• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETEPATAN PENGGUNAAN OBAT PENURUN PANAS OLEH IBU PADA BALITA DI DESA KEBONREJO KECAMATAN SALAMAN KABUPATEN MAGELANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KETEPATAN PENGGUNAAN OBAT PENURUN PANAS OLEH IBU PADA BALITA DI DESA KEBONREJO KECAMATAN SALAMAN KABUPATEN MAGELANG"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

i

KETEPATAN PENGGUNAAN OBAT PENURUN PANAS OLEH

IBU PADA BALITA DI DESA KEBONREJO KECAMATAN

SALAMAN KABUPATEN MAGELANG

Karya Tulis Ilmiah

untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Kedokteran

Oleh :

Dwitya Oktina Dewi 09711149

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2013

(2)

ii

CORRECT USE OF ANTIPYRETIC BY MOTHERS ON

CHILDREN UNDER FIVE IN THE KEBONREJO VILLAGE

SALAMAN MAGELANG

A Scientific Paper as A Part of Requirements to Obtain Medical Scholar Degree in Islamic University of Indonesia

Created by: Dwitya Oktina Dewi

09711149

FACULTY OF MEDICINE

ISLAMIC UNIVERSITY OF INDONESIA

YOGYAKARTA

(3)
(4)

iv

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

COVER ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

LEMBAR PERNYATAAN ... ix

KATA PENGANTAR ... x

HALAMAN PERSEMBAHAN ... xii

INTISARI ... xiii ABSTRACT ... xiv BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Rumusan Masalah ... 3 1.3. Tujuan Penelitian ... 3 1.4. Keaslian Penelitian ... 3 1.5. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Tinjauan pustaka ... 5

2.1.1. Antipiretik ... 5

2.1.1.1. Mekanisme Kerja Antipiretik ... 5

2.1.1.2. Agen-agen Antipiretik ... 6

2.1.2. Ketepatan Penggunaan Obat Penurun Panas ... 14

2.1.3.Gambaran Penggunaan Obat Penurun Panas oleh Orang tua pada Anak 17 2.2. Landasan Teori ... 19

2.3 Kerangka Konsep ... 20

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 21

3.1. Rancangan Penelitian ... 21

(5)

v

3.3. Variabel Penelitian ... 22

3.4. Definisi Operasional ... 22

3.5. Instrumen Penelitian ... 23

3.6. Tahapan Penelitian ... 24

3.7. Cara Pengumpulan Data ... 24

3.8. Rencana Analisis Data ... 24

3.9. Etika Penelitian ... 25

3.10. Jadwal penelitian ... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

4.1 Hasil ... 26

4.1.1 Karakteristik Wilayah ... 26

4.1.2 Karakteristik Responden ... 26

4.1.2.1. Klasifikasi Responden berdasarkan Usia ... 26

4.1.2.2. Klasifikasi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir ... 27

4.1.2.3. Klasifikasi Responden berdasarkan Pekerjaan ... 28

4.1.3 Ketepatan Penggunaan Obat Penurun Panas ... 29

4.1.3.1. Ketepatan Indikasi ... 29

4.1.3.2. Ketepatan Pemilihan Obat ... 32

4.1.3.3 Ketepatan Dosis dan Cara Pemberian Obat ... 33

4.1.3.4. Ketepatan Durasi Penggunaan Obat ... 35

4.1.3.5. Ketepatan Penyimpanan Obat ... 36

4.2 Pembahasan ... 38

4.2.1 Ketepatan Indikasi ... 38

4.2.2 Ketepatan Pemilihan Obat ... 39

4.2.3 Ketepatan Dosis dan Cara Pemberian Obat ... 40

4.2.4 Ketepatan Durasi atau Lama Penggunaan Obat Penurun Panas ... 41

4.2.5 Ketepatan Penyimpanan Obat ... 41

4.3 Keterbatasan Penelitian ... 42

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 43

5.1 Kesimpulan ... 43

(6)

vi

DAFTAR PUSTAKA ... 45 LAMPIRAN

Lembar Perizinan Penelitian Kuesioner Penelitian

(7)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Klasifikasi Responden Berdasarkan Usia ... 27

Tabel 2. Klasifikasi Responden Berdasakan Pendidikan Terakhir ... 27

Tabel 3. Klasifikasi Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 28

Tabel 4. Cara Respon Mengetahui Balita Sakit Panas ... 30

Tabel 5. Letak Penggunaan Termometer ... 30

Tabel 6. Suhu Balita Sakit Panas ... 31

Tabel 7. Penggunaan Obat Penurun Panas ... 31

Tabel 8. Darimana Responden Memperoleh Obat Penurun Panas ... 32

Tabel 9. Sumber Informasi Mengenai Obat Penurun Panas ... 33

Tabel 10. Frekuensi Penggunaan Obat Penurun Panas dalam Sehari ... 34

Tabel 11. Ketepatan Dosis Obat Penurun Panas ... 34

Tabel 12. Informasi Mengenai Dosis Obat Penurun Panas... 34

Tabel 13. Cara Pemberian Obat Penurun Panas... 35

Tabel 14. Durasi Penggunaan Obat penurun Panas ... 35

Tabel 15. Saat Berhenti Menggunakan Obat Penurun Panas ... 36

Tabel 16. Cara Penyimpanan Obat... 37

Tabel 17. Lama Penyimpanan Obat Sirup Setelah Dibuka Tutupnya ... 37

(8)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Klasifikasi Responden Berdasarkan Usia ... 27 Gambar 2. Klasifikasi Responden Berdasakan Pendidikan Terakhir ... 28 Gambar 3. Klasifikasi Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 29

(9)

ix

LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda-tangan dibawah ini, saya: Nama : Dwitya Oktina Dewi

NIM : 09711149

Program Studi : Pendidikan Dokter Faklutas : Kedokteran

Judul Penelitian : “Ketepatan Penggunaan Obat Penurun Panas oleh Ibu pada Balita di Desa Kebonrejo Kecamatan Salaman Kabupaten Magelang”

Dengan ini saya menyatakan bahwa saat judul Karya Tulis Ilmiah ini diajukan, tidak terdapat karya yang pernah diajukan sebelumnya untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya yang pernah diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis dibaca dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 30 April 2013

(10)

x

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaykum. Wr. Wb.

Puji syukur senantiasa kita tujukan kehadirat Allah SWT, atas segala karunia dan hidayah-Nya sehingga sehingga Karya Tulis Ilmiah (KTI) ini dapat diselesaikan. Sholawat serta salam semoga selalu dilimpahkan oleh Allah SWT kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat, karena dengan syafaatnya kita dapat hijrah dari zaman jahiliyah menuju zaman yang terang benderang.

Karya Tulis Ilmiah ini yang berjudul “Ketepatan Penggunaan Obat Penurun Panas oleh Ibu pada Balita di Desa Kebonrejo Kecamatan Salaman Kabupaten Magelang” disusun sebagai salah satu prasyarat untuk meraih gelar sarjana kedokteran di Progam Studi Strata 1 Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia. Proses penyusunan dan pembuatan KTI ini memberikan pengalaman yang sangat berharga bagi penulis dan mendorong penulis untuk lebih memperdalam pengetahuan dan kemampuan di bidang karya tulis ilmiah yang lebih baik serta memberikan manfaat yang luas bagi banyak orang Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan banyak terimakasih kepada:

1. Allah SWT, yang selalu ada dalam setiap langkah, atas karunia, hidayah, akal, pikiran, kekuatan, kesehatan, dan segala kemudahan-Nya.

2. Rasulullah Muhammad S.A.W. teladan terbaik sepanjang masa. Akhlak sempurna dan inspirasi tak bertepi.

3. dr. Isnatin Miladyah, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia dan selaku Dosen Penguji KTI penulis. Terimakasih atas saran yang membangun sehingga hasil KTI penulis menjadi lebih baik.

(11)

xi

4. dr. Riana Rahmawati, M.Kes selaku Dosen Pembimbing KTI penulis Terimakasih banyak atas bimbingan dan kesabaran dokter sehingga penulis lebih memahami bagaimana melakukan penelitian yang baik.

5. dr. Hartoyo, M.Kes yang telah meluangkan waktunya untuk membantu penulis dalam pembagian kuesioner dan membantu memberikan pengarahan kepada kader-kader di Desa Keborejo sehingga proses pengambilan data berjalan dengan lancar.

6. Ibu bidan, ibu-ibu kader, serta ibu-ibu responden di Desa Kebonrejo yang telah berbaik hati bersedia membantu penulis dalam pengisian kuesioner penelitian.

Hanya Allah saja yang bisa membalas kebaikan-kebaikan ini. Semoga dibalas dengan kebaikan yang berlipat. Tidak lupa penulis menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas segala khilaf dan kesalahan baik yang disengaja maupun tidak disengaja. Oleh karena itu sangat diharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun.

Akhirnya, penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua yang membaca dan dapat memanfaatkannya.

Wassalamu’alaykum Wr.Wb

Yogyakarta, 30 April 2013 Penulis

(12)

xii

HALAMAN PERSEMBAHAN

Karya tulis ini saya persembahkan kepada:

1. Bapak dan Ibu yang telah membimbing, memberi semangat serta mendoakanku sehingga saya dapat lebih bersemangat dalam menjalankan kegiatan perkuliahan.

2. Mbak Tami dan Imung kakak dan adikku walaupun sering bertengkar tetapi kita tetap saling mendukung satu sama lain.

3. Okta Adinanto Prabowo terimakasih dengan sabar mendengarkan keluh kesahku, membantuku disaat sulit dan selalu mengingatkanku untuk menjadi lebih baik.

4. Nisa, Anet, Iyan, Ririn teman-teman seperjuanganku yang selalu mendukungku. Terimakasih untuk segala dukungan, bantuan, saran, dan kritiknya. Semangat bersama-sama berjuang menjadi dokter yang baik.

5. Teman teman tutorial 5, turorial 3 dan tutorial 17 yang bersama-sama selama 3,5 tahun kuliah. Terimakasih atas segala kebaikan dan bantuannya.

6. Ayah, bunda dan teman-teman Kost KR Santri terimakasih atas semua dukungan dan semangatnya.

7. Semua pihak yang telah banyak membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu disini.

Dan pada akhirnya, yang terpenting,

Semoga Allah Ridho atas segala apa yang kita lakukan. Atas segala kebaikan dan amalan-amalan tulus kalian. Sungguh Dia lah yang akan membalas dengan balasan yang terbaik.

InsyaAllah

Yogyakarta, 30 April 2013 Dwitya Oktina Dewi

(13)

xiii

Intisari

Ketepatan Penggunaan Obat Penurun Panas oleh Ibu pada Balita di Desa Kebonrejo, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang

Latar Belakang: Saat ini semakin banyak obat-obat yang dijual dengan bebas

sehingga masyarakat dapat membeli obat secara bebas. Salah satu obat bebas yang sering digunakan oleh masyarakat khususnya orang tua adalah obat penurun panas untuk anak. Oleh karena itu, diperlukan penggunaan obat penurun panas secara tepat oleh orang tua khususnya ibu.

Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ketepatan dalam

penggunaan obat penurun panas oleh ibu pada balita.

Metode: Metode penelitian cross sectional dengan rancangan deskriptif terhadap

120 ibu balita dengan menggunakan kuesioner. Penelitian dilakukan di Desa Kebonrejo, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang.

Hasil: Indikasi pemberian obat penurun panas kurang tepat karena hanya 15%

responden yang menggunakan termometer sebagai petujuk demam. Ketepatan pemilihan obat sebesar 73,1% dengan responden memilih menggunakan parasetamol (89,9%) atau ibuprofen (10,1%). Ketepatan dosis obat rendah yaitu 40,5% dengan kasus under dose. Bentuk sediaan obat yang paling banyak dipilih adalah sirup (92,5%) karena rasanya manis dan mudah diberikan. Durasi pemberian obat penurun panas rata-rata selama 1-3 hari (92,5%) namun hanya 19,2% yang menggunakan suhu termometer sebagai penentu kapan obat berhenti diberikan. Ketepatan penyimpanan obat mencapai 70,8%. Ketepatan lama penyimpanan obat sirup yaitu 55,8%. Seluruh responden (100%) selalu memperhatikan tanggal kadaluarsa obat.

Simpulan: Masih ditemukan beberapa ketidaktepatan dalam penggunaan obat

penurun panas oleh ibu pada balita.

(14)

xiv

Abstract

Correct Use of Antipyretic by Mothers on Children Under Five in the Kebonrejo Village, Salaman, Magelang

Introduction: Nowadays many drugs are sold freely so that people can buy drugs

independently. One of the drugs that are commonly used by the public, especially parents are antipyretics for children. Therefore, the use of antypiretic appropriately required by the parents, especially the mother.

Objective: The purpose of this study was to determine the accuracy in the use of

antipyretic by mother in children under five.

Methods: This research used cross-sectional descriptive design to 120 mothers

using a questionnaire. The study was conducted in the Kebonrejo Village, Salaman, Magelang.

Result: Indication for the use of antipyretic is less precise because only 15%

respondents who use the thermometer as a guide. Accuracy of drug selection is 73.1% by choosing to use paracetamol (89.9%) or ibuprofen (10.1%). Accuracy of drug doses is relatively low (40.5%) with under dose case. Drug dosage form which the most widely choosen is syrup (92.5%) because it taste sweet and easy to administered. The average duration of antipyretic use is 1-3 days (92.5%) but only 19.2% were using a thermometer temperature to determine when to stop medication given. Accuracy of drug storage reached 70.8%. Accuracy storage time of syrup drug is 55.8%. All respondents (100%) always pay attention to the expiration date of the drug.

Conclusion: There are still found some inaccuracies in the use of antipyretic by

mother in children under five.

(15)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan anak merupakan salah satu hal yang sangat diinginkan bagi semua orang tua. Jika anak sakit orang tua cenderung melakukan berbagai cara untuk menyembuhkan anak. Cara-cara yang dilakukan antara lain membawa anak langsung ke dokter ataupun membeli obat langsung ke apotek. Saat ini pengetahuan masyarakat tentang obat semakin bertambah. Semakin banyak obat-obat yang dijual dengan bebas sehingga menjadikan masyarakat tidak harus pergi ke dokter untuk mendapatkan obat. Obat-obat sederhana banyak dijual diberbagai tempat mulai dari apotek, swalayan sampai warung-warung kecil. Banyaknya obat-obatan bebas yang beredar tersebut menyebabkan penggunaan obat menjadi kurang tepat.

Salah satu penggunaan obat yang kurang tepat di masyarakat adalah penggunaan obat aman secara berlebihan. Sampai sekarang masih terdapat orang-orang yang mempunyai anggapan bahwa mereka butuh satu paket pil saja untuk segala penyakit atau disebut “pill for every ill”. Dengan tanda dan gejala apapun yang mereka rasakan, diobati dengan satu jenis obat-obat tersebut. Jenis-jenis obat aman tersebut seperti multivitamin, aspirin, serta parasetamol yang sering digunakan di beberapa negara. Padahal obat-obat tersebut mempunyai efek samping, misalnya aspirin dapat menyebabkan perdarahan pada organ pencernaan, serta parasetamol apabila digunakan sangat berlebihan dapat menimbulkan kematian (Hardon et al., 2004).

Pengggunaan obat bebas khususnya obat penurun panas merupakan hal yang sangat penting karena setiap orang yang mengalami demam hampir selalu menggunakan obat penurun panas untuk menurunkan suhu tubuh. Anak-anak merupakan golongan usia yang paling sering mengalami demam. Banyak orang tua yang khawatir jika demam tidak segera ditangani maka akan terjadi kejang dan dapat merusak sel-sel otak. Oleh karena itu, jika anak demam pasti orang tua akan melakukan berbagai cara untuk menurunkan suhu anak. Beberapa cara yang

(16)

2

dilakukan orang tua untuk meredakan demam anak yaitu penggunaan kompres, tirah baring, selimut tebal dan yang paling sering digunakan adalah obat penurun panas. Oleh karena itu orang tua khususnya ibu harus memiliki pengetahuan mengenai obat penurun panas sehingga dapat digunakan secara tepat.

Ketepatan penggunaan obat penurun panas oleh ibu kepada anak sangat diperlukan untuk menghindarkan terjadinya under treatment ataupun over treatment. Jika penggunaan obat penurun panas di bawah standar yang seharusnya maka dikhawatirkan demam tidak tertangani dengan baik sehingga suhu tubuh anak terus meningkat dan dapat memicu terjadinya kejang demam. Menurut Fishman (2006) anak usia di bawah 6 tahun memiliki resiko tinggi kejang demam ketika suhu tubuh mencapai lebih dari 38°C. Namun sebaliknya jika penggunaan obat penurun panas berlebihan akan mengakibatkan hepatotoksik berat dengan nekrosis lobulus sentral, kadang berhubungan dengan nekrosis tubulus ginjal akut (Furst dan Ulrich, 2011). Menurut hasil penelitian Soedibyo & Souvriyanti (2006) indikasi pemberian antipiretik oleh orang tua pada anak cenderung berlebihan. Pada penelitian tersebut didapatkan bahwa antipiretik diberikan pada suhu normal serta penentuan dosis tidak tepat karena tidak menggunakan sendok takar yang benar dalam penggunaan antipiretik. Hal ini menjelaskan bahwa banyak orang tua yang belum mengerti tentang indikasi dan dosis antipiretik yang tepat.

Untuk menghindari hal-hal tersebut diperlukan ketepatan dalam penggunaan obat penurun panas. Beberapa ketepatan penggunaan obat yang harus diperhatikan oleh ibu yaitu tepat indikasi, tepat pemilihan obat, tepat dosis dan cara pemberian obat, tepat jangka waktu atau durasi penggunaan obat serta tepat cara penyimpanan obat. Karena berbagai hal tersebut perlu dilakukan penelitian mengenai ketepatan penggunaan obat penurun panas pada anak, khususnya balita, untuk melihat bagaimana penggunaan obat penurun panas di masyarakat berdasarkan ketepatan dalam penggunaannya.

(17)

3

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi masalah adalah bagaimana ketepatan penggunaan obat penurun panas pada anak terutama usia balita.

1.3 Tujuan Penelitian

Mengetahui gambaran ketepatan penggunaan obat penurun panas pada anak terutama usia balita di desa Kebonrejo, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang.

1.4 Keaslian Penelitian

Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang relevan dengan topik penelitian ini, yaitu:

1. Pengetahuan dan Perilaku Orang Tua dalam Pemberian Obat Penurun Panas Pada Anak, oleh Jannati (2009). Hasil dari penelitian ini adalah orang tua dengan pendidikan menengah yang paling banyak menggunakan antipiretik sebagai tindakan awal anak demam.

2. Gambaran Pengetahuan dan Perilaku Orang Tua dalam Pemberian Antipiretik Pada Anak Sebelum Berobat Berdasarkan Jenis Pekerjaan Orangtua, oleh Atiq (2009) dengan hasil penelitian yaitu tidak ada perbedaan gambaran pengetahuan dan perilaku orang tua dalam pemberian obat penurun panas sebelum berobat berdasarkan jenis pekerjaan yang signifikan dimana sebagian besar orang tua memberikan obat penurun panas sebelum berobat. Sebagian besar orang tua dengan berbagai macam jenis pekerjaan belum memiliki pengetahuan yang cukup memadai tentang demam, dosis dan efek samping antipiretik.

