• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

C. Tinjauan Operasi

Operasi adalah tindakan pengobatan invasif melalui sayatan untuk membuka atau menampilkan bagian tubuh yang akan ditangani dan diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka (Sjamsuhidajat, 2010).

Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian tubuh.

Pre operasi adalah fase dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi atau pembedahan dibuat dan berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk tindakan selanjutnya. Dalam pre operasi ini terdapat pengkajian pre operasi mengenai status fisik, psikologis dan social pasien, rencana keperawatan mengenai persiapan pasien untuk pembedahannya dan implementasi intervensi keperawatan yang telah direncanakan.

(Smeltzer and Bare, 2002 dalam Haqiki, 2013).

2. Pre Anestesi

Anestesi (an = tidak, aestesia = rasa) merupakah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tatalaksana untuk me “matikan” rasa, baik rasa nyeri, takut dan rasa tidak nyaman yang lain sehingga pasien nyaman dan ilmu yang mempelajari tatalaksana untuk menjaga atau mempertahankan hidup dan kehidupan pasien selama “kematian” akibat obat anestesi (Mangku, 2018).

Tindakan anestesi adalah usaha untuk menghilangkan seluruh modalitas dari sensasi nyeri, rabaan, suhu, posisi yang meliputi pra, intra, dan post anestesi (Pramono, 2015).

Tujuan dari pre anestesi adalah mengetahui status fisik klien pre operatif, mengetahui dan menganalisis jenis operasi, memilih jenis/teknik anestesi yang sesuai, mengetahui kemungkinan penyulit yang mungkin akan terjadi selama pembedahan dan atau pasca bedah, mempersiapkan obat/alat guna menanggulangi penyulit yang dimungkinkan. Menurut Mangku (2018) persiapan praanestesi dapat dilakukan di poliklinik, ruang perawatan, ruang persiapan IBS, dan kamar operasi.

a. Persiapan di poliklinik

1) Persiapan psikis yaitu diberikan penjelasan terkait rencana anestesi dan pembedahan agar pasien dan keluarga bisa tenang.

2) Persiapan fisik yaitu menghentikan kebiasaan seperti merokok, minuman keras dan obat-obatan, melepas segala macam aksesoris, tidak mempergunakan cat kuku atau cat bibir, pasien disuruh untuk puasa pada dewasa 6-8 jam.

3) Membuat persetujuan tindakan medis.

4) Tidak memepergunakan kosmetik misalnya cat kuku atau cat bibir.

5) Puasa, dengan aturan sebagai berikut :

Tabel 2.2 Aturan Puasa

Usia Makanan padat

susu formula/ASI

Cairan jernih tanpa partikel

< 6 bulan 4 jam 2 jam

6 – 36 bulan 6 jam 3 jam

>36 bulan 8 jam 3 jam

6) Diharuskan agar pasien mengajak ikut serta salah satu keluarga atau orang tuanya atau teman dekatnya untuk menemaninya atau menunggu selama/setelah mengikuti rangkaian prosedur pembedahan dan pada saat kembali pulang untuk menjaga kemungkinan penyulit yang tidak diinginkannya.

7) Membuat surat persetujuan tindakan medis

8) Mengganti pakaianyang dipakai dari rumah dengan pakaian khusus kamar operasi.

b. Persiapan di ruang perawatan

1) Persiapan psikis yaitu diberikan penjelasan terkait rencana anestesi dan pembedahan agar pasien dan keluarga bisa tenang. Pemberian obat sedative dapat dilakukan secara: Oral, pada malam hari menjelang tidur dan pada pagi hari, 60-90 menit sebelum ke IBS

2) Persiapan fisik yaitu menghentikan kebiasaan seperti merokok, minuman keras dan obat-obatan, melepas segala macam aksesoris, tidak mempergunakan cat kuku atau cat bibir, pasien disuruh untuk puasa pada dewasa 6-8 jam.

