• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.5 Pembahasan

Pola Komunikasi Remaja

Subjek A Subjek B Subjek C Subjek D Subjek E Subjek F

Agama Kristen Islam Kristen Islam Islam Kristen

Komuni- kasi Intra Personal Rajin beribadah ke gereja. Jarang beribadah Tidak pernah beribadah Rajin beribadah Rajin beribadah Rajin beribadah Komuni- kasi Antar Pribadi Dengan teman Dengan teman Dengan teman

Dengan Ibu Dengan Ibu dan teman Dengan teman Komuni- kasi Massa Tidak pernah membaca atau menonton video pornografi Pernah menonton/ mengakses ,maupun membaca buku – yang berkaitan dengan pornografi Sering mengakses situs– situs pornografi maupun menonton video pornografi Tidak pernah menonton maupun membaca buku – buku yang berkaitan dengan pornografi tidak pernah Tidak pernah

Dari hasil wawancara yang di lakukan dapat di ketahui bahwa komunikasi remaja pelaku seks pra–nikah adalah bahwa kebanyakan remaja melakukan komunikasi antar pribadi dengan teman atau sahabat. Remaja menganggap bahwa bercerita atau sharing dengan teman atau sahabat lebih menyenangkan, dari pada dengan orang tua, itu disebabkan karena minimnya komunikasi informan dengan orang tua, serta karena kesibukan daripada orang tua informan yang membuat informan memilih untuk bercerita dengan teman ataupun sahabatnya. Ini terjadi pada informan A, B, C dan F. Komunikasi yang mereka lakukan berupa curhat

atau sharing. Komunikasi antar pribadi yang terjadi diantara mereka dengan teman–temannya sangat dekat dan efektif. Hal–hal yang sering didiskusikan dalam komunikasi remaja adalah mengenai masalah muda–mudi seperti cinta maupun curhat tentang bagaimana hubungan mereka dengan keluarga.

Komunikasi tersebut dilakukan hampir setiap hari dan hubungan yang terjadi diantara remaja dan teman – temannya cukup terjalin dengan baik. Akan tetapi tidak menjamin komunikasi tersebut memberikan pengaruh yang baik bagi remaja tersebut. Ada beberapa pesan–pesan yang memang malah menjerumuskan mereka kedalam perilaku yang negatif. Remaja tidak memikirkan positif maupun negatif dari pesan–pesan yang di sampaikan dari para sahabatnya. Rendahnya komunikasi didalam keluarga merupakan faktor utama terjadinya pergaulan yang tidak sehat dikalangan remaja. Ini terjadi pada Informan C yang terpengaruh oleh dorongan teman – temannya untuk melakukan hubungan seks pranikah. Informan C sudah tidak perduli lagi dengan apapun, sekalipun dia tahu itu merupakan hal yang tidak baik untuk di lakukan, akan tetapi karena dia merasa sudah tidak lagi di perdulikan khususnya oleh kedua orangtuanya, dengan terpaksa dia ikut dengan apapun saran dari teman – temannya sekalipun itu untuk melakukan hubungan seks dengan sang pacar. Berbeda dengan Informan D dan E mereka cenderung terbuka dengan ibu mereka. Hubungan mereka dengan orang tuanya cukup baik, begitu juga komunikasi didalam keluarga mereka. Hal–hal yang sering di diskusikan adalah mengenai cita – cita, masa depan dan juga mengenai masalah didalam perkuliahan. Informan D dan E termasuk anak yang taat beribadah, nilai

–nilai agama yang orang tua mereka berikan selalu mereka laksanakan. Komunikasi yang cukup efektif yang di lakukan dalam keluarga informan D dan informan E tidak begitu memiliki pengaruh bagi mereka, khususnya didalam pergaulan mereka.

Komunikasi keluarga yang cukup terjalin disini, tidak terlalu memberikan dampak yang positif bagi pergaulan remaja, disebabkan karena para remaja tidak secara keseluruhan terbuka terhadap orangtuanya, khususnya kepada ibu. Mereka menganggap bahwa mereka juga memiliki privasi yang tidak harus dikatakan kepada orangtua. Seperti informan D yang mengaku tidak ingin membahas tentang hubungannya dengan sang pacar, Informan D menganggap bahwa itu tidak penting untuk di bicarakan kepada orangtua. Para orang tua juga yang kurang memberikan pengetahuan yang cukup tentang masalah seksual juga membuat para anak menjadi enggan untuk berbicara. Karena sifat mereka yang tertutup demikian menyebabkan mereka terjerumus kedalam perilaku seks pranikah.

Alasan Remaja melakukan hubungan seksual pranikah adalah :

Alasan remaja : Karakteristiknya :

Kurang perhatian dan dukungan keluarga

( Informan A, B, dan F )

• Orang tua tidak pernah berada di

rumah ( Informan C )

Keluarga Broken home( Informan

A dan F )

• Orang tua sibuk dengan urusan

kerja ( Informan B )

Pengaruh teman ( Informan C )

Informan A )

• Di ejek ( kuper ) ( Informan C )

• Di dorong untuk melakukan (

Informan C )

Media massa ( Informan B dan C )

Persepsi terhadap pacaran ( Informan C )

• Menonton video atau film porno

Informan B dan C )

• Mengoleksi majalah dewasa (

Informan B dan C )

Mengangap pacaran untuk happy

& fun ( Informan C )

Pertama, Alasan remaja melakukan melakukan hubungan seks pra nikah

di adalah karena kurangnya perhatian dan dukungan keluarga terhadap informan dalam menyelesaikan persoalan – persoalan yang di hadapinya. Hasil wawancara dengan Informan A, B, C dan F menunjukkan bahwa mereka sangat membutuhkan dukungan keluarga, mereka sangat butuh kasih sayang dan diperhatikan. Orang tua B kerap sekali bertengkar sehingga membuat B tidak betah berada di rumah, dan lebih memilih mampir ke kost –kosan pacar sepulang dari sekolah. Hal ini terbukti dari hasil wawancara peneliti terhadap informan B yang mengatakan

” Awalnya dulu saya cuma mau membersihkan kamar pacar saya aja kak datang ke kosannya, cuma lama kelamaan, terjadilah perbuatan itu. Jadi ketagihan gitu, gak tau kenapa.10)

10)

Di tambah lagi pendidikan orang tuanya yang terlalu otoriter dan bahkan akan menjodohkannya dengan laki–laki yang lain membuat B lebih memilih sang pacar.

Begitu juga pada Informan A mengalami hal yang sama dia melakukan seks pranikah disebabkan karena kurangnya perhatian dari orang tua, sejak kelas dua SMP orang tuanya cerai, kemudian pada saat dia duduk dibangku kelas satu SMA ibunya menikah lagi dan memilih tinggal di Jakarta bersama suami barunya. Sejak saat itu A tidak punya siapa-siapa lagi yang mau mendengarkan segala keluh kesahnya. Hal ini terbukti dari hasil wawancara peneliti terhadap informan yang mengatakan

” Kedua orang tua saya sudah lama bercerai kak, ayah saya sudah menikah lagi, begitu juga dengan ibu menikah lagi dengan laki – laki asal Jakarta. Dan beliau ikut suami barunya ke sana 11)

Santrock (1995) mengatakan bahwa faktor keluarga memang sangat berperan dalam pembentukan perilaku menyimpang pada remaja, gangguan- gangguan atau kelainan orang tua dalam menerapkan dukungan keluarga dan praktek-praktek manajemen secara konsisten diketahui berkaitan dengan perilaku anti sosial anak-anak remaja. Melalui penelitiannya dengan Warsak (1979) pada para remaja di Amerika Santrock menegaskan fenomena overproteksi dari orang tua, rejected child dan lain sebagainya sebagai akibat pengasuhan orang tua yang otoriter dapat mengakibatkan anak-anak terganggu kemampuannya dalam tingkah laku sosial. Masa remaja memang masa yang sangat rentan memunculkan perilaku kenakalan terlebih perilaku seks. Freud dalam Kaplan& Sadock (1997) menyebut masa remaja sebagai masa genital, yaitu energi libido atau seksual yang pada

11)

masa remaja bersifat laten kini hidup kembali. Pendapat freud ini ini deperkuat oleh pendapat Aristoteles dalam Sarwono (2001) tentang sifat remaja yang sampai saat ini masih dianggap benar, menurutnya:

Orang-orang muda punya hasrat-hasrat yang sangat kuat dan mereka cenderung untuk memenuhi hasrat-hasrat itu semaunya tanpa membeda bedakan dari hasrat yang ada pada tubuh mereka, hasrat seksual lah yang paling mendesak dan dalam hal inilah mereka menunjukkan hilangnya kontrol diri.

Keberadaan remaja yang secara psikologis telah mengalami kematangan secara seksual ini jelas sangat membutuhkan arahan dari orang-orang yang dekat dengan dirinya, telebih orang tua, sehingga mereka tidak terjerumus kedalam perilaku seks pranikah.

Kedua, selain faktor kurangnya perhatian perilaku seks pranikah

dikalangan remaja juga dapat disebabkan oleh pengaruh teman-teman sebaya dan oleh lingkungan sosial mereka. Besarnya pengaruh lingkungan sosial dalam mengantarkan remaja terjerumus kedalam perilaku seks pranikah dapat kita lihat pada kasus informan C. Dia mulai melakukan seks pranikah, disebabkan karena dia mengalami kebingungan saat ditinggal oleh pacarnya, kemudian C meminta saran pada teman-temannya, dan dari teman-temannya itulah informan C mendapatkan solusi yang justru malah menjerumuskannya pada perilaku seks pranikah. Karena bagi informan C saran teman-temannya bisa menghilangkan beban dia karena ditinggal oleh pacar maka C pun mengadopsi pemikiran teman- temannya yang menurut teman-temannya pacaran itu adalah untuk memperoleh

kesenangan. Hal ini terbukti dari hasil wawancara peneliti terhadapa informan yang mengatakan

” dulu waktu aku di tinggal pertama kali sama pacar aku waktu SMP, aku bingung gak tau mau curhat ama siapa. Saat itu aku merasa sedih kak, kayak udah gak ada semangat lagi, karena aku sayang banget ama pacar aku itu, tapi ternyata dia tega ninggalin aku, dia selingkuh dengan teman sekelas aku sendiri. Bisa kakak bayangin kak. Lalu aku ceritakan semuanya pada teman- temanku, karena cuma sama mereka lah aku selalu cerita kak, tapi ternyata mereka bukannya memberikan solusi, malah menertawakan aku pada saat itu, dan mereka bilang “ kalau pacaran itu gak usah terlalu serius kali “. Karena teman – teman aku pada bilang begitu, ya udah pada akhirnya aku mendengarkan semua omongan mereka, dan sejak saat itu lah aku mulai agak berani dengan cowok dan kondisinya seperti sekarang ini. Habis kalau gak ikut teman mau ikut siapa lagi kak, orang tua juga gak perduli dengan siapa aku bergaul dan dengan siapa aku menjalin hubungan ( pacaran) 12)

12)

Hasil wawancara pada tanggal 22 Februari 2011

Ketiga, Selain dari kurangnya perhatian dari orang tua serta dorongan

yang diberikan oleh teman–teman, faktor yang sangat memperngaruhi adalah media massa. Dua dari enam informan suka menonton video yang sebenarnya tidak layak untuk di tonton serta mengoleksi buku–buku majalah dewasa, seperti yang di lakukan informan B yang mau menonton film yang sebenarnya layak di tonton oleh orang dewasa, yang mana pada akhirnya mereka mempraktekkannya atau melakukannya di kost–kosan sang pacar. Hal ini terbukti dari hasil wawancara peneliti terhadap informan yang mengatakan

” Jadi begini ceritanya kak, selain membuktikan rasa cinta, awalnya dulu aku sama pacar sering nonton video porno gitu di kost – kost-an nya, setelah kejadian itu aku dan pacar langsung mempraktekkannya, hehehe ( informan tersenyum bangga )

Begitu juga dengan informan C yang tidak berbeda dengan informan B, informan C juga sering mengakses situs–situs pornografi melalui internet. Hal ini juga terbukti dari hasil wawancara peneliti terhadap informan yang mengatakan

” Pengen aja kak, hehehe… ( subjek tersenyum), aku udah gak perduli lagi kak dengan apapun. Kalau lagi gak ada kerjaan aku sering nonton video hot ama teman – teman kak, kadang juga sama pacar, aku juga suka mengakses situs – situs yang “ gimana gitu” dari internet, jadi pengen aja mencoba untuk mempraktekkannya. Penasaran kak.

Jadi faktor media massa juga sangat mempengaruhi remaja sehingga terjerumus kedalam perilaku seks pranikah.

Keempat, selain faktor - faktor eksternal diatas, perilaku seksual pranikah

dikalangan remaja juga bisa disebabkan oleh adanya pemaknaan yang keliru dikalangan remaja terhadap makna pacaran, pacaran tidak lagi diartikan sebagai proses penjajakan terhadap lawan jenis menuju jenjang yang lebih tinggi yaitu pernikahan, tetapi pacaran telah mengalami pergeseran makna pada remaja. Pergeseran makna pacaran ini dapat kita lihat pada hasil wawancara dengan informan C. Informan C tidak pernah menjalin hubungan dengan laki-laki dalam jangka waktu yang relatif lama, karena bagi C pacaran itu hanya sekedar untuk happy bukan untuk cari suami. Hal ini terbukti dari hasil wawancara peneliti terhadap informan yang mengatakan

” Kalau tujuannnya hanya untuk Happy , ya….. gak perlu saling kenal lebih jauh lah kak, paling – paling kalau udah lama nanti saya tinggal. Yang penting saya memperoleh kepuasan dan enjoy aja dengan dia, namanya juga pacaran kak, bukan cari suami. Dulu juga waktu SMP aku pacaran sampai 2 tahun, tapi akhirnya dia ninggalin aku juga. Jadi, kalau sekarang sih daripada cowok yang ninggalin aku, lebih baik aku aja yang ninggalin cowok. Hehehe… ( Subjek tertawa ). Itu juga uda komitmen aku kak.

Pemahaman akan makna pacaran pada informan A, B, E dan F juga tidak berbeda dengan C. Informan A, B, E dan F menganggap bahwa menuruti pacar untuk melakukan hubungan seks pranikah adalah merupakan bentuk atau bukti kecintaannya kepada pacar, sehingga mereka rela memberikan kehormatannya agar tidak ditinggal oleh pacarnya.

Informan A yang mengatakan ” di sisi lain aku takut kehilangan pacar aku kak, kalau aku gak mau menuruti permintaannya. Aku takut tidak menemukan laki – laki sebaik dia yang selalu bisa mengerti aku, dan bisa menerima aku apa adanya dengan kondisi keluarga aku yang seperti ini. Walaupun aku harus membayarnya dengan melakukan itu.

Informan B yang mengatakan ” karena aku sayang sama pacar aku ini kak. Dulu pacar saya sempat bilang, bagaimana aku membuktikan rasa cinta aku dengan dia, lalu aku bilang apa pun aku akan lakukan asalkan itu bisa membuktikan kalau aku cinta sama dia, sekalipun itu melakukan hubungan layaknya suami istri.

Informan E yang mengatakan “setiap aku datang ke kost pacar, rasanya pengen aja untuk tetap melakukannya.

Informan F yang mengatakan “Aku juga gak tau kak, waktu itu aku dengan beberapa teman – teman aku pergi ke Parapat, kami pergi berpasang – pasangan. Dan kami pun menginap di sebuah hotel. Awalnya aku gak mau sih kak satu kamar dengan pacar aku ini, tapi ya begitu lah, namanya juga setan kak, gak bisa juga di tolak. Dan disitu lah awal aku melakukannya dengan dia.

Kartono (1998) mengatakan bahwa salah satu faktor penyebab munculnya perilaku menyimpang dikalangan remaja adalah disebabkan oleh kesalahan pengamatan dan pemahaman remaja terhadap perilaku yang dilakukannya. Terutama bagi informan D dan E, mereka yang berasal dari keluarga yang harmonis, yang melakukan komunikasi yang baik dengan orang tua, tetap terjerumus kepada perilaku seks pranikah, dikarenakan pemahaman yang salah terhadap makna pacaran itu sendiri.

Kesimpulan dari seluruh hasil wawancara :

Kesimpulan dari seluruh hasil wawancara peneliti terhadap informan bahwa dari keenam informan, terdapat tiga informan yaitu informan A, B, dan F yang sangat kurang dalam melakukan komunikasi dengan orang tua serta minimnya dukungan dan perhatian dari orang tua kepada mereka. Sedangkan tiga informan lainnya cukup dekat dengan orang tua, komunikasi yang dijalin juga baik, hanya saja mereka yang terlalu mudah dipengaruhi oleh teman- teman sehingga membuat mereka kurang terbuka terhadap orang tua khususnya masalah muda-mudi yang saat ini mereka jalani, mereka lebih memilih untuk bercerita dengan teman dibandingkan dengan orang tua, yang mana dari komunikasi yang remaja lakukan pada akhirnya berdampak negatif bagi mereka.

Komunikasi serta keterbukaan informan terhadap teman ataupun sahabat informan tidak selamanya menimbulkan efek yang positif bagi informan, karena ketebukaan sendiri ada batasnya, artinya perlu kita pertimbangkan kembali apakah menceritakan segala sesuatu tentang diri kita kepada orang lain akan menghasilkan efek positif bagi diri kita dengan orang tersebut. Beberapa penelitian menunjukan bahwa keterbukaan yang ekstrim akan memberikan efek negatif bagi hubungan. Ini terbukti bahwa keterbukaan yang ekstrim dari informan terhadap sahabat atupun teman–temannya justru malah mejerumuskan mereka kedalam perilaku yang negatif, dalam hal ini melakukan hubungan seksual sebelum menikah.

Faktor kurangnya komunikasi dengan para orang tua, pergaulan dengan teman atau lingkungan sosial, media massa, serta pemaknaan yang keliru terhadap makna pacaran itu sendiri merupakan alasan remaja melakukan hubungan seks pra-nikah dengan pasangan.

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah di lakukan oleh penulis, maka dapat di kemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut :

Pertama, Dari hasil penelitian dan pembahasan di BAB IV yang dilakukan peneliti di Lingkungan XXII Kelurahan Helvetia Tengah Kecamatan Medan Helvetia, menyimpulkan bahwa :

- Komunikasi antar pribadi yang dilakukan oleh remaja pelaku seks pra-

nikah terhadap teman–temannya terjalin dengan baik. Hal ini terbukti dari hasil penelitian penulis lakukan bahwa dari keenam informan, terdapat empat informan yang lebih memilih untuk melakukan komunikasi atau terbuka terhadap teman daripada dengan orang tua.

- Komunikasi Intra personal daripada informan juga tergolong dalam

kategori baik. Hal ini terbukti bahwa dari hasil penelitian yang peneliti lakukan terhadap enam informan terdapat empat informan yang rajin beribadah, informan aktif melakukan kegiatan muda- mudi di gereja bagi yang beragama kristen serta rajin melakukan sholat 5 waktu ataupun mengikuti kegiatan keagamaan bagi yang beragama islam.

- Komunikasi Massa daripada informan, hanya terdapat dua informan yang

pernah dan sering menonton video porno, mengakses situs-situs pornografi melalui internet serta mengoleksi majalah-majalah dewasa yang tidak layak untuk informan lihat.

Kedua, Alasan remaja untuk melakukan hubungan seksual sebelum menikah adalah,

- Kurangnya perhatian, komunikasi serta dukungan dari orang tua kepada

remaja dalam menyelesaikan masalah- masalah yang dihadapi oleh remaja. Tidak adanya dukungan, komunikasi serta perhatian mendorong para remaja menentukan langkah-langkah penyelesaian persoalan-persoalan yang dihadapinya menurut pemahamannya sendiri yang tidak jarang bertentangan dengan nilai-nilai sosial yang ada dalam masyarakat.

- Pengaruh teman sebaya ataupun lingkungan sosialnya. Ketidakpedulian

orang tua terhadap masalah yang dihadapi oleh remaja tidak jarang mengantarkan remaja untuk mencari solusi terhadap masalah yang dihadapinya kepada teman–teman sebayanya, dan tidak jarang pula para remaja justru mengadopsi cara-cara penyelesaian yang negatif dan tidak dibenarkan secara sosial.

- Media massa. Adanya media sangat berpengaruh terhadap perilaku remaja

dalam melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Televisi, majalah, video porno serta mudahnya mengakses situs-situs pornografi melalui internet membuat remaja tidak dapat mengontrol diri.

- Persepsi ataupun pemaknaan yang keliru bagi remaja terhadap makna

pacaran itu sendiri dan kesalahan remaja dalam memaknai pentingnya kesehatan reproduksi.

5.2 Saran

Berdasarkan penelitian dari hasil wawancara yang peneliti lakukan, peneliti mengemukakan saran–saran sebagai berikut :

5.2.1 Bagi remaja

1. Remaja hendaknya harus lebih terbuka terhadap orang tua khususnya ibu

agar lebih mengetahui tentang masalah seksual lebih dini.

2. Remaja hendaknya harus mampu mengendalikan diri didalam bergaul

untuk tidak terjerumus kedalam perilaku seks pra-nikah

3. Remaja hendaknya tidak mudah untuk dipengaruhi oleh teman-teman

dalam melakukan tindakan apapun khususnya untuk melakukan hubungan seksual.

5.2.2 Bagi Orang tua

1. Orang tua hendaknya dapat memahami keberadaan remaja yang secara psikologis masih sangat rentan terhadap pengaruh-pengaruh perkembangan teknologi, informasi dan globalisasi sehingga mereka sangat membutuhkan perhatian dan dukungan dari orang tua dalam menghadapi persoalan-persoalan yang dihadapinya, mengingat masa remaja adalah masa pencarian jati diri, masa remaja adalah masa yang sulit, karena secara psikologis remaja sangat disibukkan dengan perkembangan fisik yang terjadi pada dirinya. Dalam kondisi demikian jika tanpa adanya perhatian dan dukungan dari orang tua remaja akan memberi pencitraan pada dirinya yang tidak jarang bertentangan dengan nilai-nilai sosial.

2. Orang tua harus mengupayakan sebuah komunikasi yang hangat bagi para remaja. Suasana rumah yang membuat remaja betah tinggal dirumah dan tidak merasa takut menceritakan persoalan-persoalan yang dihadapinya terlebih yang berkaitan dengan hubungan pada lawan jenis. Dengan terjalinnya komunikasi yang baik diharapkan remaja akan memperoleh informasi yang benar dalam memenui dorongan-dorongan seksualnya yang secara psikologis memang mengalami peningkatan pada fase ini

3. Pendidikan seks juga perlu diberikan oleh para orang tua agar para remaja dapat memahami akan pentingnya kesehatan reproduksi bagi mereka, dan yang tidak kalah penting hendaknya para orang tua memberi pendidikan agama kepada para remaja sebagai bekal dalam menghadapi pengaruh-pengaruh negatif dari lingkungan sosialnya.

DAFTAR PUSTAKA

Alsa., A. 2003. Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif serta Kombinasinya dalam Penelitian Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian:Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT. Rineka Cipta

Birowo, Antonius. 2004. Metode Penelitian Komunikasi. Yogyakarta : Gitanyali Bogdan. R. & Taylor, S. 1993. Kualitatif (Dasar-dasar Penelitian) (terjemahan),

Surabaya: Usaha Nasional

Cangara, Hafied. 2003. Pengantar ilmu Komunikasi. Jakarta : Raja Grafindo Djamarah, Syaiful Bahri. 2004. Pola Komunikasi Orang tua & Anak dalam

Keluarga. Jakarta : Rineka Cipta

Effendy, Onong Uchjana. 2003. Imu, Teori, Dan Filsafat Komunikasi. Bandung : PT Citra Aditya Bakti.

2005. ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Evelyn Suleeman. 1990. ”Komunikasi dalam Keluarga” Tapi Omas Ihromi (Ed), Para Ibu Yang Berperan Tunggal Dan Yang Berperan Ganda. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Furchan, Arief. 1992. Pengantar metoda penelitian kualitaif, Surabaya : Usaha Nasional

Green L.W,Kreuter M.W. 2000. Health Promotion Planning An educational adn Environmental Approach. Maylield Publishing Company.

Gunarsa Y.S.D. 2002. Psikologi Remaja. Jakarta : Gunung Mulia.

Hurlock, E. B. 2004. Adolescent Development, Fourth Edition. Tokyo: Mc Graw- Hill.

Idayanti N. 2002. Hubungan antara Religiusitas dengan Perilaku Seksual Remaja yang Sedang Pacaran.

http://digilib.itb.ac.id/gdl.php?mod=browse&op=read&id=jiptumm-gdl-

Dokumen terkait