 4 jam 2 jam

6 – 36 bulan 6 jam 3 jam

>36 bulan 8 jam 3 jam

6) Diharuskan agar pasien mengajak ikut serta salah satu keluarga atau orang tuanya atau teman dekatnya untuk menemaninya atau menunggu selama/setelah mengikuti rangkaian prosedur pembedahan dan pada saat kembali pulang untuk menjaga kemungkinan penyulit yang tidak diinginkannya.

7) Membuat surat persetujuan tindakan medis

8) Mengganti pakaianyang dipakai dari rumah dengan pakaian khusus kamar operasi.

b. Persiapan di ruang perawatan

1) Persiapan psikis yaitu diberikan penjelasan terkait rencana anestesi dan pembedahan agar pasien dan keluarga bisa tenang. Pemberian obat sedative dapat dilakukan secara: Oral, pada malam hari menjelang tidur dan pada pagi hari, 60-90 menit sebelum ke IBS

(34)

2) Persiapan fisik yaitu menghentikan kebiasaan seperti merokok, minuman keras dan obat-obatan, melepas segala macam aksesoris, tidak mempergunakan cat kuku atau cat bibir, pasien disuruh untuk puasa pada dewasa 6-8 jam.

3) Membuat persetujuan tindakan medis

4) Persiapan lain yang bersifat khusus praanestesia seperti : transfusi, dialysis, fisioterapi, dan lain-lain sesuai degan prosedur tetap tatalaksana masing-masing penyakit yang diderita pasien.

c. Persiapan di ruang persiapan IBS meliputi evaluasi ulang status pasien, ganti pakaian dengan pakaian khusus kamar operasi, memberikan premedikasi dan memasang infus.

d. Persiapan di kamar operasi meliputi persiapan mesin anestesi, meja operasi, alat-alat resusitasi, obat-obat anestesi, alat-alat pemantau tekanan darah, suhu dan EKG, dll.

Bagi perawat anestesi, perawatan pra anesthesia dimulai saat pasien berada di ruang perawatan atau dapat juga dimulai pada saat pasien diserah-terimakan di ruang operasi dan berakhir saat pasien dipindahkan ke meja operasi. Evaluasi pra anesthesia dan reanimasi adalah langkah awal dari rangkaian tindakan anesthesia yang dilakukan terhadap pasien yang direncanakan untuk menjalani tindakan operatif.

Sebelum operasi, ahli anestesi akan menilai keadaan pasien dan merancang suatu rencana umtuk anestesi berdasarkan hal-hal berikut : a. Kondisi pasien (klasifikasi ASA) yang ditentukan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang

American Society of Anesthesiologist (ASA) membuat klasifikasi status fisik praanestesi menjadi lima (5) kelas, yaitu :

ASA 1 : Pasien penyakit bedah tanpa disertai penyakit sistemik

(35)

ASA 2 : Pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik ringan sampai sedang

ASA 3 : Pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat yang disebabkan karena berbagai penyebab tetapi tidak mengancam nyawa

ASA 4 : Pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat yang secara lagsung mengancam kehidupannya

ASA 5 : Pasien penyakit bedah yang disertai dengan penyakit sistemik berat yang sudah tidak mungkin di tolong lagi, dioperasi ataupun tidak dalam 24 jam pasien akan meninggal

Apabila tindakan pembedahannya dilakukan secara darurat, dicantumkan tanda E (Emergency) di belakang angka, misalnya ASA 1 E.

b. Kesulitan pembedahan yang akan dilakukan.

c. Kepentingan prosedur (darurat atau elektif).

Tujuan dilakukan premedikasi atau obat praoperasi adalah : 1. Mengurangi rasa cemas sebelum operasi (sedatif, hipnotik)

2. Mengurangi sekresi dari saluran pernafasan dan mulut (anti kolinergik)

3. Mengurangi dan menghilangkan nyeri (narkotik)

4. Mengurangi metabolisme agar jumlah obar anestesi yang diperlukan lebih sedikit.

3. Subarachnoid Block (Spinal) a. Pengertian

Anestesi regional yaitu anestesi yang dilakukan untuk memblok rasa nyeri di sebagian area tubuh. Area yang mengalami mati rasa lebih besar/lebih lebar dibandingkan pada anestesi local yang hanya pada bagian yang ingin di operasi. Ada beberapa jenis anestesi

(36)

regional , yakni blok saraf perifer, epidural dan subarachnoid block (spinal) (Mathar, 2018).

Menurut Mangku (2018) Anestesi spinal atau Block subarakhnoid ialah blok regional yang dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat anestetik local kedalam ruang subarachnoid melalui tindakan fungsi lumbal. Teknik ini sederhana, cukup efektif, dan mudah dikerjakan.

Anestesi subarachnoid block atau spinal merupakan teknik anestesi regional yang dihasilkan dengan menghambat saraf spinal di dalam ruang subaraknoid oleh zat-zat anestetik lokal. Teknik anestesia spinal banyak digunakan karena merupakan teknik yang sederhana, efektif, dan aman terhadap sistem saraf (Hunter dkk, 2014).

b. Lokasi Penyuntikan

Secara anatomis dipilih segmen L2 ke bawah pada penusukan oleh karena ujung bawah daripada medulla spinalis setinggi L2 dan ruang intersegmental lumbal ini relative lebih lebar dan datar dibandingkan dengan segmen-segmen lainnya. Lokasi interspace ini dicari dengan cara menghubungkan crista iliaca kiri dan kanan, maka titik pertemuan dengan segmen lumbal merupakan processus spinosus L4 atau interspace L4-L5 (Morgan Edwar, 2017)

c. Indikasi

Menurut Gwinnutt (2012) beberapa hal yang harus diperhatikan pada indikasi dan kontraindikasi pada spinal anestesi yaitu :

1) Bedah ekstremitas bawah 2) Bedah panggul

3) Tindakan sekitar rectum-perineum 4) Bedah obstetric-ginekologi

5) Bedah urologi

6) Bedah abdomen bawah

7) Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatric biasanya dikombinasikan dengan anestesi umum ringan.

(37)

d. Kontraindikasi 1) Pasien menolak

2) Pasien tidak kooperatif 3) Infeksi pada tempat suntikan 4) Hypovolemia berat, syok

5) Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan 6) Tekanan intracranial meninggi

7) SIRS (Systematic Inflammatory Response Syndrome) 8) Kurang pengalaman/ tanpa didampingi konsultan anesthesia 9) Kelainan tulang belakang (termasuk artritis dan kelainan anatomi

tulang belakang.

e. Komplikasi

Menurut Keat (2013) komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien yang menjalani operasi dengan anestesi spinal antara lain :

1) Sakit kepala terjadi sebagai komplikasi anestesi, beberapa faktor yang terlibat dalam insiden sakit kepala antara lain ukuran jarum spinal yang digunakan, kebocoran cairan dari spasium subarakhnoid melalui letak pungsi dan status hidrasi pasien.

2) Jika anestesi spinal naik hingga ke dada, mungkin terjadi stress pernapasan.

3) Mual dan muntah dapat terjadi akibat traksi di dalam rongga abdomen.

4) Penurunan tekanan darah dapat terjadi dengan cepat karena terjadi akibat blok anestesi pada saraf saraf simpatis dan serat saraf nyeri motorik menimbulkan vasodilatasi yang luas.

5) Menurunnya motilitas gastrointestinal dapat menimbulkan ileus paralitik yang mengakibatkan akumulasi gas dan distensi abdomen.

f. Teknik Subarachnoid Block (Spinal)

Pasien diposisikan lateral decubitus ataupun posisi duduk.

Anestesi spinal dilakukan dengan menyuntikkan larutan bupivakain (10-15mg) atau lidokain (50-60mg) hiperbarik intratekal. Jarum spinal

(38)

ukuran 27-gauge atau lebih kecil dengan ujung pencil-point akan menurukan insiden dari post dural puncture headache (PDPH).

Penambahan obat adjuvant seperti fentanyl akan meningkatkan intensitas obat anestesi lokal, morfin akan memperpanjang durasi efek analgesia pascabedah hingga 24 jam. Bila terjadi hipotensi anestesi spinal, penggunaan phenylephrine dihubungkan dengan insiden asidosis fetal yang lebih kecil dibandingkan ephedrine. Anestesi spinal juga cukup aman digunakan pada pasien preeklamsia. (Rehatta, 2019)

Sebelum penyuntikan obat lokal anestesi, dilakukan aspirasi cairan serebrospinal 0,1 ml untuk memastikan posisi jarum, kemudian obat diinjeksikan. Selama injeksi perlu dilakukan aspirasi cairan serebrospinal untuk memastikan jarum masih berada diruang subarakhnoid. Teknik ini menguntungkan untuk pasien-pasien yang tidak dapat fleksi sama sekali yaitu pasien hamil, lanjut usia, obesitas.

Pada paramedian ada dua ligamen yang tidak dilalui yaitu ligamen supra dan intraspinosum, sehingga meminimalisir terjadi trauma pada pada ligamen yang bisa menyebabkan kebocoran liquor.

D. Penelitian Terkait

Dalam penyusunan penelitian ini, penulis terinspirasi dari referensi penelitian-penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan latar belakang dan masalah yang diambil penulis. Berikut sumber penelitian sebelumnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

Hasil literature menemukan bahwa dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pasien tentunya memiliki hubungan. hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Edi (2016) tentang “Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operatif Di Rumah Sakit Sari Mutiara Medan” dengan tujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan kecemasan pasien pre operatif di RSU Sari Mutiara Medan. Design penelitian yang digunakan yaitu cross sectional. Tempat dan waktu penelitian di RSU Sari Mutiara Medan tahun 2016. Populasi yang digunakan yaitu

(39)

semua pasien pre operasi mayor dengan besar sample 36 orang. Teknik sampling yang digunakan yaitu purposive sampling. Metode pengumpulan dengan lembar kuisioner. Hasil yang didapatkan bahwa 83% responden mendapatkan dukungan yang baik dari keluarganya, 17% responden mendapatkan dukungan yang cukup dari keluarganya dan tidak ada responden yang mendapatkan dukungan kurang atau tidak ada dari keluarganya.

Berdasarkan uji korelasi Rank Spearman, didapatkan nilai r - 0,493 dengan tingkat signifikansi 0,000 (α < 0,05). Parameter negatif ( - ) menunjukkan arah hubungan yang terbalik dengan kekuatan korelasi sedang. Sehingga Ho ditolak dan Ha diterima. Jadi ada hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi.

Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Nurwulan (2017) tentang

“Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Anestesi Dengan Tindakan Spinal Anestesi Di RSUD Sleman” dengan tujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga terhadap tingkat kecemasan pre anestesi dengan tindakan spinal anestesi di RSUD Sleman. Design penelitian yang digunakan yaitu cross sectional. Tempat dan waktu penelitian ini dilaksanakan di RSUD Sleman Kabupaten Sleman, pada tanggal 15 Mei sampai 19 Juni 2017. Populasi yang digunakan yaitu semua pasien yang dilakukan operasi dengan tindakan spinal anestesi di ruang rawat inap RSUD Sleman dengan besar sample 38 orang. Teknik sampling yang digunakan yaitu accidental sampling. Metode pengumpulan data menggunakan kuisioner kecemasan dan kuisioner dukungan keluarga. Hasil yang didapatkan yaitu Hasil penelitian yang telah dilakukan terdapat 2 orang (5,3%) mengalami kecemasan berat dengan kategori dukungan keluarga ringan, 25 orang (65,8%) mengalami kecemasan sedang dan 1 orang (2,6%) mengalami kecemasan berat dengan kategori dukungan keluarga sedang, 2 orang (5,3%) mengalami kecemasan ringan, 7 orang (18,4%) mengalami kecemasan sedang dan 1 orang (2,6%) mengalami kecemasan berat dengan kategori dukungan keluarga tinggi dan setelah dilakukan uji statistik didapatkan hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pre anestesi dengan tindakan spinal

(40)

anestesi pada dengan menggunakan uji Spearman Rank, didapatkan hasil koefisien korelasi -0,510 dan hasil P Value adalah 0,001 yang artinya terdapat hubungan yang signifikan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan.

