• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

B. Saran

1. Saran Metodologis

a. Pada penelitian ini diperoleh nilai R2 sebesar 0,044 yang berarti bahwa persepsi terhadap kualitas kehidupan bekerja hanya memberi sumbangan efektif terhadap optimisme sebesar 4,4% dan sisanya merupakan sumbangan dari variabel-variabel lain yang tidak diukur dalam penelitian ini. Merujuk pada fakta ini, peneliti menyarankan untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang mengangkat tema optimisme agar mengukur variabel-variabel lain yang tidak diukur dalam penelitian ini seperti variabel-variabel yang berhubungan dengan

innovation and risk taking, outcome orientation, team orientation.

2. Saran Praktis

a. Berdasarkan kategorisasi yang telah dilakukan berkaitan dengan aspek persepsi terhadap kualitas kehidupan bekerja, sebagian besar karyawan berada pada kategori tidak tergolongkan (54,8%), hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan perlu untuk meningkatkan kualitas kehidupan bekerja karyawan, ditambah lagi dengan adanya karyawan yang digolongkan pada kategori negatif.

b. Berdasarkan kategorisasi, tingkat optimisme yang diperoleh dari hasil kategorisasi menunjukkan bahwa karyawan sebagian besar berada pada kategori tinggi 81,7 %. Hasil ini dinilai sangat baik sehingga perusahaan hanya perlu mempertahankannya saja dengan cara

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Optimisme

1. Pengertian Optimisme

Optimis adalah istilah yang digunakan untuk mengidentifikasi individu yang menggambarkan peristiwa kehidupan dalam suatu cara yang positif (Burke, Joyner, Ceko, & Wilson, 2000). Menurut Scheier & Carver (2002) individu yang optimis adalah individu yang mengharapkan hal-hal baik terjadi pada mereka. Individu yang memiliki sikap optimis memiliki harapan kuat terhadap segala sesuatu yang terdapat dalam kehidupan akan mampu teratasi dengan baik, walaupun ditimpa banyak masalah dan rasa frustasi (Goleman, 2002). Carr (2004) mendefenisikan optimisme sebagai sebuah ekspektasi menyeluruh bahwa hal yang baik akan terjadi lebih banyak dari pada hal yang buruk.

Searah dengan berbagai perspektif di atas, Seligman (2006), mendefinisikan optimisme sebagai kecenderungan untuk mempercayai bahwa hal yang baik akan terjadi dimasa yang akan datang serta menjelaskan peristiwa-peristiwa yang baik tersebut menggunakan alasan internal, bersifat stabil, dan menyeluruh. Individu yang optimis akan menganggap bahwa hal buruk yang menimpa mereka merupakan sesuatu yang bersifat sementara, merupakan sesuatu yang hanya menyerang aspek tertentu dari hidup mereka, serta akan menjelasnya dengan alasan eksternal.

Umumnya, orang-orang yang memiliki pola pikir optimis dalam hidupnya akan cenderung memiliki kepercayaan diri lebih tinggi dalam melaksanakan pekerjaannya sehari-hari, mereka juga akan cenderung lebih bahagia dalam menjalani kehidupan (Steinwall, 2006). Saphiro (1997) menjelaskan bahwa optimisme akan masa depan merupakan

mengharapkan hasil yang paling memuaskan.

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa optimisme merupakan suatu keyakinan individu bahwa hal yang baik akan lebih banyak terjadi dimasa depan, dimana kebaikan tersebut akan dipersepsikan terjadi karena alasan internal akan selalu terjadi (stabil) dan terjadi pada semua sisi kehidupan.

2. Aspek-Aspek Optimisme

Menurut Seligman (2006), optimisme memiliki tiga aspek, yaitu permanence,

pervasiveness dan personalization.

a. Permanence

Individu yang optimis akan memandang kejadian baik yang menimpa mereka sebagai sesuatu yang bersifat permanen yang disebabkan oleh kemampuan mereka. Sedangkan terhadap kejadian yang buruk, mereka akan mempersepsikan hal tersebut sebagai hal yang sifatnya temporer/sementara dan bisa dihindari di masa mendatang.

b. Pervasiveness

Individu yang optimis akan memberikan penjelasan atas kejadian menimpa mereka dengan pandangan yang spesifik, dan bukan sebuah generalisasi. Penjelasan yang bersifat spesifik membuat seseorang mampu melihat bahwa sesungguhnya tidak semua aspek dalam suatu kejadian itu merugikan. Pasti masih ada celah positif di balik beragam aspek kehidupan lainnya.

Individu yang optimis akan memandang kejadian baik yang menimpa mereka sebagai sesuatu yang berasal dari dalam diri mereka sendiri (internal) dan menganggap kejadian buruk yang menimpa mereka sebagai sesuatu yang berasal dari luar diri mereka (eksternal). Individu yang memiliki pandangan seperti ini akan membuat mereka tidak akan kehilangan harga diri ketika hal buruk menimpa mereka, sehingga tidak akan menyebabkan timbulnya perasaan tidak berharga dan tidak berbakat.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Optimisme

Faktor-faktor yang mempengaruhi optimisme menurut Medlin & Whiten (2004) dan Medlin, Green & Graither (2010), yaitu :

a. Innovation and risk taking

Merupakan sejauh mana para karyawan didorong untuk lebih inovatif dan tidak dibatasi dalam pengambilan resiko.

b. Outcome orientation

Merupakan sejauh mana perusahaan memusatkan perhatian pada hasil, bukan proses yang digunakan untuk mencapai hasil.

c. Team orientation

Merupakan sejauh mana perusahaan mengorganisasikan kerja kedalam tim-tim, bukan hanya individu-individu.

d. People Orientation

Merupakan sejauh mana kebijakan perusahaan mempertimbangkan efek kebijakan manajemen terhadap orang-orang dalam perusahaan.

B. Persepsi Terhadap Kualitas Kehidupan Bekerja

untuk mengelola dan menafsirkan indera mereka dalam rangka memberikan makna kepada lingkungan mereka. Sedangkan kualitas kehidupan bekerja didefinisikan sebagai usaha organisasi untuk mewujudkan tujuan organisasinya dan meningkatkan efektivitas organisasi seperti kebijakan promosi, supervisi yang demokratis, keterlibatan pegawai, kondisi kerja yang aman (Cascio, 2006).

Considine & Callus (2001), menyatakan bahwa kualitas kehidupan bekerja adalah dinamika multidimensional yang meliputi beberapa konsep seperti jaminan kerja, sistem penghargaan, pelatihan dan karier peluang kemajuan, dan keikutsertaan di dalam pengambilan-keputusan. Gibson (1987) menambahkan bahwa kualitas kehidupan bekerja adalah filosofi manajemen yang bertujuan untuk meningkatkan martabat karyawan, memperkenalkan perubahan budaya serta untuk memberikan kesempatan pertumbuhan dan pengembangan diri bagi karyawan. Sedangkan menurut Nawawi (2008) kualitas kehidupan bekerja adalah sejauh mana perusahaan dapat menciptakan rasa aman dan kepuasan dalam bekerja demi mewujudkan tujuan perusahaan.

Jewell & Siegel (1998) mengemukakan bahwa berbagai macam komponen dari kesejahteraan karyawan secara umum yang lebih penting adalah lingkungan kerja yang aman dan sehat, hubungan yang baik dengan supervisor, dukungan dan persahabatan rekan sekerja, kerja yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan individu, derajat kepuasan dengan situasi kerja dan kesempatan untuk bertumbuh dan pengembangan diri jika diperlukan. Luthans (2006) mengatakan bahwa kualitas kehidupan bekerja adalah dampak efektivitas manusia dan perusahaan yang dikombinasikan dengan penekanan partisipasi dalam pemecahan masalah dan pembuatan keputusan.

terhadap usaha perusahaan dalam memberikan kesejahteraan terhadap karyawannya yang pada akhirnya akan berdampak pada keefektivitasan perusahaan dan terwujudnya tujuan perusahaan.

2. Aspek-Aspek Kualitas Kehidupan Bekerja

Menurut Cascio (2006), terdapat sembilan aspek kualitas kehidupan bekerja, yaitu:

a. Partisipasi Karyawan

Karyawan perlu diikutsertakan dalam pengambilan keputusan dan pelaksanaan pekerjaan, sesuai dengan posisi, kewenangan dan jabatan masing-masing. Perusahaan dapat melakukannya dengan membentuk tim inti dengan mengikutsertakan karyawan, dalam rangka memikirkan langkah-langkah bisnis yang akan daitempuh. Disamping itu dapat pula dilakukan dengan menyelenggarakan pertemuan-pertemuan yang tidak sekedar dipergunakan untuk menyampaikan perintah-perintah dan informasi-informasi tetapi juga memperoleh masukan, mendengarkan saran dan pendapat karyawan.

b. Pengembangan Karir

Karyawan memerlukan kejelasan pengembangan karir masing-masing dalam menghadapi masa depannya. Kebutuhan ini dapat daitempuh melalui penawaran untuk menerima suatu jabatan, memberi kesempatan untuk mengikuti pelatihan atau pendidikan di luar perusahaan atau pada lembaga pendidikan yang lebih tinggi. Hal lain dapat juga daitempuh melalui penilaian kerja untuk mengatur kelebihan dan kekurangannya dalam bekerja yang dilakukan secara obyektif.

atau sesama karyawan secara terbuka, jujur dan adil. Kondisi itu sangat berpengaruh pada loyalitas, dedikasi serta motivasi kerja karyawan. Untuk itu perusahaan perlu mengatur cara penyampaian keluhan keberatan secara terbuka atau melalui proses pengisian fomulir khusus untuk keperluan tersebut. Selain itu, dapat pula daitempuh dengan kesediaan untuk mendengarkan review antar karyawan yang mengalami konflik, atau melalui proses banding (

appeal ) pada pimpinan yang lebih tinggi dalam konflik dengan manajer atasannya.

d. Komunikasi

Karyawan memerlukan komunikasi yang terbuka dalam batas-batas wewenang dan tanggungjawab masing-masing. Komunikasi yang lancar untuk memperoleh informasi-informasi yang dipandang penting oleh pekerja dan disampaikan tepat pada waktunya dapat menimbulkan rasa puas dan merupakan motivasi kerja yang positif. Perusahaan dalam menyampaikan informasi dapat dilakukan dalam bentuk pertemuan atau secara langsung pada setiap pekerja, atau melalui pertemuan kelompok, dan dapat pula melalui sarana publikasi perusahaan seperti papan buletin, majalah perusahaan dan lain-lain.

e. Kesehatan

Karyawan memerlukan perhatian terhadap pemeliharaan kesehatannya, supaya dapat bekerja secara efektif, efisien dan produktif. Perusahaan dapat mendirikan dan menyelenggarakan pusat kesehatan, seperti pusat perawatan gigi, menyelenggarakan program pemeliharaan kesehatan, program rekreasi dan program konseling/penyuluhan bagi para pekerja/karyawan.

f. Keamanan Kerja

Karyawan memerlukan rasa aman atau jaminan kelangsungan pekerjaannya. Sehingga perusahaan perlu berusaha menghindari pemberhentian sementara para karyawan,

yang teratur dalam memberikan kesempatan karyawan mengundurkan diri, terutama melalui pengaturan pensiun.

g. Kebanggaan

Karyawan perlu dibina dan dikembangkan perasaan bangganya pada tempat kerja, temasuk juga pada pekerjaan atau jabatannya. Untuk keperluan itu, perusahaan berkepentingan menciptakan dan mengembangkan identitas yang dapat menimbulkan rasa bangga karyawan terhadap perusahaan. Dalam bentuk yang sederhana dapat dilakukan melalui logo, lambang, jaket perusahaan dan lainnya. Selain itu rasa bangga juga dapat dikembangkan melalui partisipasi perusahaan terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara dengan mengikutsertakan karyawan, kepedulian terhadap masalah lingkungan sekitar dan mempekerjakan karyawan dengan kewarganegaraan dari bangsa tempat perusahaan melakukan operasional bisnis.

h. Kompensasi yang Sesuai

Karyawan harus memperoleh kompensasi yang adil/wajar dan mencukupi. Untuk itu diperlukan kemampuan menyusun dan menyelenggarakan sistem dan struktur pemberian kompensasi langsung dan tidak langsung (pemberian upah dasar dan berbagai keuntungan/manfaat) yang kompetitif dan dapat mensejahterakan karyawan sesuai dengan posisi/jabatannya di perusahaan dan status sosial ekonominya di masyarakat.

i. Lingkungan Kerja yang Aman

Karyawan memerlukan keamanan lingkungan kerja. Perusahaan berkewajiban menciptakan dan mengembangkan serta memberikan jaminan lingkungan kerja yang aman. Beberapa usaha yang dapat dilakukan antara lain dengan membentuk komite keamanan lingkungan kerja yang secara terus menerus melakukan pengamatan dan pemantauan kondisi tempat dan peralatan kerja guna menghindari segala sesuatu yang membahayakan para pekerja, terutama dari segi fisik. Kegiatan lain dapat dilakukan dengan membentuk tim yang

kecelakaan. Dengan kata lain perusahaan perlu memiliki program keamanan kerja yang dapat dilaksanakan bagi semua karyawannya.

3. Dampak Kualitas Kehidupan Bekerja

Perusahaan yang mengupayakan optimalisasi kualitas kehidupan bekerja untuk karyawan, pada umumnya akan berdampak baik bagi karyawan dan perusahaan itu sendiri. Berikut merupakan beberapa hasil penelitian yang memberi penjelasan tentang variabel-variabel penting yang dapat meningkat searah dengan meningkatnya kualitas kehidupan bekerja.

a. Kinerja

Penelitian menunjukkan bahwa adanya hubungan positif antara pemenuhan kualitas kehidupan bekerja dengan kinerja karyawan. Hal ini ditunjukkan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lau & May (1998) dan Husnawati (2006)

b. Komitmen

Komitmen merupakan variabel yang juga dapat meningkat sejalan dengan meningkatnya kualitas kehidupan bekerja. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Normala & Daud (2010) dan Ahmadi, Salavati & Rajabzadeh (2012), daitemukan bahwa kualitas kehidupan bekerja dapat menciptakan komitmen pada diri karyawan.

c. Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja adalah variabel lainnya yang dapat meningkat dengan adanya layanan kualitas kehidupan bekerja yang baik dari perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh King & Ehrhard (1997) mengindikasikan bahwa adanya peranan kualitas kehidupan bekerja terhadap kepuasan kerja pada karyawan.

C. Pengaruh Persepsi Terhadap Kualitas Kehidupan Bekerja pada Optimisme karyawan

Optimisme adalah kecenderungan untuk mempercayai bahwa hal baik akan terjadi dimasa mendatang (Seligman, 2006). Dalam organisasi, optimisme karyawan dapat meningkat apabila perusahaan berorientasi pada kesejahteraan karyawan (Green et al, 2004 & Medlin et al, 2010). Usaha perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan karyawan disebut kualitas kehidupan bekerja (Cascio, 2006).

Studi yang dilakukan oleh Mortazavi, Yazdi & Amini (2012) melaporkan bahwa kualitas kehidupan bekerja berhubungan dengan komponen-komponen psychological capital seperti resiliensi, harapan, optimisme dan self-efficacy. Peterson dan Steen (2002) menyatakan bahwa salah satu yang mempengaruhi optimistic explanatory stlyle individu adalah kondisi ditempat kerja. May & Lau menyatakan bahwa kualitas kehidupan bekerja yang baik akan menimbulkan perasaan berharga pada diri karyawan. Harga diri yang tinggi, berkorelasi positif dengan optimisme (Fry, 1995). Zulkarnain (2013) menyatakan bahwa kualitas kehidupan bekerja akan meningkatkan motivasi dan kesehatan karyawan, kondisi fisik yang sehat dan motivasi berkolerasi positif dengan optimisme (Scheier & Carver 1987).

Dinamika antara optimisme dan persepsi terhadap kualitas kehidupan bekerja juga dapat terlihat dari keterkaitan aspek-aspek kualitas kehidupan bekerja dengan optimisme. Aspek kualitas kehidupan bekerja yang pertama merupakan partisipasi karyawan. Menurut Cascio (2006), aspek partisipasi karyawan dapat dilakukan dengan membentuk tim inti dengan mengikutsertakan karyawan. Menurut Green et al (2004) dan Medlin et al (2010) team

orientation merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan optimisme karyawan dalam

bekerja.

Aspek kedua dari kualitas kehidupan bekerja yang dikemukakan Cascio (2006) adalah adanya pengembangan karir yang dilakukan oleh perusahaan, dimana karyawan memiliki

yang mungkin dicapai individu dimasa yang akan datang akan berpengaruh besar terhadap optimisme yang dimiliki individu. Selanjutnya Cascio (2006) menyebutkan bahwa aspek dari kualitas kehidupan bekerja berupa adanya pemecahan konflik yang diupayakan oleh perusahaan. Karyawan memerlukan pemberian kesempatan pemecahan konflik secara terbuka, jujur dan adil, sehingga mereka menjadi semakin loyal dan memiliki motivasi yang lebih tinggi dalam bekerja. Motivasi dalam melakukan aktivitas menurut Peterson (2000) berkorelasi positif dengan optimisme.

Aspek kualitas kehidupan bekerja berikutnya adalah adanya pelayanan kesehatan yang disediakan oleh perusahaan agar karyawan dapat bekerja lebih efektif, efisien dan produktif. Menurut Seligman (2006) adanya umpan balik terhadap kesehatan yang diberikan kepada seorang individu akan menambah tingkat optimisme itu sendiri. Peterson (2000) menyatakan kondisi fisik yang sehat berkorelasi positif dengan optimisme. Aspek kualitas kehidupan bekerja berikutnya adalah komunikasi yang baik. Komunikasi yang lancar dipandang dapat menimbulkan rasa puas dan motivasi kerja. Menurut Seligman (2006) perasaan puas individu akan hidup merupakan suatu konstruk yang memiliki hubungan timbal balik dengan optimisme, dimana selain rasa puas akan meningkatkan optimisme, optimisme juga akan menimbulkan rasa puas itu sendiri. Hal ini juga diperkuat oleh Peterson (2000) yang menyebutkan bahwa individu yang optimis akan mudah puas terhadap suatu pencapaian yang Ia peroleh.

Pada aspek keamanan kerja, karyawan memerlukan rasa aman atau jaminan kelangsungan pekerjaannya. Aspek ini memiliki jenis kaitan yang sama dengan aspek pengembangan karir terhadap optimisme. Seligman (2006) adanya kejelasan atas apa yang mungkin dicapai individu dimasa yang akan datang akan berpengaruh besar terhadap

Karyawan perlu dibina dan dikembangkan perasaan bangganya pada tempat kerja. Aspek ini sangat personal karena sangat terkait dengan evaluasi internal karyawan terhadap bagaimana upaya perusahaan dalam memberikan rasa bangga dalam diri mereka. Kebanggaan yang terbentuk dalam diri karyawan akan sangat berpengaruh pada bagaimana perusahaan memperhatikannya secara perorangan agar dapat menciptakan identitas yang dapat menimbulkan rasa bangga karyawan terhadap perusahaan. Perhatian secara perorangan yang diberikan oleh perusahaan ini merupakan salah satu indikator optimisme yaitu people

orientation.

Berdasarkan uraian yang dikemukakan di atas, terlihat adanya suatu benang merah antara persepsi terhadap kualitas kehidupan bekerja dengan optimisme.

D. Hipotesis Penelitian Hipotesis :

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap perusahaan pada dasarnya bertanggungjawab untuk selalu menghasilkan kinerja terbaik (Husnawati, 2006). Akan tetapi usaha untuk meningkatkan kinerja bukanlah hal yang sederhana. Sehingga dalam prosesnya, terdapat faktor-faktor yang harus diperhatikan.

Timpe (1992) menyebutkan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kinerja dapat berupa faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal umumya meliputi lingkungan fisik dan non-fisik perusahaan, sedangkan faktor internal terkait dengan hal-hal seperti motivasi, tujuan dan harapan individu. Motivasi, tujuan dan harapan individu seringkali dikaitkan dengan tingkat optimisme (Steinwall, 2006)

Optimisme diartikan sebagai kecenderungan untuk mempercayai bahwa hal yang baik akan terjadi dimasa yang akan datang (Seligman, 2006). Umumnya, individu yang memiliki tingkat optimisme tinggi cenderung memiliki harapan positif akan masa depan, tinggi dalam hal motivasi dan terbukti lebih sukses dalam mencapai tujuannya (Steinwall, 2006).

Peterson (2000) menambahkan bahwa hasil lain dari optimisme juga dapat dilihat dari segi kognitif, emosional dan fisik. Berdasarkan segi kognitif, menurut Fredrickson (2003) individu yang optimis biasanya lebih kreatif dan lebih terbuka terhadap informasi baru. Selain itu, mereka juga memiliki keterampilan pemecahan masalah yang efektif serta terlibat dalam proses perencanaan yang lebih aktif (Peterson, 2000)

Terkait segi emosional, individu yang optimis akan lebih bahagia (Cheng & Furnham, 2003), cenderung lebih populer (Peterson & Steen, 2002) dan memiliki harga diri yang lebih tinggi (Fry, 1995). Individu yang optimis biasanya juga mudah dalam membentuk jaringan

Berkaitan dengan segi fisik, Scheier dan Carver (1987) menemukan bahwa individu yang optimis pada umumnya memiliki kesehatan fisik yang lebih baik dan memiliki kemungkinan kecil untuk menderita penyalahgunaan obat-obatan. Mereka juga lebih mungkin mencapai kesuksesan dalam penyembuhan kanker dan penyakit jantung (Brissette, Scheier, & Carver, 2002).

Ditinjau dari lingkup perusahaan, optimisme juga telah dipastikan memiliki dampak yang positif terhadap produktivitas dan kinerja. Hal ini terbukti dari penelitian Steinwall (2006) yang menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki karyawan yang optimis akan memiliki produktivitas yang lebih tinggi dari pada perusahaan yang memiliki karyawan yang pesimis. Selain mempengaruhi produktivitas, kinerja juga terbukti dipengaruhi oleh optimisme (Medlin & Green, 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Huselid (1995) menunjukkan bahwa kinerja karyawan yang optimis akan meningkatkan penjualan perusahaan sebanyak $27.000 per tahun untuk setiap karyawannya. Sedangkan studi yang dilakukan oleh Seligman (1998) terhadap agen asuransi menunjukkan pekerja yang memiliki tingkat optimisme yang tinggi akan meningkatkan penjualan jasa asuransi perusahaan sebanyak 37% dalam dua tahun pertama bekerja. Selain berhubungan positif dengan kinerja, optimisme juga berkorelasi positif dengan kepuasan kerja dan komitmen terhadap organisasi serta juga dapat mengurangi Turn over (Jensen, Luthan, Lebsack & Lebsack, 2007).

Menurut Green, Medlin & Whiten (2004) dan Medlin, Green & Graither (2010), optimisme memiliki beberapa faktor yang mempengaruhi peningkatannya, yaitu innovation

and risk taking, outcome orientation, team orientation dan people orientation. Selanjutnya

Green et al (2004) dan Medlin et al (2010) mengemukakan bahwa faktor people orientation dapat meningkatkan optimisme apabila manajemen perusahaan dapat berorientasi pada kesejahteraan karyawan. Usaha perusahaan untuk mewujudkan tujuannya dengan meningkatkan kesejahteraan karyawan disebut kualitas kehidupan bekerja (Cascio, 2006).

manusia dalam lingkungan kerjanya (Luthans, 2006). Kualitas kehidupan bekerja merumuskan bahwa setiap proses kebijakan yang diputuskan oleh perusahaan merupakan sebuah respon atas apa yang menjadi keinginan dan harapan karyawan (Husnawati, 2006). Selain itu, kualitas kehidupan bekerja juga merupakan masalah utama yang patut mendapat perhatian perusahaan (Lewis, Kevin, Paul, Lynne & Erin, 2001). Hal ini disebabkan karena kualitas kehidupan bekerja mampu meningkatkan kontribusi karyawan terhadap perusahaan. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa kualitas kehidupan bekerja mempunyai dampak positif dan signifikan terhadap kinerja perusahaan (May & Lau, 1998).

Persepsi yang positif terhadap kualitas kehidupan bekerja akan memperoleh beberapa hal seperti berkurangnya tingkat ketidakhadiran, rendahnya turnover, meningkatnya tingkat kepuasan kerja (Havlovic, 1991, Cohen, Chang & Ledford, 1997; King & Ehrhard, 1997) dan komitmen karyawan (Normala & Daud, 2010 & Ahmadi, Salavati & Rajabzadeh, 2012).

Kualitas kehidupan bekerja juga memiliki dampak lain bagi organisasi. Karyawan yang memiliki persepsi yang positif terhadap kualitas kehidupan bekerjanya akan meningkatkan sikap positif terhadap pekerjaannya dan terhadap perusahaan (Rhonen, 1998). Sikap positif tersebut merupakan dampak emosional yang dihasilkan oleh optimisme (Cheng & Furnham, 2003). Dengan demikian, persepsi terhadap kualitas kehidupan bekerja yang positif akan meningkatkan optimisme karyawan.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Mortazavi, Yazdi & Amini (2012) melaporkan bahwa kualitas kehidupan bekerja berhubungan dengan komponen-komponen

psychological capital seperti resiliensi, harapan, optimisme dan self-efficacy. Selanjutnya,

Peterson dan Steen (2002) menyatakan bahwa salah satu yang mempengaruhi optimistic

dan optimism juga terbukti meningkatkan kinerja, kesejahteraan dan menurunkan turnover (Steinwall, 2006, Zulkarnain, 2013 & Jensen, Luthan, Lebsack & Lebsack, 2007).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang pengaruh persepsi terhadap kualitas kehidupan bekerja pada optimisme karyawan.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti merumuskan masalah penelitian, yaitu : ”Apakah persepsi terhadap kualitas kehidupan bekerja berpengaruh pada optimisme karyawan?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui : a. Tingkat optimisme karyawan

b. Persepsi karyawan terhadap kualitas kehidupan bekerja perusahaan.

c. Apakah persepsi terhadap kualitas kehidupan bekerja berpengaruh pada optimisme karyawan.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis yang dapat diberikan oleh penelitian ini berupa pembuktian teori-teori dalam penelitian serta untuk menambah wawasan dan referensi mengenai optimisme dan persepsi terhadap kualitas kehidupan bekerja.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini memiliki manfaat praktis, yaitu : a. Untuk mengetahui tingkat optimisme karyawan.

bekerja serta pengaruhnya terhadap optimisme karyawan.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Bab I : Pendahuluan

Membahas mengenai latar belakang masalah yang hendak dibahas, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II : Landasan Teori

Membahas mengenai tinjauan kritis yang menjadi acuan dalam pembahasan permasalahan.Teori-teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah optimisme dan persepsi terhadap kualitas kehidupan bekerja.

Bab III: Metode Penelitian

Membahas mengenai metode-metode dasar dalam penelitian yaitu identifikasi

Dokumen terkait