• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Pencegahan infeksi menurut Saputra (2011):

Staf perawat: (a) jangan melakukan perawatan ketika sakit, (b) periksalah status kesehatan, (c) lakukan cuci tangan, tujuannya adalah untuk membuang kotoran dan organisme yang menempel dari tangan dan untuk mengurangi jumlah mikroba total pada saat itu (d) gunakan sarung tangan ketika memegang zat-zat lainnya, (e) jangan melipat atau meletakkan alas tidur di lantai, (f) buanglah sampah secara benar, (g) bersihkan dan sterilisasi barang-barang yang terkontaminasi, (h) ventilasi yaitu dengan memberikan tekanan negatif pada ruangan tunggal untuk mencegah udara keluar, (i) secara efektif mengepel dan membersihkan debu.

Menurut Potter & Perry (2005), melalui pemikiran kritis, perawat dapat mencegah terjadinya atau menyebarnya infeksi dengan cara: (a) meminimalkan jumlah dan jenis organisme yang ditularkan ke daerah yang berpotensi mengalami

infeksi dengan cara diantaranya pembersihan, desinfeksi dan sterillisasi yang tepat terhadap objek yang terkontaminasi secara signifikan mengurangi dan seringkali memusnahkan mikroorganisme. Pembersihan adalah membuang semua material asing eperti kotoran dan materi organik dari suatu objek Rustala (1990, dalam Potter & Perry, 2005), (b) kontrol infeksi untuk mengurangi reservoar antara lain: mandi, mengganti balutan yang telah basah dan atau kotor, membuang tisu, balutan kotor atau linen kotor dalam kantung tahan air, membuang spuit dan jarum intravena dalam wadah yang tidak tembus tusukan, yang semestinya diletakkan di kamar pasien atau area tindakan dan jangan menutup kembali jarum ataupun mencoba untuk mematahkannya, botol dan kantung drainase dikosongkan pada setiap pergantian jaga kecuali ada permintaan lain dari dokter, dan jangan pernah mengangkat sistem drainase misalnya kantung drainase urine lebih tinggi dari tempat yang di drainase kecuali jika telah di klem dahulu, (c) kontrol terhadap portal keluar antara lain: penanganan yang hati-hati terhadap eksudat (misal: urine, feses, emesis, dan darah). Cairan yang terkontaminasi dapat dengan mudah terpercik saat dibuang di toilet atau bak sampah. Perawat harus selalu menggunakan sarung tangan sekali pakai bila menangani eksudat. Masker, gown, dan kacamata digunakan jika terdapat besar kemungkinan adanya percikan dan kontak dengan cairan, (d) pengendalian penularan dengan cara: mencuci tangan tujuannya adalah untuk membuang kotoran dan organisme yang menempel di tangan dan untuk mengurangi jumlah mikroba total pada saat itu, untuk mencegah penularan mikroorganisme melalui kontak tidak langsung, peralatan dan bahan yang kotor harus dijaga supaya tidak bersentuhan dengan baju perawat, tindakan

salah yang sering dilakukan adalah mengangkat linen yang kotor langsung dengan tangan mengenai seragam, linen yang kotor harus diangkat dengan posisi tangan jauh dari tubuh, untuk penggunaan termometer gelas, sekalipun digunakan secara individu, memerlukan perawatan yang khusus. Karena mukus pasien sendiri dapat menjadi pertumbuhan mikroorganisme, setelah setiap kali digunakan termometer dicuci dalam air sabun dan dikeringkan, (e) kontrol terhadap portal masuk antara lain: teknik membersihkan luka, untuk mencegah masuknya mikroorganisme kedalam luka, perawat harus membersihkan bagian luar luka. Pada saat menggunakan desinfektan perawat menyeka bagian dalam luka dulu kemudian bagian luarnya, kasa bersih harus digunakan untuk setiap putaran sekitar keliling bagian luka, (f) perlindungan bagi penjamu yang rentan beberapa diantaranya: mandi secara teratur, hiegiene oral yang teratur membersihkan protein dalam saliva yang menarik mikroorganisme, (g) perlindungan bagi pekerja yaitu dengan menggunakan peralatan perlindungan diri.

2. Cara mencuci tangan berdasarkan rekomendasi dari WHO dalam Saputra (2011): (a) basahi tangan dengan air mengalir, (b) gunakan sabun secukupnya untuk seluruh permukaan tangan, (c) gosoklah telapak dengan telapak, (d) gosoklah punggung telapak tangan dengan telapak tangan, kiri dan kanan secara bergantian, (e) telapak dengan telapak dan sela-sela jari, (f) gosoklah bagian punggung jari dengan bagian telapak jari yang berlawanan dengan posisi saling mengunci, (g) gosoklah sekeliling ibu jari dengan genggaman tangan, secara bergantian, (h) gosoklah sekeliling jari-jari, maju dan mundur kiri dan kanan secara bergantian. Kemudian bilaslah dengan air bersih, (i) keringkan seluruh

tangan dengan menggunakan satu handuk. Gunakan handuk untuk menutup keran air.

3. Teknik higienitas tangan dengan cairan berbasis alkohol (Saputra, 2011): (a) gunakan alkohol pada telapak tangan dan ratakan keseluruh permukaan tangan, (b) gosoklah telapak tangan, (c) gosokkan telapak tangan dengan punggung telapak tangan dan sela-sela jemari secara bergantian, (d) gosoklah telapak tangan dengan telapak tangan dan sela-sela jemari kedua tangan, (e) gosoklah bagian punggung jemari dengan bagian telapak jari dengan posisi saling mengunci, (f) gosoklah sekeliling ibu jari dengan genggaman tangan, secara bergantian, (g) gosoklah sekeliling jemari tangan, maju dan mundur, kiri dan kanan secara bergantian. Jika sudah kering, tangan sudah aman.

4. Penggunaan peralatan pelindung diri, antara lain: (a) Sarung tangan dari bahan lateks atau nitril: digunakan pada seluruh tindakan dimana ada resiko pencemaran dari darah atau cairan tubuh lainnya. Sarung tangan harus diganti antara kontak pasien, jangan gunakan sarung tangan yang sama untuk lebih dari satu orang dan tangan sebaiknya di basuh sebelum dan sesudah sarung tangan digunakan. Sarung tangan harus dibuang sebagai sampah klinik. (b) Aprons atau celemek: memberi perlindungan pakaian dari paparan terhadap darah dan cairan tubuh selama kegiatan rutin perawatan pasien. Aprons harus dibuang sebagai sampah klinik. (c) Masker wajah: masker penolak air sebaiknya digunakan jika ada resiko darah atau cairan tubuh terpercik ke wajah. (d) Goggles atau kacamata pelindung: digunakan jika ada resiko percikan darah atau cairan tubuh ke mata dan atau membran mukosa. (e) Alas kaki: untuk melindungi kaki dari perlukaan,

bersentuhan dengan cairan yang menetes atau benda yang jatuh. (f) Gaun bedah (operasi): dipakai untuk mengganti baju harian petugas (Darmadi, 2008).

Benda tajam sekali pakai (spuit sekali pakai), berikut petunjuk yang harus di ingat, antara lain: (a) buanglah jarum dan spuit sebagai satu kesatuan, bilamana perlu, (b) buanglah benda-benda tajam kedalam tempat sampah, segera setelah menggunakan, (c) pastikan kotak sampah untuk benda tajam terletak dekat dimana digunakan, (d) pastikan bahwa semua tempat sampah untuk benda tajam mudah didapat, (e) jangan pindahkan benda tajam yang sudah digunakan dari seorang ke orang lain dengan tangan, gunakan suatu penampungan, (f) kotak sampah harus benar-benar tertutup dan ditutup erat-erat, (g) kotak sampah berisi benda-benda tajam harus diberi tanda dari departemen/unit mana, (h) jangan menggunakan ulang jarum setelah digunakan (Saputra, 2011).

5. Antiseptik, desinfektan dan sterilisasi

Antiseptik adalah desinfektan yang digunakan untuk desinfeksi benda mati. Penggunaan antiseptik: (a) pengobatan lokal misalnya pada kulit, mulut, atau tenggorokan, (b) untuk irigasi daerah-daerah tubuh yang terinfeksi, (c) mencuci luka, terutama pada luka kotor, (d) mencegah infeksi pada perawatan luka, (e) menyucihamakan kulit sebelum operasi untuk mencegah infeksi, (f) mencuci tangan sebelum operasi untuk mencegah infeksi silang. Beberapa antiseptik yang digunakan antara lain: alkohol, sebagai antiseptik adalah 70%, iodium, Povidon iodine (betadine), klorheksidin (savlon).

Desinfektan adalah bahan kimia yang digunakan untuk membunuh mikroba patogen, baik dalam jumlahnya maupun terhadap jenis/kelompoknya, kecuali

endospora bakteri seperti yang terlihat pada spektrumnya. Beberapa desinfektan yang banyak digunakan antara lain: alkohol dalam hal ini yang digunakan dengan konsentrasi 60-90%, klorin, formaldehid (formalin), glutaraldehid (cidex), dan fenol (lysol, kreolin). Dalam perkembangan selanjutnya, upaya disinfeksi berkembang dengan memanfaatkan energi panas (termis) yaitu melalui panasnya air (merebus) dan melalui panasnya uap air (mengukus). Dengan memperhatikan spektrum mikroba patogen yang akan terbunuh oleh adanya proses desinfeksi, maka ada 3 tingkat kategori proses disinfeksi, yaitu: (a) disinfeksi tingkat rendah, (b) disinfeksi tingkat menengah, (c) disinfeksi tingkat tinggi (Darmadi, 2008).

Sterilisasi adalah penghancuran atau pemusnahan seluruh mikroorganisme, termasuk spora (Potter & Perry, 2005). Beberapa metode sterilisasi menurut Darmadi, (2008): (a) metode bertekanan tinggi, (b) metode panas kering, dan (c) metode gas kimia

6. Central Sterile Supply Departement (CSSD) atau Instalasi Sterillisasi Sentral(ISS) dalam rumah sakit.

Kegiatan sterilisasi dan keberadaan unit CSSD/ISS: (a) dekontaminasi, peralatan medis yang terkontaminasi didisinfeksi terlebih dahulu untuk meminimalisasi jenis dan jumlah mikroba patogen yang ada, (b) pembersihan, peralatan medis dibersihkan untuk membebaskan materi organik yang menempel seperti darah, jaringan tubuh, kemudian dilanjutkan dengan proses pengeringan, (c) pengemasan, membungkus/mengemas secara rapi peralatan medis disertai pemasangan label dan siap untuk proses sterillisasi, (d) proses sterillisasi, peralatan medis yang telah terbungkus/terkemas selanjutnya menjalani sterillisasi

sesuai metode yang dipilih, (e) penyimpanan, setelah selesai sterillisasi, peralatan medis disimpan dan harus dijaga kualitas sterillitasnya, (f) pendistribusian, selanjutnya didistribusikan ke unit-unit yang memerlukannya (Patricia & Anne, 2005).

7. Vaksinasi

Menurut Occupational Safety and Health Act of 1991, Federal Register, (1991, dalam Potter & Perry, 2005) vaksinasi hepatitis B dan tindak lanjut setelah paparan: (a) pegawai pelayanan kesehatan harus mendapatkan vaksinasi hepatitis B dan seri vaksinasi untuk semua pegawai yang terpapar dalam pekerjaannya. Perawatan evaluasi dan tindak lanjut akan diberikan bagi semua pegawai yang telah terpapar, (b) seluruh prosedur dan evaluasi medis, termasuk seri vaksin dan vaksinasi serta evaluasi setelah terpapar (profilaksis) diberikan tanpa biaya bagi pegawai yang beresiko, (c) evaluasi medis tertulis yang rahasia akan diberikan bagi pegawai yang terpapar, (d) vaksinasi hepatitis B akan diberikan pada pegawai yang bertugas dalam 10 hari kerja.

8. Peranan Tim Profesional Pengendali Infeksi (Potter & Perry, 2005)

Adapun tugas-tugas dari profesional pengendali infeksi diantaranya adalah: (a) memberi pendidikan mengenai pencegahan dan pengendalian infeksi kepada staf, (b) membuat dan meninjau ulang kebijakan dan prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi, (c) merekomendasikan prosedur isolasi yang tepat, (d) menyaring catatan klien terhadap infeksi yang didapat dari komunitas, (e) konsultasi dengan pekerja departemen kesehatan mengenai rekomendasi untuk mencegah dan mengendalikan infeksi diantara personel, seperti tes tuberkulosis,

(f) kumpulkan statistik mengenai epidemiologi infeksi nosokomial, (g) beri tahu departemen kesehatan masyarakat tentang insiden penyakit menular, (h) rundingkan dengan semua departemen di rumah sakit untuk menyelidiki kejadian atau kelompok infeksi yang tidak lazim, (i) beri pendidikan pada klien dan keluarga, (j) identifikasi masalah kontrol infeksi pada peralatan, (k) pantau organisme yang tahan antibiotik dalam institusi.

BAB 3

KERANGKA KONSEP

Dokumen terkait