• Tidak ada hasil yang ditemukan

Intensitas Nyeri Pada Anak Usia Prasekolah Pada Saat Pemasangan Infus yang Dirawat di RSUD dr. Pirngadi Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Intensitas Nyeri Pada Anak Usia Prasekolah Pada Saat Pemasangan Infus yang Dirawat di RSUD dr. Pirngadi Medan"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

Jadwal Tentatif Penelitian

Lampiran 1

Kegiatan Sep '15 Okt '15 Nov '15 Des '15 Jan '16 Feb '16 Mar '16 Apr '16 Mei '16 Jun '16 Jul '16 Agst '16

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Mengajukan Judul

Menetapkan Judul

Menyiapkan Sidang Proposal (Konsul

dan Revisi)

Sidang Proposal

Revisi Proposal

Uji Validitas dan

Reliabilitas

Pengumpulan Data

Penelitian

Analisa Data

Penyusunan

Laporan Skripsi

Ujian Skripsi

Revisi Skripsi

Mengumpulkan

Skripsi

(2)

Lampiran 2

Penjelasan Tentang Penelitian

Saya yang bernama Jeni Nursaadah/ 121101033 adalah mahasiswa

Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera

Utara, Medan. Saat ini saya sedang melakukan penelitian dengan judul Intensitas

Nyeri Pada Anak Usia Prasekolah Pada Saat Pemasangan Infus yang dirawat di

RSUD Dr. Pirngadi Medan

Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas

akhir di Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Keperawatan Universitas

Sumatera Utara. Peneliti menjamin bahwa penelitian yang dilakukan tidak akan

memberi dampak yang membahayakan bagi anak. Saya akan melakukan

wawancara selama 8 menit yang meliputi pertanyaan data demografi yaitu, umur,

jenis kelamin, suku, agama, pengalaman dipasang infuse sebelumnya, dan

menjelaskan bagaimana menggunkan Wong-Baker Face Pain Rating Scale.

Partisipasi orangtua dan anak dalam penelitian ini bersifat sukarela,

sehingga orangtua dan anak bebas untuk menolak atau mengundurkan diri setiap

saat tanpa ada sanksi apapun. Semua informasi yang orangtua dan anak berikan

akan dirahasiakan dan hanya akan dipergunakan dalam penelitian ini.

Demikianlah informasi ini saya sampaikan, atas kesediaan dan partisipasi dari

bapak dan ibu saya ucapkan terimakasih.

Medan, Juni 2015

Peneliti

(3)

ii

Lembar Persetujuan Menjadi Responden

Setelah mendengarkan penjelasan dari peneliti tentang penelitian yang berjudul

“Intensitas Nyeri Pada Anak Usia Prasekolah Pada Saat Pemasangan Infus yang

dirawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan”, maka saya dengan sukarela dan tanpa

paksaan bersedia dan mengijinkan anak saya menjadi responden dalam penelitian

tersebut.

Medan, Juni 2016

Responden

( )

(4)

Lampiran 3 KUESIONER PENELITIAN

Kode :

Tanggal/waktu :

Tempat :

Bagian I. Kuesioner Data Demografi

Petunjuk : orang tua anak akan ditanyakan informasi tentang data pribadi anaknya

Jawablah pertanyaan berikut sesuai dengan keadaan anak yang sebenarnya dan

diberi tanda ( √ ) dikotak yang disediakan.

1. Umur Anak : Tahun

2. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan

3. Suku :

4. Agama :

5. Pengalaman dipasang : Belum Pernah

(5)

iv

Bagian II : Skala Nyeri Wajah/ Wong-Baker Face Pain Rating Scale

Score Intensitas nyeri yang dirasakan anak : / ……….. Tidak

Nyeri

Nyeri Ringan

Nyeri Sedang

Nyeri Berat

Nyeri Sangat

Berat

Nyeri Sangat

Berat Sekali

(6)

Wong Baker FACES Pain rating scale

Developed for young patients to communicate how much pain they are feeling.

Instructions

Explain to the child that each face is for a person who feels happy because he has no pain (hurt) or sad because he has some or a lot of pain.

Face 0 is very happy because he doesn't hurt at all. Face 1 hurts just a little bit.

Face 2 hurts a little more. Face 3 hurts even more. Face 4 hurts a whole lot more.

Face 5 hurts as much as you can imagine, although you do not have to be crying to feel this bad.

Ask the child to choose the face that best describes how he/she is feeling.

Reference: Hockenberry MJ, Wilson D, Winkelstein ML: Wong's Essentials of

(7)

vi

Skala Penilaian Nyeri Wajah Wong-Baker Lampiran 4

Dikembagkan untuk pasien muda untuk mengkomunikasikan seberapa nyeri yang mereka rasakan.

Instruksi

Jelaskan kepada anak tersebut bahwa setiap wajah di atas merupakan orang yang merassa senang sebab dia tidak merasa sakit atau sedih sebab dia merasa sakit atau sangat sakit.

Face 0 sangat senang sebab dia sama sekali tidak merasa sakit Face 2 nyeri sedikit/ nyeri ringan

Face 4 agak lebih sakit/ nyeri sedang Face 6 lebih nyeri lagi/ nyeri berat Face 8 sangat nyeri/ nyeri berat

Face 10 sakitnya tak bisa dibayangkan meskipun tidak harus menangis/ nyeri sangat

berat sekali

Suruh anak tersebut memilih wajah yang paling sesuai dengan rasa sakit yang dialaminya.

Reference: Hockenberry MJ, Wilson D, Winkelstein ML: Wong's Essentials of Pediatric Nursing, ed, 7, St Louis, 2005 p.1259. Used with permission. © Mosby

(8)

Lampiran 5 Master Tabel Data Demografi dan Intensitas Nyeri

no. Umur JK Suku Agama Pengalaman

sebelumnya Intensits NYeri

(9)

viii

Lampiran 6

1. Data Demografi

Statistics

Umur Jenis Kelamin Suku Agama

N Valid 40 40 40 40

Missing 0 0 0 0

Mean 2.72 1.58 2.42 1.90

Median 3.00 2.00 2.00 1.50

Variance 1.179 .251 2.353 1.477

Frequency Table

Umur

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 3Tahun 1 17.5 17.5 17.5

4Tahun 9 22.5 22.5 40.0

5Tahun 12 30.0 30.0 70.0

6Tahun 12 30.0 30.0 100.0

Total 40 100.0 100.0

(10)

Jenis Kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid laki-laki 17 42.5 42.5 42.5

Perempuan 23 57.5 57.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

Suku

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Batak 17 42.5 42.5 42.5

Jawa 7 17.5 17.5 60.0

Melayu 4 10.0 10.0 70.0

Minang 6 15.0 15.0 85.0

dan lainnya 6 15.0 15.0 100.0

(11)

x

Agama

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Islam 20 50.0 50.0 50.0

Krisen 12 30.0 30.0 80.0

Hindu 3 7.5 7.5 87.5

Budha 2 5.0 5.0 92.5

dan lainnya 3 7.5 7.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

Pengalaman sebelumnya

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid belum pernah 25 62.5 62.5 62.5

sudah pernah 15 37.5 37.5 100.0

Total 40 100.0 100.0

(12)

2. Inyensitas Nyeri

Frequencies

Statistics

Intensitas Nyeri

N Valid 40

Missing 0

Mean 6.80

Median 8.00

Std. Deviation 2.857

Minimum 0

Maximum 10

Intensitas Nyeri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid tidak Nyeri 1 2.5 2.5 2.5

Nyeri Ringan 5 12.5 12.5 15.0

Nyeri Sedang 3 7.5 7.5 22.5

Nyeri Berat 10 25.0 25.0 47.5

Nyeri sangat Berat 10 25.0 25.0 72.5

Nyeri sangat Berat sekali 11 27.5 27.5 100.0

(13)

xii

3. Hasil Crosstab Antara Usia, Jenis Kelamin, Suku, dan Pengalaman dipasang Infus Sebelumnya dengan Intensitas Nyeri

Case Processing Summary

Usia * Intensits Nyeri Crosstabulation

(14)
(15)

xiv

Jenis Kelamin * Intensits Nyeri Crosstabulation

(16)

% of Total .0% 5.0% 2.5% 17.5% 17.5% 15.0% 57.5%

Suku * Intensits Nyeri Crosstabulation

(17)

xvi % within

Intensits Nyeri .0% 20.0% 33.3% 20.0% 30.0% .0% 17.5%

% of Total .0% 2.5% 2.5% 5.0% 7.5% .0% 17.5%

melayu Count 0 1 1 0 1 1 4

% within Suku .0% 25.0% 25.0% .0% 25.0% 25.0% 100.0%

% within

Intensits Nyeri .0% 20.0% 33.3% .0% 10.0% 9.1% 10.0%

% of Total .0% 2.5% 2.5% .0% 2.5% 2.5% 10.0%

minang Count 0 1 1 1 1 2 6

% within Suku .0% 16.7% 16.7% 16.7% 16.7% 33.3% 100.0%

% within

Intensits Nyeri .0% 20.0% 33.3% 10.0% 10.0% 18.2% 15.0%

% of Total .0% 2.5% 2.5% 2.5% 2.5% 5.0% 15.0%

dll Count 0 0 0 2 2 2 6

% within Suku .0% .0% .0% 33.3% 33.3% 33.3% 100.0%

% within

Intensits Nyeri .0% .0% .0% 20.0% 20.0% 18.2% 15.0%

% of Total .0% .0% .0% 5.0% 5.0% 5.0% 15.0%

Total Count 1 5 3 10 10 11 40

% within Suku 2.5% 12.5% 7.5% 25.0% 25.0% 27.5% 100.0%

% within

Intensits Nyeri 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 2.5% 12.5% 7.5% 25.0% 25.0% 27.5% 100.0%

(18)
(19)

xviii % within

Intensitas

Nyeri

100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 2.5% 12.5% 7.5% 25.0% 25.0% 27.5% 100.0%

(20)

Lampiran 7 Taksasi Dana Penelitian

1. Proposal

Biaya pembelian buku Rp 150.000

Penelusuran literature dari internet Rp 50.000

Pencetakan literature dari internet Rp 50.000

Fotokopi literature dari buku Rp 100.000

Pencetakan proposal Rp 20.000

Penggandaan dan penjilidan proposal Rp 50.000

Biaya print selama konsul proposal Rp 50.000

2. Pengumpulan data

Biaya izin penelitian dilokasi Rp 200.000

Biaya izin etik Rp 100.000

Terjemahan Rp 100.000

Fotokopi kuisioner Rp 40.000

Transportasi Rp 100.000

Souvenir Rp 90.000

3. Analisa data dan penyusunan laporan

Pencetakan skripsi Rp 100.000

Terjemahan abstrak Rp 100.000

Penggandaan skripsi Rp 150.000

(21)

xx

(22)
(23)

xxii

(24)

Lampiran 10

Riwayat Hidup

Nama : Jeni Nursaadah

Tempat tanggal lahir : Payakumbuh, 3 Juni 1994

Jenis kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Kelurahan Parak Betung no.14 kota payakumbuh

Sumatera Barat

No. Telp/HP : 082370730913

E-mail : nersjejen.jn@gmail.com

Riwayat pendidikan :

1. SDI Raudhatul Jannah (2001-2006)

2. SMP n 1 Kota Payakumbuh (2006- 2009)

3. SMA n 2 Kota Payalumbuh (2009-2012)

(25)

xxiv

(26)
(27)

xxvi

(28)

Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi Prof. Dr.(2013). Prosedur Penelitian-Suatu Pendekatan

Praktis. Jakarta: Rineka Cipta

Dahlan, M.Sopiyudin. (2009). Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel

dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 2. Jakarta: Salemba

Medika

Hjermstad, Marianne Jensen, et al. "Studies comparing Numerical Rating Scales,

Verbal Rating Scales, and Visual Analogue Scales for assessment of pain intensity

in adults: a systematic literature review." Journal of pain and symptom

management 41.6 (2011): 1073-1093.

Hockenberry, M.J. (2008). Wong’s clinical manual of pediatric nursing. (6th ed).

Missouri: Mosby

MD, Shobha Malviya. (2006). Assessment of Pain in Children. University of

Michigan, Ann Arbor, MI: Presented at SPA Annual Meeting

National Initiative on Pain Control™ (NIPC™). Pain Assesment Scale. Diakses

pada tanggal 15 Oktober 2015 pukul 06.11 dari

Prasetyo, Sigit Nian. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta:

(29)

Potter, P.A., & Perry, A.G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: Konsep

proses dan praktik. (Yasmin Asih, dkk, Penerjemah). Jakarta: EGC

Sugiyono, Prof. DR. (2011). Statistika untuk Penelitian. Bandung:

ALFABETA,cv

Wong, D. L., Eaton, M. H., Wilson, D., Winkelstein, M. L., Schwartz, P. (2009).

Buku ajar keperawatan pediatrik, volume 1. Jakarta : EGC.

Yudiyanta., Khoirunnisa, Novita., Novitasari, ratih Wahyu. Assesment Nyeri.

CDK-226/ vol.42 no 3, th.2015. Departemen Neurologi, Fakultas

Kedokteran Universitas Gadjah Mada diakses pada tanggal 14 Desember

2015 pukul 07.27 dari

Guyton .1999, “Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran”,Eds 9, EGC, Jakarta

Kozier. 2000, “Fundamental of Nursing”4thEds, Wesley Publishing Company,

California USA

McCaffery, M& Beebe, A. 1994, “Pain Clinical Manual for Nursing

Practice”,Mosby, London

Megel,M.E &Houser, C.W& Gleaves, L.S. 1998, “Children’s responses to

immunization: Lullabies as distraction”, Issues in Comprehensive Pediatric

Nursing, vol 21, no.2, pp. 129-145

(30)

Moore,J.2001, “No more tears: A randomized controlled double-blind trial of

Amethocaine gel vs placebo in management of procedural pain in

neonates”, Journal of Advanced Nursing, vol 34, pp. 475-482

Notoatmojo,S.2002, “Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku

Kesehatan”,Yogjakarta, Andi Offset

Tesler, M.D & Holzemer, W.L & Savend ra, M.C.1998, “Pain Behaviors:

Postsurgical Responses of Children and Adolescents”, Journal of Pediatric

Nursing, vol 13, no 1, pp.41 -47

Woodgate, R& Kristjanson, L.J.1995, “Young Children’s behavioural responses

to acute pain: strategies for getting better”, Journal of Advanced Nursing,

vol. 22, pp 243-2

Yates P & Dewar, A & Edwar, H & Fentiman, B & Nash, R. 1998, “ The

Prevalence and perception of pain amongs hospital in - patients”, Journal of

(31)

BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL 3.1. Kerangka Penelitian

Kerangka konseptual adalah model pendahuluan yang menggambarkan

sebuah masalah penelitian, dan merupakan refleksi dari hubungan

variabel-variabel yang diteliti (Swarjana, 2012). Kerangka konseptual dalam penelitian

ini betujuan untuk menggambarkan nyeri yang dirasakan anak usia prasekolah

dengan menggunakan alat ukur nyeri yaitu Wong-Baker Face Pain Rating Scale

saat dilakukan pemasangan infuse yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi

Medan.

Dari uraian tersebut, maka dapat digambarkan kerangka konsep penelitian

sebagai berikut:

(32)

3.2. Defenisi Operasional

Tabel 3.2 Defenisi Operasional Variabel Penelitian Variabel

Penelitian

Defenisi

Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala

Nyeri Suatu rasa yang Rating Scale yaitu

(33)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah deskriptive, desain ini bertujuan untuk melihat

gambaran intensitas nyeri yang dirasakan oleh anak usia prasekolah yang

dipasang infus yang dirawat di RSUD dr. Pirngadi Kota Medan tanpa adanya

suatu perlakuan dari peneliti.

4.2. Populasi dan Sampel

4.2.1.Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah anak yang berusia prasekolah yang

dirawat inap di Ruang melati RSUD Pirngadi Medan. Dari data bulan Maret-Mei

2015 terdapat sekitar 45 anak (dari buku dokumentasi rawat inap ruang melati 1,

2016).

4.3.Sampel Penelitian

Sampel merupakan sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang

diteliti dan dianggap dapat mewakili dari seluruh populasi (Arikunto, 2006).

Sampel pada penelitian ini adalah anak usia prasekolah. Tehnik sampel yang

digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling dengan cara memilih

sampel diantara populasi sesuai dengan kriteria yang dikehendaki peneliti

(Hidayat, 2007) .

Rumus untuk menentukan besar sampel yang saya gunakan adalah rumus

slovin:

(34)

�= N × z

2 × p × q

d2 (N1) + z2 × p × q

= 45 × (1,96)

2 × 0,5 × 0,5

0,052× (451) + (1,96)2× 0,5 × 0,5

= 40,3

= 40 orang responden

Dimana: n = perkiraan besar sampel

N = perkiraan besar populasi

z = nilai standar normal untuk α = 0,05 (1,96)

p = perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50%

q = 1- p (100%- p)

d = tingkat kesalahan yang dipilih (d = 0,05)

Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah pasien anak usia prasekolah (3-6

tahun), anak dan wali bersedia menjadi responden, mendapatkan tindakan invasif,

yaitu pemasangan infus, dapat berbahasa Indonesia dengan baik, dapat diajak

berkomunikasi, tingkat kesadaran compos mentis dan orang tua atau keluarga

setuju anaknya menjadi responden. Kriteria eksklusi dari penelitian ini yaitu anak

(35)

4.3. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan mulai dari pembuatan proposal yaitu bulan

September 2015 sampai dengan Juli 2016. Lokasi penelitian dilaksanakan di

Ruang Melati 1 Rumah Sakit Umum Daerah Pirngadi Medan. Dilakukan di rumah

sakit ini karena merupakan rumah sakit tipe B rujukan wilayah Sumatera Utara

yang merupakan rumah sakit umum daerah, rumah sakit pendidikan dan

penelitian, lokasi rumah sakit yang strategis dan pengurusan surat izin penelitian

yang mudah sehingga dapat memudahkan peneliti mengambil sampel sesuai

dengan kriteria sampel yang sudah peneliti tentukan.

4.4. Pertimbangan Etik

Pertimbangan etik dalam penelitian ini bertujuan agar peneliti dapat

menjaga dan menghargai hak asasi para respondennya. Peneliti mengurus Etichal

Clearence di Komisi Etik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara,

dimana ethical clearence (kelayakan etik) adalah keterangan tertulis yang

diberikan oleh komisi etik penelitian untuk riset yang melibatkan makhluk hidup

yang menyatakan bahwa suatu proposal riset layak dilkasanakan setelah

memenuhi persyaratan tertentu.

Setelah mendapatkan izin dari Komisi Etik Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara selanjutnya peneliti mengirimkan surat permohonan

untuk mendapatkan izin penelitian ke Rumah Sakit Umum Daerah Pirngadi

Medan melalui Badan Diklat dan Litbang lalu ke ruangan yang dituju. Setelah

mendapat ijin dari kepala ruangan, peneliti menemui calon responden.

(36)

Setelah mendapat izin persetujuan kemudian melakukan penelitian dengan

menekankan pertimbangan etik, meliputi: (1) prinsip kemanfaatan/beneficience,

responden berhak mendapatkan manfaat dari penelitian dan perlindungan dari

ketidaknyamanan dan kerugian, bebas dari eksploitasi. Penerapan prinsip

kemanfaatan dalam penelitian ini adalah peneliti telah berupaya melindungi

responden, menghindari kerugian dan ketidaknyamanan responden sehingga

tindakan yang dilakukan bermanfaat bagi anak dan keluarga yaitu menilai respon

nyeri pada anak usia balita;

(2) prinsip menghargai hak asasi manusia/respect for human dignity,

responden mempunyai hak otonomi untuk menentukan nasibnya sendiri dengan

membuat keputusan secara sadar dan dipahami dengan baik dan bebas dari

paksaan. Peneliti dalam penelitian ini menghormati hak dan martabat responden

dengan memberikan kebebasan pada anak dan keluarga dalam partisipasinya pada

penelitian yang dilakukan. Peneliti juga memberikan penjelasan secara rinci dan

menjamin penelitian tidak mengandung unsur bahaya atau merugikan responden.

Proses persetujuan dilakukan melalui informed consent. Setelah diberikan

penjelasan mengenai tujuan dan pelaksanaan penelitian, jika orang tua anak setuju

dilanjutkan dengan penandatanganan lembar persetujuan;

(3) prinsip keadilan/justice, Responden mempunyai hak untuk mendapatkan

perlakuan yang adil dan hak untuk mendapatkan privacy. Peneliti dalam

penelitian ini berusaha menjaga kerahasiaan (anonymity) responden dengan tidak

(37)

informasi yang diperoleh dijaga kerahasiaannya serta informasi dan data yang di

dapat hanya akan digunakan sebagai hasil penelitian.

4.5. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan disusun oleh peneliti mengacu kepada tinjauan

pustaka. Instrumen penelitian berupa kuesioner data demografi dan lembar

pengkajian Wong-Baker Face Pain Rating Scale.

4.5.1. Kuesioner Data Demografi

Instrumen penelitian data demografi adalah usia, jenis kelamin, suku, agama

dan pengalaman dipasang infus sebelumnya.

4.5.2. Instrumen Pengkajian Nyeri

Instrumen yang digunakan adalah Face Pain Rating Scale yang dapat

menggambarkan rasa nyeri yang dirasakan anak usia prasekolah saat dilakukan

pemasangan infus. Alat ukur nyeri ini, terdiri atas gambar, angka dan kemudian

dipresentasikan dalam bentuk pernyataan yaitu nilai 0 artinya tidak nyeri, 2

artinya nyeri ringan, 4 artinya nyeri sedang, 6 artinya nyeri berat, 8 artinya nyeri

sangat berat, 10 artinya sangat nyeri sekali/ nyeri yang sangat menyakitkan..

4.6. Uji Validitas

Uji validitas adalah suatu instrumen akan dikatakan valid bila mampu

mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang

diteliti secara tepat. Dan untuk instrumen pada penelitian ini, uji validitasnya tidak

dilakukan karena instrumen penelitian ini yaitu Wong-Baker Face Pain Rating

Scale sudah merupakan alat ukur nyeri yang sudah baku, namun agar tidak

(38)

menimbulkan kerancuan saat penggunaan dan untuk menyamakan persepsi dalam

penggunaan bahasa, maka peneliti mengalih bahasakan dari Bahasa Inggris ke

Bahasa Indonesia dengan ahlinya yaitu di Pusat Bahasa Universitas Sumatera

Utara karena instrumen yang sudah baku tersebut dalam bentuk Bahasa Inggris.

4.7. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar derajat atau

kemampuan alat ukur untuk mengukur sasaran yang akan diukur, sehingga dapat

digunakan untuk penelitian dalam lingkup yang sama. Pada penelitian ini, tidak

ada dilakukan uji reliabilitas instrumen, dikarenakan instrumen sudah baku.

4.8. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan di ruang rawat inap Melati 1 RSUD Dr.

Pirngadi Medan selama bulan Mei sampai dengan Juli 2016. Teknik pengumpulan

data dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah yaitu mengajukan

permohonan izin kepada dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera

Utara. Kemudian mengajukan permohonan izin kepada direktur RSUD Pirngadi

Medan. Setelah mendapat izin dari direktur RSUD Pirngadi yang melalui Badan

Diklat dan Litbang lalu lanjut memohon izin ke Kepala SMF Anak RSUD dr.

Pirngadi Medan. Setelah mendapat izin dari kepala SMF Anak, lanjut memohon

izin dari kepala ruangan Melati 1. Setelah mendapat izin dari kepala ruangan,

peneliti mendata anak yang dirawat inap yang memenuhi kriteria inklusi untuk

dijadikan responden. Kemudian peneliti menjelaskan kepada keluarga dan

(39)

dilakukan serta dampak yang mungkin terjadi selama dan setelah proses

pengumpulan data.

Setelah orang tua/ wali dari anak setuju sebagai responden, sebelim

dilakukan pemasangan infus, terlebih dahulu peneliti menjelaskan bagaimana cara

penggunaan Wong-Baker Face Pain Rating Scale/ skala nyeri wajah, setelah itu

ketika akan dilakukan pemasangan infus, penelitia melakukan observasi pada

anak. Adapun yang diobservasi pada anak yaitu melihat respon ekspresi pada anak

ketika akan dipasang infus apakah anak tidak menangis, apakah anak hanya

cemberut, atau menangis bahkan menjerit. Setelah 20 menit selesai pemasangan

infus, baru peneliti melakuka wawancara pada anak dengan cara bertanya dan

meminta anak menunjuk ekspresi wajahnya yang sesuai dengan gambar pada saat

merasakan nyeri pada waktu pemasangan infus. Setelah ditunjuk oleh anak,

penelitia mempersentasekannya dalam bentuk angka sesuai dengan gambar. Dan

peneliti menuliskan hasilnya ke dalam lembar pengkajian.

9. Analisis Data

Data yang diperoleh diolah dengan komputer menggunakan program

statistik. Pengolahan data dilakukan dengan melewati beberapa tahapan, yaitu :

(1) Editing, peneliti melakukan pengecekan data yang diperoleh meliputi

kelengkapan identitas dan data tentang hasil isian kuesioner kecemasan anak; (2)

Coding, peneliti memberi kode pada isian keusioner secara manual sebelum

diolah dengan menggunakan komputer; (3) Scoring dan Entry data, memberikan

penilaian terhadap item-item yang perlu diberi penilaian dan memasukkan data

(40)

dari hasil isian kuesioner kecemasan ke dalam komputer agar data dapt dianalisis

menggunakan program statistik; (4) Tabulating, peneliti meringkas jawaban dari

hasil kuesioner kecemasan menjadi tabel yang memuat semua jawaban responden.

Setelah dilakukan semua tahapan tersebut, data diolah dengan menggunakan sitem

computer, setelah mendapatkan hasil, hasil tersebut akan ditampilkan menjadi

(41)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

Dalam bab ini diuraikan data hasil penelitian secara umum mengenai

gambaran intensitas nyeri anak usia prasekolah yang dilakukan pemasangan infus

yang di rawat di ruang rawat anak melati 1 RSUD Dr.Pirngadi medan yang telah

dilaksanakan pada Mei 2016 sampai dengan Juli 2016. Pengumpulan data

dilakukan pada 40 orang responden. Penyajian data meliputi karakteristik

responden, dan tingkat nyeri pada anak usia prasekolah dengan menggunakan

Wong-Baker Face Pain Rating Scale.

5.1.1. Karakteristik responden

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden sebagian besar berusia

5-6 tahun yaitu sebanyak 12 orang anak (30%), jenis kelamin sebagian besar

perempuan yaitu 23 orang anak (57,5%), sebagian besar besuku Batak yaitu

sebanyak 17 orang anak (42,5%), beragama Islam yaitu 20 orang (50%), dan

sebanyak 25 orang anak (62,5%) belum pernah dilakukan pemasangan infus. Hal

ini dapat dilihat pada tabel 5.1-3

(42)

Tabel 5.1-3 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden

berdasarkan data demografi (n=40)

Karakteristik Responden f %

Usia

Untuk menambah informasi, maka peneliti melakukan crosstab pada data

karakteristik responden dengan intensitas nyeri yang hasilnya dapat dilihat pada

(43)

Tabel 5.1-4 Distribusi frekuensi dan persentase crosstab usia dengan

intensitas nyeri .

Usia*Intensitas Nyeri Crosstabulation

Usia Intensitas Nyeri

f %

Usia 3tahun Tidak Nyeri Nyeri Ringan Usia 4tahun Tidak Nyeri

Nyeri Ringan Usia 5tahun Tidak Nyeri

Nyeri Ringan Usia 6tahun Tidak Nyeri

(44)

Tabel 5.1-5 Distribusi frekuensi dan persentase crosstab jenis kelamin

dengan intensitas nyeri .

Jenis Kelamin*Intensitas Nyeri Crosstabulation

Jenis kelamin Intensitas Nyeri f %

Laki-Laki Tidak Nyeri

Nyeri Ringan

Perempuan Tidak Nyeri

Nyeri Ringan

Tabel 5.1-6 Distribusi frekuensi dan persentase crosstab Suku dengan

intensitas nyeri .

Suku*Intensitas Nyeri Crosstabulation

Suku Intensitas Nyeri f %

Batak Tidak Nyeri

Nyeri Ringan

Nyeri Sedang

Nyeri Berat

Nyeri Sangat Berat

Nyeri sangat Berat Sekali

(45)

Nyeri Sedang

Nyeri Berat

Nyeri Sangat Berat

Nyeri sangat Berat Sekali

1

Melayu Tidak Nyeri

Nyeri Ringan

Nyeri Sedang

Nyeri Berat

Nyeri Sangat Berat

Nyeri sangat Berat Sekali

0

Minang Tidak Nyeri

Nyeri Ringan

Nyeri Sedang

Nyeri Berat

Nyeri Sangat Berat

Nyeri sangat Berat Sekali

0

Nyeri sangat Berat Sekali

(46)

Tabel 5.1-7 Distribusi frekuensi dan persentase crosstab pengalaman

dipasang infus sebelumnya dengan intensitas nyeri .

Pengalaman dipasang infus sebelumnya*Intensitas Nyeri crosstabulation

Pengalaman dipasang infus

sebelumnya

Intensitas nyeri f %

Belum Pernah Tidak Nyeri

Nyeri Ringan

Sudah Pernah Tidak Nyeri

Nyeri Ringan

Hasil croostab ini bukan termasuk dalam tujuan utama dalam penelitian ini

hanya sebagai data tambahan yang akan menjadi informasi tambahan dalam

(47)

5.1.2 Intensitas nyeri anak usia prasekolah yang dilakukan pemasangan

infuse yang dirawat di ruang rawat anak melati 1

Table 5.1.2-8 menunjukkan bahwa sebagian besar responden

mengungkapkan rasa nyeri yang dirasakan saat dilakukan pemasangan infuse

yaitu nyeri berat sebanyak 10 orang (25%) hingga nyeri sangat berat sekali

sebanyak 11 orang (27,5%).

Table 5.1.2-8 Distribusi frekuensi dan persentasi tingkaat nyeri yang dirasakan

anak usia prasekolah yang dilakukan pemasangaan infus (n=40)

Intensitas Nyeri f %

Tidak Nyeri 1 2,5

Nyeri Ringan 5 12,5

Nyeri Sedang 3 7,5

Nyeri Berat 10 25

Nyeri Sangat Berat 10 25

Nyeri Sangat Berat Sekali 11 27,5

Mean 6,8

Std. Deviasi 2.857

(48)

5.2. Pembahasan

Dari hasil penelitian ini, anak usia prasekolah sudah mampu

mengungkapkan rasa nyeri yang dirasakan ketika anak dipasang infus. Karena

pada usia 4 tahun, anak-anak dapat secara akurat menunjuk area tubuh atau

menandai area yang nyeri pada gambar (Savedra, dkk, 1989, 1993; Van Cleve dan

Savedra, 1993)

Dari hasil penelitian ini, dengan menggunakan pengukuran subjektif dengan

skala ukur nyeri Wong-Baker face pain rating scale, anak usia prasekolah sudah

mampu memahami dan mampu menggungkapan rasa nyeri yang dirasakan

dengan menunjuk skala wajah yang sesuai dengan rasa nyeri yang mereka

rasakan. Sebanyak 1 orang anak (2,5%) mengatakan bahwa tidak ada rasa nyeri

yang dirasakannya, sebanyak 5 orang anak (12,5%) mengungkapkan rasa nyeri

yang di rasakannya termasuk nyeri ringan, sebanyak 3 orang anak (7,5%)

menunjukkan gambar yang menggambarkan bahwa nyeri yang diraskan termasuk

nyeri sedang, sebanyak 10 orang anak (25%) memilih gambar dengan

menunjukkan bahwa nyeri yang dirasakan termasuk kategori nyeri berat,

sebanyak 10 orang anak (25%) nyeri yang dirasakannya termasuk nyeri sangat

berat, dengan jumlah 11 orang anak (27,5%) mengungkapan rasa nyeri yang di

rasakan termasuk dalam kategori nyeri sangat berat sekali. Karena menurut Beyer,

Denyes, dan Villaruel, (1992); Wong dan Baker (1988) anak-anak minimal usia 3

tahun sudah dapat memnggunakan skala nyeri, yaitu skala nyeri wajah.

Dari penelitian ini, satu orang anak mengungkapkan bahwa tidak merasakan

(49)

berjenis kelamin laki-laki, meskipun sakit dia tetap ceria dan bercerita. Saat

dilakukan pemasangan infus, anak ini bercerita dengan perawat yang bertugas.

Jadi bercerita juga dapat menjadi pengalih/ distraksi saat dilakukan pemasangan

infus.

Dari penelitian ini, dapat kita lihat bahwa jumlah responden sebagian besar

adalah berjenis kelamin perempuan yaitu 23 orang (57,5%) sehingga dari hasil

crosstab yang dilakukan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat

nyeri. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Laura (2008) yang

menunjukkan bahwa wanita lebih sensitif terhadap rangsangan nyeri. Brattberg

melaporkan bahwa perempuan mengungkapkan rasa nyeri yang lebih tinggi

daripada laki-laki. Pada perempuan letak persepsi nyeri berada pada limbik yang

berperan sebagai pusat utama emosi seseorang sedangkan pada lakilaki terletak

pada korteks prefrontal yang berperan sebagai pusat analisa dan kognitif. Jadi

secara emosional perempuan lebih sensitif dalam mempersepsikan nyeri.

Dari hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden adalah bersuku

batak yaitu 17 orang (42,5%). Dan dari hasil tabel penyilangan menunjukkan

bahwa ada hubungan tingkat nyeri dengan suku. Hasil penelitian ini sesuai dengan

pernyataan yang dikemukakan Jihan (2009) bahwa suku Batak merupakan suku

yang apresiatif dalam mengungkapkan nyeri yang dirasakannya. Orang belajar

dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri misalnya

seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus

diterima karena mereka melakukan kesalahan jadi mereka tidak mengeluh jika ada

nyeri. Telah ditemukan bahwa orang Jawa dan Batak mempunyai respon yang

(50)

berbeda terhadap nyeri. Dia menemukan bahwa pasien Jawa mencoba untuk

mengabaikan rasa sakit dan hanya diam, menunjukkan sikap tabah, dan mencoba

mengalihkan rasa sakit melalui kegiatan keagamaan. Ini berarti bahwa pasien

Jawa memiliki kemampuan untuk mengelola nya atau rasa sakitnya. Di sisi lain,

pasien Batak merespon nyeri dengan berteriak, menangis, atau marah dalam

rangka untuk mendapatkan perhatian dari orang lain, sehingga menunjukkan

ekspresif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien dengan budaya yang

berbeda dinyatakan dalam cara yang berbeda yang mempengaruhi persepsi nyeri.

