• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembahasan Hasil Penelitian

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 43-60)

Berdasarkan hasil penelitian, maka dalam siklus kebijakan, BOPDA ditetapkan berdasarkan kehendak Bupati Kabupaten Mimika yang didasari pada kenyataan sebagian anak-anak Papua di daerah setempat berlatarbelakang ekonomi miskin. BOPDA digunakan untuk membiayai operasional sekolah yang selama ini ditanggung oleh para orang tua/wali siswa. Meskipun BOPDA ditetapkan sejak tahun 2008, landasan hukum pelaksanaan kebijakan baru dikeluarkan pada tahun 2012. Dengan kondisi demikian, implementasi kebijakan BOPDA menjadi tidak efektif. Dalam hal ini George C. Edwards III mengemukakan ada empat variabel atau faktor yang

berpengaruh dalam implementasi kebijakan publik yaitu komunikasi, sumber daya, kecenderungan-kecenderungan (sikap), dan struktur birokrasi.

a. Dari segi Komunikasi

Implementasi kebijakan yang efektif hanya dapat terjadi apabila mereka yang melaksanakan keputusan mengetahui apa yang harus mereka lakukan. Secara umum menurut Edwards, ada tiga hal penting yang perlu diperhatikan dalam proses komunikasi kebijakan, yaitu transmisi, konsistensi, dan kejelasan. Dari segi transmisi, sosialisasi tentang adanya kebijakan BOPDA di Kabupaten Mimika telah dilakukan oleh pemerintah daerah, baik melalui jalur komunikasi langsung maupun tidak langsung. Kebijakan BOPDA yang disosialisasikan melalui jalur komunikasi langsung yakni melalui pertemuan bersama para kepala sekolah dengan Dinas Pendidikan Kabupaten Mimika. Sementara sosialisasi kebijakan BOPDA secara tidak langsung diberitahukan melalui jalur media massa, sehingga memungkinkan para orang tua untuk mengetahui adanya kebijakan tersebut.

Informasi tentang kebijakan BOPDA juga harus diketahui oleh pihak DPRD Kabupaten Mimika. Namun pada kenyataannya, koordinasi antara pemerintah daerah dengan DPRD tidak terjalin dengan baik. Hal tersebut menjadi salah satu kendala dalam distribusi dana BOPDA ke sekolah. Inilah yang disebutkan Edwards bahwa salah satu hambatan dalam proses implementasi kebijakan ialah ketika kebijakan harus

melewati berlapis-lapis hierarki birokrasi. Dalam proses pelaksanaan kebijakan, keputusan yang dibuat oleh seorang kepala daerah tentang BOPDA, tidak dapat secara langsung dilaksanakan. Hal ini disebabkan oleh karena dana BOPDA ialah bersumber pada kas daerah, sehingga perlu dibahas dan mendapat persetujuan terlebih dahulu dengan pihak DPRD Kabupaten Mimika.

Sementara itu dari segi kejelasan dalam komunikasi kebijakan menurut Edwards suatu kebijakan yang hendak diimplementasikan harus memiliki petunjuk-petunjuk pelaksanaan. Akan tetapi dalam pelaksanaan kebijakan, didapati bahwa ternyata belum terdapat adanya petunjuk pelaksanaan maupun petunjuk teknis khusus penggunaan dana BOPDA ke sekolah-sekolah. Akibatnya pelaksanaan kebijakan BOPDA tidak terlaksana dengan baik. Hal-hal terkait dengan pengelolaan dana BOPDA, mulai dari administrasi sampai pada penerapannya di sekolah-sekolah hanya mengacu pada Peraturan Bupati No.3 Tahun 2012 yang mengatur tentang BOPDA. Peraturan Bupati tersebut telah dibagikan kepada setiap sekolah, termasuk sekolah-sekolah pada tingkat pendidikan dasar. Ketika kebijakan hanya berpatokan pada peraturan bupati yang ada, instruksinya dapat dikatakan belum jelas. Berdasarkan temuan yang diperoleh di lapangan, ternyata ada beberapa item yang tidak dirincikan dalam peraturan tersebut.

Hal pertama yakni menyangkut sasaran penggunaan dana BOPDA. Menurut Peraturan Bupati No.3 Tahun 2012 pasal 6 ayat 4 ialah dipergunakan untuk membiayai operasional sekolah, yaitu kegiatan belajar mengajar, kegiatan kesiswaan, kewajiban rutin sekolah, dan managemen sekolah. Keempat item penggunaan dana BOPDA tersebut tidak dirincikan oleh pemerintah daerah Kabupaten Mimika. Akibatnya terjadi kesalahan penggunaan dana BOPDA seperti yang terjadi di beberapa sekolah yang sudah dijelaskan sebelumnya.

Sebagai konsekuensi dari adanya dana BOPDA yang diberikan pemerintah daerah Kabupaten Mimika ke sekolah-sekolah di daerah setempat adalah adanya pembebasan biaya operasional pendidikan yang selama ini ditanggung para orang tua/wali murid. Dalam hal ini pembebasan biaya operasional pendidikan diberlakukan untuk semua siswa tanpa terkecuali. Menanggapi hal tersebut Kepala Sub Bagian Umum dan Program menilai bahwa :

Sekolah harus jeli dalam melihat keadaan orang tua murid karena tidak semua berasal dari latar belakang ekonomi yang sama, pasti berbeda. Sebenarnya dengan adanya BOPDA, ada anak-anak yang bebas dari segala pungutan. Bebas pungutan tidak diberlakukan untuk semua siswa, bebas terbatas. Bebas pungutan ini diberikan kepada anak-anak yang orang tuanya memiliki penghasilan tidak tetap dan kecil. Sekolah harus membuat klasifikasi, ada anak yang harus dibebaskan sama sekali dari pungutan dan ada orang tua yang masih bisa diberikan beban biaya pendidikan. Jika dana BOPDA diperuntukkan bagi semua siswa dan semua siswa dibebaskan dari pungutan biaya operasional pendidikan, maka ini tidak masuk akal.

Hanya pemahaman masyarakat umum bahwa sekolah gratis, sebenarnya itu pemahaman yang keliru24.

Hal ini disebabkan oleh karena setiap siswa berasal dari latar belakang ekonomi yang berbeda-beda. Akan sangat tidak adil jika pembebasan biaya operasional juga diberlakukan untuk siswa/i dari latar belakang ekonomi menengah ke atas. Tidak dibatasinya sasaran pemberian dana BOPDA yang diatur dalam peraturan bupati tentunya akan sangat mempengaruhi kegiatan-kegiatan sekolah yang mana beban pembiayaannya masih bisa ditanggung oleh para orang tua/wali murid, terkhusus dari kalangan ekonomi menengah ke atas.

Selain itu, kebijakan BOPDA didapati juga tidak konsisten dalam waktu penyaluran dana. Dalam peraturan Bupati tentang BOPDA juga tidak ditetapkan secara tepat alokasi waktu distribusi dana BOPDA ke sekolah-sekolah yang ada di Kabupaten Mimika. Dalam Peraturan Bupati Pasal 7 ayat 6 menyatakan bahwa BOPDA untuk jenjang pendidikan dari SD, SMP, dan SMA diberikan setiap 3 (tiga) bulan atau per triwulan. Akan tetapi pada kenyataannya, didapati bahwa ternyata dana BOPDA didistribusikan bukan setiap tiga bulan tetapi setiap enam bulan (atau per semester) sekali ke sekolah-sekolah.

Dari segi waktu distribusi dana, jika pemerintah daerah mengacu pada juknis BOS Pusat, maka dana BOPDA selambat-lambatnya diberikan setelah empat

24 Hasil wawancara bersama Kasubag Umum dan Program Dinas Pendidikan Dasar Kabupaten Mimika pada hari Senin, 10 Februari 2013, Pukul 10.05 WIT – Pukul 10.27 WIT

belas hari kerja. Namun ternyata dalam pelaksanaannya, didapati bahwa alokasi waktu dana BOPDA tidak mengikuti alokasi waktu distribusi dana sebagaimana yang tercantum dalam juknis BOS Pusat.

Berdasarkan hasil penelitian di sekolah-sekolah, dana BOPDA oleh pemerintah daerah seringkali diberikan pada pertengahan bahkan pada akhir semester. Pada tahun 2013 untuk periode kedua dana BOPDA baru diterima sekolah pada bulan Desember 2013. Sebagai akibat kebijakan yang tidak konsisten dari segi waktu penyaluran dana terjadi kasus dimana salah satu sekolah (SMP Negeri 2 Mimika) pada tahun 2012 mengambil suatu kebijakan untuk menarik biaya SPP dari para orang tua/wali murid di saat hal tersebut dilarang untuk dilakukan sementara kebijakan BOPDA sedang dijalankan oleh pemerintah daerah Kabupaten Mimika. Kebijakan tersebut dibuat sekolah dengan maksud untuk membiayai operasional sekolah akibat dana BOPDA tahun 2011 yang tidak dicairkan oleh pemerintah daerah. Inilah yang dijelaskan Edwards bahwa ketika perintah-perintah implementasi kebijakan tidak konsisten, maka akan mendorong para pelaksana mengambil tindakan yang sangat longgar.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka dari segi komunikasi kebijakan dapat disimpulkan bahwa BOPDA tidak memiliki petunjuk pelaksanaan maupun petunjuk teknis khusus penggunaan dana BOPDA. Petunjuk pelaksanaan yang mengacu pada Peraturan Bupati juga tidak jelas. Komunikasi di antara para pelaksana kebijakan, yaitu pemerintah daerah dan DPRD Kabupaten Mimika tidak terkoordinasi dengan

baik. Alokasi waktu dana BOPDA tidak konsisten, sehingga menimbulkan tindakan-tindakan yang longgar oleh pihak sekolah.

b. Dari Segi Sumber

Sumber-sumber merupakan faktor yang penting dalam melaksanakan suatu kebijakan publik. Sumber-sumber penting tersebut dijabarkan Edwards meliputi staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang diperlukan untuk menerjemahkan usul-usul di atas kertas guna melaksanakan pelayanan-pelayanan publik.

Sumber pertama dalam melaksanakan kebijakan adalah staf. Dalam kebijakan Bantuan Operasional Pendidikan Daerah (BOPDA) Kabupaten Mimika, pemerintah daerah membentuk tim manajemen dan tim anggaran dalam mengelola pelaksanaan kebijakan tersebut. Dalam hal administrasi terkait dengan kebijakan BOPDA ditangani oleh Dinas Pendidikan, sementara dalam pengelolaan dana BOPDA dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Mimika, dalam hal ini bagian keuangan daerah Kabupaten Mimika.

Unsur kedua yang perlu diperhatikan dari segi sumber menurut Edwards adalah informasi. Edwards menjelaskan bahwa informasi mempunyai dua bentuk.

Pertama, informasi mengenai bagaimana melaksanakan

suatu kebijakan. Pelaksana-pelaksana perlu mengetahui apa yang dilakukan dan bagaimana mereka harus melakukannya. Dengan demikian, para

pelaksana kebijakan harus diberi petunjuk untuk pelaksanaan kebijakan. Bentuk kedua dari informasi adalah data tentang ketaatan personil-personil lain terhadap peraturan-peraturan pemerintah.

Berdasarkan hasil temuan di lapangan, informasi mengenai adanya kebijakan BOPDA telah disampaikan ke sekolah-sekolah seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Peraturan Bupati yang mengatur tentang BOPDA juga telah dibagikan kepada masing-masing sekolah, termasuk di tingkat pendidikan dasar. Meskipun demikian, informasi tentang pelaksanaan kebijakan yang tertulis dalam perbup tidak jelas. Dalam pelaksanaannya, pemerintah daerah Kabupaten Mimika dan sekolah-sekolah di daerah setempat menggunakan juknis BOS Pusat sebagai petunjuk penggunaan dana. Namun hal tersebut dapat dikatakan tidak sesuai dengan kondisi di daerah. Ketika pelaksanaan BOPDA menggunakan juknis BOS Pusat sebagai petunjuk penggunaan dana, dapat dikatakan juknis BOS Pusat tidak sesuai bagi penggunaan dana BOPDA oleh karena komponen pembiayaan yang dibiayai BOPDA hanya ada empat bagian dan jika dilihat dari segi dana, BOPDA yang diberikan kepada tiap sekolah sangat tidak mencukupi sejumlah komponen pembiayaan yang tertera pada juknis BOS Pusat.

Salah satu sumber implementasi ialah menyangkut dana. Dalam Peraturan Bupati tidak ditentukan besaran anggaran dana BOPDA dari kas APBD Kabupaten. Akibatnya jumlah anggaran dana BOPDA didapati tidak tetap. Pada tahun 2013, alokasi

dana BOPDA yang diberikan ke sekolah-sekolah menurun jika dibanding tahun-tahun sebelumnya. Penganggaran dana BOPDA hanya berpatokan pada jumlah siswa. Meskipun demikian, berdasarkan temuan di lapangan didapati ada sekolah yang menerima jumlah anggaran dana BOPDA yang tidak sesuai dengan jumlah siswa yang ada. Misalnya, untuk periode kedua pada tahun 2013 yang lalu, dana BOPDA yang diterima SMP Negeri 3 Mimika hanya sebesar tiga puluh empat juta tiga ratus delapan puluh ribu rupiah dengan jumlah siswa yang terhitung hanya sebanyak 191 orang dari 205 siswa yang ada pada tahun 2013 di sekolah tersebut.

Aspek ketiga dalam sumber implementasi kebijakan publik ialah wewenang. Kewenangan dalam Winarno (2012) merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik. Dalam proses pelaksanaan kebijakan, staf pelaksana kebijakan BOPDA, yakni tim anggaran seringkali dihambat dengan adanya wewenang bupati sebagai pemegang kekuasan tertinggi dalam pemerintahan. Ketika seorang kepala daerah membuat suatu kebijakan, ia memiliki otoritas terhadap kebijakan tersebut. Dalam penelitian, peneliti menemukan bahwa meskipun dana BOPDA telah disetujui oleh pihak DPRD dan tersedia untuk didistribusikan, tetapi jika belum ada persetujuan dari Bupati, maka dana belum dapat didistribusikan ke sekolah.

Dengan demikian dari segi sumber implementasi, kebijakan BOPDA dipengaruhi oleh staf, informasi, dan

wewenang. Hal-hal yang terkait dengan administrasi BOPDA ditangani oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Mimika, sedangkan pengelolaan dana BOPDA dikelola langsung oleh bagian keuangan daerah. Dari segi informasi, BOPDA tidak memiliki petunjuk pelaksanaan maupun petunjuk teknis penggunaan dana. Segala sesuatu menyangkut pelaksanaan kebijakan BOPDA diatur dalam Peraturan Bupati Nomor 3 Tahun 2012 tentang BOPDA. Akan tetapi dalam pelaksanaannya, kebijakan BOPDA juga tergantung pada wewenang Bupati sebagai kepala daerah dan pembuat kebijakan. Penyaluran dana BOPDA ke sekolah-sekolah harus mendapat persetujuan dari kepala daerah sebagai pembuat kebijakan.

c. Dari segi Kecenderungan-Kecenderungan

Kecenderungan dari para pelaksana kebijakan merupakan faktor penting ketiga dalam implementasi kebijakan. Jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu, dan hal ini berarti adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan. Demikian pula, sebaliknya bila tingkah laku-tingkah laku atau perspektif-perspektif para pelaksana berbeda dengan para pembuat keputusan menjadi semakin sulit.

Para pejabat birokrasi pemerintah Kabupaten Mimika sebagai salah satu pelaksana kebijakan pada dasarnya menyetujui adanya kebijakan BOPDA.

Menurut Wakil Ketua DPRD Komisi C Bidang Pendidikan, Bpk. AE menjelaskan bahwa :

BOPDA merupakan program yang sangat bagus dibuat oleh seorang kepala daerah dalam rangka membantu meringankan biaya sekolah yang ditanggung orang tua dan memajukan dunia pendidikan, lebih khususnya agar semua anak dapat menikmati pendidikan, terutama anak-anak putra/i daerah. Program ini sangat diharapkan untuk tetap diteruskan karena sangat membantu orang tua25.

Sementara itu, menurut Kepala Bidang PAUD/SD, beliau menuturkan bahwa :

Saya sangat setuju dan mendukung adanya kebijakan BOPDA karena sangat membantu sekolah-sekolah yang ada baik negeri maupun swasta, karena tarif ekonomi keluarga rendah, tidak bisa melibatkan orang tua terlalu banyak dalam pembiayaan pendidikan. Hanya saja penganggaran BOPDA kepada sekolah perlu ditingkatkan lagi karena saat ini harga jual makin tinggi, jika pendidikan yang diharapkan adalah pendidikan yang berkualitas, maka harus ditunjang dari pasokan sumber dana yang juga mencukupi26.

Sedangkan menurut Sekertaris Dinas Pendidikan Dasar :

Kebijakan BOPDA sangat membantu peserta didik terhadap pendidikan karena di satu sisi biaya pendidikan mahal dan juga membantu pembiayaan operasional sekolah. Oleh karena itu, BOPDA perlu untuk tetap diteruskan agar anak-anak Papua maupun non Papua yang tidak mampu secara ekonomi tetap

25 Hasil wawancara bersama wakil ketua DPRD Komisi C Bidang Pendidikan, pada hari Kamis, 06 Februari 2014, Pukul 10.45 WIT-11.05 WIT.

26 Hasil wawancara singkat bersama Kepala Bidang PAUD/SD pada hari Senin, 10 Februari 2014, Pukul 12.05 WIT – 12.32 WIT.

dapat merasakan pendidikan. Saya mengharapkan kebijakan BOPDA ini dapat ditingkatkan27.

Berdasarkan penuturan-penuturan tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa adanya kebijakan BOPDA mendapat apresiasi yang cukup baik dari para pelaksana kebijakan di tingkat birokrat. Adanya BOPDA sangat membantu pembiayaan pendidikan yang ditanggung orang tua, sehingga anak-anak Papua maupun non Papua dapat menikmati pendidikan. Hanya saja ternyata kehadiran BOPDA kurang diapresiasi oleh para kepala sekolah maupun para guru di sekolah-sekolah, terkhusus di tingkat pendidikan dasar negeri Distrik Mimika Baru.

Menurut salah seorang kepala SD, menjelaskan bahwa :

Dana BOPDA yang disalurkan pemerintah sangat menghambat pembiayaan kegiatan sekolah karena seringkali terlambat. Kemudian kalau dana yang diberikan cepat, maka kami juga dapat membuat LPJ sesuai waktu yang ditentukan. Menurut saya, kebijakan BOPDA lebih baik tidak perlu diteruskan karena seringkali terlambat, sedangkan BOS Pusat saja bisa cepat dicairkan dana ke sekolah-sekolah sementara BOPDA dari kabupaten seringkali terlambat diberikan ke sekolah28.

Sementara itu, seorang kepala SMP menilai bahwa:

Jika program BOPDA tidak diatur dengan baik dalam hal penyaluran dana, maka lebih baik kebijakan ini dihentikan saja karena terhambatnya penyaluran dana

27 Hasil wawancara bersama Sekertaris Dinas Pendidikan pada hari Selasa, 11 Februari 2014, Pkl.10.45 WIT-11.05 WIT.

28 Hasil wawancara bersama Kepala Sekolah SD Negeri

Inauga Sempan pada hari Senin, 17 Februari 2014, Pkl.08.30 WIT-09.30 WIT.

BOPDA juga sangat mempengaruhi pembiayaan operasional sekolah di saat kami diperintahkan untuk tidak boleh memungut biaya SPP dari para orang tua/wali murid29.

Bertolak pada pernyataan kedua kepala sekolah yang ada, dapat disimpulkan bahwa komunikasi yang tidak jelas mempengaruhi sumber dan kecenderungan pelaksana lainnya, terkhusus pihak sekolah dalam menanggapi adanya kebijakan BOPDA. Keterlambatan pencairan dana BOPDA menjadi salah satu persoalan yang terjadi dalam implementasi kebijakan. Hal tersebut menunjukkan bahwa ada terdapat perbedaan kecenderungan antara pihak pelaksana di tingkat birokrat dengan pihak sekolah. Dilihat dari segi tujuan kebijakan, BOPDA merupakan salah satu upaya pemerintah daerah Kabupaten Mimika dalam membantu meringankan beban biaya pendidikan anak usia sekolah yang ditanggung oleh para orang tua. Hanya saja sumber kebijakan BOPDA, yaitu menyangkut dana, ketika terlambat disalurkan ke sekolah-sekolah yang ada maka hal tersebut sangat berpengaruh dalam pembiayaan operasional sekolah. Berdasarkan hasil wawancara ditemui bahwa keterlambatan pencairan dana BOPDA juga mempengaruhi pada kegiatan-kegiatan sekolah yang telah dirancang pada satu tahun ajaran. Ada kegiatan-kegiatan sekolah tertentu yang tidak dapat dilaksanakan sekolah oleh sebab keterlambatan dan

29 Hasil wawancara bersama Kepala SMP Negeri 3 Mimika pada hari Senin, 20 Januari 2013, Pukul 09.00 WIT – 09.35 WIT.

kekurangan dana yang diterima sekolah dari pos dana BOPDA.

Dana yang diterima sekolah tentunya juga turut mempengaruhi mutu sekolah. Pada dasarnya dana BOPDA yang diberikan hanya berpatokan pada jumlah siswa tanpa melihat status sekolah. Sekolah-sekolah di Distrik Mimika Baru memiliki status sekolah yang berbeda-beda. Ada sekolah reguler dan ada pula yang sudah terakreditasi dengan nilai yang sangat baik. SMP Negeri 5 Mimika di Distrik Mimika Baru adalah salah satu sekolah yang terakreditasi A bahkan memiliki banyak prestasi yang baik dalam bidang akademik maupun non akademik. Menurut salah seorang guru :

BOPDA sangat mempengaruhi kualitas sekolah. Ketika sekolah dilarang untuk memungut SPP dari orang tua otomatis pemasukan sekolah berkurang. Dana merupakan salah satu faktor terpenting dalam menjaga kualitas sekolah. Dana BOPDA untuk sekolah seperti kami tentunya tidak cukup. Karena keterbatasan dana akibatnya sekolah banyak utang bahkan beberapa kegiatan sekolah yang telah dirancang sebelumnya tidak dapat dilakukan. Kegiatan ekstra kurikuler seperti pengembangan diri untuk para murid saat ini sudah tidak dilakukan lagi seperti tahun-tahun sebelumnya karena tidak ada dana.30

Seorang guru lainnya berpendapat bahwa :

Jika BOPDA hanya berpatokan pada jumlah siswa sementara tidak melihat status sekolah maka kualitas sekolah bisa saja begini terus, tidak berkembang. Dana BOPDA yang kami terima mungkin tidak sebesar sekolah-sekolah yang lain. Padahal dana juga kan penting untuk peningkatan mutu sekolah. Kalau seperti ini terus, sekolah-sekolah di daerah tidak bisa

30 Hasil wawancara singkat bersama salah seorang guru SMP Negeri 5 Mimika pada hari Selasa, 28 Januari 2014, Pkl.10.30 WIT-11.01 WIT.

bersaing dengan sekolah-sekolah di luar yang sudah lebih maju karena ditunjang oleh biaya yang cukup.31

Sementara itu, seorang guru SD berpendapat :

Kebijakan BOPDA memang sangat membantu pembiayaan sekolah siswa yang selama ini ditanggung orang tua. Hanya saja ketika pemerintah melarang sekolah-sekolah, terkhusus yang negeri untuk memungut SPP, sementara sekolah swasta masih bebas untuk menarik biaya SPP, ini sangat tidak adil. Sekolah-sekolah negeri cuma mengandalkan dana dari pemerintah sementara dana juga tidak cukup dengan kebutuhan sekolah, bagaimana sekolah mau berkembang.32

Seorang guru SD lainnya juga turut mengemukakan pendapatnya tentang adanya kebijakan BOPDA bahwa :

BOPDA pada satu sisi punya nilai plus karena membantu para orang tua tetapi di lain sisi dengan dana yang seringkali terlambat dicairkan oleh pemerintah sangat mempengaruhi kegiatan belajar mengajar di sekolah. Dana yang diberikan juga tidak cukup untuk sekolah seperti kami yang punya jumlah siswa sampai ribuan. Lebih baik sekalian saja tidak usah ada dana BOPDA dari pemerintah, kalau dana seringkali terlambat seperti ini. Lebih baik seperti semula, sekolah memungut SPP dari orang tua supaya mereka juga punya kesadaran terhadap pendidikan33.

Beberapa pendapat para guru di atas menunjukkan bahwa dana BOPDA tentunya sangat

31 Hasil wawancara singkat bersama salah seorang guru SMP Negeri 3 Mimika pada hari Rabu, 22 Januari 2014, Pkl.09.20 WIT-10.46 WIT.

32 Hasil wawancara bersama salah seorang guru SD Negeri Inauga Sempan pada hari Senin 17 Februari 2014, Pkl.10.05 WIT-Pkl.10.40 WIT

33 Hasil wawancara singkat bersama salah seorang guru SD Inpres Kwamki Baru pada hari Kamis, 13 Februari 2013, Pukul 10.15 WIT-10.40 WIT.

berpengaruh terhadap kualitas sekolah. Dana BOPDA dinilai tidak mencukupi pembiayaan operasional sekolah. Ketika jumlah dana yang diberikan pemda Kabupaten Mimika kecil, maka sebagai konsekuensinya kegiatan sekolah harus dibatasi bahkan ada kegiatan-kegiatan sekolah tertentu yang sebelumnya telah diprogramkan tidak dapat terlaksana karena keterbatasan dana. BOPDA oleh para guru juga dinilai tidak perlu diteruskan karena mengacu pada distribusi dana yang seringkali terlambat dan dana yang tidak cukup untuk pembiayaan operasional di sekolah. Jika keadaan semacam ini terus berlanjut maka sekolah-sekolah negeri di Kabupaten Mimika tidak dapat maju dan bersaing dengan sekolah-sekolah di luar daerah.

Dengan demikian, terdapat dua kecenderungan di antara para pelaksana kebijakan. Ada kecenderungan yang positif dan negatif terhadap kebijakan BOPDA. Pada tingkat birokrat, pemerintah daerah sangat mendukung kebijakan tersebut bahkan dinilai perlu untuk tetap diteruskan karena sangat membantu meringankan beban pembiayaan pendidikan yang selama ini ditanggung para orang tua. Akan tetapi, ada

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 43-60)

Dokumen terkait