• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji efek analgetik dan anthiinflamasi ekstrak etanol 70% daun sisrih (piper betle, linn secara in vivo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji efek analgetik dan anthiinflamasi ekstrak etanol 70% daun sisrih (piper betle, linn secara in vivo"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

ETANOL 70% DAUN SIRIH (Piper betle, Linn)

SECARA IN VIVO

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S. Far)

Oleh : ALFI INAYATI

106102003392

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS KEDOKTERAN & ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

ii NAMA : ALFI INAYATI

NIM : 106102003392

JUDUL : UJI EFEK ANALGETIK DAN ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL 70% DAUN SIRIH (Piper betle, Linn) SECARA IN VIVO

Disetujui oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Ahmad Musir, M.Sc, Apt. Nurmeilis, M.Si, Apt. NIP : 195012271980031003 NIP:197404302005012003

Mengetahui,

Ketua Program Studi Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

(3)

iii

UJI EFEK ANALGETIK DAN ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL 70 % DAUN SIRIH (Piper betle L.) SECARA IN VIVO

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahakan dihadapan tim penguji oleh

Alfi Inayati NIM: 106102003392

Menyetujui,

Pembimbing:

1. Pembimbing I Drs. Ahmad Musir, M.Sc., Apt. ...

2. Pembimbing II Nurmeilis M.Si., Apt. ...

Penguji:

1. Ketua Penguji Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc., Apt. ...

2. Anggota Penguji I Eka Putri, M.Si., Apt. ...

3. Anggota Penguji II Zilhadia, M.Si., Apt ...

4. Anggota Peguji III Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc., Apt. ... Mengetahui,

Dekan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Prof. DR. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp. And

(4)

iv

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul :

UJI EFEK ANALGETIK DAN ANTIINFLAMASI EKSTRAK ETANOL 70% DAUN SIRIH (Piper betle, Linn) SECARA IN VIVO

Adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Penulis

(5)

v

JUDUL : UJI EFEK ANALGETIK DAN ANTIINFLAMASI

EKSTRAK ETANOL 70% DAUN SIRIH (Piper betle, Linn) SECARA IN VIVO

Daun sirih (Piper betle, Linn) merupakan salah satu tanaman yang digunakan sebagai bahan obat tradisional dan telah lama digunakan oleh masyarakat. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun sirih (Piper betle, Linn) sebagai analgetik dan antiinflamasi. Penelitian pertama merupakan penelitian uji efek analgetik menggunakan metode writhing test, dengan asam mefenamat 0,5% b/v dosis 91 mg/kgBB mencit sebagai kontrol positif dan asam asetat 0,5% sebagai senyawa perangsang nyeri, sedangkan penelitian kedua merupakan penelitian uji efek antiinflamasi menggunakan metode edema buatan pada telapak kaki tikus dengan menggunakan karagenan 2% sebagai zat pembuat udem dan natrium diklofenak dengan dosis 5,14 mg/kgBB sebagai kontrol positif. Subjek yang digunakan untuk uji efek analgetik adalah mencit putih jantan galur Deutche Denken Yoken (DDY) dengan variasi dosis 216 mg/kgBB, 432 mg/kgBB dan 864 mg/kgBB, sedangkan untuk uji efek antiinflamasi menggunakan tikus putih betina galur Sprague Dawley (SD) dengan variasi dosis 108 mg/kgBB, 216 mg/kgBB dan 432 mg/kgBB yang diberikan peroral sebagai praperlakuan untuk kedua penelitian ini. Dari hasil analisis menunjukkan ekstrak etanol 70% daun sirih memberikan efek analgetik dengan dengan persen inhibisi analgetik nya terbesar 84,80% pada dosis 864 mg/kgBB, sedangkan untuk efek antiinflamasi menunjukkan persen inhibisi udem tertinggi pada jam ke-1 dan menurun pada jam ke-4 dari ketiga variasi dosis ekstrak tersebut. Pada uji ANOVA menunjukan adanya perbedaan bermakna antara setiap dosis ekstrak dengan kontrol negatif (ρ≤ 0,05) dan pada dosis tinggi tidak ada perbedaan secara bermakna dengan kontrol positif pada taraf uji 0,05 (ρ≥ 0,05).

(6)

vi

TITLE : EFFECT ANALGESIC AND ANTIINFLAMMATORY ASSAY

ETHANOL 70% EXTRACT OF BETEL LEAVES (Piper betle,

Linn) In Vivo

Betel leaves (Piper betle, Linn) is one of the plants used as traditional medicine and has long been used by communities. This research was carried out to determine the effect of betel leaves extract (Piper betle, Linn) as an analgesic and anti-inflammatory. The first study is a research test analgesic effect using the writhing test method, with 0.5% dose of mefenamic acid 91 mg/kg body weight of mice as a positive control and 0.5% acetic acid as a compound stimulus pain, while the second is a research study testing anti-inflammatory effects using artificial edema in rat foot using 2% carrageen an as a chorale maker edema and sodium diclofenac at a dose of 5.14 mg / kg as positive control. Subjects who used to test the analgesic effect is strain white male mice Deutche Denken Yoken (DDY) by altering the dose 216 mg/kg body weight, 432 mg/kg body weight and 864 mg/kg body weight, whereas for testing anti-inflammatory effects using female white rat strains Sprague Dawley (SD) with a variety of doses 108 mg/kg body weight, 216 mg/kg body weight and 432 mg/kg body weight given per oral as pre treatment for both the research. From the results of the analysis showed the ethanol extract of betel provide analgesic

(7)

vii

Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah Swt atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi berjudul Uji Efek Analgetik dan Antiinflamasi Ekstrak Etanol 70% Daun Sirih (Piper betle, Linn) Secara In Vivo, dapat

diselesaikan dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta.

Pada Kesempatan ini, diucapkan terima kasih kepada Drs. Ahmad Musir, M.Sc, Apt., selaku pembimbing I dan Nurmeilis, M.Si, Apt selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu, tenaga, pikiran untuk membimbing dan mengarahkan, sejak proposal skripsi, pelaksanaan penelitian sampai penyusunan skripsi ini.

Selanjutnya ucapan terima kasih disampaikan juga kepada :

1. Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Prof.Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, SpAnd.

2. Ketua Program Studi Jurusan Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc, Apt.

3. Kedua Orang tuaku, kakakku Miftakhul Kamilah, Tantowi Jauhari, sepupuku Ulya Risky Rufaida dan segenap sekeluarga besar yang selalu memberikan dorongan moril, materil, spiritual hingga selesainya skripsi ini.

(8)

viii

Ela, Syifa, Eka Y, Alim, Erni, Adrian, Fikri, Azis, Dhani, Nino, Sobir, Wida, Nuki, Erika, Dina, Amalia, Febri, Putrisa, Ami serta teman-teman semester 8 kelas A.

6. Semua pihak yang terlibat baik langsung maupun tidak langsung yang namanya tidak tersebutkan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu saran dan kritik yang sifatnya membangun dari pembaca untuk kesempurnaan dalam penulisan skripsi ini. Harapan penulis laporan penelitian ini dapat berguna bagi pihak yang terkait.

September, 2010

(9)

ix

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Hipotesa ... 3

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Sirih (Piper betle L.) ... 5

2.1.1 Klasifikasi Tanaman ... 5

2.3.2 Ekstraksi Dengan Menggunakan Pelarut ... 10

2.4 Nyeri ... 11

2.4.1 Patofisiologi Nyeri ... 11

2.5 Analgetik ... 12

2.5.1 Asam mefenamat ... 13

2.5.2 Beberapa percobaan untuk menentukan efek analgetik ... 13

2.6 Inflamasi ... 15

2.6.1 Definisi Inflamasi ... 15

2.6.2 Mekanisme Terjadinya Inflamasi ... 15

2.6.3 Macam-macam inflamasi ... 16

2.6.4 Golongan obat antiinflamasi ... 17

2.6.5 Natrium diklofenak ... 18

(10)

x BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 23

4.2 Alat dan Bahan Penelitian ... 23

4.2.1 Alat Penelitian ... 23

4.2.2 Bahan Penelitian... 23

4.2.3 Bahan Kimia... 24

4.2.4 Bahan Pereaksi ... 24

4.2.5 Hewan Percobaan ... 24

4.3 Prosedur Penelitian... 25

4.3.1 Determinasi Tanaman ... 25

4.3.2 Penyiapan Bahan yang digunakan ... 25

4.3.3 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Sirih ... 25

4.3.4 Pembuatan sediaan ... 26

4.3.5 Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik Simplisia dan Ekstrak ... 27