Menurut hasil penelitian ini, 21 orang anak atau sekitar 55% anak menangis

keras, dan takut ketika dilakukan pemasngan infuse karena menurut mereka nyeri

yang dirasakan termasuk nyeri berat. Hal ini sesuai dengan data dari Craig KD

dkk dalam Developmental changes in infant pain expression during immunization

injection (1984) ada beberapa karakteristik perkembangan respons anak terhadap

nyeri yaitu (1). Menangis keras dan berteriak; (2). Ekspresi verbal seperti “aduh”,

“auw”, “sakit”; (3). Memukul-mukulkan lengan daan kaki; (4). Tidak kooperatif

dan memrlukan restrain fisik; (5). Meminta agar prosedur dihentikan; (6).

Bergelayut paddaa orang tua, perawat, atau oraang bermakna lainnya; (7).

Meminta dukungan emosional, seperti pelukan atau bentuk lain kenyamanan fisik;

(8). Dapat menjadi gelisah dan peka terhadaap nyeri yang berkelanjutan.

Dari hasil penelitian ini, dapat dilihat bahwa respon nyeri yang dirasakan

anak usia prasekolah yang dilakukan pemasangan infus bervariasi itu dipengaruhi

oleh beberapa faktor, salah satunya adalah pengalaman sebelumnya, apakah anak

(51)

orang anak atau 62,5 % belum pernah diinfuse sebelumya. Karena pengalaman

pertama menimbulkan rasa takut akan cedera tubuh sehingga ras nyeri sering

terjadi. Dan ini seiring dengn konsep perkembangan nyeri pada anak menurut

Bibace R, Walsh ME (1980) dan Hurley A, Whelan EG (1988) mengatakan

bahwa konsep nyeri pada pemikiran praoperasional (usia 2-7 Tahun) yaitu (1).

Berhubungan dengan nyeri terutama sebagai pengalaman fisik dan konkret; (2).

Dapat menganggap nyeri sebagiaa hukuman akibat kesalahan; (3). Cenderung

menganggap seseorang sebagai yang bertanggung jawab untuk nyeri yang

dialaminya dan dapat menyerang orang tersebut. Dan juga Hasil ini sesuai dengan

teori yang diungkapkan oleh Potter & Perry (2006) bahwa jika individu pernah

mengalami nyeri maka dimasa akan datang individu akan mampu untuk

mentoleransi nyeri dengan lebih baik.

Dan dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa rata-rata intensitas nyeri

pada anak usia prasekolah yang dipasang infus yaitu 6,8 yang berarti termasuk

dalam kategori antara nyeri berat dengan nyeri sangat berat. Dan ini sesuai dengan

pembahasan di atas bahwa intensitas nyeri yang dirasakan dapat dipengaruhi oleh

faktor usia, jenis kelamin, suku.

(52)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa hasil

penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia 5-6 tahun,

sebagian besar perempuan, suku batak dan beragama Islam. Sedangkan tingkat

intensitas nyeri anak usia prasekolah ketika dilakukan pemasangan infus yang

dirawat di ruang rawat anak melati 1 RSUD Dr. Pirngadi Medan sebagian besar

nyeri yang dirasakan termasuk dalam kategori nyeri berat hingga nyeri sangat

(53)

6.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diberikan saran

guna perbaikan dan pemanfaatan penelitian mengenai “Intensitas Nyeri Pada

Anak Usia Prasekolah Pada Saat Pemasangan Infus yang dirawat di RSUD Dr.

Pirngadi Medan”

6.2.1. Bagi pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi

pendidikan keperawatan tentang intesitas nyeri pada anak usia prasekolah

sehingga perawat dapat melakukan asuhan keprawatan secara menyeluruh kepada

anak dengan tingakat nyeri berat.

6.2.2. Bagi Peneliti Keperawatan

Pada penelitian ini, peneliti merekomendasikan kepada peneliti selanjutnya

untuk meneliti bagaimana respon perilaku anak ketika merasakan nyeri sehingga

bisa dikategorikan apakah nyeri yang dirasakan anak termasuk kategori ringan,

sedang atau berat.

6.2.3. Bagi Pelayanan Keperawatan

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi informasi dan masukan

kepada petugas kesehatan (perawat) dan keluarga agar dapat membantu anak

mengurangi rasa sakit/ nyeri yang dirasakan dengan teknik Atraumatic Care agar

tidak menimbulkan nyeri yang berat yang akan berdampak muncul trauma

berikutnya.

(54)

BAB 2

TINJAUAN TEORI 2.1. Nyeri

2.1.1.Definisi

Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan

maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi

seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya

(Tamsuri, 2007).

Menurut Engel (1970) menyatakan nyeri sebagai suatu dasar sensasi

ketidaknyamanan yang berhubungan dengan tubuh dimanifestasikan sebagai

penderitaan yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata, ancaman atau fantasi

luka. Nyeri adalah apa yang dikatakan oleh orang yang mengalami nyeri dan bila

yang mengalaminya mengatakan bahwa rasa itu ada. Definisi ini tidak berarti

bahwa anak harus mengatakan bila sakit. Nyeri dapat diekspresikan melalui

menangis, pengutaraan, atau isyarat perilaku (Mc Caffrey & Beebe, 1989 dikutip

dari Betz & Sowden, 2002).

Nyeri adalah ketidak nyamanan dan pengalaman seseorang yang

mendalam yang dikatakan oleh orang yang mengalaminya dan tidak dapat

dirasaakan orang lain dan terjadi pada setiap bagian dari kehidupan seseorang

(Berman & Synder, 2012; Hockenberry &Wilson, 2009). Dan nyeri merupakan

suatu kondisi yang lebih dari ekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh

(55)

Menurut International Association for Study of Pain (1979), nyeri

merupakan suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak

menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang bersifat aktual atau

potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan.

Sedangkan definisi di bidang keperawatan adalah segala sesuatu yang dikatakan

seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja saat seseorang mengatakan

merasakan nyeri. Dari definisi diatas menempatkan seorang pasien sebagai

seorang yang ahi di bidang nyeri, karena hanya pasienlah yang tahu tentang nyeri

adalah sesuatu yang sangat subjektif, tidak ada ukuran objektif padanya, sehingga

hanya orang yang merasakannya yang paling akurat dan tepat dalam

mendefinisikannya (McCaffery, 1980 dikutip dari Prasetyo, 2010).

2.1.2.Teori Nyeri

1.2.1. Teori Specificity

Teori ini mengatakan bahwa ujung syaraf spesifik berkolerasi dengan

sensasi seperti sentuhan, hangat, dingin dan nyeri. Sensasi nyeri berhubungan

dengan pengaktifan ujung-ujung syaraf bebas oleh rangsangan mekanik, kimia

dan temperature yang berlebihan (Kozier, 1996).

1.2.2. Teori Intensity

Nyeri adalah hasil rangsangan yang berlebihan pada reseptor. Setiap

rangsangan sensori mempunyai potensi untuk menimbulkan nyeri jika

menggunakan intensitas yang cukup (Kozier, 1996).

(56)

1.2.3. Gate Control Theory (Teori Pintu Gerbang)

Teori yang paling populer dan dipercaya adalah teori pintu gerbang yang

dikenalkan oleh Melzack danWall (1988). Adapun bunyi teori pintu gerbang

adalah: keberadaan (eksistensi) dan intensitas pengalaman nyeri tergantung pada

pengiriman system syaraf yang mengontrol pengiriman rangsang nyeri; jika pintu

terbuka rangsangan yang dihasilkan dari sensori nyeri dapaat dirasakan secara

sadar, jika pintu tertutup, rangsang nyeri tidak dapat mencaapai batas kesadaran

dan sensori yang dialami.

2.1.3.Klasifikasi Nyeri

Kita harus mengetahui tipe-tipe dari nyeri, agar dapat menambah

pengetahuan dan membantu tenaga kesehatan khususnya perawat ketika akan

memberikan tindakan. Untuk menentukan tipe-tipe nyeri, kita dapat melihatnya

dari segi : (1) Durasi nyeri; (2) Tingkat keparahan dan intensitas, seperti nyeri

berat atau ringan; (3) Model transmisi, seperti reffered pain (nyeri yang menjalar);

(4) Lokasi Nyeri, superficial atau dari dalam; (5) Kausatif, dari penyebab nyeri itu

sendiri.

Nyeri akut yaitu nyeri yang terjadi setelah terjadinya cedera akut atau

intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat dengan intensitas yang

bervariatif (ringan-berat) dan berlangsung untuk waktu yang singkat (Meinhart &

McCaffery, 1983; NIH;1986). Berdurasi singkat (kurang dari 6 bulan), memiliki

onset tiba-tiba, dan terlokalisir. Dan biasanya disebabkan oleh trauma, bedah, atau

(57)

Nyeri kronik adalah nyeri yang disebabkan oleh penyakit kronik; kanker,

luka bakar. Nyeri kronik berlangsung lebih lama daripada nyeri akut yaitu

berlangsung lebih dari 6 bulan. Nyeri kronik apat dirasakan klien hamper setiap

harinya dalam suatu periode yang panjang. Penderita kanker maligna yang tidak

terkontrol, akan merasakan nyeri terus menerus yang dapat berlangsung hingga

kematian (Smeltzer, 2001).

2.1.4.Faktor yang mempengaruhi persepsi dan reaksi terhadap nyeri

McCaffery dan pasero (1999) menyatakan bahwa hanya klienlah yang

paling mengerti dan memahami tentang nyeri yang dirasakannya. Tugas sebagai

seorang perawat adalah harus bisa memahami dan mengetahui faktor apa yang

mempengaruhi persepsi dan reaksi terhadap nyeri yang dirasakan pasien.

Usia merupakan faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi nyeri

pada individu. Anak yang masih kecil belum dapat mengucapkan kata-kata untuk

mengungkapkan nyeri secara verbal. Secara umum pria dan wanita tidak berbeda

secara signifikan dalam berespon terhadap nyeri. Tetapi beberapa budaya

menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus lebih berani dan tidak boleh

menangis dibanding anak perempuan.

Menangis dan merintih merupakan suatu ekspresi yang mengindikasikan

ketidakmampuan dalam mengontrol nyeri. Namun klien yang berkebangsaan

Meksiko-Amerika yang menangis keras tidak selalu mempersepsikan pengalaman

nyeri sebagai sesuatu yang berat atau mengharapkan perawat melakukan

intervensi (Calvillo dan Flaskerud, 1991 dalam Prasetyo, 2010).

(58)

Tingkat seorang pasien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat

mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat

dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi

dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun (prasetyo, 2010). Cemas

meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang

cemas.

Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini

nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah

tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam

mengatasi nyeri. Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi

nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptif akan menyulitkan seseorang

mengatasi nyeri. Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada

anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan

perlindungan.

Dari beberapa faktor di atas, faktor yang sangat penting adalah usia. Karena

respon nyeri setiap usia sangat lah berbeda, dan pengkajian dengan menggunakan

alat ukur intensitas nyeri setiap usia juga berbeda.

2.1.5.Persepsi nyeri

Persepsi nyeri melibatkan proses sensori ketika terdapat rangsang

nyeri.Persepsi meliputi interpretasi seseorang terhadap nyeri. Prosesnya dimulai

ketika seseorang pertama kali menyadari adanya nyeri. Ambang nyeri maupun

intensitas nyeri adalah bagian dari persepsi nyeri. Ambang dari persepsi (nyeri)

(59)

seseorang mengenali adanya nyeri. Intensitas nyeri juga bersifat

subyektif.(McNelly & Marie, 1999). Intensitas nyeri dapat mencerminkan tingkat

kerusakan suatu jaringan tubuh.

2.1.6. Fisiologi Nyeri

Nyeri adalah suatu proses fisiologis kompleks yang dapat dibagi dalam tiga

peristiwa neurokimiawi, yaitu: transduksi, transmisi, dan modulasi.

Transduksi terjadi pada tempat dimulainya nyeri. Reseptor nyeri

(nosiseptor) di perifer dirangsang oleh kejadian mekanik, termal, atau kimiawi.

Rangsang ini menimbulkan pelepasan substansi penghasil nyeri.

Transmisi dari impuls berlanjut saat masuk ke dalam kornu dorsalis medulla

spinalis melalui serat-serat delta A yang besar dan bermielin tipis, serta serat-serta

C kecil tanpa myelin. Dari sini impuls dibawa melalui jalur anterolateral pada

thalamus dan kemudian korteks. Di korteks inilah impuls diterima sebagai nyeri.

Banyak faktor, termasuk budaya, pengalaman masa lalu, arti nyeri, dan masalah

emosional ikut membentuk persepsi seseorang terhadap nyeri. Dan transduksi dan

transmisi terjadi pada jalur aferens.

Modulasi nyeri terjadi pada otak di tingkat substansia grisea periakueduktus

dan medulla oblongata, juga dalam kornu dorsalis, medulla spinalis, saat opioid

endogen dilepaskan dalam jalur posterolateral, yaitu suatu jalur eferen.

Resepsi nyeri adalah unsur neurologia yang terlibat didalam respon nyeri.

Tubuh memiliki banyak receptor nyeri. Receptor nyeri, yang disebut nosiseptor,

terangsang oleh karena rusaknya sel-sel reseptor atau dilepaskannya zat-zat kimia

misalnya bradikinin,serotonin dan lain-lain. Pada dasarnya ada tiga jenis stimulus

(60)

yang dapat mengaktifkan nosiseptornya masing-masing yaitu stimulus yang

bersifat mekanis, suhu dan kimia.Reseptor-reseptor khusus menerima rangsang

nyeri dan kemudian mengahantarkannya ke medulla spinalis melalui serabut

afferent pada susunan saraftepi. Impuls nyeri bergerak dengan cepat menuju otak

tempat stimulus diolah sehingga intensitas dan lokasi dapat dipersepsikan

(McNelly & Marie, 1999).

2.1.7. Sifat Nyeri

Jenis Deskripsi contoh

Akut Kuat, berkaitan dengan kerusakan

jaringan atau inflamasi; intensitass secara terus-menerus dan berkurang sampai beberapa hari sampai minggu

Nyeri bedah, luka bakar, fraktur

Persisten kronis

Nyeri persisten atau mendekati persisten selama 3 bulan atau lebih

Arthritis, krisis sel sabit

kambuhan Episode nyeri berulang dengan interval nyeri- tidak nyeri secara bergantian

Sakit kepala, nyeri abdomen, dada, atau ekstremitas

neuropatik Nyeri persisten yang berkaitan dengan eksitabilitas persisten atau abnormal pada sistem saraf perifer atau puasat tanpa berlanjutnya cedera ringan; sering digambarkan sebagai rasa “terbakar”, “aneh”, atau “rasa tertusuk”

Sindrom nyeri

amputasi, cedera pleksus, distrofi refleks simpatik

psikogenik Nyeri persisten yang merupakan manifestasi dari penyakit psikiatrik

Gangguan somatisasi,

gangguan nyeri somatoform,

(61)

2.2. Respon Perilaku Anak terhadap Nyeri

Pemasangan infus merupakan salah satu intervensi yang diberikan pada bayi

dan anak yang mendapatkan therapi injeksi via infus misalnya post operasi, atau

pada anak yang mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit karena

diare, demam berdarah, luka bakar dan penyakit lainnya yang membutuhkan

cairan pengganti dari cairan tubuhnya yang hilang. Tindakan ini dapat

menimbulkan rasa nyeri dan ketakutan pada anak.

Megel, Houser & Gleaves(1998) menjelaskan bahwa respon nyeri terdiri

dari tiga elemen yaitu perilaku yang jelas terlihat (overt behaviours), perilaku

yang tersembunyi (covert behaviours) dan responfisiologis. Perilaku yang jelas

terlihat bisa diamati misalnya menangis,menyeringai,menendang, berteriak dan

menarik diri. Perilaku yang tersembunyi diasosiakan dengan pikiran dan sikap

terhadap pengalaman nyeri yang dirasakannya. Sedang respon fisiologis berkaitan

dengan aktivasi sistem saraf simpatik dimana menyebakan pupil dilatasi,

berkeringat, perubahan tanda vital seperti peningkatan denyut nadi, tekanan darah

danpernafasan. Guyton (1999) setuju bahwa perubahan fisiologis dalam tekanan

darah , kecepatan pernafasan, tekanan darah, telapak tangan berkeringat

diobservasi sebagai respon anak terhadap stimulus yang menyakitkan.

Cara terbaik mengkaji nyeri pada neonates adalah dengan penggunaan

indeks perilaku. Mimik wajah, perubahan nada suara dan aktivitas, serta menangis

adalah indikator nyeri yang paling banyak dipakai. Neonatus prematur dan yang

sakit kritis mungkin tidak berespon terhadap nyeri seperti neonatus yang sehat dan

cukup bulan. Indeks perilaku juga merupakan indikator nyeri berguna pada bayi

(62)

setelah masa neonatus. Selain mimik wajah, perubahan nada dan aktivitas, serta

menangis, bayi ini menunjukkan sikap menjauh dari stimulus nyeri dan aneka

vokalisasi.

Anak usia 1 sampai 3 tahun (toddler) tetap harus diperhatikan respon

perilaku pada saat mengkaji nyeri. Meskipun begitu, macam perilakunya

bertambah, termasuk menggosok tempat nyeri dan perilaku agresif (menggigit,

memukul, menendang). Sebagian toddler bisa mengutarakan bila ia sakit, namun

tidak dapat menggambarkan intensitas nyeri.

Pada anak usia prasekolah (3-6 tahun), psikoseksual anak pada kelompok

usia ini membuatnya sangat rentan terhadap ancaman cedera tubuh. Prosedur

intrusive, baik yang menimbulkan nyeri maupun yang tidak, merupakan ancaman

bagi anak usia prasekolah yang konsep integritas tubuhnya belum berkembang

baik. Anak prasekolah dapt bereaksi terhadap injeksi sama khawatirnya dengan

nyeri saat jarum dicabut. Mereka takut intrusi atau pungsi tubuh tidak akan

menutup kembali dan “isi tubuh” mereka akan bocor keluar (Wong, 2008).

Reaksi nyeri pada masa prasekolah cenderung sama pada masa toddler,

meskipun beberapa perbedaan menjadi jelas. Agresi fisik dan verbal lebih spesifik

dan mengarah pada tujuan. Bukan menunjukkan resistensi tubuh total, anak

prasekolah malah mendorong orang yang akan melakukan prosedur agar menjauh,

mencoba mengamankan peralatan, atau berusaha mengunci diri di tempat yang

aman. Ekspresi verbal secara khusus menunjukkan kemajuan perkembangan

mereka dalam berespon terhadap stress. Anak dpat menganiaya perawat secara

(63)

Mereka juga menggunakan lebih banyak pendekatan yang cerdik untuk

mempengaruhi orang tersebut agar menyerah dalam melakukakan aktivitas yang

dimaksud. Permintaan yang banyak digunakan adalah, “ Tolong saya jangan

disuntik; Saya akan bersikap baik bila tidak disuntik.”

Anak parsekolah dapat menunjukkan letak nyeri mereka dan menggunakan

skala nyeri dengan tepat. Anak-anak yang berusia 3 tahun dapt menggunakan alat

pengkajian yang menggunakan ekspresi wajah terhadap nyeri.

Karakteristik perkembangan respon anak prasekolah terhadap nyeri yaitu

bisa menangis keras aatau berteriak; ekspresi verbal seperti “aduh”, “auw”,

“sakit”, memukul-mukulkan kaki atau lengan; berusaha mendorong stimulus

menjauh sebelum nyeri terjadi; tidak kooperatif; memerlukan restrain fisik;

meminta agar prosedur dihentikan; bergelayut pada orang tua, perawat, atau orang

bermakna laainnya; memintaa dukungan emosional, seperti pelukan atau bentuk

lain kenyamanan fisik; dpat menjadi gelisah dan peka terhadap nyeri yang

berkelanjutan.

Anak usia sekolah mampu mendeskripsikan nyeri mereka (Marie, 2002).

Metode pelaporan sendiri dengan menggunakan skala tingkatan intensitas nyeri

secara numerik telah terbukti bermanfaat untuk anak usia sekolah (Nelson, 1999).

Pada usia 9 atau 10 tahun, sebagian besar anak usia sekolah menunjukkan

ketakutan yang lebih sedikit atau resitensi yang lebih terbuka terhadap nyeri

dibandingkan anak-anak yang lebih kecil. Secara umum mereka telah

memepelajari metode koping untuk menghadapi rasa tidak nyaman, seperti

(64)

berpegangan dengan erat, mengepalkan tangan atau mengatup gigi, atau mencoba

bertindak berani dengan “meringis”, menarik, mendorong atau tawar menawar.

Anak usia sekolah mengkomunikasikan secara verbal nyeri yang mereka

alami berkaitan dengan letak, intensitas, dan deskripsinya. Tidak seperti anak

yang lebih kecil, yang mengalami kesulitan memilih kata-kata untuk

menggambarkan nyeri, anak-anak yang berusia 8 tahun atau lebih menggunakan

berbagai kata dan frase, seperti “menyakitkan”, “luka”, “terbakar”, “tersengat”,

“sakit”, “seperti pisau tajam” (Tesler dkk, 1991 dalam Wong, 2008).

Anak usia sekolah juga menggunakan kata-kata yang mengendalikan reaksi

mereka terhadap nyeri. Misalnya anak-anak ini dapat meminta perawat untuk

berbicara dengannya selama prosedur, sedangkan yang lainnya memilih

menjauhkan diri dengan tidak melihat pada apa yang sedang terjadi. Sebagian

besar menghargai penjelasan prosedur yang diberikan dan tampak tidak terlalu

takut jika mereka mengetahuinya. Sebaliknya anak yang lain berusaha untuk

untuk mendapatkan kendali dengan berupaya menunda kejadian tersebut.

Permintaan yang khas adalah, “suntik saya kalau saya sudah selesai melakukan

ini.”. meskipun kemampuan membuat keputusan semakin meningkatkan rasa

kendali mereka, namun penundaan yang tidak terbatas dapat menyebabkan

kecemasan semakin bertambah. Jika diberi pilihan, seperti memilih tempat injeksi,

cara terbaik adalah dengan mengurutkan tempat injeksi yang mungkin dan

membatasi jumlah teknik “penundan”.

Serupa dengan penerimaan pasif mereka terhadap nyeri adalah permintaan

(65)

jarang memulai percakapan tentang perasaan mereka disaat periode kesendirian

atau stres. Penampilan ketenangan, dan penerimaan mereka yang terlihat sering

kali menyamarkan kebutuhan mereka terhadap dukungan. Penting untuk

mewaspadai petunjuk-petunjuk nonverbal, seperti ekspresi wajah yang serius,

menjawab dengan setengah hati seperti “saya baik-baik saja”, diam, kurang

aktivitas, atau isolasi sosial, sebagai tanda membutuhkan bantuan. Biasanya jika

seseorang mengidentifikasi pesan tidak terungkap dan menawarkan bantuan,

maka mereka siap menerimanya (Wong, 2008).

2.3. Alat Ukur Nyeri/ Skala nyeri

Instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur dan mengkaji intensitas

nyeri pada anak menurut Wong (2003) adalah:

Visual Analog Scale (VAS) mengukur besarnya nyeri pada garis sepanjang

10 cm. Biasanya berbentuk horizontal,tetapi mungkin saja ditampilkannya secara

vertical. Garis ini digerakkan oleh gambaran intensitas nyeri, misalnya: “no hurt”,

sampai “worst hurt”. Baik skala vertical maupun horizontal merupakan

pengukuran yang sama valid, tetapi VAS yang vertical lebih sensitive

menghasilkan score yang lebih besar dan lebih mudah digunakan dari pada skala

horizontal. VAS ini dapat digunakan pada anak yang mampu memahami

perbedaan dan mengindikasikan derajat nyeri yang sedang dialaminya (Wong,

2003).

Numerical Rating Scale (NRS) hampir sama dengan Visual Analog Scale,

tetapi memiliki angka-angka sepanjanggarisnya. Angka 0-10 atau 0-100 dan anak

(66)

diminta untuk menunjukkan rasa nyeri yang dirasakannya. Skala Numerik ini

dapat digunakan pada anak yang lebih muda seperti 3 -4 tahun atau lebih.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak sangat

Nyeri nyeri

Gambar 2.1. Numerical Rating Scale (NRS)

Dari skala diatas, tingkatan nyeri yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Skala 1 : tidak ada nyeri

Skala 2-4 : nyeri ringan, dimana klien belum mengeluh nyeri, atau

masih dapat ditolerir karena masih dibawah ambang

rangsang.

Skala 5-6 : nyeri sedang, dimana klien mulai merintih dan mengeluh,

ada yang sambil menekan pada bagian yang nyeri

Skala 7-9 : termasuk nyeri berat, klien mungkin mengeluh sakit sekali

dan klien tidak mampu melakukan kegiatan biasa

Skala 10 : termasuk nyeri yang sangat, pada tingkat ini klien tidak

dapat lagi mengenal dirinya.

Instrumen dengan menggunakan Faces Pain Rating Scale terdiri dari 6

gambar skala wajah yang bertingkat dari wajah yang tersenyum untuk “no pain”

(67)

Gambar 2.2. Face Pain Rating Scale

Nilai 0 : nyeri tidak dirasakan oleh anak

Nilai 2 : nyeri dirasakan sedikit saja

Nilai 4 : nyeri agak dirasakan oleh anak

Nilai 6 : nyeri yang dirasakan anak lebih banyak

Nilai 8 : nyeri yang dirasakan anak secara keseluruhan

Nilai 10: nyeri sekali dan anak menjadi menangis

Kelebihan dari skala wajah ini yaitu anak dapat menunjukkan sendiri rasa

nyeri yang baru dialaminya sesuai dengan gambar yang telah ada dan skala wajah

ini baik digunakan pada anak usia prasekolah.

Verbal Rating Scale(VRS) merupakan alat untuk menilai intensitas nyeri

yang digunakan dalam praktek klinis. VRS adalah skala ordinal, biasanya

digambarkan menggunakan 4-6 kata sifat untuk menggambarkan peningkatan

tingkat intensitas nyeri. Umumnya menggunakan kata-kata umum seperti tidak

nyeri (no pain) pada ujung kiri akhir skala, kemudian diikuti dengan nyeri ringan,

(68)

nyeri sedang (tidak menyenangkan), nyeri berat (menyedihkan), nyeri sangat berat

(mengerikan), dan nyeri paling berat (menyiksa).