Kemuduian penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Suci (2013) tentang “Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi Di Ruang Perawatan Bedah Baji Kamase 1 Dan 2 Rumah Sakit Labuang Baji Makassar” dengan tujuan untuk mengetahui hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruangan bedah baji kamase 1 dan 2 di RSUD Labuang Baji Makassar. Design penlitian yang digunakan yaitu cross sectional. Tempat dan waktu penelitian di ruang perawatan bedah Baji Kamase 1 dan 2 Rumah Sakit Labuang Baji Makassar yang dilakukan sejak 7 Juni sampai dengan 7 Juli 2013. Populasi yang digunakan dengan besar sampel 32 orang. Teknik sampling yang digunakan yaitu purposive sampling. Metode penelitian yang digunakan adalah lembar kuesioner. Hasil penelitian diperoleh bahwa dukungan keluarga yang terbesar adalah kategori kurang 56,2% dan paling sedikit adalah kategori baik 43,8%.

Untuk tingkat kecemasan kategori tertinggi adalah sedang 56,2% dan yang paling sedikit adalah kategori ringan 43,8%. Berdasarkan uji chi square di dapat p-value = 0,000 lebih kecil dari α = 0,05, sehingga Ho ditolak dan Ha diterima berarti ada hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi di ruang perawatan bedah Baji Kamase 1 dan 2 RSUD Labuang Baji Makassar.

Namun hasil penelitian diatas tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Winda, dkk (2014) tentang “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kecemasan Pasien Pra Operasi yang Dirawat di Rsud Arifin Achmad Pekanbaru” dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pada pasien pre operasi. Design penelitian yang digunakan yaitu cross sectional. Tempat dan waktu penelitian di RSUD Arifin Ahmad Pekanbaru pada bulan Mei hingga bulan Juni tahun 2014. Populasi yang digunakan Semua pasien yang dioperasi selama masa

(41)

studi dengan besar sample sebanyak 30 orang. Teknik sampling yang digunakan yaitu teknik purposive sampling. Metode pengumpulan data yaitu dengan memilih sampel dari populasi tersedia sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh peneliti, dengan menggunakan instrument kuisioner. Hasil penelitian ditemukan bahwa hubungan antara dukungan keluarga dengan kecemasan didapatkan p value 0,127 > α 0,05. Hal ini berarti Ho gagal ditolak, maka dapat disimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kecemasan responden. Peneliti mengasumsikan bahwa hal ini dikarenakan responden yang mendapatkan dukungan keluarga tinggi masih memiliki kekhawatiran terkait tindakan yang akan dihadapinya, meski dukungan keluarga telah diterima responden. Responden menganggap ada ancaman terhadap integritas biologi yang akan datang.

Sesuai uraian di atas maka semua penelitian-penelitian sebelumnya dilakukan sebelum tahun 2020 sedangkan penelitian yang akan peneliti lakukan yaitu di tahun 2021 sehingga ini akan mampu memberikan data terbaru tentang hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pasien pre operasi dengan tindakan spinal anestesi. Selain itu penelitian ini akan dilaksanakan di Propinsi Bali karena sebagian besar penelitian sebelumnya dilaksanakan di luar Propinsi Bali. Hal ini akan sangat bermanfaat untuk melihat perilaku masyarakat terhadap pemberian dukungan kepada keluarganya dalam mengatasi kecemasan khususnya di Propinsi Bali dan bisa dibandingkan dengan propinsi lainnya. Kebaruan dari penelitian ini terletak pada subjek penelitian, karakteristik usia dan lokasi penelitian yang berbeda.

(42)

28

Kerangka konsep (conseptual framework) adalah model pendahuluan dari sebuah masalah penelitian dan merupakan refleksi dari hubungan variabel – variabel yang diteliti (Swarjana, 2015). Berdasarkan latar belakang masalah dan tinjauan teori yang telah penulis uraikan sebelumnya, maka skema kerangka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi dengan Subarachnoid Block

Operasi 1. Pre Operasi 2. Intra Operasi 3. Post Operasi

Spinal Anestesi

Tingkat Kecemasan

Faktor yang berpengruh : 1. Faktor Instrinsik

a. Usia pasien

b. Konsep diri dan peran

c. Pengalaman di rawat di rumah sakit 2. Faktor ekstrinsik

a. Kondisi medis b. Tingkat pendidikan c. Akses informasi d. Proses adaptasi

e. Tingkat social ekonomi f. Jenis tindakan

g. Lingkungan h. Keluarga Dukungan Keluarga

Faktor yang Berpengruh : 1. Keluarga Kecil dan

Keluarga Besar 2. Usia Orang Tua (Ibu) 3. Kelas Ekonomi Orang

Tua

4. Tingkat Pendidikan

(43)

Keterangan gambar 3.1 :

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak di teliti

: Alur pikir Penjelasan :

Berdasarkan kerangka konsep diatas dijelaskan bahwa factor-faktor penyebab kecemasan terdiri dari factor instrinsik dan ekstrinsik. Faktor intinsik yaitu usia pasien, konsep diri dan peran dan pengalaman di rawat di rumah sakit, sedangkan factor ekstrinsik yaitu kondisi medis, tingkat pendidikan, akses informasi, proses adaptasi, tingkat social ekonomi, jenis tindakan, lingkungan dan keluarga. salah satu factor yang mempengaruhi kecemasan yaitu keluarga yang berupa dukungan dari keluarga dalam mengatasi kecemasan pasien. Variable bebas (Independent) dalam penelitian ini dukungan keluarga dan variable terikatnya (Dependent) adalah tingkat kecemasan pasien pre op.

B. Hipotesis

Hipotesis adalah hasil yang diharapkan atau hasil yang diantisipasi dari sebuah penelitian (Swarjana, 2015). Berdasarkan tujuan dan rumusan masalah maka hipotesis yang dapat dikemukakan dari penelitian ini adalah:

1. Hipotesis alternative (Ha) yaitu Ada hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi.

2. Hipotesis (Ho) yaitu Tidak ada hubungan antara dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi.

(44)

C. Variabel Penelitian 1. Variabel penelitian

Variabel adalah sebuah konsep yang dioperasionalkan, diaplikasikan dan menjadi properti dari objek (Swarjana, 2015). Penelitian ini terdiri dari 2 variabel yaitu :

a. Variabel independen adalah variabel yang menyebabkan adanya suatu perubahan terhadap variabel yang lain. Maka variabel ini disebut sebagai variabel bebas (Swarjana, 2015). Variable bebas dalam penelitian ini adalah dukungan keluarga.

b. Variabel dependen adalah variabel yang mengalami perubahan sebagai akibat dari perubahan variabel independen. Maka variabel dependen ini sering dikenal sebagai variabel terikat atau variabel tergantung (Swarjana, 2015). Variable dependen dalam penelitian ini adalah tingkat kecemasan pasien pre operasi.

2. Definisi Operasional

Definisi operasional variabel adalah definisi terhadap variabel berdasarkan konsep teori namun bersifat operasional, agar variabel tersebut dapat diukur atau bahkan dapat diuji baik oleh peneliti maupun penelitian lain (Swarjana, 2015).

Tabel 3.1 Definisi Operasional Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan Tingkat Kecemasan Pasien Pre Op Dengan Tindakan Subarachnoid

Block No. Variabel Definisi

Operasional

Cara ukur Hasil ukur Skala

1. Dukungan Keluarga

Dukungan yang diberikan keluarga dalam bentuk dukungan penilaian, dukungan

Untuk dukungan keluarga diukur dengan kuisioner menggunakan kuisioner dukungan

Penilain dukungan keluarga diberikan dengan nilai kategori (Nurwulan, 2017) : 1. Skor < 20 :

Dukungan

Interval

(45)

instrumental dukungan

informasional, dan dukungan

emosional, kepada pasien pre operasi dengan tindakan subarachnoid block

keluarga yang digunakan dari penelitian

sebelumnya yang telah di uji validitas dan reliabilitas.

Keluarga Rendah 2. Skor 21-39 :

Dukungan Keluarga Sedang 3. Skor > 40 :

Dukungan Keluarga tinggi.

2 Kecemasan Pasien Pre Op

Kecemasan adalah perasaan khawatir, perasaan tidak nyaman atau ketakutan tidak jelas dan gelisah berlebihan yang dirasakan oleh pasien yang diungkapkan melalui pertanyaan dalam kuesioner

Pengukuran tingkat kecemasan diukur dengan kuisioner

menggunakan

alat ukur

Amsterdam Preoperatif Anxiety and Information Scale (APAIS) versi Indonesia

Berdasarkan hasil penjumlahan skor pada kuisioner APAIS versi Indonesia. Penilain kecemasan diberikan dengan nilai kategori (Firdaus, 2014) :

a. 1-6: Tidak ada kecemasan.

b. 7-12: Kecemasan ringan.

c. 13-18: Kecemasan sedang.

d. 19-24: Kecemasan berat.

e. 25-30: Kecemasan berat sekali/panik

1.

Interval

(46)

32 A. Desain Penelitian

Desain penelitian adalah suatu blueprint untuk melakukan penelitian yang dapat memaksimalkan control atas factor-faktor yang dapat mengganggu hasil studi. Jenis desain mengarahkan pada pemilihan populasi, prosedur pengambilan sampel, metode pengukuran dan rencana pengumpulan data dan analisa data. Dalam pemilihan desain penelitian tergantung pada apa yang diketahui dan tidak diketahui tentang masalah penelitian, keahlian penelitian, tujuan penelitian, dan niat untuk menggeneralisasi temuan (Grove & Jennifer R., 2019)

Dalam penelitian ini desain penelitian yang digunakan yaitu penlitian kuantitatif yang menggunakan jenis analitik korelatif, karena dalam penelitian ini peneliti menghubungkan dua variable kelompok sampel yaitu hubungan antara dukungan keluarga terhadap tingkat kecemasan pasien.

Berdasarkan tujuan yang hendak dicapai jenis penelitian yang dilakukan yaitu dengan pendekatan cross sectional. Penelitian cross sectional adalah penelitian yang dilakukan dalam satu waktu atau satu titik waktu (at one point time) dan tidak ada follow up, desain ini digunakan untuk mencari hubungan antara variable independen dengan variabel dependen.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di RSU Negara. Pengumpulan data dilakukan pada bulan 10 Februari – 30 Maret 2021.

C. Populasi-Sampel-Sampling 1. Populasi

Populasi adalah semua elemen baik individu, objek, atau zat yang memenuhi kriteria tertentu untuk dimasukan ke dalam penelitian (Grove &

(47)

Jennifer R., 2019). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang akan menghadapi operasi dengan tindakan subarachnoid block di RSU Negara. Berdasarkan data yang di dapatkan dari Rumah Sakit Umum Negara perbulannya sebanyak 35 pasien yang menghadapi operasi dengan tindakan spinal anestesi.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih untuk studi tertentu dan anggota sampel adalah partisipan (Grove & Jennifer R., 2019). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 53 pasien yang akan menghadapi operasi dengan tindakan spinal anestesi.

a. Besar Sample

Besar sample pada penelitian ini, peneliti menggunakan seluruh pasien yang menjalani operasi dengan Subarachnoid Block (Spinal) di ruang pre operasi RSU Negara.

b. Kriteria Sampel 1) Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik atau persyaratan umum yang diharapkan peneliti untuk bisa memenuhi subjek penelitiannya (Sani, 2018).

a) Pasien yang akan menjalani operasi dan bersedia menjadi responden.

b) Pasien operasi dengan tindakan Subarachnoid Block c) Pasien yang dapat membaca,menulis, dan berkomunikasi

dengan baik.

2) Kriteria Ekslusi

Kriteria eksklusi adalah suatu karakteristik dari populasi yang dapat menyebabkan subjek yang memenuhi kriteria inklusi namun tidak dapat disertakan menjadi subjek penelitian (Sani, 2018).

a) Pasien dengan general anestesi

b) Pasien yang tidak bersedia menjadi responden

(48)

3. Sampling

Sampling adalah sebuah strategi yang digunakan untuk memilih elemen atau bagian dari populasi atau proses untuk memilih elemen populasi untuk diteliti (Swarjana, 2015). Cara pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan non-probability, yang prinsipnya bahwa pengambilan sampel mengutamakan ciri atau kriteria tertentu dan setiap sample tidak memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai subyek penelitian.

Dalam penelitian ini menggunakan teknik total sampling atau biasa disebut sample jenuh yaitu teknik penentuan sampel bila semua populasi digunakan sebagai sampel atau semua anggota populasi di jadikan sampel.

Hal ini dilakukan bila jumlah populasi relative kecil, kurang dari 30 orang atau penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil.

D. Pengumpulan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data penelitian ini menggunakan self-completed questionnaire merupakan metode pengumpulan data yang mana responden mengisi sendiri kuisioner yang diberikan (Swarjana, 2015). Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan lembar kuisioner tingkat kecemasan dan kuisioner dukungan keluarga.

2. Alat Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data pada penelitian ini adalah lembar kuisioner. Kuesioner merupakan form yang berisikan pertanyaan – pertanyaan yang telah ditentukan dan digunakan untuk mengumpulkan informasi (data) tentang orang – orang sebagai bagian dari sebuah survey (Swarjana, 2015).

a. Lembar Kuisioner Kecemasan

Instrument penelitian yang digunakan berupa kuisioner untuk mengukur hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pada pasien pre operasi dengan tindakan spinal anestesi, penelitian ini

(49)

Gambar

Tabel 2.1 Indikator Dukungan Keluarga
Gambar 2.1 Rentang Respon Kecemasan
Tabel 2.2 Aturan Puasa
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan  Tingkat Kecemasan Pasien Pre Operasi dengan Subarachnoid Block
+5

Referensi

Dokumen terkait

menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara dukungan sosial keluarga dengan tingkat kecemasan pada pasien rawat inap di RSU PKU Muhammadiyah Gombong. Berarti

Setelah dilakukan penelitian tentang hubungan dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan remaja putri dalam menghadapi menarche pada 275 responden di SD/Sederajat dalam

Kesimpulan : Hasil akhir penelitian yang berjudul Pengaruh Pelayanan Terapi Spiritual Bimbingan Doa dan Dukungan Keluarga Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan

Menyatakan bahwa saya bersedia menjadi responden dalam penelitian yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN MINUM OBAT ARV PADA PENDERITA

maka hasil penelitian yang telah dilakukan tentang “Hubungan Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Penyakit Jantung Koroner Di Ruang Rawat Inap

Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan pengambilan sampel Convinience Sampling, bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan

Berdasarkan hasil penelitian dukungan keluarga dari 38 responden dengan dukungan keluarga rendah terdapat 2 orang (5,3%) mengalami kecemasan berat, hal ini dikarenakan

Tujuan khusus yang ingin di capai dalam penelitian ini adalah mengidentifikasi perilaku dukungan keluarga pada pasien pre op elektif di Rumah Sakit Daerah Balung