• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 Hasil dan Pembahasan

5.2 Pembahasan

Dari hasil penelitian ini, anak usia prasekolah sudah mampu mengungkapkan rasa nyeri yang dirasakan ketika anak dipasang infus. Karena pada usia 4 tahun, anak-anak dapat secara akurat menunjuk area tubuh atau menandai area yang nyeri pada gambar (Savedra, dkk, 1989, 1993; Van Cleve dan Savedra, 1993)

Dari hasil penelitian ini, dengan menggunakan pengukuran subjektif dengan skala ukur nyeri Wong-Baker face pain rating scale, anak usia prasekolah sudah mampu memahami dan mampu menggungkapan rasa nyeri yang dirasakan dengan menunjuk skala wajah yang sesuai dengan rasa nyeri yang mereka rasakan. Sebanyak 1 orang anak (2,5%) mengatakan bahwa tidak ada rasa nyeri yang dirasakannya, sebanyak 5 orang anak (12,5%) mengungkapkan rasa nyeri yang di rasakannya termasuk nyeri ringan, sebanyak 3 orang anak (7,5%) menunjukkan gambar yang menggambarkan bahwa nyeri yang diraskan termasuk nyeri sedang, sebanyak 10 orang anak (25%) memilih gambar dengan menunjukkan bahwa nyeri yang dirasakan termasuk kategori nyeri berat, sebanyak 10 orang anak (25%) nyeri yang dirasakannya termasuk nyeri sangat berat, dengan jumlah 11 orang anak (27,5%) mengungkapan rasa nyeri yang di rasakan termasuk dalam kategori nyeri sangat berat sekali. Karena menurut Beyer, Denyes, dan Villaruel, (1992); Wong dan Baker (1988) anak-anak minimal usia 3 tahun sudah dapat memnggunakan skala nyeri, yaitu skala nyeri wajah.

Dari penelitian ini, satu orang anak mengungkapkan bahwa tidak merasakan nyeri/ sakit saat dilakukan pemasangan infus. Anak ini berusia 6 tahun dan

berjenis kelamin laki-laki, meskipun sakit dia tetap ceria dan bercerita. Saat dilakukan pemasangan infus, anak ini bercerita dengan perawat yang bertugas. Jadi bercerita juga dapat menjadi pengalih/ distraksi saat dilakukan pemasangan infus.

Dari penelitian ini, dapat kita lihat bahwa jumlah responden sebagian besar adalah berjenis kelamin perempuan yaitu 23 orang (57,5%) sehingga dari hasil crosstab yang dilakukan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat nyeri. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Laura (2008) yang menunjukkan bahwa wanita lebih sensitif terhadap rangsangan nyeri. Brattberg melaporkan bahwa perempuan mengungkapkan rasa nyeri yang lebih tinggi daripada laki-laki. Pada perempuan letak persepsi nyeri berada pada limbik yang berperan sebagai pusat utama emosi seseorang sedangkan pada lakilaki terletak pada korteks prefrontal yang berperan sebagai pusat analisa dan kognitif. Jadi secara emosional perempuan lebih sensitif dalam mempersepsikan nyeri.

Dari hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden adalah bersuku batak yaitu 17 orang (42,5%). Dan dari hasil tabel penyilangan menunjukkan bahwa ada hubungan tingkat nyeri dengan suku. Hasil penelitian ini sesuai dengan pernyataan yang dikemukakan Jihan (2009) bahwa suku Batak merupakan suku yang apresiatif dalam mengungkapkan nyeri yang dirasakannya. Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri. Telah ditemukan bahwa orang Jawa dan Batak mempunyai respon yang

berbeda terhadap nyeri. Dia menemukan bahwa pasien Jawa mencoba untuk mengabaikan rasa sakit dan hanya diam, menunjukkan sikap tabah, dan mencoba mengalihkan rasa sakit melalui kegiatan keagamaan. Ini berarti bahwa pasien Jawa memiliki kemampuan untuk mengelola nya atau rasa sakitnya. Di sisi lain, pasien Batak merespon nyeri dengan berteriak, menangis, atau marah dalam rangka untuk mendapatkan perhatian dari orang lain, sehingga menunjukkan ekspresif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien dengan budaya yang berbeda dinyatakan dalam cara yang berbeda yang mempengaruhi persepsi nyeri.

Menurut hasil penelitian ini, 21 orang anak atau sekitar 55% anak menangis keras, dan takut ketika dilakukan pemasngan infuse karena menurut mereka nyeri yang dirasakan termasuk nyeri berat. Hal ini sesuai dengan data dari Craig KD dkk dalam Developmental changes in infant pain expression during immunization

injection (1984) ada beberapa karakteristik perkembangan respons anak terhadap

nyeri yaitu (1). Menangis keras dan berteriak; (2). Ekspresi verbal seperti “aduh”, “auw”, “sakit”; (3). Memukul-mukulkan lengan daan kaki; (4). Tidak kooperatif dan memrlukan restrain fisik; (5). Meminta agar prosedur dihentikan; (6). Bergelayut paddaa orang tua, perawat, atau oraang bermakna lainnya; (7). Meminta dukungan emosional, seperti pelukan atau bentuk lain kenyamanan fisik; (8). Dapat menjadi gelisah dan peka terhadaap nyeri yang berkelanjutan.

Dari hasil penelitian ini, dapat dilihat bahwa respon nyeri yang dirasakan anak usia prasekolah yang dilakukan pemasangan infus bervariasi itu dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah pengalaman sebelumnya, apakah anak belum pernah ataau sudah pernah mendapatkan tindakan infuse. Sebanyak 25

orang anak atau 62,5 % belum pernah diinfuse sebelumya. Karena pengalaman pertama menimbulkan rasa takut akan cedera tubuh sehingga ras nyeri sering terjadi. Dan ini seiring dengn konsep perkembangan nyeri pada anak menurut Bibace R, Walsh ME (1980) dan Hurley A, Whelan EG (1988) mengatakan bahwa konsep nyeri pada pemikiran praoperasional (usia 2-7 Tahun) yaitu (1). Berhubungan dengan nyeri terutama sebagai pengalaman fisik dan konkret; (2). Dapat menganggap nyeri sebagiaa hukuman akibat kesalahan; (3). Cenderung menganggap seseorang sebagai yang bertanggung jawab untuk nyeri yang dialaminya dan dapat menyerang orang tersebut. Dan juga Hasil ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Potter & Perry (2006) bahwa jika individu pernah mengalami nyeri maka dimasa akan datang individu akan mampu untuk mentoleransi nyeri dengan lebih baik.

Dan dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa rata-rata intensitas nyeri pada anak usia prasekolah yang dipasang infus yaitu 6,8 yang berarti termasuk dalam kategori antara nyeri berat dengan nyeri sangat berat. Dan ini sesuai dengan pembahasan di atas bahwa intensitas nyeri yang dirasakan dapat dipengaruhi oleh faktor usia, jenis kelamin, suku.

Dokumen terkait