3. Pengetahuan dan Perilaku Orang Tua dalam Pemberian Obat Penurun Panas Pada Anak Ditinjau dari Aspek Sosial Ekonomi, oleh Mufaza (2009). Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan dan perilaku orangtua dalam indikasi pemberian antipiretik di rumah cenderung berlebihan. Antipiretik bahkan diberikan pada suhu normal dan persentase

(18)

4

penggunaan antipiretik sebelum mencari pertolongan medis pada kondisi sosio-ekonomi menengah ke bawah sama dengan responden dengan kondisi sosio-ekonomi menengah dan tinggi.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi Peneliti

Menambah pengetahuan penulis dalam proses penelitian dan penulisan karya tulis ilmiah.

2. Manfaat bagi Ibu Balita

Memberikan pengetahuan kepada ibu mengenai penggunaan obat penurun panas yang benar pada balita.

3. Manfaat di bidang pelayanan kesehatan

Memberikan data mengenai bagaimana penggunaan obat penurun panas pada anak di masyarakat sehingga dapat diberikan penyuluhan bagaimana penggunaan obat penurun panas yang benar.

4. Manfaat di bidang pengembangan penelitian

(19)

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Antipiretik

Agen antipiretik atau obat penurun panas biasa digunakan untuk mengobati demam. Cara kerja antipiretik adalah menghambat enzim siklooksigenase (COX) sehingga pembentukan prostaglandin terganggu dan menyebabkan penurunan suhu tubuh.

2.1.1.1. Mekanisme Kerja Antipiretik

Sebagian besar protein, hasil pemecahan protein, serta beberapa zat tertentu lain terutama toksin liposakarida yang dilepaskan oleh bakteri melalui membran sel bakteri dapat menyebabkan peningkatan set-point pada termostat hipotalamus. Zat yang menimbulkan efek seperti ini disebut pirogen. Pirogen tersebut apabila dilepaskan dari bakteri toksik atau pirogen yang dilepaskan dari degenerasi jaringan tubuh dapat menyebabkan demam selama keadaan sakit. Apabila set-point di pusat pengaturan suhu di hipotalamus menjadi lebih tinggi dari normal, seluruh mekanisme untuk meningkatkan suhu tubuh terlibat, seperti penyimpanan panas dan peningkatan pembentukan panas. Dalam hitungan jam setelah set-point meningkat, suhu tubuh akan mendekati nilai set-point tersebut (Guyton & Hall, 2006).

Ketika bakteri atau hasil pemecahan bakteri terdapat di jaringan atau di dalam darah, keduanya akan difagositosis oleh leukosit darah, makrofag jaringan dan limfosit pembunuh bergranula besar. Kemudian seluruh sel tersebut akan mencerna hasil pemecahan bakteri dan melepaskan zat interleukin-1/ IL-1 (disebut juga pirogen endogen atau leukosit pirogen) ke dalam cairan tubuh. Saat mencapai hipotalamus, IL-1 tersebut akan segera mengaktifkan proses yang menimbulkan demam. Jumlah IL-1 yang dibentuk sebagai respon terhadap lipopolisakarida untuk menimbulkan demam hanya beberapa nanogram (Guyton & Hall, 2006).

(20)

6

Proses IL-1 untuk menimbulkan demam melewati beberapa tahapan, yaitu pertama-tama dengan menginduksi pembentukan salah satu prostaglandin, terutama prostaglandin E2 (PGE2) atau zat yang mirip, kemudian selanjutnya

bekerja di hipotalamus untuk membangkitkan reaksi demam. Ketika pembentukan prostaglandin dihambat dengan obat, demam akan berkurang atau sama sekali tidak terjadi (Guyton & Hall, 2006).

2.1.1.2. Agen-agen Antipiretik

Agen antipiretik biasanya juga memiliki efek analgesik. Namun, efek antipiretiknya lebih besar dibandingkan dengan efek analgesik yang dimilikinya. Agen-agen antipiretik-analgesik adalah:

a. Salisilat (aspirin), salisilamid dan diflunisal

b. Para amino fenol, derivat para amino fenol yaitu fenasetin dan asetaminofen (parasetamol)

c. Pirazolon dan derivatnya

d. Lain lain seperti asam mefenamat, diklofenak, ibuprofen, indometasin dan lain-lain (Wilmana & Gan, 2009)

Dari berbagai macam antipiretik yang ada yang paling sering digunakan dan dianjurkan adalah parasetamol, aspirin dan ibuprofen. Ketiga agen antipiretik tersebut sering digunakan karena mudah didapat dan murah. Namun untuk penggunaan pada anak disarankan jenis parasetamol dan ibuprofen karena penggunaan asam asetil salisilat atau aspirin dapat meningkatkan resiko terjadinya sindrom Reye (Lubis et al., 2011).

2.1.1.2.1. Parasetamol

Parasetamol atau asetaminofen merupakan derivat dari para amino fenol. Derivat para animo fenol aselain parasetamol adalah fenasetin (Wilmana & Gan, 2009).

Mekanisme Kerja

Menurut Wilman & Gan (2009) efek analgesik parasetamol yaitu menghilangkan nyeri lemah ringan sampai sedang. Parasetamol menghambat

(21)

7

biosintesis prostaglandin yang lemah. Asetaminofen atau parasetamol merupakan suatu metabolit fenasetin. Cara kerja parasetamol yaitu mengambat COX-1 dan COX-2 yang lemah pada jaringan perifer dan tidak memiliki efek antiinflamasi yang bermakna (Furst & Ulrich, 2011).

Farmakokinetik

Parasetamol diberikan secara peroral. Kecepatan absorbsinya dipengaruhi oleh kecepatan pengosongan lambung. Kadar puncak dalam darah tercapai dalam waktu 30-60 menit. Parasetamol dalam jumlah kecil terikat oleh protein plasma, sebagian dimetabolisme oleh enzim mikrosom hati dan diubah menjadi asetaminofen sulfat dan glukoronida yang secara farmakologis tidak efektif. Sekitar kurang dari 5 % parasetamol dieksresi tanpa mengalami perubahan. Waktu paruh obat adalah sekitar 2-3 jam dan relatif tidak dipengaruhi fungsi ginjal (Furst & Ulrich, 2011).

Sekitar 80-90% parasetamol dikonjugasi dengan asam glukoroniat atau asam sulfur kemudian diekskresi melalui urin, sebagian dihidrolisis menjadi N-asetil benzokuinon yang sangat reaktif dan berpotensi menjadi metabolit berbahaya. Pada dosis normal bereaksi dengan gugus sulfhidril dari glutation menjadi substansi yang nontoksik. Untuk dosis yang besar, akan berikatan dengan sulfhidril dari protein hati (Darsono,2002).

Indikasi

Parasetamol berguna untuk nyeri ringan hingga sedang. Parasetamol tidak efektif untuk terapi peradangan karena tidak memiliki efek anti-inflamasi yang kuat tetapi dapat digunakan sebagai terapi analgetik tambahan. Parasetamol dianjurkan digunakan sebagai analgetik pada pasien yang alergi terhadap aspirin, penderita hemofilia, pasien dengan tiwayat tukak lambung dan penderita bronkospasme akibat aspirin (Furst & Ulrich, 2011).

Efek Samping

Menurut Furst & Ulrich (2011) efek samping pada dosis terapi yaitu kadang terjadi peningkatan ringan enzim hati tanpa ikterus dan dapat hilang jika pemakaian obat dihentikan. Pada dosis yang lebih besar dapat timbul gejala pusing, mudah terangsang dan disorientasi. Reaksi alergi yang ditimbulkan jenis

(22)

8

obat ini jarang terjadi, biasanya bermanifestasi eritema atau urtikaria dan geala yang lebih berat berupa demam dan lesi pada mukosa. Methemoglobinemia dan sulfhemoglobinemia jarang menjadi masalah karena hanya sekitar 1-3% Hb diubah menjadi met-Hb (Wilmana & Gan, 2009).

Efek Toksik

Furst dan Ulrich (2011) menyatakan suatu metabolit minor parasetamol yang sangat aktif yaitu N-asetil-p-benzokuinon,berbahaya jika ditemukan pada dosis besar karena bersifat toksis terhadap hati dan ginjal. Parasetamol dapat bersifat toksik pada pemberian 10-15 gram (200-250 mg/kg/BB). Dosis toksik pada anak yaitu 140 mg/kg BB. Pada dosis tersebut dapat mengakibatkan kematian yang disebabkan oleh hepatotoksik berat dengan nekrosis lobulus sentral, kadang berhubungan dengan nekrosis tubulus ginjal akut (Wilmana & Gan, 2009).

Gejala hari pertama keracunan parasetamol seperti anoreksia, mual, muntah serta sakit perut belum mencerminkan bahaya yang mengancam. Gejala-gejala tersebut terjadi 24 jam pertama dan dapat berlangsung selama seminggu atau lebih. Gejala-gejala seperti mual, muntah diare dan nyeri abdomen merupakan gejala dini kerusakan hati. Gejala gangguan hati dapat terjadi pada hari kedua dengan gejala peningkatan aktivitas serum transaminase, laktat dehidrogenase, kadar bilirubin serum, serta pemanjangan masa protrombin. Aktivitas alkali fofatase dan kadar albumin serum terap normal. Kerusakan hati dapat mengakibatkan ensefalopati, koma dan kematian. Kerusakan hati yang tidak berat dapat membaik dalam beberapa minggu atau bulan (Wilmana & Gan, 2009). Furst & Ulrich (2011) menyatakan dosis 4 gram/ hari tidak dianjurkan, dan riwayat alkoholisme menjadi kontra indikasi penggunaan parasetamol. Waktu paruh parasetamol pada hari pertama keracunan merupakan petunjuk beratnya keracunan. Waktu paruh lebih dari 4 jam menunjukkan akan terjadi nekrosis hati dan waktu paruh lebih dari 12 jam menunjukkan kemungkinan terjadinya koma hepatik. Kerusakan-kerusakan tersebut tidak hanya disebabkan oleh parasetamol namun oleh radikal bebas, metabolit yang sangat reaktif yang berkaitan secara kovalen dengan makromolekul vital sel hati. Karena hal tersebut hepatotoksik

(23)

9

meningkat pada pasien yang mendapat barbiturat, antikonvulsi lain atau alkoholik kronis. Keracunan akut biasanya dapat diobati secara simptomatik dan suportif. N-asetil sistein merupakan antidotum untuk keracunan parasetamol. N-asetil sistein dapat diberikan per oral 24 jam setelah meminum parasetamol dengan dosis toksik (Wilmana & Gan, 2009).

Sediaan

Wilmana & Gan (2009) menyatakan parasetamol tersedia dalam obat tunggal. Bentuk sediaan dapat berupa tablet 500 mg dan sirup yang mengandung 120 mg/ 5 ml. Menurut Darsono (2002) parasetamol juga tersedia dalam bentuk sediaan kombinasi sebagai analgesik-antipiretik dengan obat lain dalam sediaan obat flu.

Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya manusia Kimia Farma (2000) menyatakan parasetamol sebaiknya disimpan dalam keadaan tertutup di tempat yang kering dan tempat yang gelap karena peka terhadap cahaya, lembab dan udara.

Dosis

Menurut Wilmana & Gan (2009) dosis parasetamol untuk dewasa 300 mg-1 gram perkali dengan maksimum 4 gram per hari. Untuk anak 6-mg-12 tahun mg- 150-300 mg/kali dengan maksimum 1,2 gram/ hari. Untuk anak 1-6 tahun 60-120 mg/kali dan bayi di bawah satu tahun 60 mg/kali. Pada usia bayi dibawah satu tahun dan anak usia 1-6 tahun maksimal diberikan 6 kali sehari. Furst dan Ulrich (2011) menyatakan nyeri akut dan demam dapat ditangani secara baik pada dosis 325-500 mg empat kali sehari untuk orang dewasa. Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia [PPSDM] Kimia Farma (2000) menyatakan penggunaan pada orang dewasa sebaiknya tidak lebih dari 10 hari dan pada anak-anak di bawah 12 tahun tidak lebih dari lima kali sehari selama lebih dari lima hari. Penggunaan tanpa resep dokter tidak dianjurkan namun jika menggunakan tanpa resep dokter konsumen harus membaca baik-baik dan mematuhi aturan pakai pada label obat.

(24)

10 2.1.1.2.2 Salisilat

Definisi

Menurut Furst & Ulrich (2011) asam salisilat adalah asam organik sederhana dengan pKa 3,0. Aspirin atau asam asetil salisilat yang merupakan

turunan salisilat mempunyai pKa 3,5. Aspirin memiliki efek analgesik yang lebih

kuat dibandingkan efek anti inflamasi.

Salisilat termasuk dalam golongan Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS). Salisilat digunakan sebagai analgetik, antipiretik, anti inflamasi, dan anti fungi (Darsono, 2002).

Mekanisme Kerja

Salisilat atau aspirin mempunyai mekanisme kerja dengan menghambat sintesis prostaglandin dengan menghambat kerja enzim siklooksigenase pada pusat termoregulator hypothalamus dan termoregulator perifer (Darsono, 2002).

Untuk penggunaan sebagai anti inflamasi aspirin bekerja sebagai penghambat COX nonselektif. Aspirin secara ireversibel menghambat COX dan agregasi trombosit. Sebagai analgetik aspirin efektif untuk meredakan nyeri ringan sampai sedang. Efek antipiretik aspirin kemungkinan diperantarai oleh inhibisi COX di susunan saraf pusat dan inhibisi IL-1 (Furst & Ulrich, 2011). Farmakokinetik

Pada pemberian secara oral, salisilat akan diabsobpsi di dalam lambung dan usus halus melalui cara difusi pasif. Salisilat mencapai plasma dalam waktu 30 menit dan akan mencapai konsentrasi puncak setelah 1-2 jam. Waktu paruh salisilat pada dosis kecil yaitu sekitar 4 jam. Sedangkan pada dosis 4-6 g/hari (dosis yang digunakan sebagai anti inflamasi), kadar salisilat serum akan mencapai 200-300 mg/L dengan waktu paruh 12-25 jam. Kecepatan absorbsi dan ekskresi bergantung pada jenis preparat, besarnya dosis dan individu. Distribusi aspirin berlangsung melalui difusi pasif ke semua jaringan dan cairan tubuh. Metabolisme berlangsung di hati, dengan cara hidrolisis oleh enzim esterase menjadi asam salisilat dan asam asetat, yaitu suatu konjugat yang larut di dalam air dan dengan cepat dapat diekskresi melalui ginjal. Jumlah aspirin yang terikat protein plasma sekitar 50-80% (Darsono, 2002).

(25)

11

Aspirin diabsorbsi begitu saja dan dihidrolisis dengan cepat dengan waktu paruh sekitar 15 menit. Aspirin dalam tubuh dihidrolisis menjadi asam asetat dan salisilat oleh esterase dalam jaringan dan darah. Seiring dengan meningkatnya dosis aspirin, waktu paruh eliminasi salisilat meningkat dari 3-5 jm untuk dosis 600 mg/hari menjadi 12-16 jam untuk dosis lebih dari 3,6 gram/hari (Furst & Ulrich, 2011).

Indikasi

Aspirin dapat digunakan untuk meredakan nyeri ringan hingga sedang namun tidak efektif untuk nyeri viseral berat. Aspirin dosis tinggi efektif untuk terapi demam reumatik, artitis reumatoid dan penyakit radang sendi lainnya. Aspirin juga dapat menurunkan insidensi serangan iskemik transien, angina tak stabil, trombosis arteri koronaria dengan infark miokard dan trombosis pascagraft pirau arteri koronaria. Suatu studi epidemiologi menyatakan penggunaan penggunaan aspirin dosis rendah jangka panjang terkait dngan penurunan insidensi kanker kolon (Furst & Ulrich, 2011).

Dosis

Dosis optimum aspirin sebagai analgesik antipiretik yaitu 0,6-0,65 mg, sedangkan dosis anti inflamasi anak adalah 50-75 mg/kg/hari dalam dosis terbagi (Furst & Ulrich, 2011). Dosis pengobatan tunggal aspirin rata-rata 10 mg/kgBB. Dosis lazim harian 40-60 mg/kgBB (Darsono, 2002).

Dosis aspirin untuk orang dewasa sebagai antipiretik adalah 325 mg-650 mg. diberikan secara oral setiap 3 atau 4 jam. Untuk anak-anak 15-20 mg/kgBB diberikan setiap 4-6 jam. Karena berasosiasi dengan sindrom reye aspirin dikontraindikasikan untuk anak dibawah 12 tahun (Wilmana & Gan, 2009).

Sediaan

Aspirin banyak dijumpai dalam obat kombinasi untuk flu sebagai analgesik-antipiretik. Selain itu juga dapat ditemukan dalam bentuk topikal karena mempunyai efek keratolitik dan keratoplastik (Darsono, 2002).

Aspirin dan natrium salisilat merupakan sediaan yang sering digunakan. Aspirin tersedia dalam bentuk tablet 100 mg untuk anak dan tablet 500 mg untuk dewasa. Metil-salisilat hanya digunakan sebagai obat topikal dalam bentuk salep

(26)

12

atau linimen. Asam salisilat dalam bentuk bubuk dapat digunakan sebagai keratolitik dengan dosis tergantung dari penyakit yang akan diobati (Wilmana & Gan, 2009).

Efek Samping

Pada dosis biasa efek samping aspirin yang utama adalah gangguan pada lambung, ulkus lambung, serta ulkus duodenum. Selain itu pada penggunaan aspirin kadang bisa terjadi perdarahan fekal. Aspirin dalam dosis tinggi dapat menyebabkan intoksikasi. Aspirin dapat menyebabkan peningkatan enzim hati (sering tapi ringan), hepatitis, penurunan fungsi ginjal, perdarahan, ruam dan asma. Aspirin dikontraindikasikan pada penderita hemofilia (Furst & Ulrich, 2011).

Efek Toksik

Efek toksik salisilat bervariasi dari sedang sampai berat. Pada dosis 150-200/kgBB dapat menyebabkan intoksikasi akut sedangkan intoksikasi berat terjadi pada pemakaian dosis 300-500 mg/kgBB. Intoksikasi kronik juga dapat terjadi pada pemberian dosis lebih dari 100 mg/KgBB selama dua hari atau lebih.

Gejala klinis intoksikasi salisilat adalah :

a. Intoksikasi akut : nausea dan muntah yang timbul setelah meminum obat, hiperpnea, tinitus, ketulian, letalgi. Intoksikasi akut berat : koma, kejang, hiperglikemi, hipertermi, edema pulmonal, perdarahan pulmonal, ARF, oliguria, edema serebral, hingga kematian akibat kegagalan saraf pusat dan kolaps kardiovaskuler.

b. Intoksikasi kronik : umumnya terjadi pada anak dan dewasa muda. Gejala tidak spesifik seperti bingung, dehidrasi dan asidosis metabolik menyerupai sepsis, pneumonia dan gastroenteritis. Mortalitas dan morbiditas lebih tinggi dibandingkan dengan keracunan akut (Darsono, 2002).

(27)

13 2.1.1.2.3 Ibuprofen

Merupakan turunan sederhana dari asam fenilpropionat. Mekanisme Kerja

Ibuprofen bersifat analgetik dengan daya anti-inflamasi yang lemah. Efek anal gesiknya sama seperti aspirin (Wilmana & Gan, 2009).

Farmakodinamik

Ibuprofen diabsorbsi dengan cepat melalui lambung. Kadar maksimum dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam. Waktu paruh dalam plasma sekitar 2 jam. Sejumlah 90% ibuprofen terikat oleh protein plasma. Eksresi berlangsung cepat dan lengkap. Sekitar 90% dosis yang diabsorbsi akan dieksresi melalui urin sebagai metabolit atau konjugatnya. Metabolisme utama merupakan hasil hidroksilasi dan karboksilasi (Wilmana & Gan, 2009).

Interaksi obat

Obat derivat asam propionat seperti ibuprofen hampir keseluruhannya berikatan dengan protein plasma sehingga penggunaan bersama warfarin perlu diperhatikan. Derivat asam propionat juga dapat mengurangi efek diuresis dan natriuresis furosemid dan tiazid, juga dapat memengaruhi efek antihipertensi obat beta bloker, prasozin dan kaptopril (Wilmana & Gan, 2009).

Dosis

Menurut Furst & Ulrich (2011) pada dosis 2400 mg per hari, ibuprofen mempunyai efek antiinflamasi yang setara dengan 4 g aspirin. Sedangkan pada dosis yang lebih kecil (<2400 mg), ibuprofen efektif sebagai analgesik akan tetapi tidak sebagai anti inflamasi. Wilmana & Gan (2009) menyatakan bahwa dosis sebagai analgetik 4 kali 400 mg sehari tetapi sebaiknya dosis optimal pada tiap orang ditentukan secara individu. Ibuprofen tidak dianjurkan untuk wanita hamil dan menyusui. Ibuprofen dosis 200 mg dijual bebas di berbagai negara termasuk Indonesia dengan anggapan ibuprofen telah lama dikenal dan tidak menimbulkan efek samping serius pada dosis analgesik.

Sebaiknya ibuprofen diminum dalam keadaan perut kosong agar diperoleh efek yang lebih cepat namun bisa juga dimakan bersama dengan makanan dan minum dengan segelas air putih. Ibuprofen harus diminum sesuai dengan petunjuk

(28)

14

dokter atau yang tertera pada kemasan, jangan menambah atau mengurangi. Cara penyimpanan yang baik adalah disimpan dalam tempat yang kering dan jauhkan dari panas dan cahaya langsung serta jauhkan dari jangkauan anak-anak (Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kimia Farma, 2000). Sediaan

Ibuprofen oral tersedia dalam dosis kecil yang dijual dalam berbagai merk dagang. Untuk sediaan oral tersedia tablet 300 mg dan 400 mg. Selain itu terdapat juga sediaan krim topikal yang dapat meresap ke dalam fasia dan otot. Untuk sediaan gel cair, ibuprofen 400 mg dapat dengan cepat meredeakan nyeri gigi pasca operasi. Ibuprofen dapat juga diberikan secara intravena kepada seseorang (Furst & Ulrich, 2011).

Efek Samping

Furst dan Ulrich (2011) menyatakan bahwa efek samping penggunaan ibuprofen adalah dapat terjadi iritasi dan perdarahan saluran pencernaan, serta ruam, pruritus, tinitus, pusing, nyeri kepala, meningitis aseptik, dan retensi cairan. Menurut Wilmana dan Gan (2009) efek samping saluran cerna lebih ringan daripada aspirin.

Efek Toksik

Efek toksik ibuprofen adalah dapat terjadi efek hematologik seperti agranulositosis dan anemia aplastik, efek terhadap ginjal seperti gagal ginjal akut, nefritis interstitial dan sindrom nefrotik, serta dapat terjadi hepatitis (Furst & Ulrich, 2011).

2.1.2 Ketepatan Penggunaan Obat Penurun Panas

Pengobatan esensial adalah salah satu hal penting yang diperlukan untuk meningkatkan dan menjaga kesehatan. Oleh karena itu dalam penggunaannya harus mengikuti standar penggunaan obat secara rasional. Penggunaan obat secara rasional atau Rational use of drug menurut WHO (1985) adalah pasien menerima pengobatan yang sesuai sesuai dengan kebutuhan klinis mereka, pada dosis yang memenuhi kebutuhan mereka masing-masing dengan jangka waktu yang cukup dan pada biaya terendah untuk pasien dan komunitasnya. Pengobatan rasional

(29)

15

mencakup obat yang benar; tepat indikasi; tepat obat dengan mempertimbangkan keamanan, efektifitas, kecocokan dengan pasien dan biaya; tepat dosis, administrasi dan durasi; tidak ada kontraindikasi; pemberian obat yang tepat termasuk informasi yang tepat untuk pasien; dan kepatuhan pasien terhadap pengobatan. Rasionalitas penggunaan obat oleh dokter hanya memperbaiki separuh dari penggunaan obat yang seharusnya. Hal itu disebabkan karena pada penggunaan obat oleh konsumen, penggunaan obat bebas lebih sering dilakukan sebagai pilihan terapi dan orang-orang sering bergantung pada distribusi pengobatan informal. Untuk mencari dan mengetahui tentang pengobatan yang tidak rasional tersebut dibutuhkan informasi seperti tipe ketidakrasionalan pengobatan pada tiap negara dan daerah, jumlah ketidakrasionalan dalam pengobatan dan alasan mengapa obat-obatan digunakan secara irasional.

Pengggunaan obat bebas khususnya obat penurun panas merupakan hal yang sangat penting karena setiap orang yang mengalami demam hampir selalu menggunakan obat penurun panas untuk menurunkan suhu tubuh. Anak-anak merupakan golongan usia yang paling sering mengalami demam. Oleh karena itu orang tua khususnya ibu harus memiliki pengetahuan mengenai obat penurun panas sehingga dapat digunakan secara tepat. Terdapat beberapa ketepatan yang harus diperhatikan oleh masyarakat yaitu:

1. Tepat Indikasi

Obat penurun panas sebaiknya digunakan ketika suhu tubuh anak di atas 38°C. Penggunaan antipiretik dianjurkan hanya bila demam berhubungan dengan ketidaknyamanan (misalnya menangis berkepanjangan, iritabilitas, pengurangan aktivitas, selera makan menurun, sulit tidur). Baik dari pedoman WHO maupun NICE tidak menganjurkan penggunaan antipiretik secara rutin (Lubis et al., 2011).

2. Tepat Pemilihan Obat

Antipiretik yang disarankan untuk penanganan demam pada anak yaitu parasetamol dan ibuprofen. Penggunaan kombinasi keduanya atau bergantian tidak dianjurkan. Aspirin tidak dianjurkan karena berhubungan dengan resiko

(30)

16

terjadinya sindrom Reye (Lubis et al., 2011). Jika obat yang digunakan merupakan gabungan antara zat aktif antipiretik dengan zat aktif lain misalnya phenylpropanilamine HCl atau dexthromethrophan HBr, obat tersebut harus diberikan jika anak memiliki gejala penyerta seperti hidung tersumbat dan batuk.

3. Tepat Dosis dan Cara Pemberian Obat

Parasetamol oral dosis standar 10-15 mg/kgBB per dosis (maksimum 1 gram per dosis) diberikan 4-6 kali per hari. Dosis terapeutik maksimum 60 mg/kg per hari pada anak usia kurang dari 3 bulan dan 80 mg/kgBB per hari pada anak usia ≥3 bulan (maksimum 3 gram/hari). Dosis toksik parasetamol adalah 150 mg/kgBB pada dosis tunggal. Dosis ibuprofen oral yaitu 10 mg/kgBB per dosis (maksimal 800 mg per dosis) diberikan 3-4 kali per hari. Dosis terapeutik maksimum 30 mg/kgBB per hari (maksimal 1,2 gram/hari) dan dosis toksik ibuprofen adalah lebih dari 100 mg/kg per hari. Dosis antipiretik harus berdasarkan berat badan bukan berdasarkan usia. Pemberian parasetamol secara oral lebih disarankan daripada secara rektal. Penggunaan ibuprofen tidak disarankan ketika anak menderita demam disertai varicella dan dehidrasi. Penggunaan parasetamol dan ibuprofen tidak dikontraindikasikan pada anak demam dengan asma (Lubis et al., 2011).

4. Tepat Jangka Waktu atau Durasi Penggunaan Obat

Pengembangan Sumber Daya Manusia Kimia Farma (2000) menyatakan penggunaan pada orang dewasa sebaiknya tidak lebih dari 10 hari dan pada anak-anak di bawah 12 tahun tidak lebih dari lima kali sehari selama lebih dari lima hari. Penggunaan tanpa resep dokter tidak dianjurkan namun jika menggunakan tanpa resep dokter konsumen harus membaca baik-baik dan mematuhi aturan pakai pada label obat.

5. Tepat cara penyimpanan obat

Dalam penyimpanan obat perlu diperhatikan tanggal kadaluarsa dari obat tersebut. Pada bentuk sediaan obat sirup dapat bertahan maksimal 7 hari setelah

(31)

17

tutup botol dibuka. Parasetamol sebaiknya disimpan dalam keadaan tertutup ditempat yang kering dan tempat yang gelap karena peka terhadap cahaya, lembab dan udara. Cara penyimpanan ibuprofen yang baik adalah disimpan dalam tempat yang kering dan jauhkan dari panas dan cahaya langsung serta jauhkan dari jangkauan anak-anak (Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kimia Farma, 2000).

2.1.3 Gambaran Penggunaan Obat Penurun Panas oleh Orangtua pada Anak

Demam merupakan suatu gejala yang sering dialami orang setiap. Demam adalah suatu keadaan di mana suhu tubuh berada diatas normal yaitu di atas 38°C. Suhu tubuh yang dimaksud adalah suhu visera, hati dan otak yang dapat diukur lewat oral, aksila dan rektal (Ismodijanto, 2000). Demam merupakan alasan paling sering orang tua unutk membawa anaknya ke dokter. Menurut Crocetti (2001) 30% orang tua membawa anaknya ke dokter spesialis karena demam. Terdapat beberapa macam penanganan demam salah satunya adalah metode fisik yang biasanya dilakukan orang tua untuk menurunkan suhu anak diantaranya adalah memandikan, mengelap badan, pemaparan dengan air dingin, penggunaan selimut dingin atau kantong es dan menggosokkan tubuh dengan alkohol. Namun, penggunaan metode fisik tersebut tidak dianjurkan kecuali pada kasus hipertermia (Lubis et al., 2011).

Penggunaan obat penurun panas merupakan salah satu cara yang sering digunakan orang tua untuk menurunkan suhu tubuh ketika anak demam. Menurut penelitian Soedibyo dan Souvriyanti (2006) di Jakarta, sebanyak 57,6% orang tua memberikan antipiretik pada anak saat suhu aksila < 38°C dan 42,4% responden memberikan antipiretik pada suhu > 38°C. Hal ini menunjukan masih banyak orang tua yang belum mengetahui batasan demam pada anak sehingga penggunaan antipiretik menjadi berlebihan. World Health Organization (WHO) merekomendasikan penggunaan obat penurun panas pada anak usia 2 bulan hingga 5 tahun diberikan pada suhu rektal > 39°C. Untuk jenis antipiretik yang sering digunkan adalah parasetamol (57,7%). Parasetamol banyak digunakan karena mudah di temukan di toko obat dan harganya murah. Sumber informasi

(32)

18

tentang obat penurun panas sebanyak 48,7% berasal dari pengalaman sebelumnya, 38,5% berasal dari dokter dan lainnya berasal dari tenan/orang tua, iklan atau paramedis. Semua responden tidak mengetahui cara menghitung dosis obat yang diberikan dan tidak mengetahui tentang efek samping dari obat penurun panas yang diberikan pada responden.

Penelitian oleh Jannati (2009) di Jakarta menyatakan bahwa 52% responden menganggap anak mengalami demam ketika suhu mencapai > 37°C. Sumber informasi tentang demam paling banyak didapatkan dari orang tua (40,2%). Pengetahuan mengenai efek samping antipiretik sebanyak 51% didapatkan dari dokter lainnya berasal dari pengalaman sebelumnya, teman/orangtua, iklan dan paramedik. Sebanyak 65,7% orang tua menjawab dosis antipiretik adalah tiga kali sehari dan 62,7% menggunakan sendok takar obat ketika memberikan antipiretik pada anak. Sebanyak 58,8% orang tua tidak tahu mengenai kandungan zat aktif antipiretik. Sebanyak 64% responden tidak mengetahui tentang efek samping antipiretik. Responden paling banyak menjawab bahwa dosis maksimal pemberian antipiretik dalam sehari adalah tiga kali (60,8%). Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa 54,9% responden memberikan antipiretik saat demam. Hal ini menunjukkan antipiretik merupakan penanganan demam yang paling banyak diberikan orang tua kepada anak. Sebanyak 52% responden memberikan antipiretik ketika suhu anak mencapai di atas 38°C. Jenis antipiretik yang paling sering diberikan untuk anak paling banyak adalah parasetamol (50%) diikuti dengan Tempra® yang mengandung zat aktif asam asetil salisilat sebanyak 16% dan 12,7% menggunakan Panadol® yang mengandung zat aktif ibuprofen. Berdasarkan penelitian ini juga didapatkan bahwa orang tua dengan pendidikan menengah paling banyak menggunakan obat penurun panas diikuti orang tua dengan tingakt pendidikan tinggi dan rendah. Sebagian besar responden dari berbagai kelompok tingkat pendidikan memberikan antipiretik kepada anak sebelum membawa ke dokter.

Menurut penelitian oleh Atiq (2009) dengan responden yang sama dengan penelitian oleh Jannati (2009) didapatkan penggunaan obat penurun panas paling banyak digunakan oleh orang tua yang bekerja sebagai karyawan swasta (95,2%)

(33)

19

sedangkan paling sedikit digunakan oleh orang tua dengan pekerjaan wiraswasta (75%). Ibu rumah tangga yang menggunakan antipiretik adalah sebanyak 90,2%. Pada penelitian oleh Mufaza (2009) dengan responden yang sama didapatkan responden dengan tingkat sosioekonomi tinggi dan menengah hampir seluruhnya (94,4%) menggunakan obat penurun panas ketika anak demam. Sedangkan untuk responden dengan tingkat sosioekonomi rendah persentasenya sedikit lebih rendah yaitu 84,4%. Bisa disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam penggunaan obat penurun panas berdasarkan tingkat sosioekonomi.

2.2 Landasan Teori

Penggunaan dan peresepan obat secara rasional oleh dokter saja tidak akan memperbaiki penggunaan obat yang seharusnya tanpa diikuti oleh penggunaan obat oleh konsumen secara tepat karena banyaknya obat bebas yang beredar. Salah satu obat bebas yang banyak digunakan oleh masyarakat adalah antipiretik. Obat penurun panas atau antipiretik adalah obat yang digunakan untuk mengobati demam. Gejala demam paling sering dialami oleh anak. Oleh karena itu diperlukan ketepatan dalam penggunaan obat penurun panas oleh orang tua terutama ibu agar terciptanya rasionalitas dalam penggunaan obat oleh konsumen. Ketepatan dalam penggunaan obat penurun panas yaitu tepat indikasi, tepat pemilihan obat, tepat dosis dan cara pemberian obat, tepat jangka waktu atau durasi penggunaan obat serta tepat penyimpanan obat.

(34)

20

2.3 Kerangka Konsep

Ketepatan penggunaan obat penurun panas oleh ibu pada anak

 Tepat indikasi

 Tepat pemilihan obat

 Tepat dosis dan cara pemberian obat

 Tepat jangka waku atau durasi penggunaan obat

(35)

21

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan menggunakan jenis penelitian deskriptif non eskperimental untuk mengetahui ketepatan penggunaan obat penurun panas oleh ibu pada balita di desa Kebonrejo, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang.

3.2 Populasi dan Sampel

Populasi penelitian yang dilakukan adalah ibu yang memiliki balita di desa Kebonrejo, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang pada bulan Januari 2013. Sampel yang digunakan dalam penelitian diambil dengan metode consecutive sampling. Perhitungan besar sampel minimal digunakan rumus (Dahlan, 2010):

N = Zα2 x P x Q

d2 Keterangan :

N = Besar sampel Zα = Derivat baku alfa

P = Proporsi kategori variabel yang diteliti Q = 1-P d = Presisi N = (1,96)2 x 0,5 x 0,5 (0,1)2 N = 95 Pasien

Penetapan nilai judgement peneliti N x P > 5 Prevalensi sebesar 50% ± 10% = 40% - 60% Minimal 40% x 95 = 38

(36)

22 Maksimal 60% x 95 = 57

Besar sampel 95 boleh digunakan karena memenuhi syarat besar sampel untuk penelitian deskriptif kategorik.

Kriteria pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah : 1. Kriteria inklusi

a. Ibu yang memiliki balita di Desa Kebonrejo, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang.

b. Ibu pernah memberikan obat penurun panas pada balita 2. Kriteria eksklusi

a. Ibu tidak bersedia mengisi kuesioner.

Dari hasil penelitian didapatkan 120 responden yang memenuhi kriteria inklusi maupun eksklusi

3.3 Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini adalah ketepatan penggunaan obat penurun panas oleh ibu pada balita yang terdiri dari tepat indikasi, tepat pemilihan obat, tepat dosis dan cara pemberian obat, tepat jangka waktu atau durasi penggunaan obat serta tepat cara penyimpanan obat.

3.4 Definisi Operasional

3.4.1 Tepat Indikasi

Tepat indikasi adalah obat penurun panas sebaiknya digunakan ketika suhu tubuh anak di atas 38°C.

3.4.2 Tepat Pemilihan Obat

Tepat pemilihan obat adalah menggunakan antipiretik yang dianjurkan yaitu parasetamol dan ibuprofen. Aspirin tidak dianjurkan untuk anak usia dibawah usia 12 tahun karena berkaitan dengan resiko terjadinya sindrom Reye. Apabila menggunakan obat kombinasi harus sesuai dengan keadaan anak.

3.4.3 Tepat Dosis dan Cara Pemberian Obat

Parasetamol oral dosis standar 10-15 mg/kgBB per dosis (maksimum 1 gram per dosis) diberikan 4-6 kali per hari. Dosis terapeutik maksimum 60 mg/kg

(37)

23

perhari pada anak usia kurang dari 3 bulan dan 80 mg/kgBB per hari pada anak usia ≥3 bulan (maksimum 3 gram/hari) .Dosis ibuprofen oral yaitu 10 mg/kgBB per dosis (maksimal 800 mg per dosis) diberikan 3-4 kali per hari. Dosis terapeutik maksimum 30 mg/kgBB per hari (maksimal 1,2 gram/hari). Dosis antipiretik harus berdasarkan berat badan bukan berdasarkan usia. Bentuk sediaan obat yang bisa diberikan adalah tablet sirup dan puyer.

3.4.4 Tepat Jangka Waktu atau Durasi Penggunaan Obat

penggunaan obat penurun panas pada orang dewasa sebaiknya tidak boleh lebih dari 10 hari dan pada anak-anak di bawah 12 tahun tidak boleh menggunakan obat ini lebih dari lima kali sehari selama lebih dari lima hari. 3.4.5 Tepat Cara Penyimpanan Obat

Dalam penyimpanan obat perlu diperhatikan tanggal kadaluarsa dari obat tersebut. Pada bentuk sediaan obat sirup dapat bertahan maksimal 7 hari setelah tutup botol dibuka.

3.4.6 Balita

Bayi yang berada pada rentang usia 0-5 tahun.

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian adalah : 1. Kuesioner terhadap responden

Kuesioner yang digunakan adalah modifikasi dari kuesioner yang digunakan oleh Jannati (2009) yang berjudul Pengetahuan dan Perilaku Orang Tua dalam Pemberian Obat Penurun Panas pada Anak. Kuesioner yang digunakan berjumlah 15 pertanyaan untuk ketepatan pemberian obat penurun panas oleh ibu pada balita. Pertanyaan tepat indikasi berjumlah 4 pertanyaan, tepat pemilihan obat berjumlah 3 pertanyaan, tepat dosis dan cara pemberian obat berjumlah 3 pertanyaan, tepat jangka waktu atau durasi pengunaan obat berjumlah 2 pertanyaan serta pertanyaan mengenai cara penyimpanan obat berjumlah 3 pertanyaan.

(38)

24

3.6 Tahap Penelitian

3.7 Cara pengumpulan data

Cara pengambilan data yang dilakukan adalah dengan menggunakan kuesioner. Kuesioner akan dibagikan kepada subyek penelitian yang memenuhi kriteria di posyandu. Subyek penelitian akan diberikan penjelasan mengenai cara mengisi kuesioner. Subyek didampingi oleh peneliti atau kader saat pengisian kuesioner. Kader yang mendampingi pengisian kuesioner sebelumnya telah dilatih terlebih dahulu oleh peneliti. Pengumpulan kuesioner dilakukan oleh kader.

3.8 Rencana Analisis data

Data dari kuesioner yang telah dibagikan akan dianalisis dengan dengan metode statistik deskriptif menggunakan tabel yang memuat jumlah dan persentase dari keseluruhan data. Kemudian akan dibahas mengenai ketepatan penggunaan obat penurun panas pada ibu meliputi tepat indikasi, tepat pemilihan obat, tepat dosis dan cara pemberian obat, tepat jangka waktu atau durasi penggunaan obat serta tepat cara penyimpanan obat sehingga dapat diketahui apakah ibu balita telah menggunakan obat penurun panas secara tepat.

Mengembangkan instrumen penelitian Latar Belakang Penelitian Tujuan Penelitian Kerangka Konsep Pengumpulan Data Pengolahan dan Analisis Data Laporan Penelitian

(39)

25

3.9 Etika Penelitian

Peneliti meminta izin terlebih dahulu kepada Kepala desa Kebonrejo, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang dengan memberikan surat izin penelitian resmi dari Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia. Subjek penelitian diberikan informed consent atau persetujuan setelah penjelasan (PSP). Informed consent yang diberikan berupa lembar persetujuan yang diisi oleh subyek penelitian sehingga bersifat sukarela.

3.10 Jadwal Penelitian

Tahap Penelitian

Nov Des Jan-Sept

Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr

2011 2012 2013 Pengajuan judul  Penyusunan proposal   Seminar proposal  Permintaan izin penelitian  Pengumpulan data  

Analisis data dan penulisan hasil penelitian

 

Konsultasi hasil  

(40)

26

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

Pengumpulan data telah dilakukan di Desa Kebonrejo, Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang pada bulan Januari-Februari 2013. Data yang diambil adalah data dari hasil pengisian kuesioner oleh responden. Sampel yang digunakan adalah ibu yang memiliki balita di Desa Kebonrejo yang pernah sakit panas dan menggunakan obat penurun panas. Pada penelitian ini diambil jumlah sampel sebanyak 120 responden.

4.1.1 Karakteristik Wilayah

Desa Kebonrejo terletak di wilayah Kecamatan Salaman, Kabupaten Magelang, provinsi Jawa Tengah. Terdapat 9 dusun di desa Kebonrejo, yaitu dusun Kateki, Tanggulangin, Dilem, Bongasan, Mandiran, Kebonkliwon, Kemasan, Krandan dan Demangan. Luas wilayah Desa Kebonrejo adalah 552,24 Ha. Jumlah penduduk desa Kebonrejo pada tahun 2012 adalah 5638 jiwa. Jumlah KK sebanyak 1541. Wilayah desa Kebonrejo dibatasi oleh:

a. Sebelah Utara : Desa Banjarharjo b. Sebelah Timur : Desa Sidomulyo c. Sebelah Selatan : Desa Salaman d. Sebelah Barat : Desa Jebeng Sari

4.1.2. Karakteristik Responden

4.1.2.1. Klasifikasi Responden berdasarkan Usia

Berdasarkan pengisian identitas pada kuesioner, responden dibagi berdasarkan usia, dan hasilnya dapat dilihat dalam Tabel 1 dan Gambar 1 berikut.

(41)

27

Tabel 1. Klasifikasi Responden Berdasarkan Usia

No Usia Jumlah Persentase

1 17-25 tahun 33 27,5%

2 26-35 tahun 73 60,8%

3 >35 tahun 14 11,7%

Total 120 100%

Gambar 1. Klasifikasi Responden Berdasarkan Usia

Berdasarkan gambar dan tabel diatas dapat diketahui bahwa responden terbanyak ditemukan pada kelompok usia antara 26-35 tahun yaitu sebanyak 60,8% diikuti dengan kelompok usia 17-25 tahun sebanyak 27,5%. Persentase terkecil terdapat pada kelompok usia lebih dari 35 tahun yaitu sebanyak 11,7%.

4.1.2.2. Klasifikasi Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir

Sesuai dengan data kuesioner, persentase responden berdasarkan pendidikan terakhir yang ditempuh pasien dapat dilihat dalam Tabel 2 dan Gambar 2.

Tabel 2. Klasifikasi Responden Berdasakan Pendidikan Terakhir No Pendidikan Terakhir Jumlah Persentase

1 SD 34 28,3% 2 SMP 49 40,8% 3 SMA 37 30,8% Total 120 100% 27.5% 60.8% 11.7%

Pembagian Berdasarkan Usia

17-25 26-35 >35

(42)

28

Gambar 2. Klasifikasi Responden Berdasakan Pendidikan Terakhir

Berdasarkan data yang diperoleh, persentase terbanyak yaitu 40,8% terdapat pada pendidikan terakhir SMP. Tingkat pendidikan SD didapatkan sebanyak 28,3% sedangkan tingkat pendidikan SMA sebanyak 30,8%.

4.1.2.3. Klasifikasi Responden berdasarkan Pekerjaan

Data yang diperoleh berdasarkan pekerjaan responden saat ini dapat dilihat dalam Tabel 3 dan Gambar 3.

Tabel 3. Klasifikasi Responden Berdasarkan Pekerjaan

No Pekerjaan Jumlah Persentase

1 Ibu Rumah Tangga 101 84,1%

2 Karyawati 3 2,5% 3 Buruh 8 6,7% 4 Pedagang 2 1,7% 5 Swasta 6 5% Total 120 100% 28.3% 40.8% 30.8%

Pendidikan Terakhir

SD SMP SMA

(43)

29

Gambar 3. Klasifikasi Responden Berdasarkan Pekerjaan

Persentase pekerjaan responden didapatkan sebanyak 84,2% responden merupakan ibu rumah tangga. Sebanyak 15,8% responden memiliki pekerjaan di luar rumah yaitu 2,5% bekerja sebagai karyawati; 6,7% adalah buruh; 1,7% pedagang dan 5% swasta.

4.1.3. Ketepatan Penggunaan Obat Penurun Panas

Ketepatan penggunaan obat penurun panas dinilai berdasarkan 16 pertanyaan yang terdiri dari tepat indikasi, tepat pemilihan obat, tepat dosis dan cara pemberian obat, tepat durasi penggunaan obat dan tepat penyimpanan obat.

4.1.3.1. Ketepatan Indikasi

Pada kuesioner yang diberikan kepada responden terdapat empat pertanyaan mengenai ketepatan indikasi dengan satu pertanyaan inti tepat indikasi. Hasil yang didapatkan adalah sebagai berikut:

1. Pertanyaan 2

Pertanyaan 2 adalah pertanyaan mengenai cara responden dalam mengetahui bahwa balita sakit panas. Pada pertanyaan ini responden boleh menjawab lebih dari satu pertanyaan. Hasil dari pertanyaan 2 dapat dilihat dalam Tabel 4 berikut. 84.2% 2.5% 6.7% 1.7% 5%

Pekerjaan

Ibu Rumah Tangga Karyawati

Buruh Pedagang Swasta

(44)

30

Tabel 4. Cara Respon Mengetahui Balita Sakit Panas

No Cara mengetahui balita sakit panas Jumlah Persentase

1 Meraba dahi 67 55,8%

2 Meraba leher 15 12,5%

3 Termometer 7 5,8%

4 Meraba dahi dan leher 20 16,7%

5 Meraba dahi dan menggunakan termometer

6 5%

6 Meraba leher dan menggunakan termometer

2 1,7%

7 Meraba dahi, leher dan menggunakan termometer

3 2,5%

Total 120 100%

Berdasarkan data diatas didapatkan bahwa hanya 15% responden yang menggunakan termometer untuk mengetahui suhu balita.

2. Pertanyaan 3

Pertanyaan 3 adalah pertanyaan mengenai dimana responden meletakkan termometer saat mengukur suhu balita. Pertanyan ini dijawab jika pada pertanyaan 2 responden menjawab menggunakan termometer. Dari pertanyaan 2 didapatkan reponden yang menggunakan termometer sebanyak 18 responden sehingga hasil pertanyaan 3 merupakan data dari 18 responden. Hasil pertanyaan 3 dapat dilihat dalam Tabel 5.

Tabel 5. Letak Penggunaan Termometer No Letak Penggunaan

Termometer

Jumlah Persentase (dari 120 responden) Persentase (dari 18 responden) 1 Mulut 2 1,7% 11,1% 2 Ketiak 16 13,3% 88,9% Total 18 15% 100%

Hasil dari pertanyaan 3 didapatkan 88,9%% responden yang menggunakan termometer meletakkan termometer di ketiak balita sedangkan 11,1% meletakkan termometer di mulut balita.

(45)

31 3. Pertanyaan 4

Pertanyaan 4 adalah pertanyaan mengenai persepsi responden tentang suhu berapa dikatakan balita sakit panas. Pertanyaan ini juga dijawab jika responden menjawab termometer pada pertanyaan 2 sehingga hasil pertanyaan 4 didapatkan dari 18 responden. Hasil pertanyaan 4 dapat dilihat dalam tabel 6.

Tabel 6. Suhu Balita Sakit Panas No Suhu Balita Sakit

Panas Jumlah Persentase (dari 120 responden) Persentase (dari 18 responden) 1 >37°C 8 6,7% 44,4% 2 >38°C 8 6,7% 44,4% 3 >39°C 1 0,8% 5,6% 4 >40°C 1 0,8% 5,6% Total 18 15% 100%

Hasil dari pertanyaan 4 didapatkan suhu balita sakit panas menurut responden yang terbanyak adalah lebih dari 37°C dan lebih dari 38°C yaitu sebesar 44,4%. Responden yang menjawab suhu lebih dari 39°C dan 40°C masing-masing sebanyak 5,6%.

4. Pertanyaan 5

Pertanyaan 5 adalah pertanyaan mengenai kapan responden memutuskan menggunakan obat penurun panas pada balita. Hasilnya ditunjukkan dalam Tabel 7.

Tabel 7. Penggunaan Obat Penurun Panas

No Penggunaan Obat Penurun Panas Jumlah Persentase 1 Jika suhu termometer menunjukkan

anak panas

18 15%

2 Jika dahi diraba terasa panas 84 70%

3 Jika dokter menyuruh menggunakan obat

12 10%

4 Jika anak rewel 4 3,3%

5 Lainnya 2 1,7%

Total 120 100%

Hasil kuesioner didapatkan penggunaan obat penurun panas menurut responden dilakukan ketika dahi balita terasa panas yaitu sebanyak 70%

(46)

32

sedangkan ketika suhu menunjukkan anak sakit panas hanya sebesat 15%. Obat penurun panas digunakan ketika dokter menyuruh menggunakan obat sebnayak 10%, jika anak rewel ketika panas sebesar 3,3% dan alasan lainnya yaitu ketika memeriksakan balita ke bidan sebanyak 1,7%.

4.1.3.2. Ketepatan Pemilihan Obat

Pertanyaan untuk menilai ketepatan dalam pemilihan obat penurun panas berjumlah tiga pertanyaan dengan hasil sebagai berikut:

1. Pertanyaan 6

Pertanyaan ini menilai tentang ketepatan dalam pemilihan jenis obat penurun panas. Hasil kuesioner menyatakan 12 responden tidak mengisi jawaban sehingga dianggap missing data. Hasil pengisian 108 kuesioner didapatkan sebanyak 79 responden (73,1%) telah memilih jenis obat penurun panas dengan tepat. Jenis obat yang dipilih adalah parasetamol (89,9%) dan ibuprofen (10,1%). Sedangkan 29 responden (26,9%) tidak tepat dalam memilih obat penurun panas karena obat yang dipilih memiliki kandungan asetil salisilat yang tidak disarankan untuk digunakan oleh balita.

2. Pertanyaan 7

Pertanyaan 7 adalah pertanyaan mengenai darimana responden memperoleh obat penurun panas. Pada pertanyaan ini responden boleh memilih lebih dari satu pilihan. Hasil dari pertanyaan 7 dapat dilihat dalam Tabel 8.

Tabel 8. Darimana Responden Memperoleh Obat Penurun Panas No Darimana Responden Memperoleh Obat Penurun

Panas Jumlah Persentase 1 Dokter 65 54,2% 2 Membeli di apotek 39 32,5% 3 Membeli di warung/swalayan/supermarket 7 5,8% 4 Lainnya 1 0,8%

5 Dokter dan membeli di apotek 5 4,2%

6 Dokter dan membeli di warung 1 0,8%

7 Dokter,membeli di apotek dan warung 2 1,7%

(47)

33

Hasil pertanyaan 7 menunjukkan responden memperoleh obat penurun panas paling banyak yaitu berasal dari petugas kesehatan yaitu dokter (60,9%)

3. Pertanyaan 8

Pertanyan ini menunjukkan sumber informasi mengenai obat penurun panas yang diperoleh responden. Pada pertanyaan ini responden boleh menjawab lebih dari satu pilihan jawaban. Hasil yang didapatkan tercantum dalam Tabel 9.

Tabel 9. Sumber Informasi Mengenai Obat Penurun Panas No Sumber Informasi Jumlah (dari 120

responden) Persentase (dari 120 responden) 1 Kemasan obat 74 61,7% 2 Iklan di media 73 60,8% 3 Pemberi resep 71 59,2% 4 Petugas apotek 45 37,5% 5 Penjual di warung/toko 8 6,7% 6 Lingkungan 19 15,8% 7 Internet 3 2,5%

Informasi tentang obat penurun panas paling banyak didapatkan dari kemasan obat (61,7%) diikuti dengan informasi dari iklan media (60,8%). Televisi merupakan sumber media yang paling sering digunakan oleh responden. Selanjutnya sebanyak 59,2% responden mendapatkan informasi dari pemberi resep yaitu dokter dan bidan.

4.1.3.3 Ketepatan Dosis dan Cara Pemberian Obat

Pertanyaan mengenai tepat dosis dan cara pemberian obat berjumlah tiga pertanyaan dengan hasil sebagai berikut:

1. Pertanyaan 9

Pertanyaan ini menilai tentang ketepatan dosis obat yang diberikan responden kepada balita. Pertanyaan pertama mengenai frekuensi penggunaan obat penurun panas pada balita. Pada pertanyaan ini terdapat 13 responden yang tidak menjawab pertanyaan sehingga dianggap missing data. Tabel 10 berikut ini menunjukkan hasil jawaban dari 107 responden.

(48)

34

Tabel 10. Frekuensi Penggunaan Obat Penurun Panas dalam Sehari No Frekuensi Penggunaan Obat

Penurun Panas dalam Sehari

Jumlah Persentase

1 Tiga kali 98 91,6%

2 Dua kali 9 8,4%

Total 107 100%

Pertaanyaan kedua mengenai dosis pemberian obat penurun panas. Responden dapat mengisi dalam ukuran berapa sendok/tablet/bungkus puyer atau responden juga dapat menuliskan berapa miligram dosis obat jika tahu. Pada pertanyaan ini harus diketahui berat badan balita, dosis dan jenis obat yang digunakan responden. Responden yang mengisi data lengkap terdapat 74 orang. Hasil kuesioner dapat dilihat dalam Tabel 11.

Tabel 11. Ketepatan Dosis Obat Penurun Panas

No Ketepatan Dosis Obat Penurun Panas Jumlah Persen

1 Tepat 30 40,5%

2 Tidak Tepat 44 59,5%

Total 74 100%

Hasil kuesioner menunjukkan pemberian dosis obat penurun panas lebih banyak yang tidak tepat (59,5%) dibandingkan yang tepat (40,5%). Ketidaktepatan dosis obat lebih banyak karena under dose.

2. Pertanyaan 10

Pada pertanyaan 10 didapatkan hasil mengenai darimana responden mengetahui dosis obat yang secara rinci dapat dilihat dalam Tabel 12.

Tabel 12. Informasi Mengenai Dosis Obat Penurun Panas No Informasi Mengenai Dosis Obat Penurun

Panas

Jumlah Persentase 1 Sesuai yang tertera pada kemasan 61 50,8% 2 Sesuai anjuran pemberi resep sebelumnya 41 34,2%

3 Petugas apotek/toko obat 18 15%

Total 120 100%

Hasil pertanyaan 10 didapatkan responden memperoleh informasi mengenai dosis obat penurun panas paling banyak adalah dengan membaca

Referensi

Dokumen terkait

[r]

8, (fotokopi surat peringan I, peringan II peringan III) dan bukti penerimaan surat peringatan tersebut, Majelis Hakim berpendapat bahwa pelawan telah melakukan

Sehubungan dengan dilaksanakannya proses evaluasi dokumen penawaran dan dokumen kualifikasi, Kami selaku Panitia Pengadaan Barang dan Jasa APBD-P T. A 2012 Dinas Bina Marga

6.1 Mempraktikkan kombinasi gerak dasar jalan, lari dan lompat dengan koordinasi yang baik dalam permainan sederhana, serta nilai kerjasama, toleransi, kejujuran,

Logo Dragon Bomb menggambarkan gambar minuman yaitu Dragon Bomb itu sendiri di gelas nya terdapat gambar naga yang sedang tersenyum yang artinya bahwa Dragon

Variasi rasa produk baru ini telah dijual dipasaran dan mendapat respon lebih baik dari rasa sebelumnya yaitu rasa original, Dengan bantuan alat pengemasan

Hasil pengujian dan perhitungan di hasil pengujian tarik pada benda uji Pelat baja baik yang mengalami perlakuan dipantai dalam waktu 2, 4, 6 bulan dengan jarak 1 Km maupun

(2004), adanya penetrasi gas oksigen akan memacu berkembangnya mikroba aerobik untuk tumbuh. Kapang adalah jenis mikroba yang diindikasikan dapat tumbuh di area