• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS DATA DAB PEMBAHASAN

C. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Pengaruh etnis terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha

Nilai koefisien korelasi antara jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha sebesar 0,399. Nilai ini menunjukkan ada hubungan yang positif (tidak ada tanda negatif pada angka 0,399). Hal ini berarti semakin tinggi jiwa kewirausahaan pedagang bumbon akan semakin efektif pula dalam mengelola usahanya. Sebaliknya apabila semakin rendah jiwa kewirausahaan, maka semakin rendah pula keefektifan mengelola usaha. Hasil ini sejalan dengan penelitian Margarita Suwarsi tahun 2007 bahwa ada hubungan antara variabel jiwa kewirausahaan dan efektivitas mengelola usaha fotokopi yang diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,419. Hal ini menunjukkan ada hubungan yang positif (tidak ada tanda negatif pada angka 0,419), yang berarti semakin tinggi jiwa kewirausahaan pengelola usaha fotokopi akan semakin efektif pula dalam mengelola usaha fotokopi. Sebaliknya apabila semakin rendah jiwa kewirausahaan, maka semakin rendah pula efektivitas mengelola usaha.

Hasil penelitian hipotesis pertama secara umum menunjukkan bahwa etnis berpengaruh (negatif) terhadap jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha. Hal ini didukung oleh hasil pengujian statistik yang

menunjukkan bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai (α) 0,05.

Deskripsi keefektifan mengelola usaha menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang bumbon dikategorikan tinggi (35 pedagang /47,3%). Hasil penelitian ini didukung oleh perhitungan nilai mean = 67,42, median = 66,00, modus = 64, standar deviasi = 7,102. Keefektifan mengelola usaha pedagang bumbon tampak dalam semangat kerja, tegas dalam mengambil keputusan, berdedikasi, memiliki impian, tidak menggantungkan hidup pada nasib, bekerja dengan rinci, memiliki sumber dana, memiliki etika moral, memiliki rencana bisnis, mengutamakan hasil yang terbaik, kerjasama dengan karyawan, kemampuan belajar dan mendengarkan.

Deskripsi jiwa kewirausahaan menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang bumbon di Pasar Beringharjo memiliki jiwa kewirausahaan yang dikategorikan cukup (31 pedagang/41,9%). Hasil penelitian ini didukung oleh perhitungan nilai mean = 121,64, median = 119,50, modus = 119, standar deviasi = 10,615. Ciri-ciri seorang wirausaha yang berhasil adalah memiliki rasa percaya diri yang tinggi, berorientasi pada tugas dan hasil, tidak ragu dalam mengambil resiko, memiliki jiwa kepemimpinan, berpikir orisinil dan memiliki visi yang jelas.

Hasil penelitian hipotesis pertama menunjukkan bahwa pengaruh (negatif) etnis terhadap hubungan antara jiwa kewirausahaan dengan

keefektifan mengelola usaha pedagang bumbon adalah signifikan. Artinya data penelitian mendukung diterimanya hipotesis (H1). Karena hasil penelitian

koefisien regresi sebesar -0,686, maka hasil penelitian ini tidak sejalan dengan dugaan awal penelitian. Hal ini terjadi karena pedagang kurang tekun dan kurang berani mengambil resiko untuk mengembangkan usaha yang dijalankan. Pada dimensi jiwa kewirausahaan seharusnya dalam mengelola usaha para pedagang harus mempunyai rasa percaya diri, namun kenyataannya para pedagang seringkali kurang yakin dengan kemampuan yang ia miliki dan sering bergantung pada orang lain. Seharusnya untuk mencapai entrepreneur yang ideal, seorang pedagang harus mau meningkatkan lagi kemampuan yang ada dalam dirinya upaya-upaya yang dilakukan adalah dengan kerja keras, disiplin, belajar, memanfaatkan waktu, dan juga memperbaiki sikap mental. Sikap mental seseorang terbentuk tidak hanya dari pola pendidikan sedari kecil dalam lingkungan keluarga tetapi juga dipengaruhi oleh lingkungan lainnya seperti lingkungan masyarakat, dan lingkungan sekolah.

2. Pengaruh Etnis Terhadap Hubungan Antara Kecerdasan Emosional dengan Keefektifan Mengelola Usaha

Nilai koefisien korelasi antara kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha sebesar 0,294. Nilai ini menunjukkan ada hubungan yang positif (tidak ada tanda negatif pada angka 0,294). Hal ini berarti semakin tinggi kecerdasan emosional pedagang bumbon akan semakin

efektif pula dalam mengelola usahanya. Sebaliknya apabila semakin rendah kecerdasan emosional, maka semakin rendah pula keefektifan mengelola usaha. Hasil ini sejalan dengan penelitian Margarita Suwarsi tahun 2007 bahwa ada hubungan antara variabel kecerdasan emosional dengan efektivitas mengelola usaha fotokopi diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,653. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada hubungan yang positif (tidak ada tanda negatif pada angka 0,653), yang berarti semakin tinggi kecerdasan emosional pengelola usaha fotokopi akan semakin efektif pula dalam mengelola usaha fotokopi. Sebaliknya apabila semakin rendah kecerdasan emosional, maka semakin rendah pula efektivitas mengelola usaha.

Hasil penelitian hipotesi kedua menunjukkan bahwa etnis berpengaruh (negatif) terhadap kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha. Hal ini didukung oleh hasil pengujian statistik yang menunjukkan bahwa nilai signifikansi sebesar 0,006 lebih kecil dari nilai (α ) 0,05.

Deskripsi keefektifan mengelola usaha menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang bumbon dikategorikan tinggi (35 pedagang 47,3/%). Hasil penelitian ini didukung oleh perhitungan nilai mean = 67,42, median = 66,00, modus = 64, standar deviasi = 7,102. Keefektifan mengelola usaha pedagang bumbon tampak dalam semangat kerja, tagas dalam mengambil keputusan, berdedikasi, memiliki impian, tidak menggantungkan hidup pada nasib, bekerja dengan rinci, memiliki sumber dana, memiliki etika moral, memiliki

rencana bisnis, mengutamakan hasil yang terbaik, kerjasama dengan karyawan, kemampuan belajar dan mendengarkan.

Deskripsi kecerdasan emosional menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang bumbon di Pasar Beringharjo memiliki kecerdasan emosional yang dikategorikan tinggi (34 pedagang/46%). Hasil penelitian ini didukung oleh perhitungan nilai mean = 74,76, median = 73,00, modus = 72, standar deviasi = 7,215. Ciri-ciri dapat mengenal emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, serta dapat membina hubungan dengan orang lain.

Hasil penelitian hipotesis kedua menunjukkan bahwa pengaruh (negatif) etnis terhadap hubungan kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha pedagang bumbon adalah signifikan. Artinya data penelitian mendukung diterimanya hipotesis (H2). Karena hasil penelitian koefisien

regresi sebesar -1,026, maka hasil penelitian ini tidak sejalan dengan dugaan awal penelitian. Hal ini terjadi karena pedagang kurang peka terhadap peluang-peluang yang ada, kurangnya sikap untuk memotivasi diri untuk mengembangkan usaha. Untuk itu pedagang perlu adanya rasa keyakinan ingin tahu, niat atau kemauan, pengendalian diri, kecakapan berkomunikasi dan mampu bekerja sama dengan orang lain agar dapat mengelola usaha dengan baik dan mencapai hasil yang maksimal. Pola pendidikan dalam keluarga sangat menentukan pembentukan kecerdasan emosional seseorang. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa masih ada lingkungan lain yang dapat

berpengaruh seperti lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah. Dalam kasus pedagang bumbon ini kemungkinan pembentukan kecerdasan emosional banyak dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat dan lingkungan sekolah. Dalam kedua lingkungan ini seseorang banyak berinteraksi dengan berbagai macam jenis karakter orang lain. Sehingga seseorang dapat mampu untuk mengatur dirinya sendiri dan hubungannya dengan orang lain secara efektif.

3. Pengaruh Permodalan Terhadap Hubungan Antara Jiwa Kewirausahaan dengan Keefektifan Mengelola Usaha.

Nilai koefisien korelasi antara jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha sebesar 0,399. Nilai ini menunjukkan ada hubungan yang positif (tidak ada tanda negatif pada angka 0,399). Hal ini berarti semakin tinggi jiwa kewirausahaan pedagang bumbon akan semakin efektif pula dalam mengelola usahanya. Sebaliknya apabila semakin rendah jiwa kewirausahaan, maka semakin rendah pula keefektifan mengelola usaha. Hasil ini sejalan dengan penelitian Margarita Suwarsi tahun 2007 bahwa ada hubungan antara variabel jiwa kewirausahaan dan efektivitas mengelola usaha fotokopi yang diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,419. Hal ini menunjukkan ada hubungan yang positif (tidak ada tanda negatif pada angka 0,419), yang berarti semakin tinggi jiwa kewirausahaan pengelola usaha fotokopi akan semakin efektif pula dalam mengelola usaha fotokopi. Sebaliknya apabila

semakin rendah jiwa kewirausahaan, maka semakin rendah pula efektivitas mengelola usaha.

Hasil penelitian hipotesis ketiga menunjukkan bahwa permodalan berpengaruh (negatif) terhadap jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha. Hal ini didukung oleh hasil pengujian statistik yang menunjukkan bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai (α) 0,05.

Deskripsi keefektifan mengelola usaha menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang bumbon dikategorikan tinggi (35 pedagang/47,3%). Hasil penelitian ini didukung oleh perhitungan nilai mean = 67,42, median = 66,00, modus = 64, standar deviasi = 7,102. keefektifan mengelola usaha pedagang bumbon tampak dalam semangat kerja, tegas dalam mengembil keputusan, berdedikasi, memiliki impian, tidak menggantungkan hidup pada nasib, bekerja dengan rinci, memiliki sumber dana, memiliki etika moral, memiliki rencana bisnis, mengutamakan hasil yang terbaik, kerjasama dengan karyawan, kemampuan belajar dan mendengarkan.

Deskripsi jiwa kewirausahaan menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang bumbon di Pasar Beringharjo memiliki jiwa kewirausahaan yang dikategorikan cukup (31 pedagang/41,9%). Hasil penelitian ini didukung oleh perhitungan nilai mean = 121,64, median = 119,50, modus = 119, standar deviasi = 10,615. Ciri-ciri seorang wirausaha yang berhasil adalah memiliki

rasa percaya diri yang tinggi, berorientasi pada tugas dan hasil, tidak ragu dalam mengambil resiko, memiliki jiwa kepemimpinan, berpikir orosinil dan memiliki visi yang jelas.

Hasil penelitian hipotesis ketiga menunjukkan bahwa pengaruh (negatif) permodalan terhadap hubungan jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha pedagang bumbon adalah signifikan. Artinya data penelitian mendukung diterimanya hipotesis (H3). Karena hasil penelitian

koefisien regresi sebesar -0,302, maka hasil penelitian ini tidak sejalan dengan dugaan awal penelitian. Ternyata besar kecilnya modal tidak mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berwirausaha. Hal ini dapat ditunjukkan pada dimensi jiwa kewirausahaan dalam mengelola usaha, para pedagang harus mempunyai rasa percaya diri. Untuk itu pedagang harus kreatif, berorientasi ke depan, inovatif, dan mempunyai rasa percaya diri yang tinggi dengan begitu ia akan mampu mengelola usahanya dengan maksimal.

4. Pengaruh Permodalan Terhadap Hubungan Antara Kecerdasan Emosional dengan Keefektifan Mengelola Usaha.

Nilai koefisien korelasi antara kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha sebesar 0,294. Nilai ini menunjukkan ada hubungan yang positif (tidak ada tanda negatif pada angka 0,294). Hal ini berarti semakin tinggi kecerdasan emosional pedagang bumbon akan semakin efektif pula dalam mengelola usahanya. Sebaliknya apabila semakin rendah kecerdasan emosional, maka semakin rendah pula keefektifan mengelola

usaha. Hasil ini sejalan dengan penelitian Margarita Suwarsi tahun 2007 bahwa ada hubungan antara variabel kecerdasan emosional dengan efektivitas mengelola usaha fotokopi diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,653. Hal ini menunjukkan ada hubungan yang positif (tidak ada tanda negatif pada angka 0,653), yang berarti semakin tinggi kecerdasan emosional pengelola usaha fotokopi akan semakin efektif pula dalam mengelola usaha fotokopi. Sebaliknya apabila semakin rendah kecerdasan emosional, maka semakin rendah pula efektivitas mengelola usaha.

Hasil penelitian hipotesis keempat menunjukkan bahwa permodalan berpengaruh (negatif) terhadap kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha. Hal ini didukung oleh hasil pengujian statistik yang menunjukkan bahwa nilai signifikansi sebesar 0,006 lebih kecil dari nilai (α) 0,05.

Deskripsi keefektifan mengelola usaha menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang bumbon dikategorikan tinggi (35 pedagang 47,3/%). Hasil penelitian ini didukung oleh perhitungan nilai mean = 67,42, median = 66,00, modus = 64, standar deviasi = 7,102. keefektifan mengelola usaha pedagang bumbon tampak dalam semangat kerja, tagas dalam mengembil keputusan, berdedikasi, memiliki impian, tidak menggantungkan hidup pada nasib, bekerja dengan rinci, memiliki sumber dana, memiliki etika moral, memiliki

rencana bisnis, mengutamakan hasil yang terbaik, kerjasama dengan karyawan, kemampuan belajar dan mendengarkan.

Deskripsi kecerdasan emosional menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang bumbon di Pasar Beringharjo memiliki kecerdasan emosional yang dikategorikan tinggi (34 pedagang/46%). Hasil penelitian ini didukung oleh perhitungan nilai mean = 74,76, median = 73,00, modus = 72, standar deviasi = 7,215. Ciri-ciri dapat mengenal emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, serta dapat membina hubungan dengan orang lain.

Hasil penelitian hipotesis keempat menunjukkan bahwa pengaruh (negatif) permodalan terhadap hubungan kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha pedagang bumbon adalah signifikan. Artinya data penelitian mendukung diterimanya hipotesis (H4). Karena hasil penelitian

koefisien regresi sebesar -0,647, maka hasil penelitian ini tidak sejalan dengan dugaan awal penelitian. Besar kecilnya modal disini ternyata tidak mempengaruhi kemampuan pedagang mengelola usaha.

Seorang entrepreneur yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi, akan lebih berpeluang mencapai puncak keberhasilannya. Ia akan lebih jeli dalam melihat sebuah peluang, lebih cekatan dalam bertindak dan lebih punya inisiatif. Ia juga akan lebih siap dalam melakukan negosiasi bisnis dan lebih mampu melakukan langkah strategis bisnisnya, memiliki kepekaan, daya cipta, dan komitmen yang tinggi (http://www.purdiecandra.com/jm/content/

). Dalam mengelola usaha, seorang pedagang harus dapat memotivasi diri agar usaha yang dijalankan. Untuk itu pedagang harus lebih cekatan dalam bertindak dan lebih punya inisiatif, selain itu juga harus mempunyai strategi bisnis. Sehingga berapapun jumlah modal yang dimiliki tidak mempengaruhi kemampuan pedagang dalam mengelola usaha.

5. Pengaruh Pendidikan Terhadap Hubungan Antara Jiwa Kewirausahaan dengan Keefektifan Mengelola Usaha

Nilai koefisien korelasi antara jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha sebesar 0,399. Nilai ini menunjukkan ada hubungan yang positif (tidak ada tanda negatif pada angka 0,399). Hal ini berarti semakin tinggi jiwa kewirausahaan pedagang bumbon akan semakin efektif pula dalam mengelola usahanya. Sebaliknya apabila semakin rendah jiwa kewirausahaan, maka semakin rendah pula keefektifan mengelola usaha. Hasil ini sejalan dengan penelitian Margarita Suwarsi tahun 2007 bahwa ada hubungan antara variabel jiwa kewirausahaan dan efektivitas mengelola usaha fotokopi yang diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,419. Hal ini menunjukkan ada hubungan yang positif (tidak ada tanda negatif pada angka 0,419), yang berarti semakin tinggi jiwa kewirausahaan pengelola usaha fotokopi akan semakin efektif pula dalam mengelola usaha fotokopi. Sebaliknya apabila semakin rendah jiwa kewirausahaan, maka semakin rendah pula efektivitas mengelola usaha.

Hasil penelitian hipotesis kelima menunjukkan bahwa permodalan berpengaruh (negatif) terhadap jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha. Hal ini didukung oleh hasil pengujian statistik yang menunjukkan bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai (α) 0,05.

Deskripsi keefektifan mengelola usaha menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang bumbon dikategorikan tinggi (35 pedagang/47,3%). Hasil penelitian ini didukung oleh perhitungan nilai mean = 67,42, median = 66,00, modus = 64, standar deviasi = 7,102. keefektifan mengelola usaha pedagang bumbon tampak dalam semangat kerja, tagas dalam mengembil keputusan, berdedikasi, memiliki impian, tidak menggantungkan hidup pada nasib, bekerja dengan rinci, memiliki sumber dana, memiliki etika moral, memiliki rencana bisnis, mengutamakan hasil yang terbaik, kerjasama dengan karyawan, kemampuan belajar dan mendengarkan.

Deskripsi jiwa kewirausahaan menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang bumbon di Pasar Beringharjo memiliki jiwa kewirausahaan yang dikategorikan cukup (31 pedagang/41,9%). Hasil penelitian ini didukung oleh perhitungan nilai mean = 121,64, median = 119,50, modus = 119, standar deviasi = 10,615. Ciri-ciri seorang wirausaha yang berhasil adalah memiliki rasa percaya diri yang tinggi, berorientasi pada tugas dan hasil, tidak ragu

dalam mengambil resiko, memiliki jiwa kepemimpinan, berpikir orosinil dan memiliki visi yang jelas.

Hasil penelitian hipotesis kelima menunjukkan bahwa pengaruh (negatif) pendidikan terhadap hubungan jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha pedagang bumbon adalah signifikan. Artinya data penelitian mendukung diterimanya hipotesis (H5). Karena hasil penelitian

koefisien regresi sebesar -0,308, maka hasil penelitian ini tidak sejalan dengan dugaan awal penelitian. Tinggi rendahnya pendidikan seorang pedagang ternyata tidak mempengaruhi pembentukan jiwa kewirausahaan yang ia miliki. Karena keluarga itu bukan satu-satunya sarana untuk balajar. Sebab belajar itu bisa dimana saja, antara lain dari pengalaman yang kita miliki maupun dari orang lain. Selain itu ketekunan, rasa percaya diri, kerja kerasa juga diperlukan agar dapat mengelola usaha dengan baik.

6. Pengaruh Pendidikan Terhadap Hubungan Antara Kecerdasan Emosional dengan Keefektifan Mengelola Usaha

Nilai koefisien korelasi antara kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha sebesar 0,294. Nilai ini menunjukkan ada hubungan yang positif (tidak ada tanda negatif pada angka 0,294), yang berarti semakin tinggi kecerdasan emosional pedagang bumbon akan semakin efektif pula dalam mengelola usahanya. Sebaliknya apabila semakin rendah kecerdasab enosional, maka semakin rendah pula keefektifan mengelola usaha. Hasil ini sejalan dengan penelitian Margarita Suwarsi tahun 2007

bahwa ada hubungan antara variabel kecerdasan emosional dengan efektivitas mengelola usaha fotokopi diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,653. Hal ini menunjukkan ada hubungan yang positif (tidak ada tanda negatif pada angka 0,653), yang berarti semakin tinggi kecerdasan emosional pengelola usaha fotokopi akan semakin efektif pula dalam mengelola usaha fotokopi. Sebaliknya apabila semakin rendah kecerdasan emosional, maka semakin rendah pula efektivitas mengelola usaha.

Hasil penelitian hipotesis keenam menunjukkan bahwa etnis berpengaruh (negatif) terhadap kecerdasan emosional dengan keefektifan mengelola usaha. Hal ini didukung oleh hasil pengujian statistik yang menunjukkan bahwa nilai signifikansi sebesar 0,006 lebih kecil dari nilai (α) 0,05.

Deskripsi keefektifan mengelola usaha menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang bumbon dikategorikan tinggi (35 pedagang 47,3/%). Hasil penelitian ini didukung oleh perhitungan nilai mean = 67,42, median = 66,00, modus = 64, standar deviasi = 7,102. keefektifan mengelola usaha pedagang bumbon tampak dalam semangat kerja, tagas dalam mengembil keputusan, berdedikasi, memiliki impian, tidak menggantungkan hidup pada nasib, bekerja dengan rinci, memiliki sumber dana, memiliki etika moral, memiliki rencana bisnis, mengutamakan hasil yang terbaik, kerjasama dengan karyawan, kemampuan belajar dan mendengarkan.

Deskripsi kecerdasan emosional menunjukkan bahwa sebagian besar pedagang bumbon di pasar Beringharjo memiliki kecerdasan emosional yang dikategorikan tinggi (34 pedagang/46%). Hasil penelitian ini didukung oleh perhitungan nilai mean = 74,76, median = 73,00, modus = 72, standar deviasi = 7,215. Ciri-ciri dapat mengenal emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali emosi orang lain, serta dapat membina hubungan dengan orang lain.

Hasil penelitian hipotesis keenam menunjukkan bahwa pengaruh (negatif) pendidikan terhadap hubungan jiwa kewirausahaan dengan keefektifan mengelola usaha pedagang bumbon adalah signifikan. Artinya data penelitian mendukung diterimanya hipotesis (H6). Karena hasil penelitian

koefisien regresi sebesar -0,484, maka hasil penelitian ini tidak sejalan dengan dugaan awal penelitian. Tinggi rendahnya pendidikan pedagang ternyata tidak mempengaruhi pembentukan kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional terbentuk dari proses belajar. Belajar bukan hanya disektor formal (lingkungan sekolah) saja namun belajar bisa di lingkungan masyarakat dan juga lingkungan keluarga. Kecerdasan yang dimiliki seseorang untuk mengelola usaha bukan hanya dari pendidikan formal saja. Tetapi ketekunan, semangat yang tinggi, dan juga keberanian untuk berusaha itu juga merupakan salah satu kunci untuk mencapai suatu keberhasilan dalam berusaha.

Dokumen terkait