3) Membuat persetujuan tindakan medis

4) Persiapan lain yang bersifat khusus praanestesia seperti : transfusi, dialysis, fisioterapi, dan lain-lain sesuai degan prosedur tetap tatalaksana masing-masing penyakit yang diderita pasien.

c. Persiapan di ruang persiapan IBS meliputi evaluasi ulang status pasien, ganti pakaian dengan pakaian khusus kamar operasi, memberikan premedikasi dan memasang infus.

d. Persiapan di kamar operasi meliputi persiapan mesin anestesi, meja operasi, alat-alat resusitasi, obat-obat anestesi, alat-alat pemantau tekanan darah, suhu dan EKG, dll.

Bagi perawat anestesi, perawatan pra anesthesia dimulai saat pasien berada di ruang perawatan atau dapat juga dimulai pada saat pasien diserah-terimakan di ruang operasi dan berakhir saat pasien dipindahkan ke meja operasi. Evaluasi pra anesthesia dan reanimasi adalah langkah awal dari rangkaian tindakan anesthesia yang dilakukan terhadap pasien yang direncanakan untuk menjalani tindakan operatif.

Sebelum operasi, ahli anestesi akan menilai keadaan pasien dan merancang suatu rencana umtuk anestesi berdasarkan hal-hal berikut : a. Kondisi pasien (klasifikasi ASA) yang ditentukan berdasarkan

anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang

American Society of Anesthesiologist (ASA) membuat klasifikasi status fisik praanestesi menjadi lima (5) kelas, yaitu :

ASA 1 : Pasien penyakit bedah tanpa disertai penyakit sistemik

ASA 2 : Pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik ringan sampai sedang

ASA 3 : Pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat yang disebabkan karena berbagai penyebab tetapi tidak mengancam nyawa

ASA 4 : Pasien penyakit bedah disertai dengan penyakit sistemik berat yang secara lagsung mengancam kehidupannya

ASA 5 : Pasien penyakit bedah yang disertai dengan penyakit sistemik berat yang sudah tidak mungkin di tolong lagi, dioperasi ataupun tidak dalam 24 jam pasien akan meninggal

Apabila tindakan pembedahannya dilakukan secara darurat, dicantumkan tanda E (Emergency) di belakang angka, misalnya ASA 1 E.

b. Kesulitan pembedahan yang akan dilakukan.

c. Kepentingan prosedur (darurat atau elektif).

Tujuan dilakukan premedikasi atau obat praoperasi adalah : 1. Mengurangi rasa cemas sebelum operasi (sedatif, hipnotik)

2. Mengurangi sekresi dari saluran pernafasan dan mulut (anti kolinergik)

3. Mengurangi dan menghilangkan nyeri (narkotik)

4. Mengurangi metabolisme agar jumlah obar anestesi yang diperlukan lebih sedikit.

3. Subarachnoid Block (Spinal) a. Pengertian

Anestesi regional yaitu anestesi yang dilakukan untuk memblok rasa nyeri di sebagian area tubuh. Area yang mengalami mati rasa lebih besar/lebih lebar dibandingkan pada anestesi local yang hanya pada bagian yang ingin di operasi. Ada beberapa jenis anestesi

regional , yakni blok saraf perifer, epidural dan subarachnoid block (spinal) (Mathar, 2018).

Menurut Mangku (2018) Anestesi spinal atau Block subarakhnoid ialah blok regional yang dilakukan dengan jalan menyuntikkan obat anestetik local kedalam ruang subarachnoid melalui tindakan fungsi lumbal. Teknik ini sederhana, cukup efektif, dan mudah dikerjakan.

