• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.4 Pembahasan

60 70 80

1jam 2jam 3jam 4jam 5jam

Waktu % i n h ib is i u d e m Kontrol positif Dosis rendah Dosis sedang Dosis tinggi

Gambar 5. Grafik % inhibisi udem terhadap waktu

5.4 PEMBAHASAN

Pada penelitian ini digunakan ekstrak kental daun sirih (Piper betle, Linn) diperoleh dari proses ekstraksi yang merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang terdapat pada simplisia. Proses ekstraksi dapat melalui tahap menjadi

pembuatan serbuk, pembasahan, penyarian, dan pemekatan. Pembuatan serbuk dilakukan daun sirih dikeringkan dengan cara diangin-anginkan untuk menghindari kemungkinan rusaknya senyawa-senyawa komplek yang terkandung di dalam daun lalu diblender menjadi serbuk. Pembasahan dan penyarian merupakan salah satu cara ekstraksi yaitu maserasi. Maserasi adalah proses pengekstrakkan simplisia dengan menggunakan pelarut beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperature ruangan kamar, dan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya bertujuan agar dapat menarik semua zat aktif yang terkandung di dalam daun. Kemudian dilakukan pemekatan dengan alat Rotary Evaporator untuk memperoleh ekstrak kental daun sirih. Dari proses tersebut didapatkan ekstrak kental sebanyak 75,2 gram. Selanjutnya pengujian simplisia dan ekstrak kental daun sirih dilakukan penapisan fitokimia untuk mengetahui senyawa yang terkandung di dalam daun sirih (Tabel 5). Kemudian uji parameter spesifik dan non spesifik ekstrak dengan beberapa karakteristik ekstrak yaitu organoleptis, susut pengeringan, kadar air, kadar abu dan kadar abu tak larut asam. Ekstrak kental daun sirih digunakan untuk diuji efek analgetik dan antiinflamasi.

Pemakaian etanol 70% sebagai pelarut karena etanol 70% dapat melarutkan senyawa organik dalam tumbuhan baik yang bersifat polar maupun non polar, tidak beracun, tidak mudah ditumbuhi kapang dan kuman, dan pemanasan yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit. Disamping itu etanol 70% mempunyai titik didih yang rendah (78,4oC) sehingga mudah diuapkan, aman digunakan dan mudah mendapatkannya (Riawan, 1990).

Bahan uji yang diberikan dalam bentuk tersuspensi dengan Na CMC 1%, hal ini dikarenakan ekstrak tidak larut sempurna dalam air. Pada uji efek analgetik ini dilakukan dengan metode Writhing test yang diperlihatkan dengan adanya kontraksi dari dinding perut, kedua pasang kaki ditarik ke belakang sehingga abdomen menyentuh dasar dari ruang yang ditempatinya. Metode ini dipilih, karena mudah dilakukan tanpa memiliki keahlian khusus, dan tanpa menggunakan alat yang khusus. Metode Writhing test digunakan untuk pengujian analgetik non narkotik. Prinsip metode ini adalah mengamati penurunan jumlah geliat yang terjadi akibat pemberian zat uji pada mencit yang diberi larutan asam asetat 0,5% dengan volume 0,4 ml/20 grBB mencit, secara intraperitoneal. Larutan asam asetat ini digunakan sebagai induktor nyeri berupa geliatan pada mencit sedangkan bahan pembanding yang digunakan adalah asam mefenamat 0,5% b/v. Dimana asam mefenamat ini terikat sangat kuat pada protein plasma (Ganiswara, 2007) dan paling umum digunakan untuk mengatasi nyeri.

Hewan percobaan yang digunakan uji efek analgetik ini adalah mencit putih jantan galur Deutche Denken Yoken (DDY) karena dapat menghasilkan banyak keturunan sehingga mudah didapat dalam jumlah banyak, memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil sehingga pada saat pengujian mudah diamati, sifat kanibalnya rendah, dan memiliki harga jual yang relatif tidak mahal.

Pada uji efek analgetik ini digunakan 3 variasi kelompok dosis yaitu kelompok dosis rendah 216 mg/kg BB, kelompok dosis sedang 432 mg/kg BB, dan kelompok dosis tinggi 864 mg/kg BB. Pada kelompok ekstrak daun sirih dosis 216 mg/kg BB, dosis 432 mg/kg BB dan dosis 864 mg/kg BB jumlah geliat yang ditimbulkan lebih kecil dari pada kelompok kontrol negatif Na CMC 1%, hal

ini berarti kelompok ekstrak daun sirih sudah dapat memberikan efek analgetik. Pengamatan terhadap persen inhibisi geliat selama 30 menit menunjukkan bahwa dosis 864 mg/kg BB memberikan efek yang maksimal.

Pada grafik hubungan antara kelompok dosis dengan jumlah geliat rataan atau antara dosis dengan persentase inhibisi geliat (Lampiran 18). Terlihat bahwa semakin tinggi dosis ekstrak daun sirih yang diberikan semakin kecil jumlah peregangan yang terjadi. Ini berarti efek inhibisi terhadap rasa nyeri yang ditimbulkan semakin besar. Sehingga dapat diduga ada hubungan antara dosis dengan efek analgetiknya.

Data yang diperoleh dianalisa secara statistik menggunakan metode analisa varian (ANOVA) satu arah. Metode ini digunakan untuk melihat rata-rata persentase inhibisi geliat mencit pada kelompok perlakuan adalah sama atau sebaliknya secara nyata. Jika terdapat perbedaan maka dilanjutkan dengan uji LSD. Sebelum analisa tersebut dilakukan, telah dilakukan uji normalitas dengan metode Kalmogorof-Smirnov dan homogenitasnya dengan metode Levene. Untuk uji efek analgetik ini analisa awal dilakukan uji normalitas dengan metode Kalmigorov-Smirnov untuk melihat distribusi data persen inhibisi geliat mencit terhadap kelompok perlakuan (Lampiran 23) menunjukkan semua kelompok perlakuan terdistribusi normal dan tidak berbeda secara bermakna. Kemudian dilanjutkan uji homogenitas dengan metode Levene untuk melihat data persentase inhibisi geliat mencit homogen atau tidak, hasil menunjukkan semua kelompok perlakuan tidak terdistribusi homogen (ρ ≥ 0,05). Karena data tersebut tidak memenuhi syarat homogenitas maka dilanjutkan uji Kruskal Willis untuk

mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data persentase inhibisi geliat mencit pada data yang tidak memenuhi syarat normalitas dan homogenitas.

Kemudian uji BNT dengan metode LSD dilakukan apabila hasil pengujian menunjukkan adanya perbedaan nilai secara bermakna dengan tujuan untuk menetukan kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan kelompok lainnya. Hasil tersebut menunjukkan persentase inhibisi geliat mencit seluruh kelompok berbeda secara bermakna dengan kontrol positif kecuali dosis tinggi tidak berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05 (Lampiran 22). Berdasarkan uji tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak etanol daun sirih (Piper betle, Linn) dengan dosis 216 mg/kgBB, 432 mg/kgBB dan 864 mg/kg BB dapat menurunkan geliat pada mencit putih jantan yang diinduksi asam asetat0,5% dan pada dosis 864mg/kg BB mencit memberikan efek analgetik yang sama dengan asam mefenamat sebagai kontrol positifnya.

Pada pengujian efek antiinflamasi digunakan metode pembentukkan edema buatan pada telapak kaki belakang tikus putih betina dan karagenan sebagai penginduksi udem. Metode ini dipilih, karena sederhana dan lebih mudah dilakukan tanpa keahlian khusus namun memiliki hasil yang akurat. Metode pembentukan edema buatan pada telapak kaki tikus yang sebenarnya menggunakan 0,2 ml suspensi karagenan 1% dalam NaCl fisiologis sebagai induksi secara subkutan (Kelompok kerja ilmiah, 1993). Namun, pada penelitian kali ini menggunakan 0,4 ml suspensi karagenan 2% karena lebih terlihat volume udem yang terbentuk pada telapak kaki tikus.

Pengukuran volume udem menggunakan pletismometer dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain adalah volume air raksa pada alat, kejelasan tanda batas harus terbenamnya kaki tikus dalam air raksa, posisi kaki tikus pada saat pengukuran, cara pembacaan skala pada alat, dan kondisi perlakuan selama penelitian. Pengurangan sebanyak mungkin pengaruh faktor tersebut dilakukan dengan meningkatkan ketelitian saat pengukuran yaitu melakukan pengukuran dengan pengulangan sebanyak tiga kali dan mengusahakan tikus dalam keadaan tenang saat pengukuran.

Bahan pembanding yang digunakan pada penelitian adalah natrium diklofenak. Dimana natrium diklofenak ini mempunyai daya absorbsi yang cepat dalam tubuh dengan efek samping yang lebih rendah dari yang lainnya (indometaxim, piroxicam) (Tjay dan Kirana, 2002). Natrium diklofenak juga sering digunakan sebagai kontrol pembanding pada penelitian efek antiinflamasi.

Karagenan dipilih sebagai penginduksi udem karena dapat menimbulkan gejala antiinflamasi akut, selain itu udem yang dihasilkan lebih responsif terhadap obat-obat antiinflamasi. Pembentukkan udem oleh larutan karagenan 2% b/v sebanyak 0,4 ml/200 gBB juga tidak menyebabkan kerusakan jaringan dan udem dapat bertahan selama beberapa jam kemudian berangsur-angsur berkurang setelah 24 jam.

Hewan percobaan yang digunakan adalah tikus putih betina karena dapat diperoleh dalam jumlah banyak, ukuran telapak kaki tikus lebih mudah diamati saat diukur volume udemnya. Hewan uji tersebut dipilih galur, umur, jenis kelamin, dan kondisi perlakuan yang sama agar meminimalkan variasi biologis selama penelitian. Pada penelitian ini digunakan hewan uji tikus putih betina galur

Sprague Dawley dengan berat badan 200-250 gram dengan usia 2-3 bulan. Pemilihan galur tikus tersebut didasarkan pada mekanisme patofisiologinya terhadap iritasi, udem dan aktivasi asam arakhidonat dalam sintesis prostaglandin dan tromboksan yang mirip dengan manusia (Convorti and Bellavite, 2010). Jenis kelamin betina dipilih karena respon inflamasi pada tikus betina lebih nyata dibandingkan pada tikus jantan. Respon inflamasi pada tikus putih dipengaruhi oleh hormon estrogen dan testosteron (Green et al, 1999). Perlakuan hewan dimulai dengan aklimatisasi terlebih dahulu selama dua minggu, agar hewan dapat beradaptasi dengan lingkungan. Kemudian tikus dikelompokan menjadi lima kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari tiga ekor tikus. Kelompok kontrol negatif yang diberi 2 ml/200 grBB Na CMC 1% per oral, Kelompok kontrol positif yang diberi pembanding natrium diklofenak per oral, Kelompok dosis rendah yang diberikan ekstrak etanol daun sirih dengan dosis 108 mg/kgBB, Kelompok dosis sedang yang diberikan ekstrak etanol daun sirih dengan dosis 216 mg/kgBB, dan Kelompok dosis tinggi yang diberi ekstrak etanol daun sirih dengan dosis 432 mg/kg BB. Pengukuran dilakukan satu jam setelah penyuntikan karagenan 2%.

Pengukuran volume udem pada telapak kaki tikus dilakukan setiap satu jam selama 5 jam setelah telapak kaki tikus dibuat udem dengan induksi karagenan (Lampiran 20, Tabel 19). Persentase penghambatan udem juga dihitung pada setiap jam yang sama (Lampiran 20, Tabel 20). Pengamatan selama 5 jam dilakukan untuk mengetahui waktu dimana volume udem maksimal terbentuk. Pada penelitian ini, volume udem rata-rata terbesar terjadi pada jam keempat

kemudian berangsur-angsur menurun pada jam kelima setelah diinduksi karagenan (Tabel 8 dan Gambar 3).

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga variasi dosis ekstrak etanol 70% daun sirih mampu menghambat radang. Pada perlakuan menunjukkan bahwa radang terbesar terlihat pada jam keempat. Pada dosis 432 mg/kgBB memperlihatkan kemampuan menghambat udem terbesar yaitu 55,38% pada jam pertama dan menurun pada jam keempat. Sedangkan pada dosis 108 mg/kgBB memperlihatkan kemampuan menghambat udem terkecil yaitu 30,74% pada jam pertama dan menurun pada jam keempat. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar persentase penghambatan udem maka semakin kecil persentase udemnya, dan sebaliknya jika semakin kecil penghambatan udem maka semakin besar persentase udem tersebut, ini bisa disebabkan karena absorbsi yang cepat kemudian efeknya menurun karena adanya proses ekskresi. Bila dilihat secara keseluruhan pada gambar 5, maka persentase penghambatan udem pada setiap kelompok uji masih lebih kecil dibandingkan dengan kelompok kontrol positif yang diberikan Na diklofenak.

Data yang diperoleh dianalisa secara statistik, untuk uji antiinflamasi ini analisa awal dilakukan uji normalitas dengan menggunakan metode Kalmogorof-Smirnov untuk melihat distribusi data persen penghambatan udem telapak kaki tikus pada jam ke-1, jam ke-2, jam ke-3, jam ke-4 dan jam ke-5 (Lampiran 23) menunjukkan semua kelompok tikus terdistribusi normal dan tidak berbeda secara bermakna. Kemudian dilanjutkan uji homogenitas dengan metode Levene untuk melihat data persen penghambatan udem telapak kaki tikus homogen atau tidak, hasil menunjukkan jam ke-2 dan jam ke-3 tidak terdistribusi homogen (ρ≥0,05)

maka dilanjutkan uji Kruskall Willis. Selanjutnya dilakukan uji BNT dengan metode LSD. (Lampiran 23)

Pada jam ke-2 dan jam ke-3 seluruh kelompok berbeda secara bermakna dengan kontrol positif kecuali dosis tinggi tidak berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05. Semua kelompok dosis ekstrak memperlihatkan tidak adanya perbedaan secara bermakna antara ketiga kelompok dosis tersebut pada taraf uji 0,05 kecuali kelompok dosis rendah dengan kelompok dosis tinggi berbeda secara bermakna.

Uji ANOVA pada jam ke-1, jam ke-4 dan jam ke-5 menunjukkan bahwa seluruh kelompok berbeda secara bermakna dengan kontrol negatif. Pada jam ke-1 dan jam ke-4 menunjukkan seluruh kelompok berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif kecuali dosis tinggi tidak berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05. Kemudian pada jam ke-5 menunjukkan seluruh kelompok ekstrak tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok positif kecuali dengan kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05.

Berdasarkan hasil uji tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak etanol daun sirih (Piper betle, Linn) dengan dosis 108 mg/kgBB, 216 mg/kgBB dan 432 mg/kg BB dapat menurunkan radang pada telapak kaki tikus putih betina yang diinduksi karagenan 2%.

Pada penelitian uji efek analgetik dan antiinflamasi ekstrak etanol 70% daun sirih ini menunjukkan bahwa efek tergantung dosis pada peningkatan dosis tertentu. Efek analgetik dan antiinflamasi dapat dilihat dari kandungan terbesar pada daun sirih yaitu minyak atsiri dimana komponen minyak atsiri yang paling berperan dalam efek analgetik dan antiinflamasi adalah triterpene dan terpenoid

(Sudarsono et al, 1996). Minyak atsiri (triterpene dan terpenoid) berhubungan dengan aktivitasnya sebagai antioksidan (Parwata et al, 2009) dimana kedua senyawa ini mampu menghambat oksidasi asam arakhidonat menjadi endoperoksida dan menurunkan aktivitas enzim lipoksigenase. Apabila oksidasi asam arakhidonat dapat dihambat maka tidak terbentuk oksigen reaktif yang dapat menyebabkan nyeri dan inflamasi. Penurunan aktivitas enzim lipoksigenase menyebabkan tidak terbentuknya leukotrien yang dapat mengaktivasi leukosit yang memacu terjadinya peradangan. Adanya hambatan pada oksidasi asam arakhidonat dan penetralan oksigen reaktif menyebabkan triterpene dan terpenoid berefek sebagai analgetik dan antiinflamasi, selain itu triterpen dan triterpenoid dapat menghambat terbentuknya leukotrien sehingga proses antiinflamasi dapat dihambat. Hal ini menunjukkan bahwa dalam ekstrak etanol 70% daun sirih tidak hanya triterpene dan triterpenoid yang terkandung dalam minyak atsiri yang bertanggung jawab dalam memberikan efek analgetik dan antiinflamasi. Kemungkinan senyawa lain yang terkandung dalam ekstrak daun sirih juga dapat memberikan efek analgetik dan antiinflamasi.

Dokumen terkait