• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab 5. Hasil dan Pembahasan

5.2 Pembahasan

Dalam pembahasan ini peneliti membahas tentang karakteristik responden yang mempengaruhi tingkat kecemasan mahasiswa dalam penyelesaian skripsi dan peneliti mencoba untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan mahasiswa dalam penyelesaian skripsi di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

5.2.1 Karakteristik demografi mahasiswa

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh hasil mengenai karakteristik mahasiswa. Ada 2 karakteristik demografi responden

yang dapat mempengaruhi kecemasan mahasiswa dalam penyelesaian skripsi. Karakteristik demografi responden tersebut yang dapat mempengaruhi kecemasan mahasiswa dalam penyelesaian skripsi yaitu umur dan jenis kelamin.

a. Umur

Hasil penelitian menunjukan bahwa umur reponden dalam penelitian ini 1 orang berumur 20 tahun (0,8%), 69 orang berumur 21 tahun (55,2%), 49 orang berumur 22 tahun (39,2%) dan 6 orang berumur 23 tahun (4,8%). Jika dilihat dari data demografi rentang usia responden berada pada rentang remaja akhir yaitu 17-25 tahun Depkes RI (2006). Usia merupakan salah satu faktor penyebab kecemasan, Menurut Zulkarnain & Novliadi (2009), dalam penelitiannya diperoleh hasil bahwa usia ikut mempengaruhi kecemasan seseorang saat menghadapi ujian, subjek yang berusia 18 tahun memiliki tingkat kecemasan yang lebih tinggi ketika menghadapi ujian.

Sejalan dengan pernyataan diatas Beauty & Widodo (2011), memaparkan beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan, diantaranya adalah tingkat strategi koping yang baik, dukungan sosial dan dukungan teman yang kuat dan kondisi individu seperti umur, semakin dewasa umur dari individu semakin dewasa pula pemikirannya dan akan membuat mahasiswa dapat menentukan langkah dalam menghadapi setiap masalah termasuk dalam menghadapi tugas akhir skripsi.

b. Jenis Kelamin

Dari hasil penelitian yang telah diperoleh, sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan yaitu, 108 orang (86,4%) dan yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 17 orang (13,6%). Jenis kelamin juga dapat berpengaruh terhadap tingkat kecemasan seseorang. Menurut Ibrahim (2002), dalam penelitiannya mengatakan gangguan kecemasan memiliki prevalensi 6-7% dari populasi umum, dimana kelompok perempuan lebih banyak jumlahnya dari pada laki- laki. Pernyataan diatas seakan diperjelas oleh Gunadi (2004), yang mengatakan bahwa perempuan lebih peka dengan emosinya, yang pada akhirnya peka juga terhadap perasaan-perasaan cemasnya. Perbedaan ini bukan hanya dipengaruhi oleh faktor emosi, tetapi juga dipengaruhi oleh faktor kognitif. Perempuan lebih cenderung melihat peristiwa yang dialaminya secara mendetail, sedangkan laki-laki cara berpikirnya global atau tidak mendetail. Berkaitan dengan kecemasan pada perempuan dan laki-laki, Myers (1983) dalam Trismiati (2004), mengatakan bahwa perempuan lebih cemas akan ketidakmampuannya dibanding dengan laki-laki, laki-laki lebih aktif dan lebih berusaha mencari jalan keluar dari masalahnya, sedangan perempuan lebih sensitif. Dari beberapa hasil penelitian diatas dapat dilihat bahwa perempuan lebih rentan terhadap gangguan kecemasan karena perempuan memiliki perasaan yang lebih peka terhadap masalah yang sedang dihadapinya sehingga kepekaan tersebutlah yang membuat

perempuan lebih merasa tertekan dan lebih mudah mengalami gangguan kecemasan

5.2.2 Tingkat kecemasan mahasiswa dalam penyelesaian skripsi.

Dilihat dari hasil penelitian yang telah dilakukan, mayoritas mahasiswa mengalami kecemasan sedang sampai berat, namun dihasil penelitian ditemukan 7 orang mahasiswa mengalami kecemasan pada tingkat panik. Hasil yang berbeda dari penelitian sebelumnya mengenai tingkat kecemasan mahasiswa dalam penyelesaian skripsi. Hasil dalam penelitian ini bertolak belakang dengan yang dikemukakan oleh Wangmuba (2009), yang menyatakan tingkat pengetahuan responden dapat mempengaruhi kecemasannya dalam menghadapi stressor. Hal ini dikarenakan semakin banyak pengetahuan yang dimiliki seseorang maka orang tersebut akan lebih siap menghadapi masalah. Pengetahuan berpengaruh terhadap kemampuan berpikir secara rasional dan mudah menangkap informasi baru termasuk menguraikan masalah serta mencari penyelesaian. Hal serupa juga diungkapkan oleh Soewandi (1987) dalam Asmika dkk (2012), yang menyatakan bahwa kecemasan sering terjadi pada individu dengan tingkat pengetahuan rendah, disebabkan karena kurangnya informasi yang diperoleh. Yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah mahasiswa keperawatan semester VIII yang seharusnya memiliki pengetahuan yang lebih luas mengenai kecemasan, namun hasil yang berbeda dari pernyataan diatas, hasil dari penelitian ditemukan dari 125 responden 7 diantaranya mengalami kecemasan pada tingkat panik.

Menurut Rosma (2008), dalam penelitiannya mengatakan ada beberapa faktor yang mempengaruhi kecemasan dalam pengerjaan skripsi, misalnya faktor internal dan eksternal, faktor eksternal atau dari luar diri misalnya birokrasi kampus yang rumit atau dosen pembimbing yang sulit ditemui. Faktor internal atau dari dalam diri misalnya kemampuan dasar mahasiswa yang rendah, inteligensi yang rendah, kurang memahami dan menguasai meteri yang akan dibuat, mahasiswa dengan gangguan kecemasan umum atau mahasiswa yang pencemas, serta mahasiswa yang memiliki pikiran-pikiran negatif atau penilaian yang tidak realistik.

Mahasiswa yang sedang menyelesaikan skripsi sangat mudah mengalami kecemasan, hal tersebut dikarenakan proses penyusunan skripsi adalah hal baru yang harus dikerjakan dan harus selesai dengan tepat waktu, banyak perubahan yang terjadi ataupun perbedaan yang timbul dari proses belajar biasa dengan proses penyusunan skripsi, hal tersebut memicu timbulnya stressor kecemasan.

Stressor psikososial adalah setiap keadaan yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang, sehingga orang tersebut terpaksa beradaptasi dengan

stressor yang timbul (Widosari, 2010). Sejalan dengan pernyataan tersebut menurut Dradjat (1988), dalam penelitiannya mengatakan, perubahan lingkungan belajar juga menjadi salah satu faktor pencetus kecemasan dan depresi pada mahasiswa. Kecerdasan bukanlah satu-satunya faktor yang menentukan sukses atau tidaknya seseorang dalam pelajaran, tetapi ketenangan jiwa juga mempunyai pengaruh atas kemampuan untuk dapat menggunakan

kecemasan cenderung menghasilkan kebingungan dan distorsi persepsi. Distorsi tersebut dapat mengganggu belajar dengan menurunkan kemampuan memusatkan perhatian, menurunkan daya ingat, mengganggu kemampuan menghubungkan satu hal dengan yang lain (Kaplan & Saddock, 2005).

Menurut Mujiyah dkk (2001) dalam Suryadi (2001), dalam penelitiannya memaparkan bahwa mahasiswa dapat mengalami kecemasan akibat kesulitan- kesulitan dalam proses penyusunan skripsi, seperti kesulitan dalam menentukan latar belakang masalah, teori dan metodologi, ketakutan menghadapi dosen dan lain-lain. Sejalan dengan pernyataan tersebut, menurut Darmono & Hasan (2008), permasalahan yang biasanya dihadapi mahasiswa dalam proses penulisan skripsi diantaranya kesulitan mencari literatur, dana yang terbatas, tidak terbiasa menulis karya ilmiah, kurang terbiasa dengan sistem kerja terjadwal dengan pengaturan waktu sedemikian ketat dan masalah dengan dosen pembimbing skripsi, selain itu kegiatan mahasiswa diluar kampus yang banyak seperti ekstrakulikuler dan organisasi-organisasi kemahasiswaan yang diikuti membuat mahasiswa menjadi sangat sibuk dan tidak memiliki banyak waktu untuk mengerjakan skripsinya.

Fenomena yang ditemukan peneliti di Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara pada semester VIII KBK Stambuk 2010 yang sedang menyelesaikan skripsi, proses penyelesaian skripsi dibarengi dengan proses belajar mengajar yang padat, hal tersebut menjadi stressor akademik yang dapat memperberat beban dari setiap mahasiswa dan menyebabkan meningkatnya

kecemasan mahasiswa dalam penyelesaian skripsi sebagai tugas akhir dari perkuliahan dan harus selesai tepat waktu. Menurut Dayfiventy (2012), dalam penelitiannya, menemukan stressor utama yang dialami mahasiswa KBK Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara adalah jadwal kuliah yang padat, persiapan waktu ujian yang singkat, bahan yang susah didapat dari dosen dan kekhawatiran dalam menghadapi ujian. Hal ini sejalan dengan Hawari (2006) dalam Zulkifli (2012), menyatakan bahwa stressor dalam kehidupan (stressor psikososial) adalah setiap kejadian atau peristiwa yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga orang tersebut terpaksa mengadakan adaptasi atau penyesuaian diri untuk menanggulanginya. Namun hal itu tidak semua orang mampu melakukan adaptasi dan mengatasi stressor

tersebut, sehingga timbullah keluhan-keluhan antara lain berupa stress, cemas, dan depresi.

Dokumen terkait