Jadwal Tentatif Penelitian
Lampiran 1
Kegiatan Sep '15 Okt '15 Nov '15 Des '15 Jan '16 Feb '16 Mar '16 Apr '16 Mei '16 Jun '16 Jul '16 Agst '16
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Mengajukan Judul
Menetapkan Judul
Menyiapkan Sidang Proposal (Konsul
dan Revisi)
Sidang Proposal
Revisi Proposal
Uji Validitas dan
Reliabilitas
Pengumpulan Data
Penelitian
Analisa Data
Penyusunan
Laporan Skripsi
Ujian Skripsi
Revisi Skripsi
Mengumpulkan
Skripsi
Lampiran 2
Penjelasan Tentang Penelitian
Saya yang bernama Jeni Nursaadah/ 121101033 adalah mahasiswa
Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara, Medan. Saat ini saya sedang melakukan penelitian dengan judul Intensitas
Nyeri Pada Anak Usia Prasekolah Pada Saat Pemasangan Infus yang dirawat di
RSUD Dr. Pirngadi Medan
Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas
akhir di Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Keperawatan Universitas
Sumatera Utara. Peneliti menjamin bahwa penelitian yang dilakukan tidak akan
memberi dampak yang membahayakan bagi anak. Saya akan melakukan
wawancara selama 8 menit yang meliputi pertanyaan data demografi yaitu, umur,
jenis kelamin, suku, agama, pengalaman dipasang infuse sebelumnya, dan
menjelaskan bagaimana menggunkan Wong-Baker Face Pain Rating Scale.
Partisipasi orangtua dan anak dalam penelitian ini bersifat sukarela,
sehingga orangtua dan anak bebas untuk menolak atau mengundurkan diri setiap
saat tanpa ada sanksi apapun. Semua informasi yang orangtua dan anak berikan
akan dirahasiakan dan hanya akan dipergunakan dalam penelitian ini.
Demikianlah informasi ini saya sampaikan, atas kesediaan dan partisipasi dari
bapak dan ibu saya ucapkan terimakasih.
Medan, Juni 2015
Peneliti
ii
Lembar Persetujuan Menjadi Responden
Setelah mendengarkan penjelasan dari peneliti tentang penelitian yang berjudul
“Intensitas Nyeri Pada Anak Usia Prasekolah Pada Saat Pemasangan Infus yang
dirawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan”, maka saya dengan sukarela dan tanpa
paksaan bersedia dan mengijinkan anak saya menjadi responden dalam penelitian
tersebut.
Medan, Juni 2016
Responden
( )
Lampiran 3 KUESIONER PENELITIAN
Kode :
Tanggal/waktu :
Tempat :
Bagian I. Kuesioner Data Demografi
Petunjuk : orang tua anak akan ditanyakan informasi tentang data pribadi anaknya
Jawablah pertanyaan berikut sesuai dengan keadaan anak yang sebenarnya dan
diberi tanda ( √ ) dikotak yang disediakan.
1. Umur Anak : Tahun
2. Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
3. Suku :
4. Agama :
5. Pengalaman dipasang : Belum Pernah
iv
Bagian II : Skala Nyeri Wajah/ Wong-Baker Face Pain Rating Scale
Score Intensitas nyeri yang dirasakan anak : / ……….. Tidak
Nyeri
Nyeri Ringan
Nyeri Sedang
Nyeri Berat
Nyeri Sangat
Berat
Nyeri Sangat
Berat Sekali
Wong Baker FACES Pain rating scale
Developed for young patients to communicate how much pain they are feeling.
Instructions
Explain to the child that each face is for a person who feels happy because he has no pain (hurt) or sad because he has some or a lot of pain.
Face 0 is very happy because he doesn't hurt at all. Face 1 hurts just a little bit.
Face 2 hurts a little more. Face 3 hurts even more. Face 4 hurts a whole lot more.
Face 5 hurts as much as you can imagine, although you do not have to be crying to feel this bad.
Ask the child to choose the face that best describes how he/she is feeling.
Reference: Hockenberry MJ, Wilson D, Winkelstein ML: Wong's Essentials of
vi
Skala Penilaian Nyeri Wajah Wong-Baker Lampiran 4
Dikembagkan untuk pasien muda untuk mengkomunikasikan seberapa nyeri yang mereka rasakan.
Instruksi
Jelaskan kepada anak tersebut bahwa setiap wajah di atas merupakan orang yang merassa senang sebab dia tidak merasa sakit atau sedih sebab dia merasa sakit atau sangat sakit.
Face 0 sangat senang sebab dia sama sekali tidak merasa sakit Face 2 nyeri sedikit/ nyeri ringan
Face 4 agak lebih sakit/ nyeri sedang Face 6 lebih nyeri lagi/ nyeri berat Face 8 sangat nyeri/ nyeri berat
Face 10 sakitnya tak bisa dibayangkan meskipun tidak harus menangis/ nyeri sangat
berat sekali
Suruh anak tersebut memilih wajah yang paling sesuai dengan rasa sakit yang dialaminya.
Reference: Hockenberry MJ, Wilson D, Winkelstein ML: Wong's Essentials of Pediatric Nursing, ed, 7, St Louis, 2005 p.1259. Used with permission. © Mosby
Lampiran 5 Master Tabel Data Demografi dan Intensitas Nyeri
no. Umur JK Suku Agama Pengalaman
sebelumnya Intensits NYeri
viii
Lampiran 6
1. Data Demografi
Statistics
Umur Jenis Kelamin Suku Agama
N Valid 40 40 40 40
Missing 0 0 0 0
Mean 2.72 1.58 2.42 1.90
Median 3.00 2.00 2.00 1.50
Variance 1.179 .251 2.353 1.477
Frequency Table
Umur
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 3Tahun 1 17.5 17.5 17.5
4Tahun 9 22.5 22.5 40.0
5Tahun 12 30.0 30.0 70.0
6Tahun 12 30.0 30.0 100.0
Total 40 100.0 100.0
Jenis Kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid laki-laki 17 42.5 42.5 42.5
Perempuan 23 57.5 57.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
Suku
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Batak 17 42.5 42.5 42.5
Jawa 7 17.5 17.5 60.0
Melayu 4 10.0 10.0 70.0
Minang 6 15.0 15.0 85.0
dan lainnya 6 15.0 15.0 100.0
x
Agama
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Islam 20 50.0 50.0 50.0
Krisen 12 30.0 30.0 80.0
Hindu 3 7.5 7.5 87.5
Budha 2 5.0 5.0 92.5
dan lainnya 3 7.5 7.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
Pengalaman sebelumnya
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid belum pernah 25 62.5 62.5 62.5
sudah pernah 15 37.5 37.5 100.0
Total 40 100.0 100.0
2. Inyensitas Nyeri
Frequencies
Statistics
Intensitas Nyeri
N Valid 40
Missing 0
Mean 6.80
Median 8.00
Std. Deviation 2.857
Minimum 0
Maximum 10
Intensitas Nyeri
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid tidak Nyeri 1 2.5 2.5 2.5
Nyeri Ringan 5 12.5 12.5 15.0
Nyeri Sedang 3 7.5 7.5 22.5
Nyeri Berat 10 25.0 25.0 47.5
Nyeri sangat Berat 10 25.0 25.0 72.5
Nyeri sangat Berat sekali 11 27.5 27.5 100.0
xii
3. Hasil Crosstab Antara Usia, Jenis Kelamin, Suku, dan Pengalaman dipasang Infus Sebelumnya dengan Intensitas Nyeri
Case Processing Summary
Usia * Intensits Nyeri Crosstabulation
xiv
Jenis Kelamin * Intensits Nyeri Crosstabulation
% of Total .0% 5.0% 2.5% 17.5% 17.5% 15.0% 57.5%
Suku * Intensits Nyeri Crosstabulation
xvi % within
Intensits Nyeri .0% 20.0% 33.3% 20.0% 30.0% .0% 17.5%
% of Total .0% 2.5% 2.5% 5.0% 7.5% .0% 17.5%
melayu Count 0 1 1 0 1 1 4
% within Suku .0% 25.0% 25.0% .0% 25.0% 25.0% 100.0%
% within
Intensits Nyeri .0% 20.0% 33.3% .0% 10.0% 9.1% 10.0%
% of Total .0% 2.5% 2.5% .0% 2.5% 2.5% 10.0%
minang Count 0 1 1 1 1 2 6
% within Suku .0% 16.7% 16.7% 16.7% 16.7% 33.3% 100.0%
% within
Intensits Nyeri .0% 20.0% 33.3% 10.0% 10.0% 18.2% 15.0%
% of Total .0% 2.5% 2.5% 2.5% 2.5% 5.0% 15.0%
dll Count 0 0 0 2 2 2 6
% within Suku .0% .0% .0% 33.3% 33.3% 33.3% 100.0%
% within
Intensits Nyeri .0% .0% .0% 20.0% 20.0% 18.2% 15.0%
% of Total .0% .0% .0% 5.0% 5.0% 5.0% 15.0%
Total Count 1 5 3 10 10 11 40
% within Suku 2.5% 12.5% 7.5% 25.0% 25.0% 27.5% 100.0%
% within
Intensits Nyeri 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 2.5% 12.5% 7.5% 25.0% 25.0% 27.5% 100.0%
xviii % within
Intensitas
Nyeri
100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0% 100.0%
% of Total 2.5% 12.5% 7.5% 25.0% 25.0% 27.5% 100.0%
Lampiran 7 Taksasi Dana Penelitian
1. Proposal
Biaya pembelian buku Rp 150.000
Penelusuran literature dari internet Rp 50.000
Pencetakan literature dari internet Rp 50.000
Fotokopi literature dari buku Rp 100.000
Pencetakan proposal Rp 20.000
Penggandaan dan penjilidan proposal Rp 50.000
Biaya print selama konsul proposal Rp 50.000
2. Pengumpulan data
Biaya izin penelitian dilokasi Rp 200.000
Biaya izin etik Rp 100.000
Terjemahan Rp 100.000
Fotokopi kuisioner Rp 40.000
Transportasi Rp 100.000
Souvenir Rp 90.000
3. Analisa data dan penyusunan laporan
Pencetakan skripsi Rp 100.000
Terjemahan abstrak Rp 100.000
Penggandaan skripsi Rp 150.000
xx
xxii
Lampiran 10
Riwayat Hidup
Nama : Jeni Nursaadah
Tempat tanggal lahir : Payakumbuh, 3 Juni 1994
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Kelurahan Parak Betung no.14 kota payakumbuh
Sumatera Barat
No. Telp/HP : 082370730913
E-mail : nersjejen.jn@gmail.com
Riwayat pendidikan :
1. SDI Raudhatul Jannah (2001-2006)
2. SMP n 1 Kota Payakumbuh (2006- 2009)
3. SMA n 2 Kota Payalumbuh (2009-2012)
xxiv
xxvi
Daftar Pustaka
Arikunto, Suharsimi Prof. Dr.(2013). Prosedur Penelitian-Suatu Pendekatan
Praktis. Jakarta: Rineka Cipta
Dahlan, M.Sopiyudin. (2009). Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel
dalam Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Edisi 2. Jakarta: Salemba
Medika
Hjermstad, Marianne Jensen, et al. "Studies comparing Numerical Rating Scales,
Verbal Rating Scales, and Visual Analogue Scales for assessment of pain intensity
in adults: a systematic literature review." Journal of pain and symptom
management 41.6 (2011): 1073-1093.
Hockenberry, M.J. (2008). Wong’s clinical manual of pediatric nursing. (6th ed).
Missouri: Mosby
MD, Shobha Malviya. (2006). Assessment of Pain in Children. University of
Michigan, Ann Arbor, MI: Presented at SPA Annual Meeting
National Initiative on Pain Control™ (NIPC™). Pain Assesment Scale. Diakses
pada tanggal 15 Oktober 2015 pukul 06.11 dari
Prasetyo, Sigit Nian. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta:
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2005). Buku ajar fundamental keperawatan: Konsep
proses dan praktik. (Yasmin Asih, dkk, Penerjemah). Jakarta: EGC
Sugiyono, Prof. DR. (2011). Statistika untuk Penelitian. Bandung:
ALFABETA,cv
Wong, D. L., Eaton, M. H., Wilson, D., Winkelstein, M. L., Schwartz, P. (2009).
Buku ajar keperawatan pediatrik, volume 1. Jakarta : EGC.
Yudiyanta., Khoirunnisa, Novita., Novitasari, ratih Wahyu. Assesment Nyeri.
CDK-226/ vol.42 no 3, th.2015. Departemen Neurologi, Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada diakses pada tanggal 14 Desember
2015 pukul 07.27 dari
Guyton .1999, “Buku Ajar: Fisiologi Kedokteran”,Eds 9, EGC, Jakarta
Kozier. 2000, “Fundamental of Nursing”4thEds, Wesley Publishing Company,
California USA
McCaffery, M& Beebe, A. 1994, “Pain Clinical Manual for Nursing
Practice”,Mosby, London
Megel,M.E &Houser, C.W& Gleaves, L.S. 1998, “Children’s responses to
immunization: Lullabies as distraction”, Issues in Comprehensive Pediatric
Nursing, vol 21, no.2, pp. 129-145
Moore,J.2001, “No more tears: A randomized controlled double-blind trial of
Amethocaine gel vs placebo in management of procedural pain in
neonates”, Journal of Advanced Nursing, vol 34, pp. 475-482
Notoatmojo,S.2002, “Pengantar Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku
Kesehatan”,Yogjakarta, Andi Offset
Tesler, M.D & Holzemer, W.L & Savend ra, M.C.1998, “Pain Behaviors:
Postsurgical Responses of Children and Adolescents”, Journal of Pediatric
Nursing, vol 13, no 1, pp.41 -47
Woodgate, R& Kristjanson, L.J.1995, “Young Children’s behavioural responses
to acute pain: strategies for getting better”, Journal of Advanced Nursing,
vol. 22, pp 243-2
Yates P & Dewar, A & Edwar, H & Fentiman, B & Nash, R. 1998, “ The
Prevalence and perception of pain amongs hospital in - patients”, Journal of
BAB 3
KERANGKA KONSEPTUAL 3.1. Kerangka Penelitian
Kerangka konseptual adalah model pendahuluan yang menggambarkan
sebuah masalah penelitian, dan merupakan refleksi dari hubungan
variabel-variabel yang diteliti (Swarjana, 2012). Kerangka konseptual dalam penelitian
ini betujuan untuk menggambarkan nyeri yang dirasakan anak usia prasekolah
dengan menggunakan alat ukur nyeri yaitu Wong-Baker Face Pain Rating Scale
saat dilakukan pemasangan infuse yang dirawat inap di RSUD Dr. Pirngadi
Medan.
Dari uraian tersebut, maka dapat digambarkan kerangka konsep penelitian
sebagai berikut:
3.2. Defenisi Operasional
Tabel 3.2 Defenisi Operasional Variabel Penelitian Variabel
Penelitian
Defenisi
Operasional Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Nyeri Suatu rasa yang Rating Scale yaitu
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah deskriptive, desain ini bertujuan untuk melihat
gambaran intensitas nyeri yang dirasakan oleh anak usia prasekolah yang
dipasang infus yang dirawat di RSUD dr. Pirngadi Kota Medan tanpa adanya
suatu perlakuan dari peneliti.
4.2. Populasi dan Sampel
4.2.1.Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah anak yang berusia prasekolah yang
dirawat inap di Ruang melati RSUD Pirngadi Medan. Dari data bulan Maret-Mei
2015 terdapat sekitar 45 anak (dari buku dokumentasi rawat inap ruang melati 1,
2016).
4.3.Sampel Penelitian
Sampel merupakan sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang
diteliti dan dianggap dapat mewakili dari seluruh populasi (Arikunto, 2006).
Sampel pada penelitian ini adalah anak usia prasekolah. Tehnik sampel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling dengan cara memilih
sampel diantara populasi sesuai dengan kriteria yang dikehendaki peneliti
(Hidayat, 2007) .
Rumus untuk menentukan besar sampel yang saya gunakan adalah rumus
slovin:
�= N × z
2 × p × q
d2 (N−1) + z2 × p × q
= 45 × (1,96)
2 × 0,5 × 0,5
0,052× (45−1) + (1,96)2× 0,5 × 0,5
= 40,3
= 40 orang responden
Dimana: n = perkiraan besar sampel
N = perkiraan besar populasi
z = nilai standar normal untuk α = 0,05 (1,96)
p = perkiraan proporsi, jika tidak diketahui dianggap 50%
q = 1- p (100%- p)
d = tingkat kesalahan yang dipilih (d = 0,05)
Kriteria inklusi dari penelitian ini adalah pasien anak usia prasekolah (3-6
tahun), anak dan wali bersedia menjadi responden, mendapatkan tindakan invasif,
yaitu pemasangan infus, dapat berbahasa Indonesia dengan baik, dapat diajak
berkomunikasi, tingkat kesadaran compos mentis dan orang tua atau keluarga
setuju anaknya menjadi responden. Kriteria eksklusi dari penelitian ini yaitu anak
4.3. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai dari pembuatan proposal yaitu bulan
September 2015 sampai dengan Juli 2016. Lokasi penelitian dilaksanakan di
Ruang Melati 1 Rumah Sakit Umum Daerah Pirngadi Medan. Dilakukan di rumah
sakit ini karena merupakan rumah sakit tipe B rujukan wilayah Sumatera Utara
yang merupakan rumah sakit umum daerah, rumah sakit pendidikan dan
penelitian, lokasi rumah sakit yang strategis dan pengurusan surat izin penelitian
yang mudah sehingga dapat memudahkan peneliti mengambil sampel sesuai
dengan kriteria sampel yang sudah peneliti tentukan.
4.4. Pertimbangan Etik
Pertimbangan etik dalam penelitian ini bertujuan agar peneliti dapat
menjaga dan menghargai hak asasi para respondennya. Peneliti mengurus Etichal
Clearence di Komisi Etik Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara,
dimana ethical clearence (kelayakan etik) adalah keterangan tertulis yang
diberikan oleh komisi etik penelitian untuk riset yang melibatkan makhluk hidup
yang menyatakan bahwa suatu proposal riset layak dilkasanakan setelah
memenuhi persyaratan tertentu.
Setelah mendapatkan izin dari Komisi Etik Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara selanjutnya peneliti mengirimkan surat permohonan
untuk mendapatkan izin penelitian ke Rumah Sakit Umum Daerah Pirngadi
Medan melalui Badan Diklat dan Litbang lalu ke ruangan yang dituju. Setelah
mendapat ijin dari kepala ruangan, peneliti menemui calon responden.
Setelah mendapat izin persetujuan kemudian melakukan penelitian dengan
menekankan pertimbangan etik, meliputi: (1) prinsip kemanfaatan/beneficience,
responden berhak mendapatkan manfaat dari penelitian dan perlindungan dari
ketidaknyamanan dan kerugian, bebas dari eksploitasi. Penerapan prinsip
kemanfaatan dalam penelitian ini adalah peneliti telah berupaya melindungi
responden, menghindari kerugian dan ketidaknyamanan responden sehingga
tindakan yang dilakukan bermanfaat bagi anak dan keluarga yaitu menilai respon
nyeri pada anak usia balita;
(2) prinsip menghargai hak asasi manusia/respect for human dignity,
responden mempunyai hak otonomi untuk menentukan nasibnya sendiri dengan
membuat keputusan secara sadar dan dipahami dengan baik dan bebas dari
paksaan. Peneliti dalam penelitian ini menghormati hak dan martabat responden
dengan memberikan kebebasan pada anak dan keluarga dalam partisipasinya pada
penelitian yang dilakukan. Peneliti juga memberikan penjelasan secara rinci dan
menjamin penelitian tidak mengandung unsur bahaya atau merugikan responden.
Proses persetujuan dilakukan melalui informed consent. Setelah diberikan
penjelasan mengenai tujuan dan pelaksanaan penelitian, jika orang tua anak setuju
dilanjutkan dengan penandatanganan lembar persetujuan;
(3) prinsip keadilan/justice, Responden mempunyai hak untuk mendapatkan
perlakuan yang adil dan hak untuk mendapatkan privacy. Peneliti dalam
penelitian ini berusaha menjaga kerahasiaan (anonymity) responden dengan tidak
informasi yang diperoleh dijaga kerahasiaannya serta informasi dan data yang di
dapat hanya akan digunakan sebagai hasil penelitian.
4.5. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan disusun oleh peneliti mengacu kepada tinjauan
pustaka. Instrumen penelitian berupa kuesioner data demografi dan lembar
pengkajian Wong-Baker Face Pain Rating Scale.
4.5.1. Kuesioner Data Demografi
Instrumen penelitian data demografi adalah usia, jenis kelamin, suku, agama
dan pengalaman dipasang infus sebelumnya.
4.5.2. Instrumen Pengkajian Nyeri
Instrumen yang digunakan adalah Face Pain Rating Scale yang dapat
menggambarkan rasa nyeri yang dirasakan anak usia prasekolah saat dilakukan
pemasangan infus. Alat ukur nyeri ini, terdiri atas gambar, angka dan kemudian
dipresentasikan dalam bentuk pernyataan yaitu nilai 0 artinya tidak nyeri, 2
artinya nyeri ringan, 4 artinya nyeri sedang, 6 artinya nyeri berat, 8 artinya nyeri
sangat berat, 10 artinya sangat nyeri sekali/ nyeri yang sangat menyakitkan..
4.6. Uji Validitas
Uji validitas adalah suatu instrumen akan dikatakan valid bila mampu
mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang
diteliti secara tepat. Dan untuk instrumen pada penelitian ini, uji validitasnya tidak
dilakukan karena instrumen penelitian ini yaitu Wong-Baker Face Pain Rating
Scale sudah merupakan alat ukur nyeri yang sudah baku, namun agar tidak
menimbulkan kerancuan saat penggunaan dan untuk menyamakan persepsi dalam
penggunaan bahasa, maka peneliti mengalih bahasakan dari Bahasa Inggris ke
Bahasa Indonesia dengan ahlinya yaitu di Pusat Bahasa Universitas Sumatera
Utara karena instrumen yang sudah baku tersebut dalam bentuk Bahasa Inggris.
4.7. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar derajat atau
kemampuan alat ukur untuk mengukur sasaran yang akan diukur, sehingga dapat
digunakan untuk penelitian dalam lingkup yang sama. Pada penelitian ini, tidak
ada dilakukan uji reliabilitas instrumen, dikarenakan instrumen sudah baku.
4.8. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan di ruang rawat inap Melati 1 RSUD Dr.
Pirngadi Medan selama bulan Mei sampai dengan Juli 2016. Teknik pengumpulan
data dalam penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah yaitu mengajukan
permohonan izin kepada dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera
Utara. Kemudian mengajukan permohonan izin kepada direktur RSUD Pirngadi
Medan. Setelah mendapat izin dari direktur RSUD Pirngadi yang melalui Badan
Diklat dan Litbang lalu lanjut memohon izin ke Kepala SMF Anak RSUD dr.
Pirngadi Medan. Setelah mendapat izin dari kepala SMF Anak, lanjut memohon
izin dari kepala ruangan Melati 1. Setelah mendapat izin dari kepala ruangan,
peneliti mendata anak yang dirawat inap yang memenuhi kriteria inklusi untuk
dijadikan responden. Kemudian peneliti menjelaskan kepada keluarga dan
dilakukan serta dampak yang mungkin terjadi selama dan setelah proses
pengumpulan data.
Setelah orang tua/ wali dari anak setuju sebagai responden, sebelim
dilakukan pemasangan infus, terlebih dahulu peneliti menjelaskan bagaimana cara
penggunaan Wong-Baker Face Pain Rating Scale/ skala nyeri wajah, setelah itu
ketika akan dilakukan pemasangan infus, penelitia melakukan observasi pada
anak. Adapun yang diobservasi pada anak yaitu melihat respon ekspresi pada anak
ketika akan dipasang infus apakah anak tidak menangis, apakah anak hanya
cemberut, atau menangis bahkan menjerit. Setelah 20 menit selesai pemasangan
infus, baru peneliti melakuka wawancara pada anak dengan cara bertanya dan
meminta anak menunjuk ekspresi wajahnya yang sesuai dengan gambar pada saat
merasakan nyeri pada waktu pemasangan infus. Setelah ditunjuk oleh anak,
penelitia mempersentasekannya dalam bentuk angka sesuai dengan gambar. Dan
peneliti menuliskan hasilnya ke dalam lembar pengkajian.
9. Analisis Data
Data yang diperoleh diolah dengan komputer menggunakan program
statistik. Pengolahan data dilakukan dengan melewati beberapa tahapan, yaitu :
(1) Editing, peneliti melakukan pengecekan data yang diperoleh meliputi
kelengkapan identitas dan data tentang hasil isian kuesioner kecemasan anak; (2)
Coding, peneliti memberi kode pada isian keusioner secara manual sebelum
diolah dengan menggunakan komputer; (3) Scoring dan Entry data, memberikan
penilaian terhadap item-item yang perlu diberi penilaian dan memasukkan data
dari hasil isian kuesioner kecemasan ke dalam komputer agar data dapt dianalisis
menggunakan program statistik; (4) Tabulating, peneliti meringkas jawaban dari
hasil kuesioner kecemasan menjadi tabel yang memuat semua jawaban responden.
Setelah dilakukan semua tahapan tersebut, data diolah dengan menggunakan sitem
computer, setelah mendapatkan hasil, hasil tersebut akan ditampilkan menjadi
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
Dalam bab ini diuraikan data hasil penelitian secara umum mengenai
gambaran intensitas nyeri anak usia prasekolah yang dilakukan pemasangan infus
yang di rawat di ruang rawat anak melati 1 RSUD Dr.Pirngadi medan yang telah
dilaksanakan pada Mei 2016 sampai dengan Juli 2016. Pengumpulan data
dilakukan pada 40 orang responden. Penyajian data meliputi karakteristik
responden, dan tingkat nyeri pada anak usia prasekolah dengan menggunakan
Wong-Baker Face Pain Rating Scale.
5.1.1. Karakteristik responden
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden sebagian besar berusia
5-6 tahun yaitu sebanyak 12 orang anak (30%), jenis kelamin sebagian besar
perempuan yaitu 23 orang anak (57,5%), sebagian besar besuku Batak yaitu
sebanyak 17 orang anak (42,5%), beragama Islam yaitu 20 orang (50%), dan
sebanyak 25 orang anak (62,5%) belum pernah dilakukan pemasangan infus. Hal
ini dapat dilihat pada tabel 5.1-3
Tabel 5.1-3 Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden
berdasarkan data demografi (n=40)
Karakteristik Responden f %
Usia
Untuk menambah informasi, maka peneliti melakukan crosstab pada data
karakteristik responden dengan intensitas nyeri yang hasilnya dapat dilihat pada
Tabel 5.1-4 Distribusi frekuensi dan persentase crosstab usia dengan
intensitas nyeri .
Usia*Intensitas Nyeri Crosstabulation
Usia Intensitas Nyeri
f %
Usia 3tahun Tidak Nyeri Nyeri Ringan Usia 4tahun Tidak Nyeri
Nyeri Ringan Usia 5tahun Tidak Nyeri
Nyeri Ringan Usia 6tahun Tidak Nyeri
Tabel 5.1-5 Distribusi frekuensi dan persentase crosstab jenis kelamin
dengan intensitas nyeri .
Jenis Kelamin*Intensitas Nyeri Crosstabulation
Jenis kelamin Intensitas Nyeri f %
Laki-Laki Tidak Nyeri
Nyeri Ringan
Perempuan Tidak Nyeri
Nyeri Ringan
Tabel 5.1-6 Distribusi frekuensi dan persentase crosstab Suku dengan
intensitas nyeri .
Suku*Intensitas Nyeri Crosstabulation
Suku Intensitas Nyeri f %
Batak Tidak Nyeri
Nyeri Ringan
Nyeri Sedang
Nyeri Berat
Nyeri Sangat Berat
Nyeri sangat Berat Sekali
Nyeri Sedang
Nyeri Berat
Nyeri Sangat Berat
Nyeri sangat Berat Sekali
1
Melayu Tidak Nyeri
Nyeri Ringan
Nyeri Sedang
Nyeri Berat
Nyeri Sangat Berat
Nyeri sangat Berat Sekali
0
Minang Tidak Nyeri
Nyeri Ringan
Nyeri Sedang
Nyeri Berat
Nyeri Sangat Berat
Nyeri sangat Berat Sekali
0
Nyeri sangat Berat Sekali
Tabel 5.1-7 Distribusi frekuensi dan persentase crosstab pengalaman
dipasang infus sebelumnya dengan intensitas nyeri .
Pengalaman dipasang infus sebelumnya*Intensitas Nyeri crosstabulation
Pengalaman dipasang infus
sebelumnya
Intensitas nyeri f %
Belum Pernah Tidak Nyeri
Nyeri Ringan
Sudah Pernah Tidak Nyeri
Nyeri Ringan
Hasil croostab ini bukan termasuk dalam tujuan utama dalam penelitian ini
hanya sebagai data tambahan yang akan menjadi informasi tambahan dalam
5.1.2 Intensitas nyeri anak usia prasekolah yang dilakukan pemasangan
infuse yang dirawat di ruang rawat anak melati 1
Table 5.1.2-8 menunjukkan bahwa sebagian besar responden
mengungkapkan rasa nyeri yang dirasakan saat dilakukan pemasangan infuse
yaitu nyeri berat sebanyak 10 orang (25%) hingga nyeri sangat berat sekali
sebanyak 11 orang (27,5%).
Table 5.1.2-8 Distribusi frekuensi dan persentasi tingkaat nyeri yang dirasakan
anak usia prasekolah yang dilakukan pemasangaan infus (n=40)
Intensitas Nyeri f %
Tidak Nyeri 1 2,5
Nyeri Ringan 5 12,5
Nyeri Sedang 3 7,5
Nyeri Berat 10 25
Nyeri Sangat Berat 10 25
Nyeri Sangat Berat Sekali 11 27,5
Mean 6,8
Std. Deviasi 2.857
5.2. Pembahasan
Dari hasil penelitian ini, anak usia prasekolah sudah mampu
mengungkapkan rasa nyeri yang dirasakan ketika anak dipasang infus. Karena
pada usia 4 tahun, anak-anak dapat secara akurat menunjuk area tubuh atau
menandai area yang nyeri pada gambar (Savedra, dkk, 1989, 1993; Van Cleve dan
Savedra, 1993)
Dari hasil penelitian ini, dengan menggunakan pengukuran subjektif dengan
skala ukur nyeri Wong-Baker face pain rating scale, anak usia prasekolah sudah
mampu memahami dan mampu menggungkapan rasa nyeri yang dirasakan
dengan menunjuk skala wajah yang sesuai dengan rasa nyeri yang mereka
rasakan. Sebanyak 1 orang anak (2,5%) mengatakan bahwa tidak ada rasa nyeri
yang dirasakannya, sebanyak 5 orang anak (12,5%) mengungkapkan rasa nyeri
yang di rasakannya termasuk nyeri ringan, sebanyak 3 orang anak (7,5%)
menunjukkan gambar yang menggambarkan bahwa nyeri yang diraskan termasuk
nyeri sedang, sebanyak 10 orang anak (25%) memilih gambar dengan
menunjukkan bahwa nyeri yang dirasakan termasuk kategori nyeri berat,
sebanyak 10 orang anak (25%) nyeri yang dirasakannya termasuk nyeri sangat
berat, dengan jumlah 11 orang anak (27,5%) mengungkapan rasa nyeri yang di
rasakan termasuk dalam kategori nyeri sangat berat sekali. Karena menurut Beyer,
Denyes, dan Villaruel, (1992); Wong dan Baker (1988) anak-anak minimal usia 3
tahun sudah dapat memnggunakan skala nyeri, yaitu skala nyeri wajah.
Dari penelitian ini, satu orang anak mengungkapkan bahwa tidak merasakan
berjenis kelamin laki-laki, meskipun sakit dia tetap ceria dan bercerita. Saat
dilakukan pemasangan infus, anak ini bercerita dengan perawat yang bertugas.
Jadi bercerita juga dapat menjadi pengalih/ distraksi saat dilakukan pemasangan
infus.
Dari penelitian ini, dapat kita lihat bahwa jumlah responden sebagian besar
adalah berjenis kelamin perempuan yaitu 23 orang (57,5%) sehingga dari hasil
crosstab yang dilakukan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan tingkat
nyeri. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Laura (2008) yang
menunjukkan bahwa wanita lebih sensitif terhadap rangsangan nyeri. Brattberg
melaporkan bahwa perempuan mengungkapkan rasa nyeri yang lebih tinggi
daripada laki-laki. Pada perempuan letak persepsi nyeri berada pada limbik yang
berperan sebagai pusat utama emosi seseorang sedangkan pada lakilaki terletak
pada korteks prefrontal yang berperan sebagai pusat analisa dan kognitif. Jadi
secara emosional perempuan lebih sensitif dalam mempersepsikan nyeri.
Dari hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden adalah bersuku
batak yaitu 17 orang (42,5%). Dan dari hasil tabel penyilangan menunjukkan
bahwa ada hubungan tingkat nyeri dengan suku. Hasil penelitian ini sesuai dengan
pernyataan yang dikemukakan Jihan (2009) bahwa suku Batak merupakan suku
yang apresiatif dalam mengungkapkan nyeri yang dirasakannya. Orang belajar
dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri misalnya
seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus
diterima karena mereka melakukan kesalahan jadi mereka tidak mengeluh jika ada
nyeri. Telah ditemukan bahwa orang Jawa dan Batak mempunyai respon yang
berbeda terhadap nyeri. Dia menemukan bahwa pasien Jawa mencoba untuk
mengabaikan rasa sakit dan hanya diam, menunjukkan sikap tabah, dan mencoba
mengalihkan rasa sakit melalui kegiatan keagamaan. Ini berarti bahwa pasien
Jawa memiliki kemampuan untuk mengelola nya atau rasa sakitnya. Di sisi lain,
pasien Batak merespon nyeri dengan berteriak, menangis, atau marah dalam
rangka untuk mendapatkan perhatian dari orang lain, sehingga menunjukkan
ekspresif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasien dengan budaya yang
berbeda dinyatakan dalam cara yang berbeda yang mempengaruhi persepsi nyeri.
Menurut hasil penelitian ini, 21 orang anak atau sekitar 55% anak menangis
keras, dan takut ketika dilakukan pemasngan infuse karena menurut mereka nyeri
yang dirasakan termasuk nyeri berat. Hal ini sesuai dengan data dari Craig KD
dkk dalam Developmental changes in infant pain expression during immunization
injection (1984) ada beberapa karakteristik perkembangan respons anak terhadap
nyeri yaitu (1). Menangis keras dan berteriak; (2). Ekspresi verbal seperti “aduh”,
“auw”, “sakit”; (3). Memukul-mukulkan lengan daan kaki; (4). Tidak kooperatif
dan memrlukan restrain fisik; (5). Meminta agar prosedur dihentikan; (6).
Bergelayut paddaa orang tua, perawat, atau oraang bermakna lainnya; (7).
Meminta dukungan emosional, seperti pelukan atau bentuk lain kenyamanan fisik;
(8). Dapat menjadi gelisah dan peka terhadaap nyeri yang berkelanjutan.
Dari hasil penelitian ini, dapat dilihat bahwa respon nyeri yang dirasakan
anak usia prasekolah yang dilakukan pemasangan infus bervariasi itu dipengaruhi
oleh beberapa faktor, salah satunya adalah pengalaman sebelumnya, apakah anak
orang anak atau 62,5 % belum pernah diinfuse sebelumya. Karena pengalaman
pertama menimbulkan rasa takut akan cedera tubuh sehingga ras nyeri sering
terjadi. Dan ini seiring dengn konsep perkembangan nyeri pada anak menurut
Bibace R, Walsh ME (1980) dan Hurley A, Whelan EG (1988) mengatakan
bahwa konsep nyeri pada pemikiran praoperasional (usia 2-7 Tahun) yaitu (1).
Berhubungan dengan nyeri terutama sebagai pengalaman fisik dan konkret; (2).
Dapat menganggap nyeri sebagiaa hukuman akibat kesalahan; (3). Cenderung
menganggap seseorang sebagai yang bertanggung jawab untuk nyeri yang
dialaminya dan dapat menyerang orang tersebut. Dan juga Hasil ini sesuai dengan
teori yang diungkapkan oleh Potter & Perry (2006) bahwa jika individu pernah
mengalami nyeri maka dimasa akan datang individu akan mampu untuk
mentoleransi nyeri dengan lebih baik.
Dan dari hasil penelitian ini dapat dilihat bahwa rata-rata intensitas nyeri
pada anak usia prasekolah yang dipasang infus yaitu 6,8 yang berarti termasuk
dalam kategori antara nyeri berat dengan nyeri sangat berat. Dan ini sesuai dengan
pembahasan di atas bahwa intensitas nyeri yang dirasakan dapat dipengaruhi oleh
faktor usia, jenis kelamin, suku.
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden berusia 5-6 tahun,
sebagian besar perempuan, suku batak dan beragama Islam. Sedangkan tingkat
intensitas nyeri anak usia prasekolah ketika dilakukan pemasangan infus yang
dirawat di ruang rawat anak melati 1 RSUD Dr. Pirngadi Medan sebagian besar
nyeri yang dirasakan termasuk dalam kategori nyeri berat hingga nyeri sangat
6.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diberikan saran
guna perbaikan dan pemanfaatan penelitian mengenai “Intensitas Nyeri Pada
Anak Usia Prasekolah Pada Saat Pemasangan Infus yang dirawat di RSUD Dr.
Pirngadi Medan”
6.2.1. Bagi pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi
pendidikan keperawatan tentang intesitas nyeri pada anak usia prasekolah
sehingga perawat dapat melakukan asuhan keprawatan secara menyeluruh kepada
anak dengan tingakat nyeri berat.
6.2.2. Bagi Peneliti Keperawatan
Pada penelitian ini, peneliti merekomendasikan kepada peneliti selanjutnya
untuk meneliti bagaimana respon perilaku anak ketika merasakan nyeri sehingga
bisa dikategorikan apakah nyeri yang dirasakan anak termasuk kategori ringan,
sedang atau berat.
6.2.3. Bagi Pelayanan Keperawatan
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi informasi dan masukan
kepada petugas kesehatan (perawat) dan keluarga agar dapat membantu anak
mengurangi rasa sakit/ nyeri yang dirasakan dengan teknik Atraumatic Care agar
tidak menimbulkan nyeri yang berat yang akan berdampak muncul trauma
berikutnya.
BAB 2
TINJAUAN TEORI 2.1. Nyeri
2.1.1.Definisi
Secara umum nyeri adalah suatu rasa yang tidak nyaman, baik ringan
maupun berat. Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang dan eksistensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya
(Tamsuri, 2007).
Menurut Engel (1970) menyatakan nyeri sebagai suatu dasar sensasi
ketidaknyamanan yang berhubungan dengan tubuh dimanifestasikan sebagai
penderitaan yang diakibatkan oleh persepsi jiwa yang nyata, ancaman atau fantasi
luka. Nyeri adalah apa yang dikatakan oleh orang yang mengalami nyeri dan bila
yang mengalaminya mengatakan bahwa rasa itu ada. Definisi ini tidak berarti
bahwa anak harus mengatakan bila sakit. Nyeri dapat diekspresikan melalui
menangis, pengutaraan, atau isyarat perilaku (Mc Caffrey & Beebe, 1989 dikutip
dari Betz & Sowden, 2002).
Nyeri adalah ketidak nyamanan dan pengalaman seseorang yang
mendalam yang dikatakan oleh orang yang mengalaminya dan tidak dapat
dirasaakan orang lain dan terjadi pada setiap bagian dari kehidupan seseorang
(Berman & Synder, 2012; Hockenberry &Wilson, 2009). Dan nyeri merupakan
suatu kondisi yang lebih dari ekedar sensasi tunggal yang disebabkan oleh
Menurut International Association for Study of Pain (1979), nyeri
merupakan suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak
menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang bersifat aktual atau
potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan.
Sedangkan definisi di bidang keperawatan adalah segala sesuatu yang dikatakan
seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja saat seseorang mengatakan
merasakan nyeri. Dari definisi diatas menempatkan seorang pasien sebagai
seorang yang ahi di bidang nyeri, karena hanya pasienlah yang tahu tentang nyeri
adalah sesuatu yang sangat subjektif, tidak ada ukuran objektif padanya, sehingga
hanya orang yang merasakannya yang paling akurat dan tepat dalam
mendefinisikannya (McCaffery, 1980 dikutip dari Prasetyo, 2010).
2.1.2.Teori Nyeri
1.2.1. Teori Specificity
Teori ini mengatakan bahwa ujung syaraf spesifik berkolerasi dengan
sensasi seperti sentuhan, hangat, dingin dan nyeri. Sensasi nyeri berhubungan
dengan pengaktifan ujung-ujung syaraf bebas oleh rangsangan mekanik, kimia
dan temperature yang berlebihan (Kozier, 1996).
1.2.2. Teori Intensity
Nyeri adalah hasil rangsangan yang berlebihan pada reseptor. Setiap
rangsangan sensori mempunyai potensi untuk menimbulkan nyeri jika
menggunakan intensitas yang cukup (Kozier, 1996).
1.2.3. Gate Control Theory (Teori Pintu Gerbang)
Teori yang paling populer dan dipercaya adalah teori pintu gerbang yang
dikenalkan oleh Melzack danWall (1988). Adapun bunyi teori pintu gerbang
adalah: keberadaan (eksistensi) dan intensitas pengalaman nyeri tergantung pada
pengiriman system syaraf yang mengontrol pengiriman rangsang nyeri; jika pintu
terbuka rangsangan yang dihasilkan dari sensori nyeri dapaat dirasakan secara
sadar, jika pintu tertutup, rangsang nyeri tidak dapat mencaapai batas kesadaran
dan sensori yang dialami.
2.1.3.Klasifikasi Nyeri
Kita harus mengetahui tipe-tipe dari nyeri, agar dapat menambah
pengetahuan dan membantu tenaga kesehatan khususnya perawat ketika akan
memberikan tindakan. Untuk menentukan tipe-tipe nyeri, kita dapat melihatnya
dari segi : (1) Durasi nyeri; (2) Tingkat keparahan dan intensitas, seperti nyeri
berat atau ringan; (3) Model transmisi, seperti reffered pain (nyeri yang menjalar);
(4) Lokasi Nyeri, superficial atau dari dalam; (5) Kausatif, dari penyebab nyeri itu
sendiri.
Nyeri akut yaitu nyeri yang terjadi setelah terjadinya cedera akut atau
intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat dengan intensitas yang
bervariatif (ringan-berat) dan berlangsung untuk waktu yang singkat (Meinhart &
McCaffery, 1983; NIH;1986). Berdurasi singkat (kurang dari 6 bulan), memiliki
onset tiba-tiba, dan terlokalisir. Dan biasanya disebabkan oleh trauma, bedah, atau
Nyeri kronik adalah nyeri yang disebabkan oleh penyakit kronik; kanker,
luka bakar. Nyeri kronik berlangsung lebih lama daripada nyeri akut yaitu
berlangsung lebih dari 6 bulan. Nyeri kronik apat dirasakan klien hamper setiap
harinya dalam suatu periode yang panjang. Penderita kanker maligna yang tidak
terkontrol, akan merasakan nyeri terus menerus yang dapat berlangsung hingga
kematian (Smeltzer, 2001).
2.1.4.Faktor yang mempengaruhi persepsi dan reaksi terhadap nyeri
McCaffery dan pasero (1999) menyatakan bahwa hanya klienlah yang
paling mengerti dan memahami tentang nyeri yang dirasakannya. Tugas sebagai
seorang perawat adalah harus bisa memahami dan mengetahui faktor apa yang
mempengaruhi persepsi dan reaksi terhadap nyeri yang dirasakan pasien.
Usia merupakan faktor yang sangat penting dalam mempengaruhi nyeri
pada individu. Anak yang masih kecil belum dapat mengucapkan kata-kata untuk
mengungkapkan nyeri secara verbal. Secara umum pria dan wanita tidak berbeda
secara signifikan dalam berespon terhadap nyeri. Tetapi beberapa budaya
menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus lebih berani dan tidak boleh
menangis dibanding anak perempuan.
Menangis dan merintih merupakan suatu ekspresi yang mengindikasikan
ketidakmampuan dalam mengontrol nyeri. Namun klien yang berkebangsaan
Meksiko-Amerika yang menangis keras tidak selalu mempersepsikan pengalaman
nyeri sebagai sesuatu yang berat atau mengharapkan perawat melakukan
intervensi (Calvillo dan Flaskerud, 1991 dalam Prasetyo, 2010).
Tingkat seorang pasien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat
dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi
dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun (prasetyo, 2010). Cemas
meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang
cemas.
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini
nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah
tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam
mengatasi nyeri. Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi
nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptif akan menyulitkan seseorang
mengatasi nyeri. Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada
anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan
perlindungan.
Dari beberapa faktor di atas, faktor yang sangat penting adalah usia. Karena
respon nyeri setiap usia sangat lah berbeda, dan pengkajian dengan menggunakan
alat ukur intensitas nyeri setiap usia juga berbeda.
2.1.5.Persepsi nyeri
Persepsi nyeri melibatkan proses sensori ketika terdapat rangsang
nyeri.Persepsi meliputi interpretasi seseorang terhadap nyeri. Prosesnya dimulai
ketika seseorang pertama kali menyadari adanya nyeri. Ambang nyeri maupun
intensitas nyeri adalah bagian dari persepsi nyeri. Ambang dari persepsi (nyeri)
seseorang mengenali adanya nyeri. Intensitas nyeri juga bersifat
subyektif.(McNelly & Marie, 1999). Intensitas nyeri dapat mencerminkan tingkat
kerusakan suatu jaringan tubuh.
2.1.6. Fisiologi Nyeri
Nyeri adalah suatu proses fisiologis kompleks yang dapat dibagi dalam tiga
peristiwa neurokimiawi, yaitu: transduksi, transmisi, dan modulasi.
Transduksi terjadi pada tempat dimulainya nyeri. Reseptor nyeri
(nosiseptor) di perifer dirangsang oleh kejadian mekanik, termal, atau kimiawi.
Rangsang ini menimbulkan pelepasan substansi penghasil nyeri.
Transmisi dari impuls berlanjut saat masuk ke dalam kornu dorsalis medulla
spinalis melalui serat-serat delta A yang besar dan bermielin tipis, serta serat-serta
C kecil tanpa myelin. Dari sini impuls dibawa melalui jalur anterolateral pada
thalamus dan kemudian korteks. Di korteks inilah impuls diterima sebagai nyeri.
Banyak faktor, termasuk budaya, pengalaman masa lalu, arti nyeri, dan masalah
emosional ikut membentuk persepsi seseorang terhadap nyeri. Dan transduksi dan
transmisi terjadi pada jalur aferens.
Modulasi nyeri terjadi pada otak di tingkat substansia grisea periakueduktus
dan medulla oblongata, juga dalam kornu dorsalis, medulla spinalis, saat opioid
endogen dilepaskan dalam jalur posterolateral, yaitu suatu jalur eferen.
Resepsi nyeri adalah unsur neurologia yang terlibat didalam respon nyeri.
Tubuh memiliki banyak receptor nyeri. Receptor nyeri, yang disebut nosiseptor,
terangsang oleh karena rusaknya sel-sel reseptor atau dilepaskannya zat-zat kimia
misalnya bradikinin,serotonin dan lain-lain. Pada dasarnya ada tiga jenis stimulus
yang dapat mengaktifkan nosiseptornya masing-masing yaitu stimulus yang
bersifat mekanis, suhu dan kimia.Reseptor-reseptor khusus menerima rangsang
nyeri dan kemudian mengahantarkannya ke medulla spinalis melalui serabut
afferent pada susunan saraftepi. Impuls nyeri bergerak dengan cepat menuju otak
tempat stimulus diolah sehingga intensitas dan lokasi dapat dipersepsikan
(McNelly & Marie, 1999).
2.1.7. Sifat Nyeri
Jenis Deskripsi contoh
Akut Kuat, berkaitan dengan kerusakan
jaringan atau inflamasi; intensitass secara terus-menerus dan berkurang sampai beberapa hari sampai minggu
Nyeri bedah, luka bakar, fraktur
Persisten kronis
Nyeri persisten atau mendekati persisten selama 3 bulan atau lebih
Arthritis, krisis sel sabit
kambuhan Episode nyeri berulang dengan interval nyeri- tidak nyeri secara bergantian
Sakit kepala, nyeri abdomen, dada, atau ekstremitas
neuropatik Nyeri persisten yang berkaitan dengan eksitabilitas persisten atau abnormal pada sistem saraf perifer atau puasat tanpa berlanjutnya cedera ringan; sering digambarkan sebagai rasa “terbakar”, “aneh”, atau “rasa tertusuk”
Sindrom nyeri
amputasi, cedera pleksus, distrofi refleks simpatik
psikogenik Nyeri persisten yang merupakan manifestasi dari penyakit psikiatrik
Gangguan somatisasi,
gangguan nyeri somatoform,
2.2. Respon Perilaku Anak terhadap Nyeri
Pemasangan infus merupakan salah satu intervensi yang diberikan pada bayi
dan anak yang mendapatkan therapi injeksi via infus misalnya post operasi, atau
pada anak yang mengalami gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit karena
diare, demam berdarah, luka bakar dan penyakit lainnya yang membutuhkan
cairan pengganti dari cairan tubuhnya yang hilang. Tindakan ini dapat
menimbulkan rasa nyeri dan ketakutan pada anak.
Megel, Houser & Gleaves(1998) menjelaskan bahwa respon nyeri terdiri
dari tiga elemen yaitu perilaku yang jelas terlihat (overt behaviours), perilaku
yang tersembunyi (covert behaviours) dan responfisiologis. Perilaku yang jelas
terlihat bisa diamati misalnya menangis,menyeringai,menendang, berteriak dan
menarik diri. Perilaku yang tersembunyi diasosiakan dengan pikiran dan sikap
terhadap pengalaman nyeri yang dirasakannya. Sedang respon fisiologis berkaitan
dengan aktivasi sistem saraf simpatik dimana menyebakan pupil dilatasi,
berkeringat, perubahan tanda vital seperti peningkatan denyut nadi, tekanan darah
danpernafasan. Guyton (1999) setuju bahwa perubahan fisiologis dalam tekanan
darah , kecepatan pernafasan, tekanan darah, telapak tangan berkeringat
diobservasi sebagai respon anak terhadap stimulus yang menyakitkan.
Cara terbaik mengkaji nyeri pada neonates adalah dengan penggunaan
indeks perilaku. Mimik wajah, perubahan nada suara dan aktivitas, serta menangis
adalah indikator nyeri yang paling banyak dipakai. Neonatus prematur dan yang
sakit kritis mungkin tidak berespon terhadap nyeri seperti neonatus yang sehat dan
cukup bulan. Indeks perilaku juga merupakan indikator nyeri berguna pada bayi
setelah masa neonatus. Selain mimik wajah, perubahan nada dan aktivitas, serta
menangis, bayi ini menunjukkan sikap menjauh dari stimulus nyeri dan aneka
vokalisasi.
Anak usia 1 sampai 3 tahun (toddler) tetap harus diperhatikan respon
perilaku pada saat mengkaji nyeri. Meskipun begitu, macam perilakunya
bertambah, termasuk menggosok tempat nyeri dan perilaku agresif (menggigit,
memukul, menendang). Sebagian toddler bisa mengutarakan bila ia sakit, namun
tidak dapat menggambarkan intensitas nyeri.
Pada anak usia prasekolah (3-6 tahun), psikoseksual anak pada kelompok
usia ini membuatnya sangat rentan terhadap ancaman cedera tubuh. Prosedur
intrusive, baik yang menimbulkan nyeri maupun yang tidak, merupakan ancaman
bagi anak usia prasekolah yang konsep integritas tubuhnya belum berkembang
baik. Anak prasekolah dapt bereaksi terhadap injeksi sama khawatirnya dengan
nyeri saat jarum dicabut. Mereka takut intrusi atau pungsi tubuh tidak akan
menutup kembali dan “isi tubuh” mereka akan bocor keluar (Wong, 2008).
Reaksi nyeri pada masa prasekolah cenderung sama pada masa toddler,
meskipun beberapa perbedaan menjadi jelas. Agresi fisik dan verbal lebih spesifik
dan mengarah pada tujuan. Bukan menunjukkan resistensi tubuh total, anak
prasekolah malah mendorong orang yang akan melakukan prosedur agar menjauh,
mencoba mengamankan peralatan, atau berusaha mengunci diri di tempat yang
aman. Ekspresi verbal secara khusus menunjukkan kemajuan perkembangan
mereka dalam berespon terhadap stress. Anak dpat menganiaya perawat secara
Mereka juga menggunakan lebih banyak pendekatan yang cerdik untuk
mempengaruhi orang tersebut agar menyerah dalam melakukakan aktivitas yang
dimaksud. Permintaan yang banyak digunakan adalah, “ Tolong saya jangan
disuntik; Saya akan bersikap baik bila tidak disuntik.”
Anak parsekolah dapat menunjukkan letak nyeri mereka dan menggunakan
skala nyeri dengan tepat. Anak-anak yang berusia 3 tahun dapt menggunakan alat
pengkajian yang menggunakan ekspresi wajah terhadap nyeri.
Karakteristik perkembangan respon anak prasekolah terhadap nyeri yaitu
bisa menangis keras aatau berteriak; ekspresi verbal seperti “aduh”, “auw”,
“sakit”, memukul-mukulkan kaki atau lengan; berusaha mendorong stimulus
menjauh sebelum nyeri terjadi; tidak kooperatif; memerlukan restrain fisik;
meminta agar prosedur dihentikan; bergelayut pada orang tua, perawat, atau orang
bermakna laainnya; memintaa dukungan emosional, seperti pelukan atau bentuk
lain kenyamanan fisik; dpat menjadi gelisah dan peka terhadap nyeri yang
berkelanjutan.
Anak usia sekolah mampu mendeskripsikan nyeri mereka (Marie, 2002).
Metode pelaporan sendiri dengan menggunakan skala tingkatan intensitas nyeri
secara numerik telah terbukti bermanfaat untuk anak usia sekolah (Nelson, 1999).
Pada usia 9 atau 10 tahun, sebagian besar anak usia sekolah menunjukkan
ketakutan yang lebih sedikit atau resitensi yang lebih terbuka terhadap nyeri
dibandingkan anak-anak yang lebih kecil. Secara umum mereka telah
memepelajari metode koping untuk menghadapi rasa tidak nyaman, seperti
berpegangan dengan erat, mengepalkan tangan atau mengatup gigi, atau mencoba
bertindak berani dengan “meringis”, menarik, mendorong atau tawar menawar.
Anak usia sekolah mengkomunikasikan secara verbal nyeri yang mereka
alami berkaitan dengan letak, intensitas, dan deskripsinya. Tidak seperti anak
yang lebih kecil, yang mengalami kesulitan memilih kata-kata untuk
menggambarkan nyeri, anak-anak yang berusia 8 tahun atau lebih menggunakan
berbagai kata dan frase, seperti “menyakitkan”, “luka”, “terbakar”, “tersengat”,
“sakit”, “seperti pisau tajam” (Tesler dkk, 1991 dalam Wong, 2008).
Anak usia sekolah juga menggunakan kata-kata yang mengendalikan reaksi
mereka terhadap nyeri. Misalnya anak-anak ini dapat meminta perawat untuk
berbicara dengannya selama prosedur, sedangkan yang lainnya memilih
menjauhkan diri dengan tidak melihat pada apa yang sedang terjadi. Sebagian
besar menghargai penjelasan prosedur yang diberikan dan tampak tidak terlalu
takut jika mereka mengetahuinya. Sebaliknya anak yang lain berusaha untuk
untuk mendapatkan kendali dengan berupaya menunda kejadian tersebut.
Permintaan yang khas adalah, “suntik saya kalau saya sudah selesai melakukan
ini.”. meskipun kemampuan membuat keputusan semakin meningkatkan rasa
kendali mereka, namun penundaan yang tidak terbatas dapat menyebabkan
kecemasan semakin bertambah. Jika diberi pilihan, seperti memilih tempat injeksi,
cara terbaik adalah dengan mengurutkan tempat injeksi yang mungkin dan
membatasi jumlah teknik “penundan”.
Serupa dengan penerimaan pasif mereka terhadap nyeri adalah permintaan
jarang memulai percakapan tentang perasaan mereka disaat periode kesendirian
atau stres. Penampilan ketenangan, dan penerimaan mereka yang terlihat sering
kali menyamarkan kebutuhan mereka terhadap dukungan. Penting untuk
mewaspadai petunjuk-petunjuk nonverbal, seperti ekspresi wajah yang serius,
menjawab dengan setengah hati seperti “saya baik-baik saja”, diam, kurang
aktivitas, atau isolasi sosial, sebagai tanda membutuhkan bantuan. Biasanya jika
seseorang mengidentifikasi pesan tidak terungkap dan menawarkan bantuan,
maka mereka siap menerimanya (Wong, 2008).
2.3. Alat Ukur Nyeri/ Skala nyeri
Instrumen yang dapat digunakan untuk mengukur dan mengkaji intensitas
nyeri pada anak menurut Wong (2003) adalah:
Visual Analog Scale (VAS) mengukur besarnya nyeri pada garis sepanjang
10 cm. Biasanya berbentuk horizontal,tetapi mungkin saja ditampilkannya secara
vertical. Garis ini digerakkan oleh gambaran intensitas nyeri, misalnya: “no hurt”,
sampai “worst hurt”. Baik skala vertical maupun horizontal merupakan
pengukuran yang sama valid, tetapi VAS yang vertical lebih sensitive
menghasilkan score yang lebih besar dan lebih mudah digunakan dari pada skala
horizontal. VAS ini dapat digunakan pada anak yang mampu memahami
perbedaan dan mengindikasikan derajat nyeri yang sedang dialaminya (Wong,
2003).
Numerical Rating Scale (NRS) hampir sama dengan Visual Analog Scale,
tetapi memiliki angka-angka sepanjanggarisnya. Angka 0-10 atau 0-100 dan anak
diminta untuk menunjukkan rasa nyeri yang dirasakannya. Skala Numerik ini
dapat digunakan pada anak yang lebih muda seperti 3 -4 tahun atau lebih.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Tidak sangat
Nyeri nyeri
Gambar 2.1. Numerical Rating Scale (NRS)
Dari skala diatas, tingkatan nyeri yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Skala 1 : tidak ada nyeri
Skala 2-4 : nyeri ringan, dimana klien belum mengeluh nyeri, atau
masih dapat ditolerir karena masih dibawah ambang
rangsang.
Skala 5-6 : nyeri sedang, dimana klien mulai merintih dan mengeluh,
ada yang sambil menekan pada bagian yang nyeri
Skala 7-9 : termasuk nyeri berat, klien mungkin mengeluh sakit sekali
dan klien tidak mampu melakukan kegiatan biasa
Skala 10 : termasuk nyeri yang sangat, pada tingkat ini klien tidak
dapat lagi mengenal dirinya.
Instrumen dengan menggunakan Faces Pain Rating Scale terdiri dari 6
gambar skala wajah yang bertingkat dari wajah yang tersenyum untuk “no pain”
Gambar 2.2. Face Pain Rating Scale
Nilai 0 : nyeri tidak dirasakan oleh anak
Nilai 2 : nyeri dirasakan sedikit saja
Nilai 4 : nyeri agak dirasakan oleh anak
Nilai 6 : nyeri yang dirasakan anak lebih banyak
Nilai 8 : nyeri yang dirasakan anak secara keseluruhan
Nilai 10: nyeri sekali dan anak menjadi menangis
Kelebihan dari skala wajah ini yaitu anak dapat menunjukkan sendiri rasa
nyeri yang baru dialaminya sesuai dengan gambar yang telah ada dan skala wajah
ini baik digunakan pada anak usia prasekolah.
Verbal Rating Scale(VRS) merupakan alat untuk menilai intensitas nyeri
yang digunakan dalam praktek klinis. VRS adalah skala ordinal, biasanya
digambarkan menggunakan 4-6 kata sifat untuk menggambarkan peningkatan
tingkat intensitas nyeri. Umumnya menggunakan kata-kata umum seperti tidak
nyeri (no pain) pada ujung kiri akhir skala, kemudian diikuti dengan nyeri ringan,
nyeri sedang (tidak menyenangkan), nyeri berat (menyedihkan), nyeri sangat berat
(mengerikan), dan nyeri paling berat (menyiksa).
Nyeri yang tak terbayangkan pada ujung kanan akhir skala. Kegunaan skala
ini, pasien diminta untuk memilih kata yang menggambarkan tingkat nyeri yang
dirasakan. VRS terdiri dari empat intensitas nyeri yang menggambarkan nyeri
seperti tidak nyeri, nyeri ringan, nyeri sedang, nyeri berat, setiap kata yang terkait
dengan skor jumlah semakin tinggi (0, 1, 2 dan 3).
Pasien diminta untuk menunjuk nomor berapa yang menggambarkan rasa
tidak menyenangkannya. Skala rating verbal dapat dibaca oleh pasien atau
diucapkan keras oleh pemeriksa, diikuti oleh jawaban pasien. Metode ini mudah
dipahami oleh pasien dengan gangguan nonkognitif dan cepat dilakukan, namun
alat ini tidak memiliki akurasi dan sensitivitas (American Medical Association,
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tindakan perawatan terhadap penyakit yang dialami oleh seorang anak
seringkali menjadi krisis yang harus dihadapi anak karena dapat menimbulkan
stress pada anak. Karena tindakan medis yang berulang-ulang dapat menimbulkan
nyeri yang berulang juga, sehingga akan berdampak perasaan trauma pada anak.
Menurut Supartini (2004), hospitalisasi merupakan suatu proses dimana karena
alasan tertentu atau darurat mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit,
menjalani terapi perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah.
Hospitalisasi adalah bentuk stressor individu yang berlangsung selama individu
tersebut dirawat di rumah sakit (Wong, 2004). Menurut WHO, hospitalisasi
merupakan pengalaman yang mengancam ketika anak menjalani hospitalisasi
karena stressor yang dihadapi dapat menimbulkan perasaan tidak aman. Dan salah
satu stressor utama hospitalisasi adalah nyeri (Hockenberry & Wilson, 2009).
Nyeri merupakan suatu mekanisme produksi bagi tubuh, timbul ketika
jaringan sedang rusak, dan menyebabkan individu tersebut bereaksi untuk
menghilangkan rasa nyeri (Arthur C. Curton, 1983 dalam Prasetyo, 2010).
International Association for Study of pain mendefinisikan nyeri sebagai suatu
sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan
dengan kerusakan jaringan yang bersifat aktual dan potensial atau yang dirasakan
dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan.
Nyeri merupakan suatu hal yang tidak asing lagi dan akan menjadi alasan
paling umum dan paling banyak dikeluhkan pasien agar mendapatkan perawatan
kesehatan. Namun nyeri juga merupakan suatu hal yang multidimensi, sehingga
sulit untuk memberikan batasan terhadap nyeri. Setiap individu berbeda-beda
dalam melaporkan sensasi nyeri yang dirasakan. Termasuk salah satunya dengan
anak-anak terutama usia balita (Prasetyo, 2010).
Anak-anak terutama terkadang masih kesulitan untuk memahami nyeri dan
beranggapan apa yang dilakukan oleh perawat dapat menimbulkan nyeri.
Anak-anak terutama usia prasekolah belum mempunyai kosakata yang banyak, sehingga
kesulitan dalam menggambarkan secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada
orang di sekitarnya (Potter & Perry, 2005).
Sebagai seorang perawat kita harus mengkaji respon nyeri pada anak.
Tujuannya agar mendapatkan informasi tingkat keparahan dari sakit yang
dirasakan agar dapat menentukan tindakan yang harus dilakukan berikutnya.
Joint Commision on Acrcreditation of Healthcare Organization (JCAHO)
1990 membuat standar dalam penanganan terhadap nyeri. Salah satu langkah
dalam standar tersebut yaitu mengkaji keberadaan nyeri pada klien, kemudian
menentukan jenis dan intensitas nyeri pada klien (Prasetyo, 2010).
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hj. Henny Suzana Mediani,
S.Kp., MNG; AI Mrdiyah, SKp., dan Windy Rakhmawati, SKp (2005) dengan
tujuan penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran respon nyeri infant
dan anak yang menagalami hospitalisasi saat pemasangan infus di RSUD
menggunakan alat ukur facial analog, terdapat perbedaan yang signifikan jika
dilihat dari skala facial analog pada sat sebelum dan sesudah pemasangan infus.
Banyak sebenarnya cara mengkaji nyeri pada anak, baik secara verbal
maupun dengan melihat perubahan perilaku pada anak (non verbal). Tetapi masih
banyak perawat yang tidak mempedulikan hal tersebut. Sebagian besar, ketika
memberikan tindakan invasive pada klien dan klien merasa nyeri, petugas
kesehatan hanya akan berkata sakit sedikit atau sakitnya nanti akan hilang.
Padahal ada berbagai cara untuk mengalihkan rasa sakit yang dirasakan. Dan pada
sebagian anak-anak, nyeri dapat menjadi suatu trauma pada diri mereka.
Berdasarkan latar belakang diatas, penelitian untuk melihat bagaimana
intensitas nyeri pada anak dan berfokus pada anak usia prasekolah yang dilakukan
tindakan infus belum pernah dilakukan sebelumya di Medan, dan peneliti merasa
perlu penelitian ini dilakukan agar mendapatkan informasi, sehingga informasi
tersebut dapat digunakan untuk perencanaan tindakan selanjutnya.
1.2. Rumusan Masalah
Banyak anak-anak yang dirawat ketika akan diberikan tindakan perawatan
masih takut, dan bahkan menangis sebelum dilakukan tindakan. Karena mereka
trauma dengan sakit yang dirasakan saat dilakukan tindakan infasiv salah satunya
pemasangan infus.
Oleh karena itu peneliti ingin meihat bagaimana tingkat nyeri yang
dirasakan anak-anak usia prasekolah saat dilakukan tindakan pemasangan infus
yang dirawat di RSUD Dr. Pirngadi Kota Medan.
1.3. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana tingkat nyeri yang dirasakan anak-anak usia prasekolah yang
dirawat inap di RSUD Pirngadi ketika dilakukan tindakan pemasangan infus.
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1.Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran intensitas nyeri pada anak usia prasekolah
yang dilakukan tindakan pemasangan infus yang dirawat di RSUD Pirngadi.
1.4.2.Tujuan Khusus
Untuk melihat tingkat nyeri yang dirasakan oleh anak usia prasekolah yang
dilakukan tindakan pemasangan infus yang dirawat di RSUD pirngadi dengan
menggunakan skala Wong-Baker Face Pain Rating Scale.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Pendidikan Keperawatan
Hasil dari penelitian ini dapat disosialisasikan kepada mahasiswa mengenai
bagaimana respon subjektif anak tentang nyeri yang dirasakannya saat
pemasangan infus.
1.5.2. Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian ini bermanfaat sebagai informasi dalam pemberian asuhan
keperawatan untuk pengkajian tingkat keparahan sakit yang dirasakan anak
usia prasekolah yang dirawat di rumah sakit dengan menggunakan skala nyeri
yang efektif sehingga sebagai perawat dapat segera memberikan tindakan
1.5.3. Penelitian Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi tambahan
dan bahan masukan yang berguna bagi pengembangan penelitian keperawatan
berikutnya terutama yang berhubungan dengan skala pengukuran tingkat respon
nyeri pada anak yang di rawat di rumah sakit.