• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Pembahasan

Faktor keberhasilan budidaya teripang salah satunya diperankan oleh keberhasilan adaptasi teripang dari habitat aslinya ke lingkungan baru di bak pemeliharaan. Keberhasilan atau ketidakberhasilan adaptasi akan mempengaruhi fisiologi teripang yang ditunjukkan dengan beberapa tingkah laku yaitu normal atau abnormal. Tingkah laku normal pada teripang terdiri dari tingkah laku pembenaman diri, yaitu fully exposed, fully buried dan half buried (Wolkenhauer, 2008) dan tingkah laku mengeluarkan tentakel (Holtz and MacDonald, 2009).

Tingkah laku abnormal pada teripang terdiri dari eviserasi (mengeluarkan usus, gonad dan cincin kapur) dan kulit berlendir (Purnayudha, 2013).

Kedalaman air diketahui berpengaruh terhadap tingkah laku teripang. Kedalaman air yang rendah menyebabkan teripang jarang muncul ke permukaan (Darsono, 2009). Perubahan kedalaman air juga berpengaruh terhadap fluktuasi tingkah laku mengeluarkan tentakel (Singh et al., 1999).

Berdasarkan pada hasil pengamatan tingkah laku teripang selama pengambilan sampel, teripang yang diambil antara pukul 05.00-06.00 WIB saat air laut pada kondisi surut terendah diketahui frekuensi relatif tingkah laku fully buried mencapai 100%. Hal ini sesuai dengan pendapat Darsono (2009) bahwa pada pada level permukaan air yang rendah menyebabkan teripang jarang muncul ke permukaan. Hal tersebut menunjukkan bahwa teripang bersifat fototaksis negatif (Aziz, 1995).

Berdasarkan pada hasil pengamatan tingkah laku teripang selama penelitian, pada perlakuan kedalaman air 20 cm, 30 cm dan 40 cm menunjukkan tingkah laku yang normal. Tingkah laku normal tersebut adalah perilaku pembenaman diri, yang dilakukan secara berurutan mulai dari fully exposed, kemudian half buried dan terakhir fully buried. Hal tersebut sesuai dengan tingkah laku teripang dengan spesies Holothuria scabra yang melakukan aktivitas pembenaman diri yang dimulai dari fully exposed, kemudian half buried dan terakhir fully buried pada kondisi normal (Wolkenhauer, 2008).

Tingkah laku abnormal juga dilakukan teripang secara berurutan mulai dari tingkah laku mengeluarkan usus, kemudian mengeluarkan gonad, tentakel, cincin

kapur dan terakhir kulit berlendir. Hal tersebut terjadi pada perlakuan kedalaman air 10 cm. Scott (1914) mengatakan, teripang dengan genus Thyone juga melakukan tingkah laku abnormal yang mirip dengan tingkah laku Phyllophorus sp. Tingkah laku abnormal tersebut adalah tingkah laku eviserasi yang dimulai dari tingkah laku mengeluarkan usus, kemudian gonad, tentakel dan terakhir cincin kapur. Sedangkan tingkah laku kulit berlendir menurut Purnayudha (2013) dilakukan sebelum eviserasi. Tingkah laku mengeluarkan gonad dan mengeluarkan cincin kapur setelah keluarnya usus terkadang tidak dilakukan teripang yang mengalami kematian. Hal tersebut diduga disebabkan teripang mengalami stres berat, sehingga tanpa mengeluarkan gonad dan cincin kapur teripang langsung mengalami kematian. Scott (1914) mengatakan teripang yang mengalami kematian biasanya diakibatkan stres berat.

Tingkah laku teripang mengeluarkan tentakel terlihat pada semua perlakuan kedalaman air. Teripang pada perlakuan kedalaman air 10 cm, tentakel dikeluarkan bersamaan dengan tingkah laku fully exposed dan tubuh bagian anteriornya lebih menonjol dibandingkan dengan bagian posterior. Sedangkan pada perlakuan kedalaman air 20 cm, 30 cm dan 40 cm dilakukan bersamaan dengan tingkah laku fully buried dan terjadi penyisipan tentakel ke dalam mulut. Keluarnya tentakel pada perlakuan kedalaman air 10 cm mirip dengan tingkah laku teripang dengan genus Thyone saat mengalami stres berat (Scott, 1914). Hal tersebut disebabkan karena teripang kurang sesuai dengan lingkungannya. Sedangkan keluarnya tentakel teripang pada perlakuan kedalaman air 20 cm, 30 cm dan 40 cm, juga dilakukan oleh teripang dengan spesies Cucumaria frondosa

saat melakukan aktivitas makan (Holtz and MacDonald, 2009). Hal tersebut menunjukkan bahwa teripang mampu bertingkah laku normal pada kedalaman air 20 cm, 30 cm dan 40 cm.

Hasil uji ANOVA frekuensi relatif tingkah laku teripang menunjukkan bahwa kedalaman air berpengaruh terhadap tingkah laku teripang selama penelitian. Hal tersebut ditunjukkan pada perlakuan kedalaman air 10 cm yang memiliki nilai frekuensi relatif fully exposed lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan kedalaman air 20 cm, 30 cm dan 40 cm. Banyaknya nilai frekuensi relatif fully exposed yang dilakukan oleh teripang pada kedalaman air 10 cm menunjukkan bahwa teripang tidak mampu beradaptasi. Purcell et al. (2006) mengatakan bahwa teripang yang mampu beradaptasi hanya akan melakukan fully exposed pada hari pertama dan kedua, sebab pada dua hari tersebut teripang masih shock akibat transportasi. Tingkah laku yang dinyatakan oleh Purcell et al. (2006) tersebut ditunjukkan oleh teripang pada perlakuan kedalaman air 20 cm, 30 cm dan 40 cm. Sedangkan pada perlakuan kedalaman air 10 cm, fully exposed masih dilakukan sampai hari ke-7. Hal ini diduga, tingkah laku full exposed yang dilakukan oleh teripang pada kedalaman air 10 cm menunjukkan bahwa teripang mengalami stres hingga terjadi kematian.

Frekuensi relatif fully buried lebih banyak dilakukan pada perlakuan kedalaman air 40 cm yaitu sebesar 79,80%. Banyaknya nilai frekuensi relatif fully buried menunjukkan bahwa teripang mampu beradapatsi. Teripang dikatakan tidak mampu beradaptasi karena tingkah laku fully buried merupakan tingkah laku yang biasa dilakukan teripang di habitatnya saat beristirahat (Wolkenhauer, 2008).

Selain itu saat beraktivitas makan juga pada kondisi fully buried (Holtz and MacDonald, 2009). Hal tersebut didukung oleh pendapat Hukom dan Pelulu (1989) kedalaman terendah yang baik untuk teripang adalah 40 cm. Meskipun Holtz and MacDonald (2009) mengatakan bahwa teripang mampu beraktivitas normal pada kedalaman air 25 cm. Hal tersebut terlihat pada kedalaman air 20 cm dan 30 cm yang juga melakukan fully buried dengan frekuensi relatif sebesar 77,20% dan 76,40%.

Frekuensi relatif half buried lebih banyak dilakukan pada perlakuan kedalaman air 10 cm yaitu 37,80%. Banyaknya nilai frekuensi relatif half buried menunjukkan bahwa teripang mulai beradaptasi. Sebab Purcell et al. (2006) mengatakan bahwa teripang dengan spesies Holothuria scabra yang diadaptasikan juga mengalami half buried sebelum beraktivitas fully buried. Half buried tersebut menunjukkan bahwa teripang sedang menggali substrat (Wolkenhauer, 2008).

Frekuensi relatif teripang mengeluarkan tentakel lebih banyak dilakukan pada perlakuan kedalaman air 10 cm. Banyaknya nilai frekuensi relatif mengeluarkan tentakel pada kedalaman air 10 cm menunjukkan bahwa teripang mengalami stres, sebab tingkah laku mengeluarkan tentakel dilakukan bersamaan dengan tingkah laku full exposed dan tubuh bagian anteriornya lebih menonjol dibandingkan dengan bagian posterior. Hal tersebut juga dilakukan Thyone yang mengeluarkan tentakelnya saat mengalami stres berat (Scott, 1914). Sedangkan pada kedalaman air 20 cm, 30 cm dan 40 cm teripang mengeluarkan tentakel seperti pada Gambar 8B, yaitu teripang mengeluarkan tentakel bersamaan dengan tingkah laku fully buried dan terjadi penyisipan tentakel ke dalam mulut. Hal

tersebut juga dilakukan oleh teripang dengan spesies Cucumaria frondosa saat beraktivitas makan (Holtz and MacDonald, 2009). Aktivitas makan tersebut dilakukan dengan cara mengeluarkan tentakelnya dari mulut teripang, dengan posisi tubuh fully buried, kemudian dilakukan penyisipan tentakel ke dalam mulut saat terdapat makanan yang menempel di cabang tentakel. Tingkah laku mengeluarkan tentakel selama penelitian dilakukan mulai hari ke- 17 pada pukul 18.00 WIB hingga 06.00 WIB dengan frekuensi relatif mengeluarkan tentakel terbanyak pada perlakuan kedalaman air 40 cm yaitu 2,60%. Hal tersebut menunjukkan bahwa teripang bersifat nokturnal yaitu beraktivitas makan pada malam hari atau pada kondisi gelap.

Frekuensi relatif teripang melakukan eviserasi lebih banyak dilakukan pada perlakuan kedalaman air 10 cm. Banyaknya nilai frekuensi relatif melakukan eviserasi menunjukkan bahwa teripang mengalami stres. Seperti halnya yang dilakukan Phyllophorus sp. pada penelitian Purnayudha (2013), saat teripang mengalami eviserasi, organ yang dikeluarkan adalah usus dan gonad. Selain itu organ yang dikeluarkan saat eviserasi adalah tentakel dan cincin kapur, yang menurut Scott (1914) juga dilakukan oleh teripang dengan genus Thyone saat mengalami stres akibat tidak sesuai dengan lingkungannya.

Frekuensi relatif tingkah laku kulit berlendir pada teripang lebih banyak dilakukan pada perlakuan kedalaman air 10 cm. Tingkah laku tersebut, terlihat saat teripang dikeluarkan dari air dan dalam kondisi mati. Sedangkan Purnayudha (2013) mengatakan bahwa tingkah laku kulit berlendir teripang dilakukan sebelum eviserasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa teripang mengalami stres.

Lendir berfungsi sebagai pelindung kulit dari parasit, bakteri dan mikroorganisme merugikan lainnya serta memperkecil gesekan dengan adanya sifat mucus yang licin (Triastuti dkk., 2010).

Hasil uji ANOVA lama hidup teripang yang lebih lama terlihat pada kedalaman air 20 cm, 30 cm dan 40 cm. Lamanya waktu lama hidup teripang menunjukkan bahwa pada kedalaman air 20 cm, 30 cm dan 40 cm cukup sesuai untuk teripang melakukan adaptasi. Hal tersebut didukung dengan hasil uji ANOVA kelulushidupan teripang yang menghasilkan nilai kelulushidupan yang lebih besar pada kedalaman air 20 cm, 30 cm dan 40 cm. Selain itu tingkah laku teripang yang normal juga ditunjukkan teripang pada perlakuan kedalaman air 20 cm, 30 cm dan 40 cm. Berdasarkan hasil penelitian tentang tingkah laku, lama hidup dan kelulushidupan teripang, menunjukkan bahwa perlakuan kedalaman air 20 cm, 30 cm dan 40 cm merupakan kedalaman air yang sesuai untuk masa adaptasi teripang sebelum dilakukan budidaya. Sedangkan kedalaman air 40 cm merupakan kedalaman air yang paling sesuai untuk masa adaptasi teripang apabila dibandingkan dengan kedalaman air 20 cm dan 30 cm sebab aktivitas makan teripang pada kedalaman 40 cm lebih stabil dibandingkan dengan aktivitas makan teripang pada kedalaman 20 cm dan 30 cm yang hanya terlihat satu kali.

VI SIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait