• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Pembahasan

5.2.1. Pengetahuan Orangtua tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

Hasil penelitian menunjukkan mayoritas tingkat pengetahuan orangtua khususnya ibu yang mempunyai anak balita tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah baik 59,6%, cukup sebanyak 21,2% dan kurang sebanyak 19,2%. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lestari (2011) tentang pengetahuan orang tua terhadap perilaku hidup bersih dan sehat pada keluarga di Lingkungan XIII Kelurahan Binjai Estate dan didapat hasil bahwa dari 48 responden terdapat 44 responden (91,7%) memiliki tingkat pengetahuan tinggi (baik) tentang PHBS hal ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan reponden yang mayoritasnya adalah SMA sebanyak 18 responden (37,5%).

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa pengetahuan orangtua khususnya ibu yang mempunyai anak balita tentang persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan adalah baik yakni 84,6 % begitu juga tentang penimbangan berat badan bayi/balita setiap bulan adalah baik yakni 98,1%. Pengetahuan orang tua tentang pengertian dan penggunaan air bersih dan penggunaan jamban yang sehat berada pada katagori baik yaitu 55,8% dan 61,5%. pengetahuan orang tua tentang mencuci tangan dengan air bersih dan sabun adalah baik yakni 90,4%, Pengetahuan orang tua tentang memberantas jentik nyamuk didalam rumah seminggu sekali dan mengkonsumsi sayur dan buah setiap hari adalah baik yaitu 61,5% dan 76,9%, Pengetahuan tentang melakukan aktivitas fisik setiap hari adalah baik yakni 80,8%, Demikian halnya dengan pengetahuan tentang tidak merokok di dalam rumah adalah baik yaitu 78,8%.

Sebanyak 53,8% dari 52 responden adalah lulusan SMA. Hal ini sesuai pernyataan Notoatmodjo (2003) bahwa pendidikan bagi seorang individu merupakan pengaruh yang dinamis dalam memberikan informasi dan pendidikan yang berbeda akan memberikan jenis pengetahuan yang berbeda pula. Faktor lain yang turut mempengaruhi adalah faktor pengalaman. Sebanyak 69,2% responden berada di tahap perkembangan dewasa awal dengan rentang usia 21-30 tahun. Pengalaman yang dimaksud disini berkaitan dengan umur dan pendidikan individu. Semakin bertambahnya umur dan pendidikan yang tinggi maka pengalaman juga akan semakin luas yang berarti pengetahuan juga akan semakin baik (Notoatmodjo, 2003).

Sehingga pengetahuan orang tua tentang persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan, penimbangan berat badan bayi/balita setiap bulan, penggunaan air bersih dan penggunaan jamban yang sehat, mencuci tangan dengan air bersih dan sabun, memberantas jentik nyamuk di dalam rumah seminggu sekali, mengkonsumsi sayur dan buah setiap hari, melakukan aktivitas fisik setiap hari dan tidak merokok didalam rumah dikategorikan baik.

Dilihat dari jawaban responden atas pertanyaan kuesioner nomor 2 yang lebih banyak dijawab salah oleh responden. Pada pertanyaan nomor 2 tentang waktu pemberian ASI Eksklusif, sebagian besar responden menjawab salah (75,0%), hal tersebut dikarenakan orang tua tidak mengetahui sejak kapan dan sampai usia berapa Asi Eksklusif itu diberikan. Padahal menurut Roesli (2000) pemberian Asi secara eksklusif adalah bayi hanya diberi Asi saja tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, papaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim. Pemberian Asi secara eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya empat bulan, tetapi bila mungkin sampai enam bulan. Setelah bayi berumur enam bulan, ia harus mulai diperkenalkan dengan makanan padat, sedangkan ASI dapat diberikan sampai bayi berusia dua tahun atau bahkan lebih dari dua tahun.

5.2.2. Sikap Orangtua tentang Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara umum sikap responden tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah baik (positif) sebanyak 76,9% dan 23,1% responden memiliki sikap negatif. Hal ini sesuai dengan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Habibah (2008) tentang Hubungan Pengetahuan dengan Sikap terhadap Penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dalam Rumah Tangga di Puskesmas Sidomulyo, menunjukkan adanya hubungan bermakna antara pengetahuan terhadap penerapan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat dalam Rumah tangga, dengan nilai p value 0,033 = 0,05, maka pengetahuan berhubungan dengan penerapan perilaku hidup bersih dan sehat dalam rumah tangga. Jadi dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dengan sikap ternyata berpengaruh terhadap perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat.

Menurut Newcomb seorang ahli psikologi social menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2007).

