• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian

5.1.4 Hubungan antara Pengetahuan dengan Pencegahan Hipertensi

Hasil uji statistik korelasi Spearmen dengan komputerisasi didapatkan ρ (rho) = +0.367. Angka tersebut menunjukkan korelasi antara pengetahuan dengan perilaku pencegahan lemah, sedangkan tanda “+” menunjukkan bahwa semakin tinggi pengetahuan seseorang akan semakin baik perilakunya, begitu pula sebaliknya. Tingkat signifikansi (P) dari hasil korelasi Spearmen diperoleh P sebesar 0.000 dimana nilai ini lebih kecil dari level of significance (α) yaitu 0.05 yang berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan terhadap pencegahan hipertensi.

Tabel 5.16. Hubungan pengetahuan terhadap pencegahan hipertensi di Kecamatan Medan Johor berdasarkan uji Spearmen’s Rho

Spearmen’s Rho Tindakan Pencegahan Tingkat Pengetahuan

- Correlation Coefficient 0.367

- Sig. (2-tailed) 0.000

5.2 Pembahasan

5.2.1 Pengetahuan Responden tentang Hipertensi

Secara biologis penuaan menjadikan manusia rentan terhadap berbagai penyakit, demikian pula dengan lansia yang kesehatannya rentan karena menurunnya fungsi berbagai alat tubuh dan pada umumnya penyakit pada lansia mempunyai karakteristik seperti komplikasi, saling terkait dan kronis, degeneratif, dan sering

Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko terjadinya penyakit kardiovaskuler. Menurut WHO (1995) penyakit kardiovaskular merupakan sebab kematian terbesar pada populasi usia 65 tahun ke atas di seluruh dunia dengan jumlah kematian lebih banyak di negara sedang berkembang. Di Indonesia kasus hipertensi menduduki peringkat kedua penyakit terbanyak setelah penyakit sendi (Depkes, 2008).

Pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil penggunaan pancaindra. Semakin berkembang fisik dan psikis seseorang, maka semakin banyak pula yang diketahui dan ingin diketahuinya, sebab selain mengetahui segala sesuatu yang dialami di lingkungan keluarganya dia juga akan memperoleh pengetahuan dari lingkungan yang lebih luas serta ingin mengetahui apa yang belum dan tidak diketahuinya. Pada akhirnya dia akan tahu apa yang boleh dan harus dilakukan serta baik dan buruk bila dilakukan (Efendy, 2006).

Dari hasil penelitian yang dilakukan, peneliti mendapatkan bahwa tingkat pengetahuan masyarakat terutama lansia mengenai hipertensi di Kecamatan Medan Johor baik (69.3%). Menurut Notoadmodjo (2007) pengetahuan dipengaruhi oleh pendidikan, sumber informasi dan pengalaman. Dari hasil penelitian, pengetahuan responden mayoritas dipengaruhi oleh faktor sumber informasi karena mayoritas tingkat pendidikan responden adalah SD/ sederajat (35.2%). Beberapa responden mendapatkan informasi mengenai hipertensi selain melalui penyuluhan, informasi dari teman dan media elektronik. Seperti yang kita ketahui, iklan terutama iklan di media televisi, merupakan media yang sangat ampuh untuk mempengaruhi konsep pemikiran masyarakat dan memberikan pengaruh yang sangat beragam, baik pengaruh ekonomi,

psikologis maupun sosial budaya dan merambah berbagai bidang kehidupan manusia mulai dari tingkat individu, keluarga hingga masyarakat (Raharjo, 2008).

5.2.2 Upaya Responden dalam Pencegahan Hipertensi

Dulu hipertensi pada usia lanjut pernah diabaikan karena dianggap bukan masalah. Individu sering menganggap sakit kepala, rasa berat di tengkuk, mudah lelah atau pusing merupakan gangguan biasa. Padahal hal tersebut termasuk gejala-gejala hipertensi yang seringkali disebut sebagai “silent killer” karena termasuk penyakit yang mematikan. Mencegah dan mengendalikan hipertensi dapat menurunkan resiko terjadinya stroke, gagal jantung, gagal ginjal selain itu juga dapat meningkatkan kualitas hidup (Mayo Clinic, 2005).

Terdapat lima item pencegahan hipertensi yang tercantum dalam kuisioner. Item pertama yaitu pencegahan melalui pengelolaan stres yaitu tidur dan istirahat yang cukup pada pernyataan pertama, berpikir positif pada pernyataan kedua dan melakukan kegiatan dengan rileks/ santai pada pernyataan ketiga. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa 48.9% responden tidur dan istirahat dengan cukup, 58.0% responden selalu berpikir positif agar pikiran dan tubuh sehat serta 62.5% responden melakukan pekerjaan sehari-hari dengan rileks/ santai. Stres dapat meningkatkan tekanan darah untuk sementara. Jika sedang ketakutan atau tegang maka tekanan darah akan meningkat. Bagi penderita hipertensi, menghilangkan stres saja tidak akan cukup untuk menurunkan tekanan darah dengan sempurna. Namun, berkurangnya stres berpengaruh pada tekanan darah jadi lebih terkontrol dan sikap jadi lebih positif sehingga kondisi rileks dan bahagia. Untuk meredakan stres dapat dilakukan teknik

relaksasi, mengalihkan perhatian, mencuci muka, dan memanfaatkan energi gravitasi (Vitahealth, 2006).

Stres tidak dapat dihindari oleh siapapun namun hanya dapat dilakukan dengan mengatasi, mengendalikan atau mengelola stres tersebut agar tidak mengakibatkan gangguan kesehatan baik fisik maupun mental. Istirahat merupakan suatu kesempatan untuk memperoleh energi sel dalam tubuh, istirahat dapat dilakukan dengan meluangkan waktu. Meluangkan waktu tidak berarti minta istirahat lebih banyak dari pada bekerja produktif sampai melebihi kepatuhan. Dari hasil penelitian, didapatkan bahwa mayoritas 40.9% responden adalah IRT atau tidak bekerja sehingga punya waktu luang untuk beristirahat dan bersantai. Meluangkan waktu istirahat itu perlu dilakukan secara rutin diantara ketegangan jam sibuk bekerja sehari–hari. Bersantai juga bukan berarti melakukan rekreasi yang melelahkan, tetapi yang dimaksudkan dengan istirahat adalah usaha untuk mengembalikan stamina tubuh dan mengembalikan keseimbangan hormon dalam tubuh (Puspita, 2009).

Pada item kedua yaitu olahraga atau latihan fisik ringan untuk mencegah hipertensi seperti jalan kaki, jalan cepat, bersepeda atau senam. Menurut penelitian aktivitas fisik dalam porsi cukup dan teratur dapat memberi rangsangan pada sistem peredaran darah sehingga dapat menurunkan tekanan darah sebanyak 5-10 mmHg. Jika seseorang beresiko mengidap hipertensi, penurunan sebesar itu cukup untuk mencegah agar kondisi hipertensi tidak berkembang. Jika sudah menderita hipertensi, aktivitas fisik dapat membantu menurunkan tekanan darah. Untuk mencapai hasil yang optimal, aktivitas dapat dilakukan sebanyak 3-5 kali dalam seminggu selama 30-60 menit setiap kali aktivitas (Mayo Clinic, 2005). Namun, dari hasil penelitian diketahui

bahwa hanya 20.5% responden pernah melakukan latihan fisik seperti jogging, bersepeda atau senam setiap hari dan hanya 22.7% responden yang selalu berolahraga minimal 30 menit setiap hari. Hal ini terjadi karena selain saat usia lanjut fungsi tubuh sudah banyak berkurang sehingga aktivitas pun terhambat ditambah lagi persepsi keluarga terutama pada responden yang mayoritas bersuku Jawa (42.0%) terhadap lansia yang menganggap lansia tidak boleh banyak bergerak dan sebaiknya hanya duduk dan istirahat saja (Istiany, 2006). Selain itu, tersedianya sarana transportasi membuat orang lebih memilih naik kendaraan daripada berjalan kaki walaupun pada jarak yang tidak jauh. Akibatnya aktivitas fisik menurun yang berarti makin sedikit energi yang digunakan dan makin banyak energi yang ditimbun (Raharjo, 2008).

Pengaturan pola makan merupakan item ketiga dari upaya pencegahan hipertensi. Salah satu kunci untuk mencegah atau mengendalikan hipertensi adalah pola makan yang sehat dan 80.7% responden menyatakan bahwa setiap harinya mereka makan makanan yang bergizi. Dari hasil penelitian juga didapatkan bahwa mayoritas 62.5% responden memiliki pendapatan < 800 ribu rupiah sebulan. Hal ini terjadi karena cakupan makanan bergizi sudah mulai dipahami masyarakat bahwa makanan bergizi itu tidak hanya terdapat dalam daging dan ikan tetapi juga terdapat pada sayur-sayuran, tahu, tempe dan buah-buahan. Selain itu, menurut Irza (2009) banyak faktor yang mempengaruhi kebiasaan makan, diantaranya adalah perbedaan etnis, tingkat sosial ekonomi, geografi, iklim, agama dan kepercayaan, serta tingkat kemajuan teknologi, misalnya masyarakat bersuku Jawa lebih sering mengkonsumsi sayuran, buah-buahan dan biji-bijian serta makanan manis. Selanjutnya 59.1%

mengonsumsi makanan yang mengandung pengawet namun hanya 29.5% responden membatasi jumlah garam yang dikonsumsinya, hal ini berkaitan dengan budaya masak memasak masyarakat kita yang umumnya boros menggunakan garam dan MSG (Anggraini, 2009). Gizi seimbang, kaya serat dan buah segar, rendah lemak dan garam, mengurangi makanan yang manis, minum air putih 6-8 gelas sehari, olahraga teratur, menyelesaikan masalah dengan bersikap lebih santai dan sabar adalah rumus untuk hidup sehat (Renny, 2007).

Responden yang menghindari alkohol dan atau rokok sebanyak 77.3% responden, karena adanya persepsi negatif masyarakat terhadap alkohol dan ajaran agama yang melarang mengonsumsi alkohol sedangkan merokok selain dapat merusak paru-paru juga di dalam tembakau terdapat nikotin yang dapat merusak dinding arteri sehingga lebih rentan terhadap penumpukan plak yang membuat kerja jantung lebih keras karena terjadi penyempitan pembuluh darah yang dapat meningkatkan tekanan darah (Viosta, 2009). Sebagian orang menganggap merokok bisa meningkatkan kewibawaan, dapat menghilangkan stres, menambah semangat kerja dan dapat mengelakkan kegemukan, meskipun penelitian membuktikan bahwa kebanyakan orang berhenti merokok tidak menjadi gemuk kecuali orang tersebut mengalihkan perhatiannya dari rokok dengan makan berlebihan bukan dengan olahraga atau kegiatan lainnya (Ekawati, 2008).

Mengonsumsi minuman berkafein seperti kopi menurut penelitian satu cangkir kopi mengandung 7200 mg kafein yang berpotensi meningkatkan tekanan darah 5-10 mmHg dan 53.4% responden menghindari minum kopi, sedangkan 19.3% responden masih rutin mengonsumsi kopi. Hal ini dikarenakan kopi sudah akrab

dikonsumsi semua lapisan masyarakat bahkan sudah menjadi gaya hidup masyarakat urban yang dinikmati di warung, kafe dan tempat-tempat bersosialisasi dimanapun (Viosta, 2009).

Item keempat pada upaya pencegahan hipertensi usia lanjut adalah penurunan berat badan. Obesitas merupakan ciri khas pada populasi pasien hipertensi. Obesitas berarti ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dan kebutuhan energi yang disimpan dalam bentuk lemak pada jaringan sub kutan usus, jantung, paru-paru dan hati sehingga menyebabkan peningkatan jumlah jaringan lemak in aktif dan ini akan meningkatkan beban atau kerja jantung. Hasil penelitian didapatkan 37.5% responden mengurangi makanan yang berlemak tinggi karena kebiasaan mengonsumsi makanan berlemak erat kaitannya dengan peningkatan berat badan yang beresiko terjadinya hipertensi dan ada 52.3% responden yang pada waktu senggang sering mengonsumsi cemilan, bagi lansia dianjurkan untuk makan dengan porsi kecil tapi sering dan jadwal makan juga harus diatur agar tidak terjadi peningkatan berat badan, tapi cemilan seperti biskuit atau krekers mengandung kadar garam yang tinggi sehingga dapat meningkatkan tekanan darah. Pada individu yang gemuk jumlah darah yang beredar (cardiac out put) dan reabsorbsi natrium di ginjal akan naik, sehingga tekanan darah juga akan naik. Banyak penelitian menunjukkan penurunan berat badan akan mengakibatkan menurunnya tekanan darah pada penderita hipertensi. Program penurunan berat badan yang baik mengutamakan penurunan bertahap, perubahan gaya hidup serta olah raga. (Irza, 2005).

memeriksakan tekanan darah ke petugas kesehatan dan 53.4% responden bertanya kepada petugas kesehatan tentang penyebab dan cara pencegahan atau pengobatan hipertensi serta 53.4% responden langsung mengkonsultasikan dirinya jika merasa sakit kepala dan jantung berdebar-debar. Hal ini dikarenakan peningkatan usia yang semakin rentan terhadap penyakit dan adanya media yang berperan dalam penyampaian informasi mengenai gejala-gejala hipertensi sehingga membuat masyarakat lebih mawas akan bahaya peningkatan tekanan darah dan segera memeriksakan dirinya ke petugas kesehatan (Mayo Clinic, 2005).

5.2.3 Hubungan Pengetahuan dan Pencegahan Hipertensi yang Dilakukan Lansia

Dokumen terkait