• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V Hasil dan Pembahasan

B. Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan nifas yang dilakukan adalah sedang (84,52%) khususnya dalam hal pelayanan bidan dalam memberikan asuhan 2 jam pertama setelah melahirkan karena bidan masih mendampingi pasien (30,95%). Hal ini sesuai dengan penelitian Indria di bangsal kebidanan RSUD Sukoharjo tahun 2009 yang menunjukkan tingkat kepuasan sedang (60%) Meskipun demikian kepuasan sangatlah bervariasi pada setiap individu.

Pada evaluasi mutu pelayanan rawat inap di Bangsal Anggrek RSUD Karanganyar yang dilakukan oleh Purwoko tahun 2009 terdapat 52,94% pasien tidak

puas dengan pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan. Salah satu cara untuk menarik pasien dan memenangkan persaingan adalah dengan cara memberikan jasa pelayanan yang sesuai dengan keinginan pelanggan yang dapat memberikan kepuasan. Kepuasan memberikan pengaruh terhadap pasien untuk mengulang untuk menggunakan jasa pelayanan kesehatan kembali ( Kotler, 2005).

Pada penelitian yang sama dilakukan oleh Kastanto pada tahun 2005 tentang pengaruh pelayanan medis dan pelayanan non medis terhadap kepuasan pasien di Bangsal Kebidanan Dahlia pada Badan Rumah Sakit Umum Daerah Sukoharjo didapatkan hasil 46,5% tingkat kepuasan rendah. Salah satu yang mempengaruhi ketidak puasan pasien adalah segi pelayanan medis yaitu pelayanan bidan yang kurang komunikatif dengan pasien.

Purwanto (2007) menambahkan bahwa ada beberapa aspek yang dapat mempengaruhi kepuasan pada klien sebagai berikut : (a) sikap pendekatan staf tenaga kesehatan pada pasien yaitu sikap staf terhadap pasien ketika pasien datang ke fasilitas kesehatan, (b) kualitas pelayanan kesehatan yang diterima oleh pasien yaitu apa saja yang telah dilakukan oleh pemberi layanan kepada pasien, (c) prosedur administrasi yaitu berkaitan dengan pelayanan administrasi pasien dimulai masuk rumah sakit atau fasilitas kesehatan selama perawatan berlangsung sampai keluar dari tempat layanan kesehatan, (d) fasilitas-fasilitas yang disediakan rumah sakit/puskesmas yaitu fasilitas ruang inap, privasi dan waktu kunjungan pasien.

Pada aspek hubungan bidan dengan pasien, hasil penelitian menunjukkan bahwa 42,56% responden puas dengan bidan selalu bersikap ramah, memberi informasi tentang perubahan yang normal terjadi pada masa nifas, memberikan respon yang baik terhadap

pertanyaan yang diajukan tentang masalah dalam masa nifas, bidan memberikan jawaban yang memuaskan atas pertanyaan pasien. Hal ini sesuai dengan pernyataan Azwar (2006) terbinanya hubungan bidan dengan pasien yang baik adalah salah satu dari kewajiban etik adalah amat diharapkan setiap pasiennya secara pribadi, menampung dan mendengarkan semua keluhan, serta menjawab dan memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya tentang segala hal ingin diketahui oleh pasien.

Pada aspek reliability (kehandalan) sebanyak 47,62% pasien puas dengan konseling KB yang diberikan bidan dengan segera memberikan informasi tentang tanda- tanda bahaya seperti tidak ada rasa mules pada perut dalam 2 jam setelah melahirkan, dan puas dengan pernyataan bahwa bidan mengajarkan cara menyusui yang benar dalam masa nifas. Menurut Joeharno (2008) dalam penelitiannya tentang kinerja bidan dalam melaksanakan asuhan kebidanan di rumah sakit dan faktor yang mempengaruhinya, menunjukkan bahwa masih terdapat klien yang menyatakan kehandalan petugas pada kategori kurang (35,5%), hal ini memberikan indikasi bahwa beberapa kasus masih terdapat petugas termasuk bidan yang memberikan pelayanan tidak sesuai dengan standar pelayanan terutama tidak memenuhi kebutuhan dan kepuasan pasien dalam pelayaanan nifas. Informasi yang tepat dan jelas merupakan faktor yang dominan yang menentukan seseorang itu puas atau tidak puas terhadap pelayanan (Muninjaya, 2004). Betapa pentingnya peran bidan sebagai pelaksana asuhan kebidanan dan sebagai konsultan yang menjadi sumber informasi (tempat bertanya) bagi pasien dan keluarganya tentang sesuatu yang berhubungan dengan masalah kesehatan. Menurut Suryani (2005), memberikan tambahan informasi merupakan tindakan penyuluhan kesehatan untuk klien. Teknik ini sangat membantu dalam mengajarkan kesehatan atau

pendidikan pada klien tentang aspek-aspek yang relevan dengan perawatan diri dan penyembuhan klien selama masa nifas. Informasi yang diberikan pada klien harus dapat memberikan pengertian dan pemahaman tentang masalah yang dihadapi klien serta membantu dalam memberikan alternatif pemecahan masalah dalam periode nifas.

Pada aspek responsiveness (ketanggapan), hasil penelitian menunjukkan 52,38% responden tidak puas dengan pernyataan bahwa bidan dengan cepat memberikan pelayanan nifas sesuai dengan kebutuhan, cepat menanggapi keluhan tentang masalah yang dialami oleh pasien dalam masa nifas, memberikan penyuluhan tentang tanda- tanda bahaya yang mungkin terjadi dan tanggap memberikan penyuluhan terhadap perawatan ibu dalam masa nifas sebelum pulang. Pada saat ini banyak klien yang menuntut diberikan informasi tentang kondisi kesehatannya dan keputusan yang terkait dengan tindakan kebidanan yang akan diterimanya, perhatian mereka sepenuhnya diarahkan seluruhnya pada spektrum pelayanan kebidanan yang mereka terima selama mereka berada di fasilitas kesehatan (Wesley, 1992 dalam Nurachman, 2001).

Menurut Stuart (1998 dalam Suryani 2005), bidan atau petugas kesehatan yang efektif adalah bidan yang membantu mengatasi permasalahan klien dengan segera. Tindakan bidan dalam pelayaanan nifas erat kaitannya dengan beberapa hal seperti bidan kurang peka terhadap apa yang diungkapkan klien dan perasaannya, bidan berfokus pada dirinya sendiri atau bidan tidak mempunyai pengetahuan atau pengalaman untuk memecahkan permasalahan klien. Hal ini bisa juga karena klien mengungkapkan perasaan negatifnya terhadap tenaga kesehatan.

Pada aspek assurance (jaminan), hasil penelitian menunjukkan bahwa 55,95% responden menjawab puas dengan pernyataan bahwa bidan memberikan penjelasan

setiap tindakan yang dilakukan kepada pasien dengan ramah dan sopan, tindakan yang dilakukan bidan menimbulkan rasa aman dan nyaman kepada pasien. Hal ini sesuai dengan pernyataan KEPMENPAN NO. KEP/25/M.PAN/2/2004 mengenai keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga masyarakat merasa tenang untuk mendapatkan pelayanan terhadap resiko-resiko yang diakibatkan dari pelaksanaan pelayanan. Pelayanan kesehatan yang dapat memberikan rasa aman dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pelayanan dengan tidak membeda-bedakan status sosial dan ekonomi merupakan tugas dari petugas kesehatan ( Ratminto dan Winarsih, 2005 ).

Paramitasari (2007) mengatakan bahwa pelayanan yang diberikan akan menimbulkan rasa aman dan nyaman apabila peralatan yang ada dan pelayanan yang diberikan sudah sesuai dengan standar. Pevelayer, dkk (2000 dalam Wicaksono, 2008) dalam penelitiannya tentang pengaruh persepsi kualitas layanan terhadap kepuasan klien menunjukkan bahwa persepsi kualitas fungsional yang terdiri atas sikap ramah, kepedulian, kejujuran, dan rasa nyaman yang diberikan kepada klien memiliki pengaruh terhadap pelayanan kebidanan khususnya dalam pelayanan nifas.

Pada aspek Emphaty (empati), hasil penelitian menunjukkan bahwa 49,76% responden menjawab puas dengan pernyataan bahwa bidan bersikap sabar dalam dalam mendengarkan keluhan pasien, memberikan pelayanan dan menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, bersikap sabar dalam mengajarkan perawatan diri yang baik dalam masa nifas. Menurut Aritonang (2005) emphaty menunjukkan derajat perhatian yang diberikan pasien dengan menyelami perasaan pasien. Dengan demikian dapat disimpulkan dengan perhatian yang tinggi dapat meningkatkan kepuasan pasien. Tenaga

kesehatan merupakan faktor penting dari mutu pelayanan jika petugasnya sabar dan ramah tentu pasien akan puas dan merasa dihormati. Selain dari itu bidan juga dituntut untuk mempunyai rasa empati yang tinggi, terutama kesadaran diri dan seni berempati dan seni mendengarkan keluhan pasien. Selain mengobati secara fisik bidan juga mempertimbangkan realitas psikologi dan sosial para pasiennya ( Golemen, 2000).

Suryani (2005) menambahkan bahwa seorang bidan yang bersikap empati pada pasien akan mampu memberikan alternative pemecahan masalah bagi pasien, karena sekalipun ia turut merasakan permasalahan kliennya, tetapi ia tidak larut dalam masalah tersebut sehingga bidan dapat memikirkan masalah yang dihadapi klien secara objektif.

Dokumen terkait