Pada penelitian ini, sikap orangtua tentang PHBS dinilai dari 10 indikator PHBS yaitu sikap orangtua terhadap persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan adalah baik yakni 76,9% terlihat dari apabila ada anggota keluarga yang hendak melahirkan langsung dibawa ke petugas kesehatan bukan ke dukun beranak. Sikap orangtua tentang menimbang balita setiap bulan adalah baik yakni 67,3%. Sikap orangtua tentang penggunaan air bersih dan penggunaan jamban

yang sehat berada pada katagori baik yaitu 76,9% menggunakan air bersih dan menggunakan jamban yang sehat karena banyak terdapat keluarga yang melakukan MCK (mandi,cuci,kakus) di rumah. Sikap orangtua tentang memberantas jentik nyamuk di dalam rumah seminggu sekali dan mengkonsumsi sayur dan buah setiap hari adalah baik yakni 65,4% dan 50,0%.

Menurut Green (1980, dikutip dari Notoatmodjo, 2003) pengetahuan merupakan factor predisposisi terjadinya perilaku yang terdiri dari 3 ranah yaitu pengetahuan, sikap, dan psikomotor, sehingga peneliti berasumsi sikap para orang tua yang menjadi responden pada penelitian ini mayoritas baik (positif) mungkin terkait dengan baiknya pengetahuan mereka tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).

Sebagaimana diketahui bahwa sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman individu sepanjang perkembangan selama hidupnya. Ada dua faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perubahan sikap yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor internalberasal dari dalam diri individu. Dalam hal ini individu menerima, mengolah, dan memilih segala sesuatu yang datang dari luar, serta menentukan mana yang akan diterima dan mana yang tidak. Hal-hal yang diterima atau tidak berkaitan erat dengan apa yang ada dalam diri individu. Oleh karena itu, faktor individu merupakan faktor penentu pembentukan sikap. Dan Faktor eksternal berasal dari luar diri individu, berupa stimulus untuk membentuk dan mengubah sikap. Stimulus tersebut dapat bersifat langsung, misalnya individu dengan individu, individu dengan kelompok. Dapat juga bersifat tidak langsung, yaitu

melalui perantara, seperti: alat komunikasi dan media masa baik elektronik maupun nonelektronik.

Dilihat dari jawaban responden atas pernyataan kuesioner nomor 2 lebih banyak dijawab kadang-kadang oleh responden. Pada pernyataan nomor 2 tentang pemberian Asi secara Eksklusif, sebagian besar responden menjawab kadang-kadang (51,9%), peneliti berasumsi bahwa sikap orangtua terhadap pemberian Asi secara Eksklusif yang sebagian besar menjawab kadang-kadang dikarenakan orang tua tidak mengetahui cara pemberian Asi secara eksklusif hal ini terlihat pada hasil tingkat pengetahuan tentang pemberian Asi secara Eksklusif adalah kurang yaitu sebanyak 39 responden (75,0%) menjawab salah. Padahal menurut Roesli (2000) pemberian Asi secara eksklusif adalah bayi hanya diberi Asi saja tanpa tambahan cairan lain seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih, dan tanpa tambahan makanan padat seperti pisang, papaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi, dan tim. Pemberian Asi secara eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya empat bulan, tetapi bila mungkin sampai enam bulan. Setelah bayi berumur enam bulan, ia harus mulai diperkenalkan dengan makanan padat, sedangkan ASI dapat diberikan sampai bayi berusia dua tahun atau bahkan lebih dari dua tahun.

Pernyataan nomor 4 dan 5 tentang mencuci tangan dengan air bersih dan sabun kebanyakan responden menjawab kadang-kadang (69,2%) yang melakukan cuci tangan setelah beraktivitas diluar dan sebelum memulai aktivitas di rumah dan sebagian besar responden menjawab sering yaitu (67,3%) yang melakukan cuci tangan sebelum dan sesudah makan hanya disiram dengan air saja. Rahmani

(2010) mengatakan mencuci tangan menggunakan sabun dapat mencegah penyakit yang dapat menyebabkan ratusan ribu anak meninggal setiap tahunnya. Mencuci tangan dengan sabun adalah satu-satunya intervensi kesehatan yang paling murah dan efektif jika dibandingkan dengan hasil yang diperolehnya.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan kebanyakan responden menganggap bahwa mencuci tangan merupakan hal sepele sehingga kebanyakan responden menganggap bahwa mencuci tangan hanya cukup disiram dengan air bersih saja walaupun kalau dilihat dari hasil tingkat pengetahuan mereka tentang mencuci tangan dengan air bersih dan sabun adalah baik yaitu sebanyak 90,4% menjawab benar bahwa mencuci tangan sebaiknya memakai sabun. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Luthfianti (2008) tentang factor-faktor yang berhubungan dengan perilaku mencuci tangan memakai sabun pada siswa-siswi di MI AL Istiqomah dan SDN Kedaung Wetan Baru 2 Kota Tanggerang menyatakan bahwa kelompok yang mendapatkan informasi tentang mencuci tangan dengan air bersih dan sabun memiliki perilaku mencuci tangan yang baik sehingga semakin banyak sumber informasi yang didapat oleh responden tentang perilaku mencuci tangan memakai sabun maka semakin tinggi perilaku mereka dalam mencuci tangan memakai sabun.

Pernyataan nomor 9 tentang melakukan aktifitas fisik setiap hari kebanyakan responden menjawab kadang-kadang yaitu 71,2%. (Suriyani, 2009) menyatakan bahwa Melakukan aktivitas fisik setiap hari dapat terhindar dari penyakit jantung, stroke, osteoporosis, kanker, tekanan darah tinggi, kencing manis dan lain-lain. Berat badan terkendali, otot menjadi lentur dan tulang

menjadi lebih kuat, bentuk tulang bagus, lebih percaya diri, lebih bertenaga, dan bugar dan secara keseluruhan keadaan kesehatan menjadi baik. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terdapat negatifnya sikap orangtua terhadap aktifitas fisik dapat disebabkan karena kesibukan dan merasa kurangnya pendapatan sehingga orangtua berorientasi pada pendapatan. Padahal jika ditinjau dari hasil tingkat pengetahuan sebagian besar responden berpengetahuan baik yaitu 80,8% mengetahui bahwa melakukan aktifitas fisik setiap hari merupakan salah satu bentuk gaya hidup bersih dan sehat.

Amalia (2009) menyatakan bahwa pendapatan merupakan faktor yang berhubungan dengan kualitas PHBS. Pendapatan orangtua di Dusun III Desa pantai Gemi Kec.Stabat Kab.langkat tahun 2012 tergolong berpenghasilan rendah sehingga mengakibatkan kurang terpenuhinya kebutuhan pokok dalam jumlah cukup. Hal ini juga menyebabkan orangtua kurang memperhatikan PHBS karena lebih berorientasi pada perbaikan penghasilan. Bila ditinjau dari faktor social ekonomi, maka pendapatan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat wawasan masyarakat mengenai kesehatan (Sumiarto, 1993 dalam Amalia, 2009) bahwa tingkat pendapatan berkaitan dengan kemiskinan yang berpengaruh pada status kesehatan.

Pernyataan nomor 10 tentang tidak merokok didalam rumah kebanyakan responden menjawab kadang-kadang (57,7%) melarang dan menasehati bila ada anggota keluarga yang merokok di dalam rumah. Hal ini terlihat masih kurangnya kesadaran atau sikap orangtua/anggota keluarga tentang bahaya yang di timbulkan oleh rokok walaupun jika dilihat dari hasil penelitian tentang pengetahuan orang

tua terhadap rokok yang tidak baik untuk menciptakan gaya hidup sehat adalah baik (78,8%). Peneliti berasumsi bahwa penyebab utama rendahnya perilaku hidup bersih dan sehat pada keluarga di Dusun III Desa Pantai Gemi Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat disebabkan oleh kebiasaan merokok kepala keluarga di dalam rumah dan tidak melarang anggota keluarga yang merokok di dalam rumah. Menurut Ratna (2010), dalam penelitian Hasni (2012), dimana kebiasaan mempunyai daya ikat yang lebih kuat dari pada cara, kebiasaan merupakan indikator kalau orang lain setuju atau menyukai perbuatan tertentu yang dilakukan oleh seseorang.

Hal ini tidak sejalan dengan hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Hidayatul Hasni (2012) tentang Hubungan pengetahuan dan tingkat pendidikan kepala keluarga terhadap perilaku hidup bersih dan sehat keluarga di kelurahan limau manis selatan tahun 2012, hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan perilaku hidup bersih dan sehat dengan nilai p = 0,000 (p<0,05), dan terdapat hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan perilaku hidup bersih dan sehat dengan nilai (p= 0,000), jadi dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan tingkat pendidikan ternyata berpengaruh terhadap perilaku hidup bersih dan sehat dalam rumah tangga.

Pengetahuan dan sikap orang tua tentang perilaku hidup bersih dan sehat tidak terlepas dari faktor pendidikan dan pengalaman orang tua itu sendiri. sebagaimana diketahui bahwa sikap tidak dibawa sejak lahir, tetapi dipelajari dan dibentuk berdasarkan pengalaman individu sepanjang perkembangan selama

hidupnya. Oleh karena itu faktor inilah yang menyebabkan orang tua kurang berfungsi untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat pada keluarga. Namun secara umum dapat disimpulkan bahwa pengetahuan dan sikap orang tua tentang perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) pada keluarga di Dusun III Desa Pantai Gemi Kec. Stabat Kab. Langkat adalah baik dan bersikap positif yaitu 59,6% dan 76,9%.

Dokumen terkait