4.3.6 Penapisan Fitokimia ... 29

4.4 Uji Analgetik dan Antiinflamasi ... 32

4.4.1 Aklimatisasi dan Pengelompokkan Hewan Percobaan ... 32

4.4.2 Pengujian Efek Analgetik ... 35

4.4.3 Uji antiinflamasi ... 36

4.4.4 Analisa Data ... 38

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian ... 39

5.1.1 Determinasi Tanaman ... 39

5.1.2 Ekstraksi ... 39

5.1.3 Hasil Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik Simplisia dan Ekstrak ... 39

5.1.4 Penapisan Fitokimia ... 40

5.2 Hasil Uji Analgetik ... 41

5.3 Hasil Uji Antiinflamasi ... 43

5.4 Pembahasan ... 45

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 55

6.2 Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(11)

xi

Tabel 1. Pembagian kelompok hewan uji analgetik... 34

Tabel 2. Pembagian kelompok hewan uji antiinflamasi ... 34

Tabel 3. Hasil ekstraksi ... 39

Tabel 4. Hasil pengujian parameter spesifik dan non spesifik ekstrak ... 39

Tabel 5. Hasil penapisan fitokimia ekstrak daun sirih ... 40

Tabel 6. Data pengamatan rata-rata jumlah geliat ... 41

Tabel 7. Persentase inhibisi geliat ... 42

Tabel 8. Rata-rata volume udem (mL) ... 43

Tabel 9. Rata-rata persen udem ... 44

Tabel 10. Persen inhibisi udem ... 45

Tabel 11. Conversion of animal doses to HED based on BSA ... 75

Tabel 12. Susut pengeringan pada simplisia ... 81

Tabel 13. Kadar abu simplisia ... 82

Tabel 14. Kadar abu tak larut asam simplisia ... 83

Tabel 15. Kadar air pada ekstrak... 84

Tabel 16. Kadar abu pada ekstrak ... 85

Tabel 17. Kadar abu tak larut asam pada ekstrak... 85

Tabel 18. Data persen inhibisi geliat pada kelompok perlakuan ... 87

Tabel 19. Pengukuran volume udem telapak kaki tikus yang diinduksi Karagenan pada masing-masing perlakuan ... 89

Tabel 20. Persentase udem telapak kaki tikus setelah diinduksi karagenan Pada masing-masing perlakuan ... 90

(12)

xii

Gambar 1. Grafik rata-rata jumlah geliat rata-rata ...41

Gambar 2. Grafik persentase inhibisi geliat terhadap kelompok perlakuan ...42

Gambar 3. Grafik rata-rata volume udem terhadap waktu ...43

Gambar 4. Grafik hubungan persen rata-rata udem terhadap waktu ...44

Gambar 5. Grafik persen inhibisi udem terhadap waktu...45

Gambar 6. Daun sirih (Piper betle, Linn) ...62

Gambar 7. Pletismometer ...63

Gambar 8. Mencit putih jantan ...64

Gambar 9. Perlakuan sonde pada mencit ...64

Gambar 10. Penyuntikan secara intraperitoneal...64

Gambar 11. Geliat pada mencit ...64

Gambar 12. Pelaksanaan sonde pada tikus ...65

Gambar 13. Penyuntikan karagenan secara subkutan ...65

Gambar 14. Udem pada telapak kaki tikus ...65

Gambar 15. Pengukuran udem pada telapak kaki kiri tikus...65

Gambar 16. Bagan proses penyiapan simplisia...71

Gambar 17. Bagan aklimatisasi hewan percobaan ...72

Gambar 18. Skema kerja analgetik ...73

(13)

xiii

Lampiran 1. Gambar daun sirih (Piper betle, Linn)...62

Lampiran 2. Alat penelitian...63

Lampiran 3. Perlakuan hewan uji (Analgetik) ...64

Lampiran 4. Perlakuan hewan uji (Antiinflamasi) ...65

Lampiran 5. Hasil determinasi daun sirih (Piper betle, Linn) ...66

Lampiran 6. Hasil Analisa Asam Mefenamat ...67

Lampiran 7. Sertifikat Natrium Diklofenak ...68

Lampiran 8. Sertifikat Analisa Diklofenak Sodium ...69

Lampiran 9. Sertifikat Karagenan ...70

Lampiran 10. Proses penyiapan simplisia ...71

Lampiran 11. Aklimatisasi hewan percobaan ...72

Lampiran 12. Skema kerja analgetik ...73

Lampiran 13. Skema kerja antiinflamasi ...74

Lampiran 14. Rumus perhitungan dosis hewan ...75

Lampiran 15. Perhitungan dosis ekstrak kental daun sirih (Piper betle, Linn)...76

Lampiran 16. Perhitungan dosis asam mefenamat dan Na diklofenak ...79

Lampiran 17. Hasil pemeriksaan simplisia daun sirih (Piper betle, L.) ...81

Lampiran 18. Hasil pemeriksaan ekstrak etanol 70% daun sirih (Piper betle, Linn) ...84

Lampiran 19. Data persentase inhibisi geliat pada semua kelompok perlakuan ...87

Lampiran 20. Perhitungan persen inhibisi geliat...88

Lampiran 21. Hasil pengamatan udem pada uji antiinflamasi ...89

Lampiran 22. Perhitungan persen udem dan persen inhibisi udem telapak Kaki tikus ...92

Lampiran 23. Hasil statistik uji efek analgetik dengan metode Writhing test ...94

(14)

BAB I

P E N D A H U L U A N

1.1 LATAR BELAKANG

Indonesia adalah negara yang kaya akan tumbuh-tumbuhan. Di dalam hutan tropis Indonesia diperkirakan terdapat sekitar 30.000 jenis tumbuhan. Diduga dari jumlah tersebut sekitar 9.600 jenis diketahui berkhasiat sebagai obat dan 200 jenis diantaranya merupakan tumbuhan obat penting bagi industri obat tradisional (Sriningsih et al., 2006).

Masyarakat luas beranggapan bahwa penggunaan obat tradisional lebih aman dibandingkan dengan obat kimia sehingga mereka lebih suka menggunakan obat tradisional untuk menyembuhkan penyakitnya. Walaupun demikian bukan berarti obat tradsional tidak memiliki efek samping yang merugikan, bila penggunaannya kurang tepat. Dan kurangnya informasi tentang obat tradisional oleh masyarakat merupakan salah satu kendala dalam penggunaan obat tradisional sehingga penggunaannya menjadi kurang optimal (Anggraini, 2008).

Salah satu tumbuhan yang telah lama dipergunakan oleh masyarakat Indonesia sebagai bahan obat-obatan adalah daun sirih (Piper bettle, Linn). Daun sirih merupakan salah satu jenis tumbuhan dari famili Piperaceae yang telah dikenal luas sehingga mempunyai beberapa nama daerah, misalnya : sedah, suruh (Jawa) (Sirait et al, 1992). Secara empiris, untuk pemakaian dalam tumbuhan ini antara lain telah digunakan untuk obat batuk, bronchitis, gangguan lambung (gastritis), rheumatik, bengkak-bengkak, menghilangkan

(15)

bau badan, keputihan, hidung berdarah, mulut berbau, mata sakit (Sudarsono et al., 1996).

Dari beberapa pustaka diketahui bahwa daun sirih mempunyai kandungan kimia diantaranya minyak atsiri (terdiri hidroksi kavikol, kavikol, kavibetol, estragol, eugenol, metil eugenol, ß-sitosterol, karvakrol, terpen, seskuiterpen, triterpenoid), tanin, diastase, gula, dan pati (Mursito, 2004). Saeed et al (1993) dalam Rachmat et al, (2000) menyebutkan bahwa isolasi kandungan minyak atsiri daun sirih berkhasiat sebagai antiplateled dan anti bengkak (antiinflamasi).

Analgetik dan antiinflamasi masing-masing adalah senyawa-senyawa yang dapat melenyapkan atau mengurangi rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran dan mengatasi edema. Rasa nyeri dan peradangan merupakan gejala penyakit atau kerusakan yang paling sering terjadi yang disebabkan karena suatu kerusakan jaringan atau gangguan metabolisme jaringan yang diikuti dengan pembebasan dan pembentukan bahan mediator, seperti prostaglandin, histamin, serotonin dan bradikinin (Tjay dan Kirana. 2007; Mustcher, 1991; Ganiswara et al., 2007).

(16)

Pada penelitian ini dilakukan uji efek analgetik menggunakan mencit sebagai hewan coba dengan metode Writhing test, dimana asam asetat sebagai penginduksi rasa nyeri. Rasa nyeri ini pada mencit diperlihatkan dalam bentuk respon gerakan geliat yaitu abdomen menyentuh dasar tempat berpijak dan kedua pasang kaki ditarik kebelakang (Park et al, 1998). Sebagai pembanding digunakan asam mefenamat dan Na CMC untuk kontrol negatifnya. Sedangkan untuk pemeriksaan efek antiinflamasi menggunakan tikus sebagai hewan coba dan menggunakan metode edema buatan pada telapak kaki hewan percobaan yang disuntik dengan suspensi karagen 2% (Kelompok kerja ilmiah, 1993).

1.2PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan suatu permasalahan, yaitu: apakah ekstrak etanol 70% daun sirih (Piper betle L.) memiliki efek sebagai analgetik dan antiinflamasi secara in vivo ?

1.3HIPOTESA

Ekstrak etanol 70% daun sirih (Piper betle L.) dapat menghambat rasa nyeri pada mencit putih yang telah diinduksi asam asetat, serta dapat menghambat pembentukkan udema pada tikus putih yang ditimbulkan oleh larutan karagenan.

1.4TUJUAN PENELITIAN

(17)

2. Menguji efek antiinflamasi ekstrak etanol 70% daun sirih terhadap udem yang ditimbulkan oleh larutan karagenan pada telapak kaki tikus secara in vivo.

1.5 MANFAAT PENELITIAN

1. Menambah data penelitian tanaman obat tradisional yang berkhasiat sebagai analgesik dan antiinflamasi.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi Tanaman Sirih (Piper betle L.)

Tinjauan mengenai tumbuhan ini meliputi klasifikasi tumbuhan, nama daerah, morfologi, bagian tanaman yang digunakan, deskripsi tumbuhan, habitat, kandungan kimia serta khasiat.

2.1.1 Klasifikasi Tanaman

Tanaman sirih diklasifikasikan ke dalam: Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Ordo : Piperales Familia : Piperaceae Genus : Piper

Spesies : Piper betle L. (Sirait et al, 1980). 2.1.2 Nama Daerah

Sumatera : ranub (Aceh), blo, sereh (Gayo), belo (Batak Karo), demban (Batak Toba), sirieh, sirih, suruh (Palembang, Minangkabau), canbai (Lampung).

Jawa : seureuh (Sunda), sedah, suruh (Jawa), sere (Madura). Bali : base, sedah

Sulawesi : ganjang, gapura (Bugis), baulu (Bare), buya, dondili (Buol), bolu (Parigi), komba (Selayar), lalama, sangi (Talaud).

(19)

Maluku : ani-ani (Hok), papek, raunge, rambika (Alfuru), nein (Bonfia),

kakinuam (Waru), amu (Rumakai, Elpaputi, Ambon, Ulias), garmo (Buru), bido (Macan).

Irian : reman (Wendebi), manaw (Makimi), namuera (Saberi), etouwon (Armahi), nai wadok (Saarmi), mera (Sewan), mirtan (Berik), afo (Sentani), wangi (Sawa), freedor (Awija), dedami (Marind) (Sirait et al, 1980).

2.1.3 Bagian tanaman yang digunakan

Daun segar, setengah kering, atau daun kering. (Standar of ASEAN, 1993).

2.1.4 Deskripsi Daun Sirih (Piperis Folium)

Pemerian daun sirih adalah memiliki bau aromatik khas; rasa pedas, khas. Secara makroskopik yaitu daun tunggal, warna coklat kehijauan sampai coklat. Helaian daun berbentuk bundar telur sampai lonjong, ujung runcing, pangkal berbentuk jantung atau agak bundar berlekuk sedikit, pinggir daun rata agak menggulung ke bawah, panjang 5 cm sampai 18,5 cm, lebar 3 cm sampai 12 cm; permukaan atas rata, licin agak mengkilat, tulang daun agak tenggelam; permukaan bawah agak kasar, kusam, tulang daun menonjol, permukaan atas berwarna lebih tua dari permukaan bawah. Tangkai daun bulat, warna coklat kehijauan, panjang 1,5 cm sampai 8 cm (Sirait et al, 1980).

2.1.5 Habitat

(20)

yang kaya akan humus, subur, dan pengairan yang baik. (Standar of ASEAN, 1993).

2.1.6 Kandungan Kimia

Sirih mengandung minyak atsiri 1 – 4,2%, hidroksikavikol, kavikol 7,2 – 16,7%, kavibetol 2,7 – 6,2%, llypyrokatekol 0 – 9,6%, karvakrol 2,2 – 5,6%, eugenol 26,8 – 42,5%, eugenol methyl ether 4,2 – 15,8%, p-cymene 1,2 – 2,5%, sineole 2,4 – 4,8%, caryophyllene 3,0 – 9,8%, candinene 2,4 – 15,8%, estragol, seskuiterpen, fenil propane, tannin, diastase, katekol, pyrocatechin, terpinyl acetat, alkaloids, 1-alanine, ß-alanine, α-amino butyric acid, 1-arginine, asparagine, 1-asam aspartat, 1-asam glutamat, glisin, histidin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, prolin, serin, 1-teronin, 1-triptopan, 1-rirosin, 1-valin, α-alanin, sistin, asam oksalat, d(+) asam malat, n-hentriakontan, n-pentatriakontan, δ-sitosterol, terpena, fenil propana, gula, pati, flavonoid dan vitamin C (Standar of ASEAN, 1993; Hariana, 2006; BPOM RI, 2004).

2.1.7 Khasiat

(21)

2.2 Simplisia

2.2.1 Pengertian Simplisia

Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai bahan obat dan belum mengalami pengolahan apapun juga, dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan. (Sampurno et al, 2000).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kualitas Simplisia

Kualitas simplisia dipengaruhi oleh faktor bahan baku dan proses pembuatannya.

a. Bahan baku simplisia

Berdasarkan bahan bakunya, simplisia dapat diperoleh dari tanaman liar dan atau dari tanaman yang dibudidayakan. Jika simplisia diambil dari tanaman budidaya maka keseragaman umur, masa panen, dan galur (asal usul, garis keturunan) tanaman yang dipantau. Sementara jika diambil dari tanaman liar maka banyak kendala dan variabilitas yang tidak bisa dikendalikan seperti asal tanaman, umur, dan tempat tumbuh.

b. Proses pembuatan simplisia

Dasar pembuatan simplisia meliputi beberapa tahapan. Adapun tahapan tersebut dimulai dari pengumpulan bahan baku, sortasi basah, pencucian, , pengeringan, sortasi kering, pengubahan bentuk, pengepakan, dan penyimpanan.

2.3 Ekstrak

(22)

serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi standar baku yang telah ditetapkan. (Depkes RI, 1995).

Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu ekstrak adalah : 1. Faktor biologi

Mutu ekstrak dipengaruhi dari bahan asal (tumbuhan obat), dipandang secara khusus dari segi biologi yaitu jenis tumbuhan, lokasi tumbuhan asal, waktu panen, penyimpanan, bahan tumbuhan, dan bagian yang digunakan.

2. Faktor kimia

Mutu ekstrak dipengaruhi dari bahan asal (tumbuhan obat), dipandang secara khusus dari kandungan kimia, yaitu :

a. Faktor internal, seperti jenis senyawa aktif dalam bahan, kompisisi kualitatif senyawa aktif, kadar total rata-rata senyawa aktif.

b. Faktor eksternal, seperti metode ekstraksi perbandingan ukuran alat ekstraksi, pelarut yang digunakan dalam ekstraksi, kandungan logam berat, ukuran kekerasan, dan kekeringan bahan. (Sampurno et al, 2000). 2.3.1 Ekstraksi

(23)

2.3.2 Ekstraksi Dengan Menggunakan Pelarut

Dengan menggunakan metode penyarian atau pelarut dalam ekstraksi dapat dibedakan macam-macam cara ekstraksi diantaranya :

1. Cara Dingin

a. Maserasi adalah proses pengekstraksikan simplisia dengan menggunakan pelarut beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).

b. Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara tahap penampungan ekstrak, terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

2. Cara Panas

a. Refluksi adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya perbandingan balik. Biasanya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga terbentuk proses ektraksi sempurna.

(24)

c. Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyus) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan yaitu secara umum pada temperatur 40-50oC.

d. Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air mendidih (96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit).

e. Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (>30oC) dan temperatur sampai titik didih air (Sampurno et al, 2000).

2.4 Nyeri

2.4.1 Patofisiologi Nyeri

(25)

2.5 Analgetik

Analgetik adalah senyawa yang pada dosis terapi mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran (Mutschler, 1991). Analgetik menurut potensi kerja dapat dibagi dalam dua golongan besar yaitu analgetik narkotik dan analgetik perifer.

a. Analgetik Narkotik

Zat-zat ini memiliki daya menghalangi nyeri yang kuat sekali dengan titik kerja yang terletak di SSP sehingga disebut juga analgetik kuat (hipoanalgetik). Umumnya analgetik sentral ini dapat mengurangi kesadaran (sifat meredakan dan menidurkan), mengakibatkan toleransi dan kebiasaan serta ketergantungan fisik dan psikis misalnya golongan morfin dan turunannya : morfin dan kodein, heroin, hidromorfin, hidrokodon dan dionin. (Tjay dan Kirana, 2002; Mustchler, 1991).

b. Analgetik perifer (Non Narkotik)

(26)

2.5.1 Asam Mefenamat

Asam mefenamat merupakan derivat antranilat dengan khasiat analgetik, antipiretik dan antiradang. Asam mefenamat mencapai kadar puncak dalam plasma dalam waktu 30-60 menit dan mempunyai waktu paruh yang pendek yaitu 1-3 jam (Tjay dan Kirana, 2002; Katzung, 2002). Obat ini sering digunakan untuk obat nyeri dan rema. Absorbsi obat ini melalui saluran cerna berlangsung cepat dan lengkap yang terikat 90% pada protein plasma. Efek samping yang paling sering terjadi adalah gangguan lambung-usus. Pemakaian obat ini dikontraindikasikan pada kehamilan; belum dibuktikan kemanjuran dan keamanannya pada anak kecil. Asam mefenamat, fenamat yang lain, mempunyai sifat analgetik tetapi kemungkinan efek anti inflamasinya kurang efektif dibandingkan aspirin (Tjay dan Kirana, 2002). 2.5.2 Beberapa percobaan untuk menentukan efek analgetik (Vogel, 2002)

1. Metode perangsangan panas.

(27)

tidak diberi obat. Penilaian dilakukan terhadap kemampuan obat mengambat terjadinya haemolisa pada darah anjing.

2. Metode Perangsangan Mekanik

Penggunaan rangsang mekanik dapat dilakukan pada anjing, tikus dan mencit yaitu dengan cara menekan jari kaki hewan percobaan dengan menggunakan suatu alat yang dapat diatur tekanannya sehingga menimbulkan efek nyeri tekan.

3. Metode Perangsang Listrik

Rangsang nyeri dapat juga ditimbulkan dengan mengguanakan alat yang dapat menghasilkan arus listrik sesuai dengan yang diperlukan. Dilakukan secara in vivo pada bagian tubuh yang peka dari hewan.

4. Metode Perangsangan Kimia a. Metode Writhing test

(28)

2.6 Inflamasi

2.6.1 Definisi Inflamasi

Inflamasi pada jaringan yaitu terjadinya respon jaringan terhadap rangsangan yang merusak secara kimia, fisika, dan biologi. Seperti kerusakan jaringan akibat radiasi panas, infeksi bakteri dan lainnya. Rangsangan yang merusak tersebut menyebabkan pecahnya sel mast dan melepaskan mediator-mediator inflamasi dan enzim-enzim lisosom yang berperan pada proses inflamasi. Gejala inflamasi yaitu terjadinya panas (kalor), kemerahan (rubor), bengkak (tumor), nyeri (dolor) dan gangguan fungsi (fungsio laesa) (Tjay dan Kirana, 2002).

Gejala-gejala ini merupakan akibat dari meningkatnya permeabilitas kapiler dan migrasi leukosit ke daerah jaringan yang mengalami inflamasi seperti histamin, serotonin, bradikinin dan prostaglandin.

Infeksi atau radang dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : a. Trauma mekanis (Khususnya benturan)

b. Radiasi (Sinar UV)

c. Kerusakan kimia langsung (bahan kimia kaustik dan korosif)

d.Kerusakan kimia tidak langsung (bahan pengawet dan bahan pewarna makanan)

e. Organisme pengganggu (virus, bakteri dan parasit) (Bowman, 1980). 2.6.2 Mekanisme Terjadinya Inflamasi

(29)

daerah inflamasi sehingga aliran darah meningkat. Terjadinya perubahan volume darah dalam kepiler dan venula, yang menyebabkan sel-sel endotel pembuluh darah meregang dan terjadi kenaikan permeabilitas pembuluh darah, protein plasma keluar dari pembuluh, timbullah edema. Infiltrasi leukosit ke tempat inflamasi, pada tingkat awal infiltrasi oleh neutrofil, selanjutnya infiltrasi oleh sel monosit. Kedua jenis leukosit ini berasal dari pembuluh darah, melengket pada dinding endotelium venula kemudian menuju daerah inflamasi dan memfagositosit penyebab inflamasi. Secara kronologik jenis inflamasi ini termasuk tipe inflamasi akut (Guyton, 1995; Katzung, 2007).

2.6.3 Macam-macam Inflamasi

Berdasarkan tipe terjadinya, inflamasi dapat dibagi atas 2 macam : 1. Inflamasi Akut

(30)

2. Inflamasi Kronik

Inflamasi tipe ini ditandai dengan banyaknya eksudat jaringan granulomatosis, monositosis, limfositosis dan pengumpulan plasma sel. Akibatnya jaringan mengalami fibrosis dan timbullah hiperplasia disekitar jaringan. Tetapi hal ini dapat terjadi tergantung dari kedudukan dan kondisi inflamasi kronik. Elemen-elemen jaringan yang diserang akan menghasilkan reaksi imun antara suatu antigen dengan suatu antibodi yang merangsang terjadinya inflamasi. Inflamasi kronik mempunyai waktu kerja yang lama. Sebagai contoh inflamasi kronik adalah inflamasi akibat tuberkolosis dan rematoid artritis (Guyton, 1995; Underwood, 1999). 2.6.4 Golongan obat antiinflamasi

Obat-obat antiinflamasi adalah obat yang memiliki aktifitas menekan atau mengurangi peradangan. Aktifitas ini dapat dicapai melalui berbagai cara yaitu menghambat pembentukkan mediator radang prostaglandin, menghambat migrasi sel-sel leukosit ke daerah radang, menghambat pelepasan prostaglansin dari sel-sel tempat pembentukannya.

Berdasarkan mekanisme kerjanya obat-obat antiinflamasi terbagi ke dalam golongan :

a. Antiinflamasi steroid

(31)

b. Antiinflamasi non steroid

Bekerja dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Termasuk golongan obat ini adalah: aspirin, ibuprofen, naproksen, fenoprofen, indometasin, sulindak, tolmetin, fenilbutazon, piroksikam, asam mefenamat dan diflunisal. Indikasi obat ini adalah penyakit-penyakit yang disertai radang terutama penyakit rematik yang disertai peradangan. Efek samping yang sering terjadi adalah induksi tukak lambung atau tukak peptik yang kadang-kadang disertai anemia sekunder akibat perdarahan saluran cerna. (Ganiswara, 2007).

2.6.5 Natrium Diklofenak

(32)

pemakaian selama kehamilan tidak dianjurkan (Tjay dan Kirana, 2002; Ganiswarna, 2007).

2.6.6 Beberapa metode uji antiinflamasi 1. Metode Pembentukan Edema Buatan

Metode ini berdasarkan pengukuran volume dari edema buatan. Volume edema diukur sebelum dan sesudah pemberian zat yang di uji. Beberapa iritan yang dipakai sebagai penginduksi edema antara lain formalin, kaolin, ragi dan dekstran. Iritan yang umum digunakan dan memiliki kepekaan yang tinggi adalah karagen (Vogel, 2002).

2. Metode Pembentukan Eritema

Metode ini berdasarkan pengamatan secra visual terhadap eritema pada kulit hewan yang telah dicukur bukunya. Eritema dibentuk akibat iritasi sinar UV selama 20 detik, sehingga terjadi vasodilatasi yang diikuti dengan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah dan leukositosis lokal. Dua jam kemudian eritema yang terbentuk diamati (Vogel, 2002; Turner, 1965).

3. Metode iritasi Dengan Panas

(33)

dengan albumin plasma sehingga jaringan yang meradang kelihatan berwarna. Penilaian derajat inflamasi diketahui dengan mengukur luas radang akibat perembesan zat ke jaringan yang meradang. Pengukuran juga dapat dilakukan dengan menimbang edema yang terbentuk, dimana jaringan yang meradang dipotong kemudian ditimbang (Vogel, 2002; Turner, 1965).

4. Metode Pembentukan Kantong Granuloma

Metode ini berdasarkan pengukuran volume eksudat yang terbentuk di dalam kantong granuloma. Mula-mula benda terbentuk pelet yang terbuat dari kapas yang ditanam di bawah kulit abdomen tikus menembus lapisan linia alba. Respon yang terjadi berupa gejala iritasi, migrasi leukosit dan makrofag ke tempat radang yang mengakibatkan kerusakan jaringan dan timbullah granuloma (Vogel, 2002).

5. Metode Iritasi Pleura

Metode ini berdasarkan pengukuran volume eksudat yang terbentuk karena iritasi dengan induktor radang. Adanya aktifitas obat yang diuji ditandai dengan berkurangnya volume eksudat. Obat diberikan secara oral. Satu jam kemudian disuntik dengan induktor radang seperti formalin secara intra pleura. Setelah 24 jam, hewan dibunuh dengan eter lalu rongga pleura dibuka dan volume eksudat inflamasi diukur (Turner, 1965). 6. Metode Penumpukan Kristal Synovitis

(34)

Pada waktu 18 jam setelah penyuntikan diberikan obar secara oral dan suhu rektal diukur dalam selang 30 menit (Vogel, 2002; Turner, 1965). 2.6.7 Karagenan

(35)

BAB III

uji berdasarkan perlakuan yang diberikan (kontrol positif, kontrol negatif, Dosis rendah, Dosis sedang, Dosis tinggi).

Daun sirih

(Piper betle L.) DETERMINASI

Serbuk daun

5. Kadar abu tidak larut asam

Uji analgetik

(36)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Kimia dan Farmakologi Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Laboratorium Farmakologi Jurusan Farmasi UHAMKA. Penelitian ini dilakukan selama ± 4 bulan (April 2010 – Juli 2010).

4.2 Alat dan Bahan Penelitian 4.2.1 Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : (1) Neraca analitik (Wiggen Hauser); (2) Spuit injeksi suplantar dan peroral 1 ml & 3 ml (Terumo); (3) Stopwatch (Olympic); (4) Alat-alat gelas (Pyrex Iwaki Glass); (5) Vacum Rotari Evaporator (Memmert Eyele); (6) Pletismometer; (7) Kandang mencit & tikus; (8) Sonde; (9) Timbangan hewan, (10) Blender (National); (11) Oven (Memmert); (12) Kapas; (13) lumpang dan stamfer; (14) tissu gulung; (15) label; (16) botol vial; (17) spatel.

4.2.2 Bahan Penelitian

Simplisia yang digunakan adalah daun sirih (Piperis Folium) dari tanaman sirih (Piper betle, L.) yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO).

(37)

4.2.3 Bahan Kimia Bahan Analgetik

Aquades, Asam asetat 0,5%, Asam mefenamat dari PT. Brataco sebagai zat pembanding, Natrium Karboksimetilselulosa (Na CMC) dari PT. Brataco.

Bahan Antiinflamasi

Aquades, Karagenan dari Puslit Oseanografi, Na diklofenak dari PT. Kimia Farma, Natrium Karboksimetilselulosa (Na CMC) dari PT. Brataco. 4.2.4 Bahan Pereaksi

Bahan pelarut untuk ekstraksi adalah etanol 70%.

Bahan untuk penapisan fitokimia adalah ammonia (10%, 25%), etil asetat, HCl (1%, 1:10), pereaksi Dragendorff, pereaksi Mayer, aquadest, lempeng magnesium, HCl pekat, butanol, larutan besi (III) klorida (FeCl3) 1%, pereaksi Stiasny, NaOH 1 N, eter, asam asetat anhidrat, H2SO4 pekat, pereaksi Libermann-Burchard, petroleum eter.

4.2.5 Hewan percobaan

Hewan percobaan yang digunakan dalam penelitian uji efek analgetik ini adalah mencit putih jantan (Mus Musculus) galur Deutche Denken Yoken (DDY) umur 2 – 3 bulan, bobot 20 – 25 gram sedangkan

(38)

4.3 Prosedur Penelitian

4.3.1 Determinasi Tanaman

Bahan yang digunakan adalah daun sirih (Piper betle L.) yang diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Sebelum dilakukan penelitian terhadap tumbuhan, terlebih dahulu dideterminasi untuk mengidentifikasi jenis dan memastikan kebenaran simplisia. Determinasi dilakukan di Herbarium Bogoriense, Puslit Biologi Bidang Botani LIPI Cibinong.

4.3.2Penyiapan Bahan yang Digunakan a. Pengumpulan dan penyediaan simplisia

b. Daun sirih yang akan digunakan dicuci dengan air hingga bersih, ditiriskan agar dapat bebas dari sisa cucian, dikeringkan dengan diangin-anginkan, setelah kering dan bebas air kemudian digiling hingga menjadi serbuk, serbuk yang diperoleh disimpan dalam wadah bersih dan tertutup rapat.

4.3.3Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Sirih

(39)

pada suhu 40°C hingga diperoleh ekstrak kental. Dihitung hasil % kadar ekstrak dengan rumus :

Bobot ekstrak yang didapat

% kadar ekstrak = x 100%

Bobot serbuk simplisia yang diekstraksi 4.3.4 Pembuatan Sediaan

1. Pembuatan sediaan ekstrak etanol daun sirih

Ekstrak ditimbang sesuai dengan dosis yang direncanakan lalu dilarutkan dengan larutan Na CMC 1% yang telah dibuat sebelumnya, kemudian diaduk hingga homogen. Sediaan uji dibuat berdasarkan volume ideal yang boleh dimasukkan ke dalam tubuh hewan percobaan secara oral. Volume pemberian zat uji 1% dari berat hewan dengan menggunakan rumus (Thompson, 1990):

VAO = dosis ( mg/ kg BB ) X Berat Badan ( kg ) Konsentrasi ( mg/ ml )

2. Pembuatan suspensi asam mefenamat 0,5% b/v Untuk dosis 91 mg/kg BB

Asam mefenamat ditimbang sebanyak 18,2 mg digerus perlahan di dalam lumpang, tambahkan 5 ml suspensi Na CMC 1 % sambil diaduk homogen, kemudian ditambahkan sampai 10 ml. Dikocok homogen dan dimasukkan ke dalam vial.

(40)

Diklofenak ditimbang sebanyak 25,75 mg digerus perlahan di dalam lumpang, tambahkan 30 ml suspensi Na CMC 1% sambil diaduk homogen. kemudian dipindahkan ke dalam labu ukur 50 ml lalu ditambahkan suspensi Na CMC 1% hingga tanda batas. Dikocok homogen dan dimasukkan ke dalam vial.

4. Pembuatan larutan karagenan 2% b/v

Untuk membuat 10 ml larutan karagenan 2% b/v digunakan digunakan karagenan sebanyak 0,2 gram, kemudian dilarutkan dengan NaCl fisiologis sampai 10 ml dalam gelas ukur kemudian di panaskan dalam water bath sambil di aduk sampai larut dengan sempurna.

4.3.5 Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik Simplisia dan Ekstrak (Sampurno et al, 2000)

1. Parameter spesifik : a. Organoleptik

Parameter ini mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa. 2. Parameter non spesifik terdiri dari:

a. Susut Pengeringan dan Kadar Air.

(41)

Pengeringan dilakukan pada suhu penetapan yaitu 105oC hingga diperoleh bobot tetap lalu ditimbang. Sebelum setiap pengeringan, botol dibiarkan dalam keadaan tertutup mendingin dalam eksikator hingga suhu kamar

b. Kadar Abu

1 g sampai 2 g ekstrak atau simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama, dimasukan kedalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijarkan dan ditara, lalu ekstrak atau simplisia diratakan. Dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, didinginkan, ditimbang. Jika arang tidak dapat hilang, ditambahkan air panas, disaring dengan menggunakan kertas saring bebas abu. Dipijarkan sisa abu dan kertas saring dalam krus yang sama. Filtrat dimasukkan ke dalam krus, diuapkan, dipijarkan hingga bobot tetap, ditimbang. Kadar abu dihitung terhadap berat ekstrak dan dinyatakan dalam % b/b.

(42)

4.3.6 Penapisan Fitokimia

a. Identifikasi Golongan Alkaloid

Sebanyak 2 gram sampel ditambahkan dengan 5 ml ammonia 25%, digerus dalam mortir, kemudian ditambahkan 20 ml kloroform dan digerus kembali dengan kuat, campuran tersebut disaring dengan kertas saring. Filtrat berupa larutan organik diambil (sebagai larutan A), sebagian dari larutan A (10 ml) diekstraksi dengan 10 ml larutan HCl 1:10 dengan pengocokan dalam tabung reaksi, diambil larutan bagian atasnya (larutan B). Larutan A diteteskan beberapa tetes pada kertas saring dan ditetesi dengan pereaksi Dragendorff. Jika terbentuk warna merah atau jingga pada kertas saring maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan alkaloid dalam sampel.

Larutan B dibagi dalam dua tabung reaksi, ditambahkan masing-masing pereaksi Dragendorff dan Mayer. Jika terbentuk endapan merah bata dengan pereaksi Dragendorff dan endapan putih dengan pereaksi Mayer maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan alkaloid.

b. Identifikasi Golongan Flavonoid

(43)

warna pada lapisan butanol (lapisan atas) maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan flavonoid.

c. Identifikasi Golongan Saponin

Sebanyak 10 ml larutan percobaan yang diperoleh dari percobaan b (identifikasi golongan flavonoid), dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dikocok secara vertikal selama 10 detik, kemudian dibiarkan selama 10 menit. Jika dalam tabung reaksi terbentuk busa yang stabil dan jika ditambahkan 1 tetes HCl 1% busa tetap stabil maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan saponin.

d. Identifikasi Golongan Tanin

2 gram sampel ditambahkan 100 ml air, dididihkan selama 15 menit lalu didinginkan dan disaring dengan kertas saring, filtrat yang diperoleh dibagi menjadi dua bagian. Ke dalam filtrat pertama ditambahkan 10 ml larutan FeCl3 1%, jika terbentuk warna biru tua atau hijau kehitaman maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan tanin.

(44)

e. Identifikasi Golongan Kuinon

Diambil 5 ml larutan percobaan dari percobaan b (identifikasi golongan flavonoid), lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan beberapa tetes larutan NaOH 1 N. Jika terbentuk warna merah maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan kuinon. f. Identifikasi Golongan Steroid dan Triterpenoid

1 gram sampel ditambahkan dengan 20 ml eter, dibiarkan selama 2 jam dalam wadah dengan penutup rapat lalu disaring dan diambil filtratnya. 5 ml dari filtrat tersebut diuapkan dalam cawan penguap hingga diperoleh residu/sisa. Ke dalam residu ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi Libermann-Burchard). Jika terbentuk warna hijau atau merah maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan steroid dan triterpenoid dalam simplisia tersebut.

g. Identifikasi Golongan Minyak Atsiri

(45)

berbau aromatik/menyenangkan maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan minyak atsiri.

h. Identifikasi Golongan Kumarin

2 gram sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi (volume 20 ml), ditambahkan 10 ml pelarut kloroform dan dipasang corong (yang diberi lapisan kapas yang telah dibasahi dengan air) pada mulut tabung, dipanaskan selama 10 menit di atas penangas air dan didinginkan lalu disaring dengan kertas saring. Filtrat yang diperoleh diuapkan dalam cawan penguap hingga diperoleh residu. Residu ditambahkan air panas sebanyak 10 ml lalu didinginkan. Larutan tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 0,5 ml larutan ammonia (NH4OH) 10%. Lalu diamati di bawah sinar lampu ultraviolet pada panjang gelombang 365 nm. Jika terjadi fluoresensi warna biru atau hijau maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan kumarin (Fransworth, 1966).

4.4 Uji Analgetik dan Antiinflamasi

4.4.1 Aklimatisasi dan pengelompokkan hewan percobaan

(46)

Hal ini memenuhi Rumus Federer, yaitu: (n-1) (t-1) ≥ 15

Keterangan :

n = jumlah hewan percobaan per kelompok t = jumlah kelompok

Rumus Fereder untuk Metode Whriting test (Analgetik) : (n-1) (5-1)≥ 15

(n-1) 4 ≥ 15 4n – 4 ≥ 15 4n ≥ 19 n ≥ 4,75 ~ 5

Rumus Fereder untuk Metode edema buatan pada telapak kaki tikus (Antiinflamasi) :

(n-1) (5-1) ≥ 15 (n-1) 4 ≥ 15 4n – 4 ≥ 15 4n ≥ 19 n ≥ 4,75 ~ 5

Jadi jumlah minimal mencit yang digunakan dalam percobaan metode whriting test adalah 5 ekor dalam satu kelompok, dan metode edema

(47)

Tabel 1. Pembagian Kelompok Hewan Uji Analgetik

Kelompok Jumlah

Mencit

Perlakuan

1 5 Kontrol negatif, diberi Na CMC 1%

2 5 Kontrol positif, diberi suspensi asam mefenamat 0,5% b/v

3 5 Diberi sediaan ekstrak daun sirih dalam Na CMC 1% dosis 216 mg/kgBB 4 5 Diberi sediaan ekstrak daun sirih dalam

Na CMC 1% dosis 432 mg/kgBB 5 5 Diberi sediaan ekstrak daun sirih dalam

Na CMC 1% dosis 864 mg/kgBB Setiap ekor disuntikan 0,4 ml/20 grBB mencit asam asetat 0,5% secara

intraperitoneal (i.p)

Tikus dibagi menjadi 5 kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor. Rinciannya sebagai berikut :

Tabel 2. Pembagian Kelompok Hewan Uji antiinflamasi Kelompok Jumlah

Tikus

Perlakuan

1 5 Kontrol negatif, diberi Na CMC 1%

2 5 Kontrol positif, diberi Na diklofenak 3 5 Diberi sediaan ekstrak daun sirih dalam

Na CMC 1% dosis 108 mg/kgBB 4 5 Diberi sediaan ekstrak daun sirih dalam

Na CMC 1% dosis 216 mg/kgBB 5 5 Diberi sediaan ekstrak daun sirih dalam

Na CMC 1% dosis 432 mg/kgBB Setiap ekor disuntikkan 0,4 ml/200 grBB tikus suspensi karagenan 2% secara

(48)

4.4.2 Pengujian Efek Analgetik 1. Persiapan hewan coba

Hewan coba mencit putih jantan galur DDY berumur 2-3 bulan dengan berat badan 20-25 gram sebanyak 25 ekor mencit. Diadaptasikan dengan lingkungan laboratorium sekitar kurang lebih 2 minggu, dengan tujuan membiasakan hidup dalam lingkungan dan perlakuan.

2. Pengujian Efek Analgetik dengan Metode Writhing Test

1. Hewan percobaan dipuasakan makan selama ±18 jam, minum tetap diberikan.

2. Setelah ditimbang, hewan dikelompokkan secara acak, yaitu: kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol positif, dan kelompok uji. Tiap kelompok terdiri dari lima ekor.

3. Untuk kelompok kontrol negatif diberi Na CMC 1% sebanyak 0,5 ml/20 gr BB.

4. Untuk kelompok kontrol positif diberi asam mefenamat 0,5% b/v dalam Na CMC 1% dengan dosis 91 mg/kgBB mencit.

5. Pada kelompok uji, masing-masing kelompok diberi zat uji dengan dosis yang sesuai, secara oral.

6. Setelah 30 menit pemberian zat uji diinjeksi secara intraperitoneal (IP) larutan asam asetat 0,5% dengan volume 0,4 ml/20 gram BB (Putri, 2001).

7. Hitung geliat yang terjadi selang 5 menit selama 30 menit.

(49)

%inhibisi geliat = 100% - ( jumlah geliatan rataan zat uji x 100%) jumlah geliat rataan kontrol

4.4.3 Uji antiinflamasi

1. Persiapan hewan coba

Hewan coba tikus betina galur Sprague Dawley (SD) berumur 2-3 bulan dengan berat badan 200-250 gram sebanyak 25 ekor tikus. Diadaptasikan dengan lingkungan laboratorium sekitar kurang lebih 2 minggu, dengan tujuan membiasakan hidup dalam lingkungan dan perlakuan.

2. Pengujian Efek Antiinflamasi dengan Metode Edema Buatan Pada Telapak Kaki Tikus (Vogel, 2002).

1. Tikus dipuasakan ± 18 jam sebelum pengujian, air minum tetap diberikan.

2. Pada hari pengujian, tikus ditimbang bobotnya dan dikelompokkan secara acak; ada lima kelompok tikus dengan jumlah tikus masing-masing kelompok adalah 5 ekor.

3. Volume kaki kiri belakang setiap tikus yang akan diinduksi, diberi tanda pada mata kaki lalu diukur terlebih dahulu dengan cara mencelupkan kaki tikus ke dalam raksa hingga tanda batas. Pada setiap pengukuran, tinggi cairan pada alat dicatat sebelum dan sesudah pengukuran.

(50)

5. Pada kelompok kontrol positif, setiap tikus diberi suspensi obat antiinflamasi natrium diklofenak dalam Na CMC 1% dengan dosis 5,14 mg/kgBB tikus

6. Pada masing-masing kelompok uji diberikan suspensi bahan uji dalam Na CMC 1% yang diatur sedemikian rupa sehingga sesuai dengan dosis yang diinginkan.

7. Setelah 1 jam diberi sediaan uji, telapak tikus disuntik dengan larutan karagenan 2% sebanyak 0,4 ml secara intrakutan, sebelumnya kaki tikus dibersihkan dengan etanol 70%.

8. Setelah 1 jam kaki tikus dicelupkan ke dalam alat pletismometer hingga batas mata kaki lalu diukur pada jam ke-1, 2, 3, 4, dan 5 setelah diinduksi dengan karagenan.

9. Ukur volume edema telapak kaki masing-masing tikus.

10. Hitung persentase edema dan persentase inhibisi pembentukan edema dengan rumus (Kelompok kerja ilmiah, 1993):

% udem = (X)t – (X)o x 100% (X)o

% Inhibisi udem = a – b x 100%

a Dimana :

( X )t = Volume telapak kaki tikus pada waktu t ( X )o = Volume telapak kaki tikus pada waktu nol a = % udem rata-rata kelompok kontrol

(51)

4.4.4 Analisis Data

(52)

BAB V

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 HASIL PENELITIAN

5.1.1 Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman telah dilakukan di laboratorium Herbarium LIPI Bogor. Jawa Barat. Hasil determinasi telah menunjukkan bahwa tanaman yang menjadi sampel adalah Piper betle, Linn atau lebih dikenal dengan sebutan daun sirih dan bersuku Piperaceae.

5.1.3 Hasil Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik Simplisia dan

Ekstrak

Tabel 4. Hasil Pengujian Parameter Spesifik dan Non Spesifik Ekstrak Karakteristik Simplisia

(Serbuk)

Persyaratan Ekstrak Kental Daun Sirih

Persyaratan

(53)

pengeringan (Depkes RI, 1995)

Berdasarkan hasil skrining fitokimia yang telah dilakukan pada daun sirih (Piper betle, Linn) diperoleh beberapa golongan senyawa kimia yang hasilnya dapat dilihat dibawah ini :

Tabel 5. Hasil Penapisan Fitomikia Ekstrak Daun Sirih

Golongan Senyawa Hasil Penapisan

(54)

5.2 Hasil Uji Analgetik

a. Rata-rata geliat mencit setelah diinduksi asam asetat 0,5% pada masing-masing perlakuan.

Tabel 6. Data pengamatan rata-rata jumlah geliat Kelompok Rata-rata jumlah geliat menit ke

5’ 10’ 15’ 20’ 25’ 30’

(55)

b. Rata-rata persentase inhibisi geliat ekstrak daun sirih terhadap kelompok perlakuan.

Tabel 7. Persentase inhibisi geliat Kelompok Persentase inhibisi geliat Na CMC 1%

(56)

5.3 Hasil Uji Antiinflamasi

a. Rata-rata volume edema telapak kaki tikus setelah diinduksi karagenan pada masing-masing perlakuan.

Tabel 8. Rata-rata volume udem (mL)

Kelompok Rata-rata volume udem (mL) tiap 1 jam selama 5 jam

0 1 2 3 4 5

0jam 1jam 2jam 3jam 4jam 5jam

Waktu

(57)

b. Rata-rata persen radang telapak kaki tikus setelah diinduksi karagenan pada masing-masing perlakuan.

Tabel 9. Rata-rata persen udem

Kelompok Persen rata-rata udem tiap 1 jam selama 5 jam

0 1 2 3 4 5

(58)

c. Rata-rata persen penghambatan radang telapak kaki tikus pada masing-masing perlakuan selama 5 jam.

Tabel 10. Persen inhibisi udem

Kelompok Persen inhibisi udem tiap 1 jam selama 5 jam

0 1 2 3 4 5

Gambar 5. Grafik % inhibisi udem terhadap waktu

5.4 PEMBAHASAN

(59)

pembuatan serbuk, pembasahan, penyarian, dan pemekatan. Pembuatan serbuk dilakukan daun sirih dikeringkan dengan cara diangin-anginkan untuk menghindari kemungkinan rusaknya senyawa-senyawa komplek yang terkandung di dalam daun lalu diblender menjadi serbuk. Pembasahan dan penyarian merupakan salah satu cara ekstraksi yaitu maserasi. Maserasi adalah proses pengekstrakkan simplisia dengan menggunakan pelarut beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperature ruangan kamar, dan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama dan seterusnya bertujuan agar dapat menarik semua zat aktif yang terkandung di dalam daun. Kemudian dilakukan pemekatan dengan alat Rotary Evaporator untuk memperoleh ekstrak kental daun sirih. Dari proses tersebut didapatkan ekstrak kental sebanyak 75,2 gram. Selanjutnya pengujian simplisia dan ekstrak kental daun sirih dilakukan penapisan fitokimia untuk mengetahui senyawa yang terkandung di dalam daun sirih (Tabel 5). Kemudian uji parameter spesifik dan non spesifik ekstrak dengan beberapa karakteristik ekstrak yaitu organoleptis, susut pengeringan, kadar air, kadar abu dan kadar abu tak larut asam. Ekstrak kental daun sirih digunakan untuk diuji efek analgetik dan antiinflamasi.

(60)

Bahan uji yang diberikan dalam bentuk tersuspensi dengan Na CMC 1%, hal ini dikarenakan ekstrak tidak larut sempurna dalam air. Pada uji efek analgetik ini dilakukan dengan metode Writhing test yang diperlihatkan dengan adanya kontraksi dari dinding perut, kedua pasang kaki ditarik ke belakang sehingga abdomen menyentuh dasar dari ruang yang ditempatinya. Metode ini dipilih, karena mudah dilakukan tanpa memiliki keahlian khusus, dan tanpa menggunakan alat yang khusus. Metode Writhing test digunakan untuk pengujian analgetik non narkotik. Prinsip metode ini adalah mengamati penurunan jumlah geliat yang terjadi akibat pemberian zat uji pada mencit yang diberi larutan asam asetat 0,5% dengan volume 0,4 ml/20 grBB mencit, secara intraperitoneal. Larutan asam asetat ini digunakan sebagai induktor nyeri berupa geliatan pada mencit sedangkan bahan pembanding yang digunakan adalah asam mefenamat 0,5% b/v. Dimana asam mefenamat ini terikat sangat kuat pada protein plasma (Ganiswara, 2007) dan paling umum digunakan untuk mengatasi nyeri.

Hewan percobaan yang digunakan uji efek analgetik ini adalah mencit putih jantan galur Deutche Denken Yoken (DDY) karena dapat menghasilkan banyak keturunan sehingga mudah didapat dalam jumlah banyak, memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil sehingga pada saat pengujian mudah diamati, sifat kanibalnya rendah, dan memiliki harga jual yang relatif tidak mahal.

(61)

ini berarti kelompok ekstrak daun sirih sudah dapat memberikan efek analgetik. Pengamatan terhadap persen inhibisi geliat selama 30 menit menunjukkan bahwa dosis 864 mg/kg BB memberikan efek yang maksimal.

Pada grafik hubungan antara kelompok dosis dengan jumlah geliat rataan atau antara dosis dengan persentase inhibisi geliat (Lampiran 18). Terlihat bahwa semakin tinggi dosis ekstrak daun sirih yang diberikan semakin kecil jumlah peregangan yang terjadi. Ini berarti efek inhibisi terhadap rasa nyeri yang ditimbulkan semakin besar. Sehingga dapat diduga ada hubungan antara dosis dengan efek analgetiknya.

(62)

mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data persentase inhibisi geliat mencit pada data yang tidak memenuhi syarat normalitas dan homogenitas.

Kemudian uji BNT dengan metode LSD dilakukan apabila hasil pengujian menunjukkan adanya perbedaan nilai secara bermakna dengan tujuan untuk menetukan kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan kelompok lainnya. Hasil tersebut menunjukkan persentase inhibisi geliat mencit seluruh kelompok berbeda secara bermakna dengan kontrol positif kecuali dosis tinggi tidak berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05 (Lampiran 22). Berdasarkan uji tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak etanol daun sirih (Piper betle, Linn) dengan dosis 216 mg/kgBB, 432 mg/kgBB dan 864 mg/kg BB dapat menurunkan geliat pada mencit putih jantan yang diinduksi asam asetat0,5% dan pada dosis 864mg/kg BB mencit memberikan efek analgetik yang sama dengan asam mefenamat sebagai kontrol positifnya.

(63)

Pengukuran volume udem menggunakan pletismometer dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain adalah volume air raksa pada alat, kejelasan tanda batas harus terbenamnya kaki tikus dalam air raksa, posisi kaki tikus pada saat pengukuran, cara pembacaan skala pada alat, dan kondisi perlakuan selama penelitian. Pengurangan sebanyak mungkin pengaruh faktor tersebut dilakukan dengan meningkatkan ketelitian saat pengukuran yaitu melakukan pengukuran dengan pengulangan sebanyak tiga kali dan mengusahakan tikus dalam keadaan tenang saat pengukuran.

Bahan pembanding yang digunakan pada penelitian adalah natrium diklofenak. Dimana natrium diklofenak ini mempunyai daya absorbsi yang cepat dalam tubuh dengan efek samping yang lebih rendah dari yang lainnya (indometaxim, piroxicam) (Tjay dan Kirana, 2002). Natrium diklofenak juga sering digunakan sebagai kontrol pembanding pada penelitian efek antiinflamasi.

Karagenan dipilih sebagai penginduksi udem karena dapat menimbulkan gejala antiinflamasi akut, selain itu udem yang dihasilkan lebih responsif terhadap obat-obat antiinflamasi. Pembentukkan udem oleh larutan karagenan 2% b/v sebanyak 0,4 ml/200 gBB juga tidak menyebabkan kerusakan jaringan dan udem dapat bertahan selama beberapa jam kemudian berangsur-angsur berkurang setelah 24 jam.

(64)

Sprague Dawley dengan berat badan 200-250 gram dengan usia 2-3 bulan.

Pemilihan galur tikus tersebut didasarkan pada mekanisme patofisiologinya terhadap iritasi, udem dan aktivasi asam arakhidonat dalam sintesis prostaglandin dan tromboksan yang mirip dengan manusia (Convorti and Bellavite, 2010). Jenis kelamin betina dipilih karena respon inflamasi pada tikus betina lebih nyata dibandingkan pada tikus jantan. Respon inflamasi pada tikus putih dipengaruhi oleh hormon estrogen dan testosteron (Green et al, 1999). Perlakuan hewan dimulai dengan aklimatisasi terlebih dahulu selama dua minggu, agar hewan dapat beradaptasi dengan lingkungan. Kemudian tikus dikelompokan menjadi lima kelompok yang masing-masing kelompok terdiri dari tiga ekor tikus. Kelompok kontrol negatif yang diberi 2 ml/200 grBB Na CMC 1% per oral, Kelompok kontrol positif yang diberi pembanding natrium diklofenak per oral, Kelompok dosis rendah yang diberikan ekstrak etanol daun sirih dengan dosis 108 mg/kgBB, Kelompok dosis sedang yang diberikan ekstrak etanol daun sirih dengan dosis 216 mg/kgBB, dan Kelompok dosis tinggi yang diberi ekstrak etanol daun sirih dengan dosis 432 mg/kg BB. Pengukuran dilakukan satu jam setelah penyuntikan karagenan 2%.

(65)

kemudian berangsur-angsur menurun pada jam kelima setelah diinduksi karagenan (Tabel 8 dan Gambar 3).

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga variasi dosis ekstrak etanol 70% daun sirih mampu menghambat radang. Pada perlakuan menunjukkan bahwa radang terbesar terlihat pada jam keempat. Pada dosis 432 mg/kgBB memperlihatkan kemampuan menghambat udem terbesar yaitu 55,38% pada jam pertama dan menurun pada jam keempat. Sedangkan pada dosis 108 mg/kgBB memperlihatkan kemampuan menghambat udem terkecil yaitu 30,74% pada jam pertama dan menurun pada jam keempat. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar persentase penghambatan udem maka semakin kecil persentase udemnya, dan sebaliknya jika semakin kecil penghambatan udem maka semakin besar persentase udem tersebut, ini bisa disebabkan karena absorbsi yang cepat kemudian efeknya menurun karena adanya proses ekskresi. Bila dilihat secara keseluruhan pada gambar 5, maka persentase penghambatan udem pada setiap kelompok uji masih lebih kecil dibandingkan dengan kelompok kontrol positif yang diberikan Na diklofenak.

(66)

maka dilanjutkan uji Kruskall Willis. Selanjutnya dilakukan uji BNT dengan metode LSD. (Lampiran 23)

Pada jam ke-2 dan jam ke-3 seluruh kelompok berbeda secara bermakna dengan kontrol positif kecuali dosis tinggi tidak berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05. Semua kelompok dosis ekstrak memperlihatkan tidak adanya perbedaan secara bermakna antara ketiga kelompok dosis tersebut pada taraf uji 0,05 kecuali kelompok dosis rendah dengan kelompok dosis tinggi berbeda secara bermakna.

Uji ANOVA pada jam ke-1, jam ke-4 dan jam ke-5 menunjukkan bahwa seluruh kelompok berbeda secara bermakna dengan kontrol negatif. Pada jam ke-1 dan jam ke-4 menunjukkan seluruh kelompok berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol positif kecuali dosis tinggi tidak berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05. Kemudian pada jam ke-5 menunjukkan seluruh kelompok ekstrak tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok positif kecuali dengan kelompok kontrol negatif berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05.

Berdasarkan hasil uji tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak etanol daun sirih (Piper betle, Linn) dengan dosis 108 mg/kgBB, 216 mg/kgBB dan 432 mg/kg BB dapat menurunkan radang pada telapak kaki tikus putih betina yang diinduksi karagenan 2%.

(67)
(68)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

1. Ekstrak kental etanol 70% daun sirih (Piper betle, Linn) dengan dosis 216mg/kgBB, 432mg/kgBB dan 864mg/kgBB mencit putih mempunyai efek analgetik. Dosis uji yang memberikan persentase inhibisi geliat mencit tertinggi adalah 864mg/kgBB sebesar 84,80%. Hasil uji statistik dengan ANOVA menunjukkan semua kelompok ekstrak uji terdapat perbedaan secara bermakna (ρ≤0,05) terhadap kontrol negatif dan pada dosis tinggi tidak ada perbedaan secara bermakna (ρ≥0,05) dengan kontrol positif.

(69)

6.2 SARAN

(70)

DAFTAR PUSTAKA

Anggraini, Wenny. 2008. Efek Anti Inflamasi Ekstrak EtanolDaun Jambu Biji (Psidium guajava Linn.) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar. Surakarta: Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta

Bowman, WC. 1980. Texbook of pharmacology 2nd ed. Blackwell Scientific Publication. Oxford, London, hal 13.15, 13.17.

Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2004. Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia, volume 1. BPOM RI, Jakarta: 96-98.

Conforti, A., Paolo, B., Simone, B., Flavia, C., Francesca, M.I., Roberto, R., Rat models of acute inflammation: a randomized controlled study on the effects of homeopathic remedies. University of Verona. http://www.biomedcentral.com/1472(-)6882/7/1 on september, 2010 at 13.30 WIB

Dalimartha S. 2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Trubus Agriwidya. Jakarta : 178-181.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia, edisi III. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta: xxx.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia, edisi IV. Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Farnsworth, N.R. 1966. Biological and Phytochemical Screening of Plant. J.Pharm, Sci: 55, 3.

Green, P., Solbritt, R.D., William, M.I., Holly, J.S., Frederick, J.P., Joh, D.L. Sex Steroid Regulation of the Inflammatory Response: Sympathoadrenal

Dependence in the Female Rat. The Journal of Neuroscience, 19(10), May 15, 1999 : 4082-4089.

Gunawan, D., Sri Mulyani. 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid 1. Penebar Swadaya, Jakarta : 9-17.

Guyton C. A. 1994. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 7. EGC. Jakarta : 307

(71)

Hamid Hinna, Tarique Abdullah, Asif Ali, M. Sarwar Alam, and Ansari. Anti-inflammatory and Analgesic Activity of Uraria Lagopoides. Pharmaceutical Biology, Vol. 42, No. 2, 2004, 114-116.

Kelompok Kerja Ilmiah. 1993. Penapisan Farmakologi, Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik. Pedoman Pengujian dan Pengembangan Fitofarmaka. Pengembangan dan Pemanfaatan Obat Bahan Alam. Jakarta: Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phyto Medica.: 3-2 , 43-45

Katzung, G.B. 2002. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 8. Salemba Medika. Jakarta: 567.

Mursito, Bambang. 2004. Tampil Percaya Diri dengan Ramuan Tradisional. Penebar Swadaya. Jakarta : 108 – 109.

Mustchler, E. 1991. Dinamika Obat Buku Ajar Farmakologi dan Toksikologi Edisi 5, diterjemahkan oleh Widianto, M. B. dan A.S, ranti, Penerbit ITB. Jakarta, 177-195.

Parwata, O.A., Wiwik Susanah Rita dan Raditya Yoga. Isolasi dan Uji Antiradikal Bebas Minyak Atsiri Pada Daun Sirih (Piper betle, Linn) Secara

Spektroskopi Ultra Violet –Tampak. Jurnal Kimia, Vol. 3, No. 1, Januari 2009, 7-13

Park, Eun-Hee., Ja-Hoon Kahng dan Eun-Ah Paek. Studies On The

Pharmacological Actions of Cactus : Identification of Its Anti-inflammatory Effect. Archive of Pharmacal Research, Vol. 21, No. 1, November 1998, 30-34

Price, S. A. dan Wilson, L. M, 1995. Patofisiologi ; Konsep Klinis Proses-proses Penyakit, Edisi IV, diterjemahkan oleh P. Nugraha, Penerbit EGC, Jakarta: 36-37.

(72)

Reagan – Shaw, Shannon,. Nihal, Minakshi and Ahmad, Nihal. 2008. Dose translation from animal to human studies revisiteh. The FASEB Journal 2008; 22 : 649-661. http://www.faseb.org. Diakses tanggal 21 April 2009, pukul 13.55

Reynold, J.E.F (editor). 1982. Martindle the Extra Pharmacopie, 30th Ed, The Pharmaceutical Press, London.

Riawan, S. 1990. Kimia Organik Edisi I. Binarupa Aksara. Jakarta, 76

Rumawas W. 1989. Patologi Umum. Bogor : Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor

Rustam, E., Indah Atmasari dan Yanwirasti. Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Kunyit (Curcuma domestica Val.) Pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi, Vol. 2, No. 2, September 2007, 112-115

Sampurno, et al., 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta: 1-17.

Saeed, S. A., Farnas, S., Simjee, R. U., Malik, A., 1993, Triterpenes and ß-Sitosterol from Piper betle L.: Isolation, Antiplatelet and Antiinflamatory Effects, Biochem. Soc. Trans, Vol 21. No. 4: 462S

Santoso, S. 2008. Panduan Lengkap Menguasai SPSS 16. PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta : 237-247.

Shen, T.Y., “Non Steroidal Anti Inflammatory agents”, in M.E. Wolff, Burgers Medicinal Chemistry, 4th Ed, Part III, Jhon Willey & Son, New York, 1981 Sirait, M., Loohu, E., dan Sutrisno,R.B., 1980. Materia Medika Indonesia. Jilid

IV. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Dirjen POM). Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta : 92-98.

Sriningsih dan Agung EW. 2006. Efek Protektif Pemberian Ekstrak Etanol Herba Meniran (Phyllanthus niruri L.) Terhadap Aktivitas dan Kapasitas Fagositosis Makrofag Peritoneum Tikus. Dalam : Artocarpus Media Pharmaceutica Indonesiana Vol.6 (2). Fakultas Farmasi Universitas Surabaya, Surabaya: 91-96.

Gambar

Tabel 2. Pembagian Kelompok Hewan Uji antiinflamasi
Tabel 3. Hasil Ekstraksi
Tabel 5. Hasil Penapisan Fitomikia Ekstrak Daun Sirih
Tabel 6. Data pengamatan rata-rata jumlah geliat
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efek analgetik ekstrak etanol daun encok hasil soxhletasi pada mencit jantan. Pengujian efek analgetik dilakukan dengan

Ekstrak daun lamtoro dan parasetamol (kontrol positif) dalam pengujian efek analgetik pada hewan uji (mencit) ini menggunakan suspensi CMC untuk

Ekstrak etanol daun ubi jalar ( Ipomoea batatas L) dapat memberikan efek sedasi pada mencit pada dosis 382 mg/KgBB dan 573 mg/KgBB sama dengan kontrol positif

Untuk pengujian aktivitas analgetik digunakan varian dosis 200 mg/KgBB, 400 mg/KgBB dan 600mg/KgBB dengan cara mengamati waktu respon hewan uji terhadap rasa panas

ABSTRAK: Telah dilakukan penelitian tentang uji efek analgetik ekstrak etanol daun tampa badak (Voacanga foetida (BI.) K. Schum) pada mencit.. putih (Mus musculus) jantan,

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya analgetik ekstrak etanol daun saga ( Abrus precatorius L.) dengan dosis 100 mg/20 g BB terhadap mencit putih ( Mus musculus

SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kelompok dosis 1, 2, dan 3 yang diberi ekstrak etanol 70% daun kaliandra merah dengan dosis 50 mg/kgBB, 100 mg/kgBB, dan

telah diteliti dengan metode writhing test menggunakan ekstraksi dichloromethanol dosis 200 mg/kgBB pada mencit, hasilnya menunjukkan bahwa terdapat efek analgesik yang signifikan pada