• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Karekteristik Perawat Pelaksana

Hasil penelitian tentang karakteristik perawat pelaksana diperoleh data bahwa sebagian besar perawat pelaksana adalah perempuan sebanyak 84,1%

sebanyak 52,3%. Perawat pelaksana yang beragama Islam sebanyak 50,5% dengan suku terbanyak adalah batak yaitu 69,2 %. Pendidikan terakhir perawat pelaksana sebagian besar adalah DIII keperawatan sebanyak 70,1% dengan lama kerja di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan >3 tahun sebanyak 57%. Hasil penelitian tentang karakteristik demografi di atas dapat di lihat pada Tabel 5.1.1.

Tabel 5.1.1

Distribusi Frekuensi dan Persentase berdasarkan Karakteristik Demografi Perawat Pelaksana di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan berjumlah 107 perawat pelaksana.

Karakteristik Responden Frekuensi (f) Persentase (%) Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Usia 17-25 tahun 26-35 tahun 36-45 tahun 46-55 tahun 56-65 tahun Status Pernikahan Belum Menikah Menikah Agama Islam Kristen Suku Batak Jawa Minang Melayu Nias Pendidikan terakhir SPK D-III Keperawatan S-1 Keperawatan Lama Kerja 0-1 tahun 1-3 tahun >3 tahun 17 90 34 44 19 8 2 56 51 54 53 74 29 2 1 1 5 75 27 15 31 61 15,9 84,1 31,8 41,1 17,8 7,5 1,9 52,3 47,7 50,5 49,5 69,2 27,1 1,9 0,9 0,9 4,7 70,1 25,2 14 29 57 47

5.1.2 Pelaksanaan Pendidikan Pasien dan Keluarga (PPK)

Hasil penelitian tentang pelaksanaan PPK diperoleh data bahwa seluruh perawat pelaksana diruang rawat inap Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan melaksanakan PPK . Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.1.2.

Tabel 5.1.2

Distribusi Frekuensi dan Persentasi Pelaksanaan Pendidikan Pasien dan Keluarga (PPK) yang Dilakukan oleh Perawat di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan.

Pelaksanaan Pendidikan Pasien dan Keluarga Frekuensi (f) Presentase (%) (PPK)

Dilakukan 107 100

Hasil penelitian yang didapat bahwa seluruh perawat pelaksana diruang rawat inap Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan melaksanakan PPK pada standar 1, 2, 3, 5 dan 6. Sementara pada standar ke-4 sebagian besar perawat pelaksana melaksanakan PPK yaitu sebanyak 91,6 %.

Tabel 5.1.3

Distribusi Frekuensi dan Persentasi Standar Pelaksanaan Pendidikan Pasien dan Keluarga (PPK) yang Dilakukan oleh Perawat di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan.

No. Standar Pelaksanaan PPK Dilakukan Tidak Dilakukan

f % f %

1. Penyediaan pendidikan dalam pengambilan keputusan dan proses pelayanan

107 100 - - 48

3. Pemenuhan kesehatan berkelanjutan 107 100 - - 4. PPK tentang manajemen nyeri dan teknik

rehabilitasi

98 91,6 9 8,4 5. Metode PPK untuk mempertimbangkan

nilai-nilai dan pilihan pasien serta interaksi pasien dan keluarga

107 100 - -

6. Pemberian pendidikan dilakukan secara kolaborasi oleh tenaga kesehatan

107 100 - -

5.2 Pembahasan

5.2.1 Pelaksanaan Pendidikan Pasien dan Keluarga (PPK) yang Dilakukan oleh Perawat di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan

Hasil penelitian diperoleh data bahwa jumlah perawat yang melaksanakan PPK sebanyak 100%. Hal ini menunjukkan bahwa PPK di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan telah dilaksanakan oleh perawat pelaksana dan perawat pelaksana telah melaksanakan perannya sebagai pendidik (educator) kepada pasien. Hasil tersebut didukung oleh penelitian Kelo, Martikanen dan Erikson (2013) tentang Patient Education of Children and Their Families: Nurses’ Experiencer dari 45 perawat, bahwa perawat yang melaksanakan pendidikan kepada pasien dan keluarga mencapai 71,1%. Hal ini dikarenakan dalam memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga serta bagaimana penerimaan edukasi dari pasien dan keluarga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kebudayaan, kondisi penyakit si pasien, situasi keluarga saat itu dan sumber daya yang ada seperti manusia, materi yang berhubungan dan sistem pengorganisasian.

Hapsari, Adriana dan Simamora (2013) mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi peran perawat sebagai edukator adalah kondisi pasien,

kebudayaan pasien, bahasa yang digunakan pasien sehari-hari dan kesiapan pasien/ keluarga pasien dalam menerima pengajaran dari perawat.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hapsari, Adriana dan Simamora (2013) menunjukkan hasil yang berbeda dengan penelitian yang dilakukan peneliti di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan dan penelitian Kelo, Martikanen dan Erikson yaitu perawat yang melaksanakan perannya sebagai pendidik (educator) hanya mencapai 36%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa perawat belum melaksanakan perannya sebagai pendidik (eductor) secara optimal dikarenakan dalam memberikan penjelasan terkait kesehatan pasien hanya mencapai 24%.

Pemberian informasi kepada pasien dan keluarga harus didasari oleh bekal pengetahuan dimana untuk dapat melaksanakan peran sebagai pendidik (educator)

salah satu syarat yang harus dimiliki seorang perawat adalah wawasan ilmu pengetahuan. Perawat harus memiliki pengetahuan yang luas dalam memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarga sebagai upaya untuk mempengaruhi orang lain agar dapat berperilaku sesuai dengan yang diharapkan (Mubarak & Chayatin, 2009).

Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan peran perawat sebagai edukator selain pengetahuan adalah faktor usia, pendidikan, lama kerja dan sikap yang dapat mempengaruhi pelaksanaan peran perawat dalam memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarga.

Hasil penelitian terkait dengan usia perawat pelaksana yang bekerja diruang rawat inap Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan menunjukkan bahwa mayoritas perawat pelaksana berada pada rentang usia 26-36 tahun yaitu sebanyak (41,1,%). Data ini memberi gambaran bahwa sebagian besar perawat yang ada di diruang rawat inap Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan berada pada tahap usia produktif dimana seseorang berada pada puncak aktivitasnya pada usia tersebut. Begitu juga dengan penelitian Kelo, Martikanen dan Erikson (2013) yang menyatakan bahwa sebanyak 45 perawat berada pada rentang usia 20-60 tahun. Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperoleh akan semakin baik (Notoadmodjo, 2007).

Pendidikan, pelatihan, pengalaman dan kesehatan mempengaruhi kemampuan dan sikap kerja seseorang (Ali, 2009). Terkait dengan pendidikan serta pengalaman, pendidikan terakhir perawat pelaksana diruang rawat inap Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan mayoritas adalah D-III dengan lama kerja barada pada rentang >3 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa perawat pelaksana memiliki pengalaman yang cukup untuk memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarga dimana semakin lama bekerja semakin banyak pengalaman dan pengetahuan yang didapatkan.

Perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit TK II Putri Hijau Medan yang menyediakan pendidikan dalam pengambilan keputusan dan proses pelayanan mencapai persentase sebanyak 100 % . Hal ini menunjukkan bahwa seluruh perawat pelaksana telah memberikan PPK diruang rawat inap sesuai 51

pelayanan, kebutuhan pasien dan mengikutsertakan pasien dan keluarga dalam pengambilan keputusan asuhan (KARS, 2012). Pada The Patient Care Partnership (sebelumnya dikenal sebagai A Patient’s Bill of Right), American Hospital Association (2003 dalam Potter & Perry, 2010) menyatakan bahwa pasien berhak mengambil keputusan tentang pelayanannya setelah menerima informasi yang cukup. Informasi tersebut harus akurat, lengkap, dan sesuai dengan kebutuhan pasien.

Perawat pelaksana yang mengikutsertakan pasien dan keluarga dalam pengambilan keputusan memiliki persentase terendah dibandingkan dengan yang lain yaitu sebanyak 88,8 %. Menurut penelitian mengenai Implementation of an evidence-based education practice change for patients with cancer mengatakan bahwa untuk menambah semangat pasien penting untuk membawa keluarga atau teman atau pengasuh dalam pemberian edukasi kepada pasien dan pada saat terapi pertama pasien.

Kesiapan pasien dan keluarga tentang informasi dapat diketahui oleh perawat dengan melakukan pengkajian kebutuhan pendidikan pasien. Pengkajian merupakan hal pertama yang dilakukan oleh perawat yang merupakan kunci membuat keputusan klinis, mengetahui keadaan pasien, serta masalah pasien (Potter & Perry, 2005). Pengkajian meliputi keyakinan dan nilai-nilai pasien dan keluarga, kemampuan membaca pasien dan keluarga, bahasa yang digunakan pasien dan keluarga saat berkomunikasi, tingkat pendidikan pasien dan keluarga, hambatan emosional pasien dan keluarga, motivasi belajar yang dimiliki pasien 52

dan keluarga serta kesediaan pasien dan keluarga untuk menerima informasi (KARS, 2012).

Rebecca, Cailouet dan Guererro (2012) mengatakan bahwa dalam mengembangkan program pendidikan pasien, tingkat pemahaman, kendala bahasa, buta huruf, cacat komunikasi, dan metode pembelajaran disukai harus dipertimbangkan. Perawat harus memperhatikan tanda-tanda isu-isu tersebut. Oleh karena itu, pengkajian kebutuhan pendidikan pasien adalah penting dilakukan.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh data bahwa perawat pelaksana diruang rawat inap Rumah Sakit Putri Hijau Medan yang melaksanakan pengkajian kebutuhan pendidikan pasien mencapai 100% . Meskipun begitu, pengkajian mengenai motivasi belajar yang dimiliki pasien yaitu sebanyak 82,2% harus ditingkatkan.

Menurut Potter dan Perry (2010) dalam mengkaji motivasi belajar pasien perlu dilakukan pengkajian faktor motivasional yang terdiri dari perilaku (tingkat perhatian, kecenderungan untuk bertanya, memori dan kemampuan untuk berkonsenterasi selama sesi pengajaran), kepercayaan tentang kesehatan dan latar belakang sosial budaya, persepsi tentang keparahan dan kerentanan terhadap masalah kesehatan serta keuntungan dan batasan terhadap terapi, kemampuan yang dirasakan untuk melakukan perilaku kesehatan, keinginan belajar, sikap tentang penyelenggaraan layanan kesehatan (contoh : peran klien dan perawat dalam mengambil keputusan), pilihan gaya belajar, pasien yang belajar melalui 53

penglihatan dan pendengaran akan memperoleh keuntungan dari pengajaran lewat video. Hal itu untuk menentukan kesediaan dan kesiapan pasien untuk belajar.

Hasil penelitian Hartono, Cahyati dan Riyana (2014) tidak sejalan dengan peneliti yaitu pada tahap persiapan, didapatkan hasil bahwa sebagian besar perawat (71,5%) belum melakukan persiapan pendidikan kesehatan yang akan dilakukan dengan benar karena kegiatan persiapan pendidikan kesehatan yang menyangkut pengkajian pengetahuan dasar klien tentang hal yang akan dijelaskan, persiapan lingkungan, persiapan Satuan Acara Penyuluhan (SAP), pembuatan media pembelajaran, belum dilakukan dengan optimal. Sebagian besar perawat melakukan pendidikan kesehatan terhadap pasien dengan sistem dadakan tanpa perencanaan secara optimal.

Pendidikan pasien dan keluarga (PPK) yang efektif diawali dengan pengkajian kebutuhan pembelajaran pasien dan keluarganya hingga setelah pasien dipulangkan dimana pasien perlu mendapatkan kebutuhan akan kesehatan berkelanjutan. Perencanaan pulang merupakan proses dinamis agar tim kesehatan mendapatkan kesempatan yang cukup untuk menyiapkan pasien melakukan perawatan mandiri dirumah (Nursalam & Efendi, 2008).

Hasil penelitian didapatkan data yaitu perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Putri Hijau Medan yang melaksanakan pemenuhan kebutuhan kesehatan pasien berkelanjutan mencapai 100 % . Hal ini menunjukkan bahwa perawat pelaksana ruang rawat inap telah memberikan informasi kepada pasien 54

Suryani dan Astuti (2015) dimana kesiapan pasien setelah diberikan perencanaan pulang mencapai 94,6 % menyatakan siap karena pasien telah mendapatkan pengetahuan tentang hal-hal yang perlu dipersiapkan sebelum pulang seperti obat-obat, aturan diet, aktivitas dan istirahat serta perawatan lanjutan.

Pengetahuan yang didapatkan pasien dan keluarga dari perawat pelaksana dapat berupa manajemen nyeri dan teknik rehabilitasi serta bagaimana merawat anggota tubuh yang beresiko tinggi. Berdasarkan hasil penelitian, perawat pelaksana di ruang rawat inap Rumah Sakit Putri Hijau Medan yang melaksanakan PPK tentang manajemen nyeri dan teknik rehabilitasi 98 orang (96,1 %) dengan persentase terendah terdapat pada pelaksanaan pendidikan pasien dan keluarga tentang teknik rehabilitasi. Hal ini dikarenakan sebagian perawat menganggap bahwa teknik rehabilitasi hanya dilakukan oleh dokter dan fisioterapi. Namun, menurut Jannetti (2010) mengenai Self-care rehabilitation and optional functioning bahwa setiap rencana perawatan harus meliputi pendidikan dan pelatihan bagi pasien dan keluarga yang sesuai untuk manajemen diri pasien, perawatan diri, dan adaptasi terhadap perubahan status kesehatan. Rehabilitasi merupakan komponen penting dari rencana perawatan berkelanjutan dari pasien. Pernyataan tersebut didukung oleh Sutrisno (2007) yang mengatakan bahwa tim rehabilitasi medik adalah dokter saraf, bedah saraf, ahli rehabilitas medis dan dokter yang terkait serta perawat dan terapis juga perlu mahir.

Penelitian Hartono, Cahyati dan Riyana (2014) yaitu mengenai pelaksanaan pendidikan kesehatan preoperasi pada tahap pelaksanaan meliputi

latihan-latihan yang harus dilakukan pasien pada saat setelah operasi dilakukan (latihan Range of Motion/ROM, latihan teknik mengurangi nyeri, tahapan mobilisasi, cara perawatan luka dan informasi tentang tandatanda komplikasi dari luka operasi). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 20 orang perawat yang diteliti, 85,7% telah melakukan kegiatan pendidikan kesehatan dengan benar. Ini berarti bahwa sebagian besar kegiatan dilaksanakan sesuai dengan standar yang ada. Sementara hanya 14.3% kegiatan lainnya belum melaksanakan sesuai standar yang ada.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perawat pelaksana diruang rawat inap Rumah Sakit Putri Hijau Medan yang melaksanakan PPK dengan metode pendidikan pasien dan keluarga untuk mempertimbangkan nilai-nilai dan pilihan pasien serta interaksi pasien dan keluarga mencapai 100 % . Hal ini menunjukkan bahwa perawat pelaksana siap untuk mengajar dengan memilih metode pendidikan sesuai dengan kebutuhan pasien, berinteraksi dengan baik kepada pasien, memahami serta memperhatikan kondisi pasien dan keluarga selama proses edukasi berlangsung. Pembelajaran akan terlaksana apabila memperhatikan metode yang digunakan untuk mendidik pasien dan keluarga. Memahami pasien dan keluarga akan membantu rumah sakit memilih pendidik dan metode pendidikan yang konsisten dengan nilai-nilai dan pilihan pasien dan keluarganya, serta mengidentifikasi peran keluarga dan metode pemberian instruksi (KARS, 2012).

Mengidentifikasi peran keluarga sangat penting karena didalam standar 56

rencana kegiatan pengajaran memperoleh persentase terendah yaitu 88,8 %. Hal itu dikarenakan informasi tentang pelayanan kesehatan pasien bersifat rahasia , terkadang pasien sulit menerima bantuan dari anggota keluarga terutama jika terdapat gangguan fungsi fisik sehingga dalam hal ini perlu ditanyakan kepada pasien tentang kesediaan melibatkan anggota keluarga atau orang terdekat kedalam rencana pengajaran dan menyediakan pelayanan kesehatan (Potter & Perry, 2010).

Kolaborasi dapat membantu menjamin bahwa informasi yang diterima pasien dan keluarga adalah komprehensif, konsisiten dan seefektif mungkin. Kolaborasi dalam memberikan pendidikan oleh tenaga kesehatan merupakan standar PPK yang keenam mengenai pemahaman peran perawat dalam pemberikan pendidikan pasien dan keluarga secara kolaborasi, menyediakan waktu yang adekuat dalam memberikan pendidikan pasien dan keluarga, menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien dan keluarga, menguasai materi yang akan diberikan dalam pendidikan pasien dan keluarga, berkolaborasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam pendidikan pasien dan keluarga (KARS, 2012).

Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan data sebanyak 100 % perawat pelaksana melaksanakan PPK standar keenam. Hal ini menunjukkan bahwa perawat pelaksana menguasai materi sebelum memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga, memiliki komunikasi yang baik kepada pasien dan memahami perannya dalam memberikan pendidikan kepada pasien dan keluarga secara 57

adekuat dalam memberikan pendidikan pasien dan keluarga mempunyai persentase terendah yaitu 95,3 % hal ini dikarenakan sebagian perawat mengatakan bahwa banyaknya pasien yang membutuhkan perawatan merupakan faktor ketidakadekuatan waktu dalam memberikan PPK .

Hal ini didukung oleh penelitan mengenai Motivasi Perawat Melakukan Pendidikan Kesehatan Di Ruang Anggrek RS Tugurejo Semarang bahwa 5 dari 6 perawat mengatakan hambatan pemberian pendidikan kesehatan dari perawat antara lain waktu yang terbatas, terlalu banyak pekerjaan dan pasien, sibuk, malas, tenaga perawat terbatas dan pengetahuan perawat kurang. Pendidikan yang kurang memadai, karakter pribadi perawat yang pemalas dan tidak kreatif membuat perawat kurang mampu memberikan pendidikan kesehatan sesuai kebutuhan pasien. Selain itu kurang distandarisasikan dan kurang jelasnya materi pendidikan, delegasi, pendokumentasian dan koordinasi yang kurang juga mempengaruhi pendidikan kesehatan yang diberikan oleh seorang perawat. Hal ini menyebabkan seringkali terjadi duplikasi dokumentasi pendidikan kesehatan atau malah tidak dilakukan sama sekali, kurangnya komunikasi antara perawat dan tenaga kesehatan yang lain serta materi diambil dari berbagai sumber yang belum valid (Lasmito & Rachma, 2009).

Menurut Kelo, Martikanen dan Erikson (2013), waktu merupakan sebuah tantangan dengan sumber yang terdiri atas kurangnya perawat tetapi rata-rata jumlah dokter dan pasien, kurang pengalaman, pendidikan tidak disediakan langkah demi langkah sebelum pasien pulang, tidak ada waktu untuk persiapan ,

tidak ada ruang tenang untuk konseling, tidak cukup waktu untuk memberikan pendidikan karena jumlah pasien yang dirawat banyak.

Hasil penelitian Indrayani dan Santoso (2012) yaitu sebagian besar pendidikan kesehatan yang diberikan oleh perawat secara lengkap sesuai dengan kebutuhan pasien hanya mencapai 67,6%. Hal ini menunjukkan masih ada sebagian kecil pendidikan kesehatan yang diberikan oleh perawat dengan tidak lengkap, dimana ketidaklengkapan pemberian pendidikan kesehatan sebagian besar terletak pada pemberian pendidikan kesehatan yang tidak menggunakan alat peraga untuk memudahkan klien dalam memahaminya.

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait