• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2. Pembahasan

Ketiga jenis gulma yang dipakai merupakan gulma air tenggelam yang lebih disukai keong murbei (P. canaliculata) daripada gulma air mencuat (Bachman 1960, Bonetto & Tassara 1987 in Cazzaniga 2006). Namun diantara ketiganya, V. spiralis lebih disukai daripada C. caroliniana dan E. densa. Hasil yang ditampilkan pada Tabel 2 dan Gambar 10 tersebut menunjukkan bahwa nilai vorasitas keong murbei terhadap V. spiralis lebih besar dan berbeda nyata terhadap dua gulma lainnya.

Keong murbei sangat menyukai tunas-tunas muda dari famili rerumputan (Porte et al. 2006). Hal ini diduga karena keong murbei lebih menyukai struktur tanaman-tanaman tersebut. Struktur tunas muda tersebut lembut, tulang daun tipis dan rapuh, dan jaringan ikat yang mudah robek. Berdasarkan hasil observasi awal, keong murbei memiliki preferensi tertinggi terhadap daun pepaya (Carica papaya) yang memiliki struktur daun yang lebar, lembut, tidak keras, mudah robek, dan bertulang daun rapuh. Struktur daun antara daun pepaya dan tunas muda dari famili rerumputan memiliki sifat yang hampir sama.

Dibandingkan dengan dua jenis gulma air tenggelam lain yang diuji, V. spiralis memiliki struktur yang jauh lebih mirip famili rerumputan yang dimaksud dalam Porte et al. (2006). Secara fisik V. spiralis memiliki struktur daun yang

25

25

relatif lebar, lembut dan lunak, tulang daun yang tipis dan mudah patah, serta jaringan ikat yang mudah robek. Sebaliknya, daun E. densa memiliki kelembutan yang relatif sama dengan V. spiralis, tetapi memiliki tulang daun sangat lentur yang menyebabkan daun E. densa sulit dipatahkan. C. caroliniana mempunyai daun yang paling sempit dan hampir sulit dibedakan dengan tulang daunnya. Disamping itu, pertulangan daun C. caroliniana juga sangat lentur. Kelenturan itulah yang menyebabkan tulang-tulang daun tersebut sulit dipatahkan oleh keong murbei. Struktur fisik (batang dan percabangan batang) antara E. densa dan C. caroliniana hampir sama, tapi dengan struktur daun yang berbeda.

Di antara ketiga gulma air tenggelam yang diujikan, V. spiralis memiliki daun yang paling lebar dan tulang daun yang paling rapuh. Di samping itu, daun

E. densa lebih lebar daripada C. caroliniana. Diduga struktur fisik yang dimiliki oleh V. spiralis tersebut lebih disukai oleh keong murbei. Grafik nilai vorasitas keong murbei terhadap ketiga gulma air tenggelam (Gambar 10) menunjukkan bahwa keong murbei relatif lebih menyukai E. densa daripada C. caroliniana. Meskipun demikian, hasil uji BNT menunjukkan bahwa nilai vorasitas terhadap keduanya tidak berbeda nyata. Dengan kata lain, keong murbei memiliki preferensi yang sama terhadap E. densa dan C. caroliniana.

Suhu perairan yang terjadi selama penelitian berkisar antara 25-27oC (Lampiran 4) sesuai dengan habitat keong murbei. Selama penelitian berlangsung, suhu tertinggi terjadi pada malam hari dan suhu terendah terjadi di pagi hari. Fenomena tersebut diawali oleh lambatnya sirkulasi suhu dan udara pada ruangan uji yang semi tertutup, sehingga menyebabkan kalor siang hari tertahan sebagian ke dalam ruangan uji. Tingginya suhu perairan yang terjadi selama penelitian secara alami terjadi karena kontak langsung antara air dan udara ruangan sehingga air menyerap kalor dari suhu ruangan. Di samping itu, air memiliki kemampuan menyimpan kalor yang baik, sehingga proses hilangnya kalor yang diserap dapat dihambat dengan baik. Oleh sebab itu, suhu perairan tertinggi terdapat pada malam hari, sedangkan suhu terendah terdapat pada pagi hari.

Li (1995) in Min and Yan (2006), mengatakan bahwa suhu optimum bagi keong murbei berkisar antara 27,7 - 30,6oC. Kemudian, menurut Estebenet and

26

26

Cazzaniga (1992) in Cazzaniga (2006), keong murbei menyukai perairan yang bersuhu kamar antara 25 - 29oC. Namun, pada umumnya keong murbei sangat mudah beradaptasi dengan suhu lingkungannya. Hal ini ditunjukkan oleh keberhasilan penyebarannya yang sangat luas mulai dari habitat subtropis hingga tropis (Feng 1994, Halwart 1994, Ponce de Leon and Carpo 1994 in Min & Yan 2006).

Ketersediaan oksigen tidak menjadi problema dalam penelitian ini karena keong murbei memiliki kebiasaan untuk mengandalkan sifon yang mampu mengambil udara langsung dalam memenuhi kebutuhan oksigennya. Bahkan di alam, saat kandungan oksigen terlarut relatif rendah, keong murbei tetap aktif (Yin et al. 2000c in Min &Yan 2006).

Tabel 2 dan Gambar 10 menunjukkan bahwa semakin besar ukuran tubuh keong murbei, semakin besar pula nilai vorasitasnya. Penyebab terjadinya hal itu tak lain karena pertumbuhan itu sendiri. Semakin besar tubuh keong murbei, semakin besar pula jumlah makanan yang dibutuhkan.

Estebenet and Martin (2002) mengatakan bahwa pola pertumbuhan dan reproduksi keong murbei di daerah subtropis terjadi secara berselang-seling pada suhu kamar 9 - 29oC. Di daerah tropis, pada suhu konstan 25oC, proses reproduksi terjadi setelah mengalami optimalisasi pertumbuhan (Gambar 12).

Gambar 12. Pola pertumbuhan dan reproduksi Pomacea canaliculata (Estebenet &Martin 2002)

27

27

Jumlah panah pada Gambar 12 menunjukkan kuantitas reproduksi yang terjadi dalam siklus hidup keong murbei. Faktor-faktor yang paling mempengaruhi pertumbuhan dan reproduksi adalah suhu musiman dan makanan. Saat proses reproduksi berlangsung, laju pertumbuhan keong murbei di daerah tropis cenderung mengalami penurunan. Namun, di daerah subtropis, keong- keong dengan panjang cangkang di atas 3 cm mengalami proses reproduksi pada fase tercepat dalam pertumbuhannya (Estebenet & Cazzaniga 1992 in Estebenet & Martin 2002).

Berdasarkan Tabel 3 dan Gambar 11, pertambahan nilai vorasitas keong murbei cenderung mengalami penurunan. Hal ini berkaitan erat dengan aktivitas metabolisme keong tersebut. Pada usia muda (kurang dari 2,5 cm), keong murbei cenderung lebih aktif serta memiliki laju pertumbuhan yang sangat cepat. Oleh sebab itu, pertambahan nilai vorasitas yang terjadi juga sangat besar. Sebaliknya, pada usia dewasa (lebih dari 2,5 cm) pertambahan nilai tersebut mulai menurun karena terjadi penurunan aktivitas dan laju pertumbuhan. Namun, pertambahan tersebut diduga akan meningkat kembali saat memasuki masa-masa reproduksi.

Dari hasil pengukuran pertambahan nilai vorasitas, proses reproduksi yang pertama terjadi pada ukuran lebih dari 2,5 cm. Grafik pada Gambar 11 menunjukkan adanya peningkatan pertambahan nilai vorasitas pada kelompok panjang 2 hingga 5 cm (2,3 – 3,5 cm). Keong murbei mulai mampu bereproduksi ketika mencapai ukuran minimum sekitar 2,5 cm. Kemudian fase reproduksi tersebut akan cenderung diikuti dengan turunnya laju pertumbuhan. Namun, di daerah subtropis, keong murbei mampu melakukan reproduksi bersama-sama dengan peningkatan laju pertumbuhan (Martin 1986, Estoy et al. 2002, Estebenet & Cazzaniga 1992 in Cazzaniga 2006). Dengan demikian, jika terjadi proses reproduksi, maka besar kemungkinan akan terjadi peningkatan pertambahan nilai vorasitas untuk mendapatkan energi yang lebih besar bagi metabolisme reproduksi dan pertumbuhan. Setelah masa reproduksi usai, pertambahan nilai vorasitas akan menurun kembali.

Keong-keong murbei yang terdapat di daerah tropis diduga melakukan hal yang sama dengan keong-keong murbei dari subtropis karena merupakan satu spesies yang sama. Namun, dengan kondisi lingkungan tropis yang cukup stabil;

28

28

keong-keong murbei tropis tidak berkesempatan untuk melaksanakan reproduksi pada saat yang bersamaan dengan masa pesatnya pertumbuhan. Tetapi, bukan berarti pertambahan nilai vorasitas keong murbei tropis menurun, melainkan tetap meningkat untuk dapat bereproduksi lebih cepat dan lebih sering daripada keong murbei subtropis. Hal tersebut dapat dilihat pada banyaknya jumlah panah pada Gambar 12.

Peningkatan pertambahan nilai vorasitas (Gambar 11) pada keong murbei yang memakan V. spiralis diduga menggambarkan proses reproduksi yang lebih cepat daripada yang lain. Hal tersebut terjadi pada kelompok ukuran panjang 3 – 4 cm (2,75 - 3,1 cm). Keong murbei yang memakan C. caroliniana, diduga memulai proses tersebut pada kelompok ukuran panjang 4-5 cm (3,1 - 3,6 cm). Keong murbei yang memakan E. densa, diduga akan memulai proses tersebut pada kelompok ukuran panjang 3,1 - 3,6 cm. Mengacu pada hasil pengamatan Estebenet and Cazzaniga (1992) in Estebenet and Martin (2002), penyebab cepatnya proses reproduksi yang terjadi pada keong murbei yang memakan V. spiralis diduga adalah kualitas makanan (V. spiralis) keong murbei.

Dalam penelitian ini belum dapat ditentukan ukuran pasti yang menunjukkan awal terjadinya penurunan atau stagnasi nilai vorasitas karena ukuran panjang keong murbei yang diujikan hanya terbatas pada ukuran konsumsi (lebih besar atau sama dengan 3,5 cm). Ukuran panjang minimum keong murbei yang dipakai dalam penelitian ini adalah sekitar 1,5 cm, mengacu pada hasil observasi awal serta pengamatan Halwart (1994), Schnorbach (1995) in

Cazzaniga (2006).

Selama ini belum pernah dilakukan penelitian mengenai kandungan bahan kimia (aroma dan rasa) yang disukai keong murbei yang terdapat dalam makanannya (gulma). Oleh karena itu belum dapat diketahui pengaruh kandungan bahan kimia tersebut terhadap nilai vorasitas keong murbei. Selain itu, diduga kandungan bahan kimia tersebut berpengaruh juga terhadap pertumbuhan keong murbei. Namun, waktu yang digunakan dalam penelitian terlalu singkat untuk melihat pengaruh pertumbuhan tersebut.

Keong murbei yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari kecamatan Dramaga, Bogor yang diambil secara acak dalam satu populasi. Dalam populasi

29

29

tersebut, terdapat tiga tipe morfologi keong murbei yang memiliki bentuk fisik cangkang berbeda (Lampiran 5). Tipe 1 memiliki warna cangkang coklat dengan pita spiral yang tegas, tipe 2 bercangkang kuning polos kehijauan, dan tipe 3 memiliki warna cangkang kuning terang dengan pita spiral yang tipis.

Di antara ketiga tipe keong tersebut cenderung tidak terdapat perbedaan aktivitas dan kualitas biologi. Secara genetik, perbedaan morfologi tersebut dimungkinkan terjadi dalam satu populasi atau satu garis keturunan. Sebagai contoh, sepasang keong murbei yang berwarna kuning polos dapat menghasilkan ketiga tipe cangkang tersebut. Hal ini menjelaskan bahwa perbedaan morfologi tersebut tidak menunjukkan adanya perbedaan populasi atau kelompok. Pada umumnya, keong murbei yang memiliki pita spiral lebih aktif dan lebih konsumtif dibandingkan dengan keong murbei yang bercangkang kuning polos, walaupun berasal dari satu spesies yang sama (Marwoto RM, 21 Februari 2009, komunikasi pribadi).

Di lain pihak, di beberapa tempat, perbedaan tipe cangkang tersebut merupakan indikasi dari populasi yang berbeda. Populasi tersebut pada umumnya memiliki preferensi habitat yang berbeda (Marwoto RM, 21 Februari 2009, komunikasi pribadi). Namun, ketiga tipe keong murbei yang digunakan dalam penelitian berasal dari habitat dan populasi yang sama. Diduga bahwa tidak adanya perbedaan populasi, aktivitas, dan kualitas metabolisme yang terjadi pada keong-keong yang berasal dari Dramaga tersebut disebabkan oleh peleburan genetik kedua populasi tersebut. Oleh sebab itu dalam penelitian ini perbedaan morfologi tersebut diabaikan.

30

30

Dokumen terkait