• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Pembahasan

Gambir (Uncaria gambier Roxb.) telah sejak lama digunakan sebagai campuran menyirih yang dipercaya dapat menguatkan gigi. Ekstrak gambir mengandung (+)- katekin sebagai komponen utama, yang berpotensi sebagai antibakteri (Lucida et al., 2007). Potensi dan aktivitas antibakteri gambir dan (+)- katekin dapat diketahui dengan melihat diameter hambat dan nilai KHM yang dihasilkan pada berbagai konsentrasi.

42

Dalam ekstrak produk gambir senyawa fenol total merupakan komponen terpenting terkait dengan sifat antibakterinya, sejauh ini (+)- katekin telah dilaporkan sebagai salah satu senyawa fenolik utama pada ekstrak gambir (Pembayun et al., 2007). Isolasi (+)- katekin dilakukan dengan kromatografi kolom menggunakan pelarut kloroform : metanol (4:1) sebagai eluen.

Fraksi – fraksi hasil kromatografi kolom kemudian di KLT kembali untuk memastikan bahwa fraksi yang diperoleh adalah benar (+)- katekin dengan cara membandingkan dengan (+)- katekin standar. Selanjutnya, fraksi dengan spot yang sama digabung dan diuapkan pelarutnya. Rendemen katekin yang diperoleh sebanyak 22,54 %. Hasil katekin yang diperoleh kemudian diujikan terhadap bakteri gram negatif.

Uji sensitivitas antibakteri menggunakan Shigella flexneri, Pseudomonas aeruginosa, Eschericia coli, Proteus vulgaris dan Proteus mirabilis dengan konsentrasi 7 mg/ml (Taguri et al., 2006), sedangkan untuk uji aktivitas antibakteri menggunakan konsentrasi 5 mg/ml – 25 mg/ml. Pada tabel 1, terlihat bahwa bakteri S. flexneri dan P. vulgaris

merupakan bakteri yang sensitif terhadap gambir dan katekin. Berdasarkan uji sensitifitas terhadap kelima jenis bakteri uji dengan metode difusi cakram, diketahui bahwa diameter hambat yang dihasilkan S. flexneri dan

P. vulgaris pada gambir adalah 7 mm, sedangkan pada katekin adalah 5 mm dan 6 mm. Diameter daerah hambat ini lebih besar dibandingkan dengan P. aeruginosa, E. coli, P. mirabilis. Terbukti pada penelitian yang dilakukan Voravunthikunchai et al (2004) bahwa ekstrak dari Uncaria

43

gambier menghasilkan zona hambat terhadap semua strain dari

Escherichia coli O157:H7. Dan perbedaan besarnya daerah hambat ini menunjukkan bahwa setiap bakteri memiliki sensitivitas yang berbeda, semakin sensitif bakteri uji maka semakin besar diameter hambat yang dihasilkan. Ukuran zona hambat dipengaruhi oleh sensitivitas organisme, kultur media, kondisi inkubasi, konsentrasi zat antimikroba pada kertas cakram (Lorian, 1980). Zat yang menghasilkan zona hambat lebih besar tidak pasti lebih aktif dari zat yang menghasilkan zona yang lebih kecil (Brock, 1973).

Pemberian (+)- katekin dan ekstrak air gambir dengan konsentrasi 5 mg/ml; 7,5 mg/ml; 10 mg/ml; 12,5 mg/ml; 15 mg/ml; 17,5 mg/ml; 20 mg/ml; 22,5 mg/ml dan 25 mg/ml sangat mempengaruhi aktivitas pertumbuhan bakteri uji yang dapat dilihat pada tabel 2. Hasil pada tabel 2 menunjukkan bahwa gambir pada konsentrasi 5 mg/ml – 25 mg/ml belum dapat menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan (+)- katekin pada konsentrasi 7,5 mg/ml dapat menghambat pertumbuhan Shigella flexneri.

Untuk Eschericia coli mulai terhambat pertumbuhannya pada konsentrasi 22,5 mg/ml, Proteus vulgaris dan Proteus mirabilis pada konsentrasi 25 mg/ml, sedangkan Pseudomonas aeruginosa masih terjadi pertumbuhan. Golongan fenol dapat menghambat antibakteri karena adanya gugus OH (Cowan, 1999). Golongan fenol yang terdapat dalam gambir adalah katekin dan tanin. Dan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Taguri et al (2006), aktivitas antibakteri terhadap katekin pada Shigella flexneri

44

aeruginosa adalah 1333 µg/ml, Eschericia coli 2667 µg/ml, Proteus vulgaris 667 µg/ml dan Proteus mirabilis adalah 1333 µg/ml, hal ini diduga bahwa bakteri yang diisolasi dari sumber dan daerah yang berbeda memiliki sensitivitas dan aktivitas yang berbeda pula, dan metode pengujian yang juga berbeda.

Pada konsentrasi 5 mg/ml semua bakteri baik pada gambir maupun katekin masih dapat tumbuh, sehingga metode mikro dilusi diganti pada metode makro dilusi, selain ekstrak yang dihasilkan berwarna merah sehingga tidak dapat diidentifikasi dengan penambahan INT (Iodonitro Tetrazolium). Pada metode makro dilusi, aktivitas antibakteri dapat dilihat dari jenis bakteri yang tumbuh ataupun tidak tumbuh.

Bakteri yang memiliki nilai konsentrasi hambat terendah pada ekstrak inilah yang digunakan untuk penelitian tahap selanjutnya. Kebocoran membran/dinding sel bakteri dapat diketahui dengan menganalisis keberadaan protein dan asam nukleat serta ion-ion logam seperti Ca2+ dan K+. Terjadinya kebocoran metabolit seluler dari bakteri karena penambahan (+)- katekin ini diukur dengan spektrofotometer UV-Vis dan ditandai dengan adanya peningkatan nilai absorbansi pada panjang gelombang 260 nm untuk asam nukleat dan peningkatan nilai absorbansi pada panjang gelombang 280 nm untuk protein (Miksusanti et al, 2008). Sedangkan untuk mengetahui terjadinya kebocoran ion logam dapat diukur dengan AAS. Pada gambar 5, terlihat bahwa dinding/membran sel bakteri mengalami kebocoran dengan adanya asam nukleat dan protein pada larutan media kultur bakteri uji yang dideteksi dengan UV-Vis pada

45

panjang gelombang 260 nm dan 280 nm. Dari gambar 5, dapat diketahui bahwa pemberian (+)- katekin pada konsentrasi 1 KHM menyebabkan terjadinya kebocoran sel yang menyebabkan terjadinya peningkatan absorbansi untuk asam nukleat (260 nm). Pada konsentrasi 1 KHM absorbansinya mengalami peningkatan dari 0.283 menjadi 0.742 dan pada konsentrasi 2 KHM terjadi peningkatan absorbansi sekitar 3 kali lipat menjadi 0.761 bila dibandingkan dengan kontrol.

Peningkatan absorbansi pada panjang gelombang 260 nm sejalan dengan peningkatan absorbansi untuk protein yaitu pada panjang gelombang 280 nm (gambar 5). Bila dibandingkan dengan peningkatan absorbansi untuk asam nukleat maka peningkatan untuk protein (280 nm) lebih tinggi. Pada panjang gelombang 280 nm, absorbansi konsentrasi 1 KHM mengalami peningkatan dari 0.260 menjadi 1.651 dan pada konsentrasi 2 KHM terjadi peningkatan sekitar 8 kali lipat menjadi 2.087 bila dibandingkan dengan kontrol.

Menurut Davidson dan Branen (1999), senyawa fenol akan bereaksi dengan membran sitoplasma dan dapat meningkatkan permeabilitas membran. Penghambatan pertumbuhan bakteri diduga berhubungan dengan struktur sel bakteri (Ultee et al., 2002). Dan adanya kerusakan membran akan mengakibatkan keluarnya komponen-komponen intraseluler seperti asam-asam amino dan bahan-bahan lain yang terserap pada panjang gelombang 260 nm, seperti asam nukleat serta protein (Maillard., 2002). Asam nukleat dapat mengabsorpsi sinar UV pada panjang gelombang 260 nm karena adanya basa nitrogen yang bersifat

46

aromatik, sedangkan fosfat dan gula tidak memberikan kontribusi dalam absorpsi UV (Stansfield et al., 2006).

Tidak jauh berbeda dengan pengukuran metabolit seluler yaitu asam nukleat dan protein, pengukuran ion-ion logam (Ca2+ dan K+) yang ditunjukkan pada (gambar 6) juga menunjukkan peningkatan seiring dengan meningkatnya konsentrasi KHM larutan uji/ekstrak. Pada gambar 6, terjadi peningkatan kadar ion Ca2+ dari 4.21 ppm – 5.89 ppm dan kadar ion K+ dari 52.3 ppm – 100.6 ppm. Meningkatnya ion-ion Ca2+ dan K+ yang dikeluarkan oleh sel-sel bakteri uji menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan pada bagian dinding sel dan membran sitoplasma.

Untuk mempertahankan diri, pada umumnya membran sel mempunyai lapisan lipid. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Seok et al (1999), bakteri Lactobacillus sp pada kondisi lingkungan yang sangat asam akan menyebabkan komponen utama dari membran sel bakteri tersebut mengalami kerusakan dan akibatnya komponen-komponen intraseluler seperti Ca2+, Mg2+, K+ dan lipid akan dikeluarkan. Indikasi adanya kerusakan membran sitoplasma adalah terjadinya kebocoran kandungan sitoplasma K+ dan peningkatan kandungan K+ yang dilepaskan merupakan tanda kerusakan permeabilitas membran (Cox et al., 2001). Ca2+ dan Mg2+ berfungsi untuk menjaga kestabilan membran bakteri dan dengan adanya kebocoran ion-ion tersebut maka kestabilan membran akan terganggu yang selanjutnya akan mengakibatkan kematian bakteri.

Seperti yang terjadi pada kebocoran sel , makin tinggi konsentrasi KHM ekstrak yang digunakan maka morfologi sel bakteri uji juga semakin

47

mengalami perubahan dibandingkan sel normal. Kerusakan morfologi sel bakteri diamati dengan SEM dengan perbesaran 15.000 kali.

Dengan perlakuan ekstrak 1 KHM permukaan sel bakteri menjadi kasar dan tidak rata serta agak memanjang dan dengan perlakuan 2 KHM permukaan sel menjadi semakin kasar dan bagian pinggir dinding sel menjadi bergerigi (gambar 7). S. flexneri dalam keadaan normal berbentuk batang, Koloni kuman ini adalah halus, kecil, permukaan yang licin dan rata.

48 BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait