• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

C. Pembahasan Hasil Penelitian

1. Pengaruh kultur lingkungan kerja pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa ada pengaruh positif kultur lingkungan kerja pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan. Hasil ini didukung oleh perhitungan statistik yang menunjukkan bahwa nilai Fhitung = 7,627 lebih besar dari Ftabel = 2,6946 atau nilai signifikansi koefisien regresi (3) yang menunjukkan= 0,014 <  = 0,050. Artinya, pada karyawan yang berasal dari kultur lingkungan kerja yang berorientasi pada power distance kecil, kolektif, feminin, danuncertainty avoidanceyang sangat lemah maka semakin kuat hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.

Deskripsi kualitas pelayanan karyawan menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan terkategorikan baik sebanyak 81 karyawan atau 77,14%. Berdasar nilai tersebut dapat diketahui bahwa universitas dapat menampilkan fasilitas fisik, peralatan, personel, dan media komunikasi yang baik, karyawan memberikan jasa yang dijanjikan dengan tepat dan terpercaya, karyawan membantu mahasiswa dan memberikan jasa dengan tepat, adanya kepercayaan dan keyakinan serta pengetahuan dan kesopanan dari karyawan, dan karyawan peduli atau memberi perhatian pribadi bagi mahasiswa. Sementara deskripsi kecerdasan emosional

terkategorikan tinggi sebanyak 63 karyawan atau 60%. Dengan demikian mencerminkan bahwa karyawan dapat mengenali perasaan diri sendiri maupun perasaan orang lain, memotivasi diri sendiri, dan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dalam hubungan dengan orang lain, karenanya karyawan mampu bekerja dengan baik sehingga dapat menampilkan kualitas pelayanan yang baik pula.

Deskripsi kultur lingkungan kerja menunjukkan bahwa sebagian besar karyawan terkategorikan mempunyai power distance kecil (69 karyawan atau 65,71%), collectivism (54 karyawan atau 51,43%), femininity (54 karyawan atau 51,14%), dan uncertainty avoidance yang sangat lemah (58 karyawan atau 55,24%). Karyawan yang berasal dari lingkungan kerja dengan power distance yang kecil berarti semua karyawan apapun tingkatannya dalam lingkungan kerja diperlakukan sama oleh pemimpin, ada ketergantungan dari karyawan yang berkemampuan lemah terhadap karyawan yang berkemampuan baik, ada perbedaan yang nyata antara tugas dan kewajiban masing-masing dalam struktur organisasi, bagian/unit kerja diberikan kewenangan penuh untuk mengelola dan mengambil keputusan demi kemajuan unit kerja, ada perbedaan gaji antara atasan dan bawahan, atasan berkonsultasi dengan para karyawan sebelum mengambil keputusan, dan pimpinan menampakkan diri sebagai atasan dan para karyawan sebagai bawahan. Masyarakat yang memiliki orientasi budaya rendah berusaha

meminimalkan perbedaan-perbedaan status atau mengutamakan kesejajaran (equality), sehingga struktur organisasinya biasanya kurang ketat hirarkinya dan lebih terdesentralisasi (Dayakisni, 2003:277). Perbedaan status yang diminimalkan, struktur organisasi biasanya kurang ketat hirarki dan terdesentralisasi akan berakibat pada suasana kerja yang semakin kondusif hubungan antar karyawan semakin dekat yang kemudian berdampak pada pelayanan yang dilakukan akan berangsur baik.

Karyawan yang berasal dari lingkungan kerja yang kolektif berarti dalam lingkungan kerja mereka hubungan antara karyawan dan pemimpin tidak didasarkan pada perbedaan status dan jabatan, terjalin komunikasi yang harmonis antara atasan dan karyawan maupun antar karyawan, komunikasi antara atasan dan karyawan tidak dilakukan untuk hal yang penting saja, kesalahan yang dilakukan atasan akan mempermalukan semua unit kerja, hubungan kekeluargaan antara para karyawan dan atasan sangat kuat, atasan mengikutsertakan karyawan dalam proses pengambilan keputusan tentang promosi, pengelolaan/manajemen dalam unit kerja ditentukan oleh hasil kesepakatan bersama, dan hubungan antara atasan dengan para karyawan dan antar karyawan tidak hanya sebatas urusan pekerjaan kantor. Pada budaya kolektivistis kemampuan untuk empati atau memahami orang lain adalah sangat penting. Seorang manager diharapkan untuk lebih memberikan pertimbangan dari pada memberi perintah, sehingga diharapkan menager atau sipervisor memiliki skill dalam

memberikan support dan monitoring. Sebab itu, skill yang penting adalah untuk menyusun timbuilding, sebab budaya kolektivistis lebih menyukai group belongingness daripada kerja individual (Dayakisni, 2003:282). Oleh karena dalam lingkungan kerja yang klektif menekankan pada tim dan bukan bekerja sendiri-sendiri maka ketika karyawan bekerja dalam tim tersebut mereka akan saling bantu-membantu dan saling melengkapi yang kemudian. Hal ini akan berdampak pada hasil kerja yang baik serta pelayanan yang diberikan akan lebih baik dari pada kerja individual.

Karyawan yang berasal dari lingkungan kerja yang feminin berarti dalam lingkungan kerja mereka atasan memberikan pilihan cara penyelesaian masalah ketika melakukan kesalahan, filosofi karyawan adalah bekerja untuk hidup, tidak terjadi diskriminasi gender dalam promosi jabatan, antar karyawan berkesempatan saling membantu dan memahami satu dengan yang lainnya, pemimpin mengelola unit kerja berdasarkan rasionalitas yang dikembangkan bersama, dan ditekankan persamaan hak dan kewajiban, solidaritas antar karyawan dan kualitas hidup bekerja. Masyarakat yang memiliki dimensi feminity lebih mengutamakan hubungan interpersonal, keharmonisan dan kinerja kelompok (Dayakisni, 2003:283). Hal ini berakibat pada rasa nyaman ketika karyawan bekerja dalam kelompok,karena setiap karyawan merasakan karyawan satu dengan yang lain adalah keluarga yang

kemudian berakibat pada pelayanan kerja menjadi baik dan tidak ada pekerjaan yang menjadi beban bagi karyawan.

Karyawan yang berasal dari lingkungan kerja dengan uncertainty avoidance yang sangat lemah berarti dalam lingkungan kerja mereka aturan diterapkan secara longgar, karyawan dituntut untuk disiplin dan memanfaatkan waktu bekerja sebaik-baiknya, adanya kesediaan karyawan untuk bekerja lembur jika memang ada pekerjaan yang harus segera diselesaikan, ketelitian dalam bekerja harus dipelajari, Pemimpin menuntut karyawan memiliki mempunyai inisiatif yang tinggi, dan pemimpin memuji hasil kerja karyawan yang memuaskan Masyarakat yang memiliki orientasi budaya Uncertainty advoidace rendah, toleransi terhadap situasi yang samara-samar atau tak pasti lebih tinggi. Biasanya bersikap lebih relek dan sedikit memiliki aturan dan penyampaian mandate/instruksi/saran kepada bawahannya. Dengan situasi ini orang lebih banyak diberi kesempatan untuk mengambil inisiatif dalam menyelesaikan tugas. (Dayakisni, 2003:279-280). Dengan situasi seperti ini karyawan akan mempunyai kesempatan untuk menyelesaikans emua pekerjaannya dengan lebih tepat waktu dan hasil yang sesuai harapan. Ketika karyawan diberi kesempatan unuk mengambil inisiatif sendiri maka karyawan akan terbiasa untuk memikirkan keputusan sendiri tanpa susah- susah mengkomunasikan dengan yang atasan yang kemudian berdampak pada pelayanan yang cepat dan baik.

Nitisemito (1982:184) menyatakan bahwa lingkungan kerja sebagai segala sesuatu yang ada di sekitar para pekerja dan yang dapat mempengaruhi dirinya dalam melakukan tugas-tugas yang dibebankan. Setiap aktivitas yang dikerjakan karyawan akan sangat mempengaruhi kemampuan dan kemamuan untuk memberikan pelayanan yang baik bagi mahasiswa. Sedangkan kultur lingkungan kerja merupakan faktor esensial dalam membentuk karyawan menjadi manusia yang optimis, berani tampil, berperilaku kooperatif, kecakapan personal dan akademik (Hofstede, 1994:35).

Hasil penelitian ini dikuatkan oleh penelitian yang dilakukan Anggraeni (2004:62) dengan judul “Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Keberhasilan Kerja dalam Lingkungan Sosial”, yang menunjukkan bahwa ada pengaruh lingkungan sosial yang signifikan terhadap perubahan perilaku individu dan tingkat emosional yang dimiliki oleh seorang individu memiliki hubungan yang sangat erat dengan kinerja individu tersebut. Hasil penelitian ini juga dikuatkan oleh penelitian yang dilakukan Lianto dan Kurniawan (2002:207) dengan judul “Pengaruh Faktor Kebisingan dan Penerangan Lingkungan Kerja terhadap Kelelahan dan Kualitas Hasil Kerja Operator Poles”, yang menunjukkan bahwa ada pengaruh kebisingan dan penerangan terhadap kualitas hasil kerja, selain itu faktor kebisingan dan operator memberi pengaruh signifikan terhadap kelelahan kerja.

2. Pengaruh locus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa ada pengaruh positiflocus of control pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan. Hasil ini didukung oleh perhitungan statistik yang menunjukkan bahwa nilai Fhitung = 6,832 lebih besar dari nilai Ftabel = 2,6946 atau nilai signifikansi koefisien regresi (3) yang menunjukkan= 0,044 <  = 0,05. Artinya semakinlocus of control karyawan cenderung internal, maka semakin kuat hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.

Deskripsilocus of control menunjukkan bahwa 62 karyawan atau 59,05% terkategorikan internal. Kecenderungan locus of control internal karyawan dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya adalah faktor usia, pengalaman akan perubahan, pelatihan, dan pengalaman.

Individu yang memiliki kecenderungan locus of control internal mempunyai keyakinan yang besar untuk memperoleh keberhasilan, assertif, mempunyai usaha untuk maju dan mampu menggunakan keterampilan sosial untuk mempengaruhi lingkungan, sedangkan individu dengan kecenderungan locus of control eksternal memiliki sifat pasif, tidak suka bersaing, lingkungan mempengaruhi kehidupannya dan

memiliki motivasi yang rendah untuk berhasil (Findley dan Cooper dalam Rosita, 2005:31).

Karyawan yang mempunyai locus of control internal akn cenderung positif dan termotifasi untuk memberikan pelayanan yang baik. Beberapa penelitian Crowne (Pujiwati, 2004:37) menunjukkan bahwa individu dengan kecenderungan internal lebih mampu bertahan terhadap pengaruh dan tekanan lingkungan. Sebaliknya, individu dengan kecenderungan eksternal lebih siap sedia untuk menerima pengaruh, mengikuti lingkungan sosial dan menerima informasi dari orang lain. Karyawan yang semakin locus of control cenderung internal maka akan semakin menguatkan hubungan antara kecerdasan emosional dengan kualitas pelayanan karyawan.

Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati, dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa (Goleman, 1999:45). Mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang laindan membina hubungan adalah 5 (lima) wilayah utama yang dikembangkan oleh Goleman (1999:57-59) yang memungkinkan seseorang akan menguasai kebiasaan berpikir menuju produktivitas yang juga sangat

penting untuk diperlukan di dunia kerja, sehingga produktivitas kerja akan berdampak pada kualitas kerja karyawan yang dihasilkan.

Hasil penelitian ini dikuatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Triningsih (2007:vii) dengan judul “Pengaruh Locus of Control, Jenis Pekerjaan, dan Tingkat Pendidikan terhadap Hubungan antara Kecerdasan Emosional dengan Kinerja Karyawan”, yang menunjukkan bahwa ada pengaruh positif dan signifikanlocus of control terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan kinerja karyawan ( = 0,008 <  = 0,05); ada pengaruh positif dan signifikan jenis pekerjaan terhadap hubungan antara kecerdasan emosional terhadap kinerja karyawan ( = 0,005 <  = 0,05); dan ada pengaruh positif dan signifikan tingkat pendidikan terhadap hubungan antara kecerdasan emosional dengan kinerja karyawan ( = 0,0023 <= 0,05).

Hasil penelitian ini dikuatkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Melianawati, Prihanto, dan Tjahjoanggoro dengan judul “Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan Kinerja Karyawan”, yang menunjukkan hubungan yang sangat signifikan antara kecerdasan emosional dengan kinerja karyawan.

97

BAB VI

Dokumen terkait