• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Pembahasan

4.2.1 Ketepatan Indikasi

Penggunaan termometer merupakan cara yang paling tepat digunakan untuk memastikan bahwa anak demam. Jika ibu menggunakan termometer maka under use ataupun over use antipiretik dapat dihindari. Terdapat 15% responden yang menggunakan termometer untuk mengukur suhu tubuh sedangkan yang terbanyak yaitu 63,3% responden meraba dahi untuk mengetahui balita panas. Hasil ini sesuai dengan penelitian Atiq (2009) bahwa lebih banyak orang tua yang meraba dahi untuk mengetahui demam pada anak yaitu sebanyak 54,9%. Alasannya adalah karena tidak tersediannya termometer di rumah. Tujuh puluh

39

persen (70%) responden menjawab obat penurun panas digunakan jika dahi anak teraba panas. Sedangkan hanya 15% responden yang menjawab penggunaan penurun panas dilakukan jika suhu pada termometer menunjukkan angka di atas normal. Hal ini kurang tepat karena hanya dengan meraba dahi tidak dapat mengetahui suhu balita yang sebenarnya sehingga penggunaan antipiretik secara berlebihan dapat lebih mudah terjadi. Pada penelitian Jannati (2009) tempat meletakkan termometer bagi responden yang menggunakan termometer paling banyak yaitu di ketiak (95,1%). Pada penelitian kali ini juga didapatkan hasil bahwa penggunaan termometer paing banyak diletakkan di ketiak yaitu sebanyak 88,9%.

Obat penurun panas sebaiknya di lakukan pada suhu lebih dari 38°C jika dihitung dari penggunaan suhu rektal. Suhu suhu aksila atau oral menunjukkan 0.5-0.8°C lebih rendah. Empat puluh empat koma empat persen (44,4%) responden dari 18 responden yang menjawab menggunakan termometer untuk mengetahui anak demam menjawab bahwa suhu anak dianggap sakit panas yaitu pada suhu >37°C dan >38°C. Hal ini sesuai dengan penelitian Soedibyo dan Souvriyanti (2006) bahwa masih banyak orang tua yang memberikan antipiretik pada saat suhu masih kurang dari 38°C sehingga penggunaan antipiretik cenderung berlebihan. Selain itu pada penelitian Tarigan et al. (2007) didapatkan masih sedikit orang tua yang menggunakan termometer untuk mengetahui demam dan sangat sedikit yang mempunyai termometer.

4.2.2 Ketepatan Pemilihan Obat

Jenis obat penurun panas yang paling tepat digunakan untuk usia balita adala parasetamol atau ibuprofen. Namun untuk ibuprofen tidak disarankan untuk digunakan pada saat anak demam disertai varisela atau dehidrasi. Penggunaan jenis obat asam asetil salisilat tidak disarankan untuk anak karena dapat memicu timbulnya sindrom Reye (Lubis,2011). Sebanyak 73,1% responden telah memilih jenis obat penurun panas secara tepat. Jenis obat penurun panas yang paling banyak digunakan adalah parasetamol (89,9%). Hasil ini sesuai dengan penelitian Soedibyo dan Soevriyanti (2006) yaitu orang tua yang menggunakan parasetamol

40

sebanyak 57,7%. Parasetamol yang digunakan biasanya merupakan obat dengan zat aktif tunggal ataupun gabungan dari obat batuk ataupun pilek. Dua puluh enam koma sembilan persen (26,9%) responden tidak tepat dalam memilih jenis obat penurun panas karena masih menggunakan merek obat yang memiliki kandungan zat aktif asam asetil salisilat, aspirin atau asetosal. Penelitian oleh Mufaza (2009) juga menyatakan bahwa parasetamol merupakan jenis antipiretik dengan persentase terbanyak yaitu 50%.

Obat penurun panas paling banyak diperoleh dari petugas kesehatan terutama adalah dokter dengan persentase sebesar 60,9%. Petugas kesehatan lainnya yaitu bidan dan apoteker. Namun untuk informasi tentang obat penurun panas masih banyak didapatkan dari kemasan obat yaitu sebanyak (61,7%) dan juga dari iklan di media sebanyak 60,8%.

4.2.3 Ketepatan Dosis dan Cara Pemberian Obat

Hasil kuesioner menunjukkan bahwa 40,5% tepat dalam menentukan dosis sedangkan 59,5% tidak tepat yaitu penggunaan obat penurun panas dengan dosis di bawah standar. Hal ini menunjukkan bahwa masih banyak ibu yang tidak tepat dalam penentuan dosis obat. Penggunaan obat penurun panas di bawah standar yang seharusnya dikhawatirkan menyebabkan demam tidak tertangani dengan baik sehingga suhu tubuh anak terus meningkat dan dapat memicu terjadinya kejang demam. Menurut Fishman (2006) anak usia di bawah 6 tahun memiliki resiko tinggi kejang demam ketika suhu tubuh mencapai lebih dari 38°C. Sembilan puluh satu koma enam persen (91,6%) responden memberikan obat penurun panas pada anak tiga kali dalam sehari. Penelitian oleh Jannati (2009) juga menghasilkan bahwa dosis maksimal pemberian antipiretik pada anak yang terbanyak yaitu tiga kali dalam sehari (60,8%).

Pada penelitian ini cara pemberian obat atau bentuk sediaan obat yang paling banyak dipilih responden adalah sirup yaitu sebanyak 92,5%. Responden memilih sirup karena mudah diberikan, terdapat berbagai rasa atau aroma dan tidak pahit. Responden yang memilih menggunakan tablet sebanyak 5,8% karena obat tersebut diberikan oleh dokter atau bidan. Hasil ini sesuai dengan penelitian

41

Tarigan et al. (2007) yaitu sediaan obat penurun panas yang paling sering diresepkan dokter adalah sirup sebanyak 65%.

Sebanyak 61% responden mendapatkan informasi dosis obat dari kemasan dan 34,2% berasal dari pemberi resep sebelumnya. Dosis pada kemasan obat biasanya masih didasarkan pada umur anak, bukan dari berat badan anak sehingga hal ini bisa menyebabkan kesalahan dalam penggunaan dosis karena terdapat variasi berat badan pada setiap umur anak. Menurut Atiq (2009) informasi tentang dosis obat sebagian besar didapatkan dari anjuran dokter sebelumnya yang kemudian dilanjutkan untuk pemakaian di rumah yaitu sebanyak 55,8%.

4.2.4 Ketepatan Durasi atau Lama Penggunaan Obat Penurun Panas

Durasi penggunaan obat penurun panas paling banyak adalah selama 1-3 hari yaitu 92,5%. Menurut Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kimia Farma (2000) penggunaan obat penurun panas pada anak-anak di bawah 12 tahun tidak boleh lebih dari lima kali sehari selama lebih dari lima hari. Tujuh puluh persen (70%) responden berhenti menggunakan obat penurun panas jika dahi anak diraba sudah tidak panas. Sedangkan hanya 19,2% yang menggunakan temometer untuk mengukur suhu secara tepat. Menurut penelitian Lubis (2011) penggunaan antipiretik penderita asma disertai demam bukan merupakan kontraindikasi, namun masih sangat sedikit data untuk evaluasi penggunaan antipirtik baik parasetamol maupun ibuprofen pada jangka panjang. Antipiretik sebaiknya digunakan hanya pada saat anak demam saja untuk menghindari efek toksik.

4.2.5 Ketepatan Penyimpanan Obat

Menurut Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kimia Farma (2000) menyatakan obat penurun panas sebaiknya disimpan dalam keadaan tertutup ditempat yang kering serta ditaruh ditempat yang gelap karena peka terhadap cahaya, lembab dan udara. Hermansyah (2013) menyatakan penyimpanan obat yang tepat sangat penting karena penyimpanan obat yang salah dapat menyebabkan obat mudah rusak, tidak stabil dan beresiko untuk

Dokumen terkait