Anestesi subarachnoid block atau spinal merupakan teknik anestesi regional yang dihasilkan dengan menghambat saraf spinal di dalam ruang subaraknoid oleh zat-zat anestetik lokal. Teknik anestesia spinal banyak digunakan karena merupakan teknik yang sederhana, efektif, dan aman terhadap sistem saraf (Hunter dkk, 2014).

b. Lokasi Penyuntikan

Secara anatomis dipilih segmen L2 ke bawah pada penusukan oleh karena ujung bawah daripada medulla spinalis setinggi L2 dan ruang intersegmental lumbal ini relative lebih lebar dan datar dibandingkan dengan segmen-segmen lainnya. Lokasi interspace ini dicari dengan cara menghubungkan crista iliaca kiri dan kanan, maka titik pertemuan dengan segmen lumbal merupakan processus spinosus L4 atau interspace L4-L5 (Morgan Edwar, 2017)

c. Indikasi

Menurut Gwinnutt (2012) beberapa hal yang harus diperhatikan pada indikasi dan kontraindikasi pada spinal anestesi yaitu :

1) Bedah ekstremitas bawah 2) Bedah panggul

3) Tindakan sekitar rectum-perineum 4) Bedah obstetric-ginekologi

5) Bedah urologi

6) Bedah abdomen bawah

7) Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatric biasanya dikombinasikan dengan anestesi umum ringan.

d. Kontraindikasi 1) Pasien menolak

2) Pasien tidak kooperatif 3) Infeksi pada tempat suntikan 4) Hypovolemia berat, syok

5) Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan 6) Tekanan intracranial meninggi

7) SIRS (Systematic Inflammatory Response Syndrome) 8) Kurang pengalaman/ tanpa didampingi konsultan anesthesia 9) Kelainan tulang belakang (termasuk artritis dan kelainan anatomi

tulang belakang.

e. Komplikasi

Menurut Keat (2013) komplikasi yang mungkin terjadi pada pasien yang menjalani operasi dengan anestesi spinal antara lain :

1) Sakit kepala terjadi sebagai komplikasi anestesi, beberapa faktor yang terlibat dalam insiden sakit kepala antara lain ukuran jarum spinal yang digunakan, kebocoran cairan dari spasium subarakhnoid melalui letak pungsi dan status hidrasi pasien.

2) Jika anestesi spinal naik hingga ke dada, mungkin terjadi stress pernapasan.

3) Mual dan muntah dapat terjadi akibat traksi di dalam rongga abdomen.

4) Penurunan tekanan darah dapat terjadi dengan cepat karena terjadi akibat blok anestesi pada saraf saraf simpatis dan serat saraf nyeri motorik menimbulkan vasodilatasi yang luas.

5) Menurunnya motilitas gastrointestinal dapat menimbulkan ileus paralitik yang mengakibatkan akumulasi gas dan distensi abdomen.

f. Teknik Subarachnoid Block (Spinal)

Pasien diposisikan lateral decubitus ataupun posisi duduk.

Anestesi spinal dilakukan dengan menyuntikkan larutan bupivakain (10-15mg) atau lidokain (50-60mg) hiperbarik intratekal. Jarum spinal

ukuran 27-gauge atau lebih kecil dengan ujung pencil-point akan menurukan insiden dari post dural puncture headache (PDPH).

Penambahan obat adjuvant seperti fentanyl akan meningkatkan intensitas obat anestesi lokal, morfin akan memperpanjang durasi efek analgesia pascabedah hingga 24 jam. Bila terjadi hipotensi anestesi spinal, penggunaan phenylephrine dihubungkan dengan insiden asidosis fetal yang lebih kecil dibandingkan ephedrine. Anestesi spinal juga cukup aman digunakan pada pasien preeklamsia. (Rehatta, 2019)

Sebelum penyuntikan obat lokal anestesi, dilakukan aspirasi cairan serebrospinal 0,1 ml untuk memastikan posisi jarum, kemudian obat diinjeksikan. Selama injeksi perlu dilakukan aspirasi cairan serebrospinal untuk memastikan jarum masih berada diruang subarakhnoid. Teknik ini menguntungkan untuk pasien-pasien yang tidak dapat fleksi sama sekali yaitu pasien hamil, lanjut usia, obesitas.

Pada paramedian ada dua ligamen yang tidak dilalui yaitu ligamen supra dan intraspinosum, sehingga meminimalisir terjadi trauma pada pada ligamen yang bisa menyebabkan kebocoran liquor.

Dokumen terkait