• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengetahuan Perawat Tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.2.1. Pengetahuan Perawat Tentang Pencegahan Infeksi Nosokomial

Pembahasan ini peneliti mencoba menjawab pertanyaan penelitian yaitu bagaimana gambaran pengetahuan perawat tentang pencegahan infeksi nosokomial di Rumah Sakit Umum Daerah Djoelham Binjai. Hasil penelitian menunjukkan perawat yang memiliki tingkat pengetahuan baik tentang pencegahan infeksi nosokomial 24,6%. Peneliti berasumsi bahwa walaupun lebih dari setengah tingkat pendidikan perawat di RSUD Djoelham adalah sarjana keperawatan (S1), berada pada rentang dewasa dini, dan pengalaman kerja lebih dari 3 tahun, hal ini terjadi karena kurangnya motivasi dan dorongan dalam melakukan suatu pekerjaan. Adanya dukungan dan supervisi kepala ruangan terhadap kinerja perawat pelaksana juga sangat dibutuhkan dalam pencegahan infeksi nosokomial dan hal ini menjadi salah satu indikator keberhasilan kegiatan pengendalian infeksi nosokomial dan peneliti berasumsi dengan pengetahuan yang baik dan dengan adanya motivasi, dorongan serta dilakukannya supervisi tentunya akan mendukung perilaku perawat dalam mencegah terjadinya infeksi nosokomial. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kamaruzaman & Najatul (2011), bahwa tingkat pengetahuan dan sikap perawat RSU Siti Hajar dalam mencegah infeksi nosokomial sebanyak 88% perawat di RSU Siti Hajar dengan tingkat pengetahuan baik. Hal ini mungkin disebabkan karena berbedanya instrument yang diberikan. Pengetahuan merupakan faktor yang sangat penting untuk membentuk tindakan atau perilaku seseorang (Notoadmojo, 2007). Menurut Mubarak (2007), terdapat beberapa faktor yang

mempengaruhi pengetahuan seseorang, diantaranya: pendidikan, pekerjaan, umur, minat, pengalaman, dan informasi. Djojodibroto (dalam Nasution Decy, 2008) mengatakan bahwa peningkatan motivasi personal di rumah sakit harus dilakukan untuk menjaga semangat kerja sehingga tidak terjadi penurunan akibat dari kegiatan rutin. Pengamatan pada motivasi personal harus dilakukan terus menerus, dan merupakan tanggung jawab atasan. Hal ini digunakan untuk mengidentifikasi pribadi yang memiliki potensi dan motivasi tinggi.

Hasil penelitian menunjukkan 57,4% perawat melakukan tindakan hiegiene rutin terhadap pasien dengan cara memandikan pasien dan merawat luka, dan ada juga perawat yang menjawab dengan membersihkan rongga oral dan menjaga integritas kulit. Menurut analisa peneliti hal ini terjadi karena sudah menjadi budaya lingkungan sekitar ruangan bahwa tindakan hiegiene rutin yang harus dilakukan perawat terhadap pasien adalah membersihkan rongga oral dan memandikan pasien. Menurut Potter & Perry (2005), tindakan hiegiene rutin yang harus dilakukan perawat tehadap pasien seperti membersihkan rongga oral dan mandi dapat melindungi kulit dan membran mukosa terhadap penyebaran organisme.

Tindakan dalam perawatan pasien dengan luka operasi yang menggunakan botol atau kantung drainase sebanyak 50,8% perawat mengosongkan kantung drainase setiap pergantian jaga dan mengangkat kantung drainase lebih tinggi dari tempat yang di drainase. Menurut analisa peneliti hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya jumlah pasien yang ditangani tetapi jumlah perawat yang bertugas sangat minim, dan karena aktivitas perawat

yang padat harus membuat perawat bekerja dengan cepat dan tidak mengingat prinsip steril dalam perawatan pasien dengan luka operasi yang menggunakan kantung atau botol drainase, perawat juga tidak memahami tentang prosedur yang tepat perawatan pasien dengan luka operasi yang menggunakan botol dan kantung drainase. Menurut Potter & Perry (2005), tindakan perawat dalam perawatan pasien dengan luka operasi yang menggunakan botol atau kantung drainase, antara lain: (1) kosongkan dan buang botol drainase sesuai dengan kebijakan fasilitas, (2) kosongkan sistem drainase pada setiap pergantian jaga kecuali jika ada permintaan lain dari dokter, (3) jangan pernah mengangkat botol drainase lebih tinggi dari tempat yang di drainase kecuali jika telah di klem terlebih dahulu.

Yang perlu diperhatikan dalam menggunakan benda tajam misalnya spuit sekali pakai 52,2% perawat menjawab dengan membuang jarum dan spuit yang sudah di patahkan terlebih dahulu ke dalam tempat sampah yang telah di tentukan, dan ada juga yang menjawab membuang jarum dan spuit setelah digunakan dari seorang ke orang lain. Menurut analisa peneliti ini terjadi karena sikap perawat dalam penggunaan spuit sekali pakai masih kurang baik. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Habni (2009), tentang sikap perawat di RSUPH. Adam Malik Medan dalam kontrol terhadap portal masuk sebanyak 84,3% perawat memiliki sikap positif. Ahmadi (1999, dalam Habni, 2009) mengatakan sikap adalah kesiapan dalam merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap suatu objek atau situasi secara konsisten. Sikap mengandung daya pendorong atau motivasi, sikap bukan sekedar rekaman masa lalu tetapi juga menentukan apakah perawat harus pro dan kontra terhadap sesuatu, menentukan

apa yang disukai, diharapkan dan diinginkan, dan apa yang harus dihindari. Menurut Saputra (2011), untuk benda tajam misalnya spuit sekali pakai yang harus di ingat, antara lain: (1) buanglah jarum dan spuit sebagai satu kesatuan, bilamana perlu, (2) buanglah benda-benda tajam ke dalam tempat sampah, segera setelah menggunakan, (3) jangan pindahkan benda tajam yang sudah digunakan dari seorang ke orang lain dengan tangan, gunakan suatu penampungan.

Tugas dari tim profesional pengendali infeksi, 70,5% perawat mengetahui bahwa tugas dari tim profesional pengendali infeksi adalah meminimalkan jumlah dan jenis mikroba patogen dan mengumpulkan statistik mengenai epidemiologi infeksi nosokomial, dan ada beberapa juga yang menjawab menganjurkan kepada perawat, pasien, dan keluarga pasien untuk memakai peralatan perlindungan diri. Menurut analisa peneliti hal ini karena perawat kurang mengetahui tugas-tugas dari tim profesional pengendali infeksi. Menurut Potter & Perry (2005), adapun tugas-tugas dari tim profesional pengendali infeksi beberapa diantaranya adalah: (1) memberi pendidikan mengenai pencegahan dan pengendalian infeksi kepada staf/perawat, klien dan keluarga, (2) membuat dan meninjau ulang kebijakan dan prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi.

Pelatihan tentang infeksi nosokomial juga dapat mempengaruhi pengetahuan dan tindakan perawat dalam pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial. Semakin sering mengikuti pelatihan maka pengetahuan dan keterampilan akan semakin meningkat. Hanya 23,0% perawat yang pernah mengikuti pelatihan resmi tentang pencegahan infeksi nosokomial. Mungkin terjadi karena pelatihan yang di peroleh sudah lama sekali dan tidak pernah di

ulang secara kontiniu, sehingga pengetahuan yang di peroleh menjadi terlupakan. Bady, dkk (2007, dalam Habni, 2009) mengatakan bahwa pelatihan atau pemahaman tentang infeksi nosokomial sangat berhubungan dengan keterampilan yang dilakukan perawat dalam pencegahan infeksi nosokomial.

BAB 6

Dokumen terkait