Nyeri yang tak terbayangkan pada ujung kanan akhir skala. Kegunaan skala

ini, pasien diminta untuk memilih kata yang menggambarkan tingkat nyeri yang

dirasakan. VRS terdiri dari empat intensitas nyeri yang menggambarkan nyeri

seperti tidak nyeri, nyeri ringan, nyeri sedang, nyeri berat, setiap kata yang terkait

dengan skor jumlah semakin tinggi (0, 1, 2 dan 3).

Pasien diminta untuk menunjuk nomor berapa yang menggambarkan rasa

tidak menyenangkannya. Skala rating verbal dapat dibaca oleh pasien atau

diucapkan keras oleh pemeriksa, diikuti oleh jawaban pasien. Metode ini mudah

dipahami oleh pasien dengan gangguan nonkognitif dan cepat dilakukan, namun

alat ini tidak memiliki akurasi dan sensitivitas (American Medical Association,

(69)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tindakan perawatan terhadap penyakit yang dialami oleh seorang anak

seringkali menjadi krisis yang harus dihadapi anak karena dapat menimbulkan

stress pada anak. Karena tindakan medis yang berulang-ulang dapat menimbulkan

nyeri yang berulang juga, sehingga akan berdampak perasaan trauma pada anak.

Menurut Supartini (2004), hospitalisasi merupakan suatu proses dimana karena

alasan tertentu atau darurat mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit,

menjalani terapi perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah.

Hospitalisasi adalah bentuk stressor individu yang berlangsung selama individu

tersebut dirawat di rumah sakit (Wong, 2004). Menurut WHO, hospitalisasi

merupakan pengalaman yang mengancam ketika anak menjalani hospitalisasi

karena stressor yang dihadapi dapat menimbulkan perasaan tidak aman. Dan salah

satu stressor utama hospitalisasi adalah nyeri (Hockenberry & Wilson, 2009).

Nyeri merupakan suatu mekanisme produksi bagi tubuh, timbul ketika

jaringan sedang rusak, dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk

menghilangkan rasa nyeri (Arthur C. Curton, 1983 dalam Prasetyo, 2010).

International Association for Study of pain mendefinisikan nyeri sebagai suatu

sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan

dengan kerusakan jaringan yang bersifat aktual dan potensial atau yang dirasakan

dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan.

(70)

Nyeri merupakan suatu hal yang tidak asing lagi dan akan menjadi alasan

paling umum dan paling banyak dikeluhkan pasien agar mendapatkan perawatan

kesehatan. Namun nyeri juga merupakan suatu hal yang multidimensi, sehingga

sulit untuk memberikan batasan terhadap nyeri. Setiap individu berbeda-beda

dalam melaporkan sensasi nyeri yang dirasakan. Termasuk salah satunya dengan

anak-anak terutama usia balita (Prasetyo, 2010).

Anak-anak terutama terkadang masih kesulitan untuk memahami nyeri dan

beranggapan apa yang dilakukan oleh perawat dapat menimbulkan nyeri.

Anak-anak terutama usia prasekolah belum mempunyai kosakata yang banyak, sehingga

kesulitan dalam menggambarkan secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada

orang di sekitarnya (Potter & Perry, 2005).

Sebagai seorang perawat kita harus mengkaji respon nyeri pada anak.

Tujuannya agar mendapatkan informasi tingkat keparahan dari sakit yang

dirasakan agar dapat menentukan tindakan yang harus dilakukan berikutnya.

Joint Commision on Acrcreditation of Healthcare Organization (JCAHO)

1990 membuat standar dalam penanganan terhadap nyeri. Salah satu langkah

dalam standar tersebut yaitu mengkaji keberadaan nyeri pada klien, kemudian

menentukan jenis dan intensitas nyeri pada klien (Prasetyo, 2010).

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hj. Henny Suzana Mediani,

S.Kp., MNG; AI Mrdiyah, SKp., dan Windy Rakhmawati, SKp (2005) dengan

tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran respon nyeri infant

dan anak yang menagalami hospitalisasi saat pemasangan infus di RSUD

(71)

menggunakan alat ukur facial analog, terdapat perbedaan yang signifikan jika

dilihat dari skala facial analog pada sat sebelum dan sesudah pemasangan infus.

Banyak sebenarnya cara mengkaji nyeri pada anak, baik secara verbal

maupun dengan melihat perubahan perilaku pada anak (non verbal). Tetapi masih

banyak perawat yang tidak mempedulikan hal tersebut. Sebagian besar, ketika

memberikan tindakan invasive pada klien dan klien merasa nyeri, petugas

kesehatan hanya akan berkata sakit sedikit atau sakitnya nanti akan hilang.

Padahal ada berbagai cara untuk mengalihkan rasa sakit yang dirasakan. Dan pada

sebagian anak-anak, nyeri dapat menjadi suatu trauma pada diri mereka.

Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian untuk melihat bagaimana

intensitas nyeri pada anak dan berfokus pada anak usia prasekolah yang dilakukan

tindakan infus belum pernah dilakukan sebelumya di Medan, dan peneliti merasa

perlu penelitian ini dilakukan agar mendapatkan informasi, sehingga informasi

tersebut dapat digunakan untuk perencanaan tindakan selanjutnya.

1.2. Rumusan Masalah

Banyak anak-anak yang dirawat ketika akan diberikan tindakan perawatan

masih takut, dan bahkan menangis sebelum dilakukan tindakan. Karena mereka

trauma dengan sakit yang dirasakan saat dilakukan tindakan infasiv salah satunya

pemasangan infus.

Oleh karena itu peneliti ingin meihat bagaimana tingkat nyeri yang

dirasakan anak-anak usia prasekolah saat dilakukan tindakan pemasangan infus

yang dirawat di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.

(72)

1.3. Pertanyaan Penelitian

Bagaimana tingkat nyeri yang dirasakan anak-anak usia prasekolah yang

dirawat inap di RSUD Pirngadi ketika dilakukan tindakan pemasangan infus.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1.Tujuan Umum

Untuk mengetahui gambaran intensitas nyeri pada anak usia prasekolah

yang dilakukan tindakan pemasangan infus yang dirawat di RSUD Pirngadi.

1.4.2.Tujuan Khusus

Untuk melihat tingkat nyeri yang dirasakan oleh anak usia prasekolah yang

dilakukan tindakan pemasangan infus yang dirawat di RSUD pirngadi dengan

menggunakan skala Wong-Baker Face Pain Rating Scale.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Pendidikan Keperawatan

Hasil dari penelitian ini dapat disosialisasikan kepada mahasiswa mengenai

bagaimana respon subjektif anak tentang nyeri yang dirasakannya saat

pemasangan infus.

1.5.2. Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai informasi dalam pemberian asuhan

keperawatan untuk pengkajian tingkat keparahan sakit yang dirasakan anak

usia prasekolah yang dirawat di rumah sakit dengan menggunakan skala nyeri

yang efektif sehingga sebagai perawat dapat segera memberikan tindakan

(73)

1.5.3. Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi tambahan

dan bahan masukan yang berguna bagi pengembangan penelitian keperawatan

berikutnya terutama yang berhubungan dengan skala pengukuran tingkat respon

nyeri pada anak yang di rawat di rumah sakit.

(74)

Gambar

Tabel 3.2 Defenisi Operasional Variabel Penelitian
Tabel 5.1-3 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden
Tabel 5.1-4 Distribusi frekuensi dan persentase crosstab usia dengan
Tabel 5.1-6 Distribusi frekuensi dan persentase crosstab Suku dengan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Respon perilaku yang terjadi adalah : 18 orang tua ikut menangis ketika mendengar anaknya menangis pada saat dipasang infus (39%), hanya 8 orang tua yang tangannya gemetar pada saat

Hasil : berdasarkan hasil penelitian ini sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 32 orang (53.3%), berumur 16 tahun sebanyak 28 orang (46.7%), suku

musik klasik dan film humor terhadap intensitas nyeri pemasangan infus pada. anak usia sekolah terutama yang

terhadap tingkat nyeri pada anak usia 7-13 tahun saat pemasangan

Pengaruh biblioterapi terhadap tingkat kecemasan anak usia sekolah yang menjalani hospitalisasi di Rumah Sakit Islam Jakarta.. Prosedur penelitian suatu pendekatan

Berdasarkan hasil penelitian berdasarkan karakteristik mahasiswa sebagian besar berada pada rentang usia remaja akhir 57% dan berjenis kelamin perempuan 52%, untuk

1) Rata-rata responden pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol berumur 3 tahun dan berjenis kelamin laki-laki. 2) Rata-rata respon nyeri pada kelompok intervensi

Jika orang tua dan anak bersedia, saya akan melakukan wawancara selama 5 menit yang meliputi pertanyaan data demografi yaitu usia, jenis kelamin, suku bangsa, dan