• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.2 Pembahasan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada siswa dan siswi di Sekolah Menengah Kebangsaan Abdul Jalil, Hulu Langat, Selangor pada tahun 2010, diperoleh data yang merupakan keadaan nyata dengan cara menyebarkan kuesioner kepada 100 orang responden. Data tersebut dijadikan tolak ukur dalam melakukan pembahasan dan sebagai hasil akhir dapat dijabarkan sebagai berikut:

5.2.1 Hubungan Kejadian Batuk yang disebabkan oleh Asap rokok dengan Jumlah Perokok dalam Famili

Pada tabel dapat diamati bahwa nilai p=0.0001, yaitu lebih kurang daripada 0.05 yang membawa maksud adanya hubungan antara kejadian batuk yang disebabkan oleh asap rokok dengan perokok dalam famili responden.

Sebanyak 73 orang (73%) responden mempunyai minimum 1 orang perokok aktif di dalam famili, 21 orang (21%) responden mempunyai 2 orang perokok aktif di dalam famili dan 6 orang (6%) mempunyai 3 orang perokok aktif di dalam famili.

Daripada 73 orang responden yang mempunyai sekurang-kurangnya satu orang perokok aktif di rumah, siswi mencatatkan angka terbanyak yaitu seramai 47 orang. Enam puluh tiga orang perokok aktif, kelompok yang paling banyak dicatatkan merupakan bapa, dan kelompok yang paling sedikit adalah datuk. Daripada 21 orang responden yang mempunyai dua orang perokok aktif di rumah, siswi mencatatkan angka tertinggi yaitu seramai 13 orang. Perokok aktif dalam famili

yang mencatatkan angka tertinggi adalah dari kombinasi kombinasi ayah-abang yaitu dengan 14 orang responden, dan paling sedikit adalah dari kombinasi ayah-datuk, ayah-ayah saudara dan ayah-nenek, masing-masing dengan 1 orang responden.

Daripada 6 orang responden, siswa mencatatkan angka tertinggi dengan 4 orang adalah responden. Perokok aktif dalam famili yang paling ramai melibatkan kombinasi abang-abang-abang (3 orang responden), dan yang paling sedikit adalah daripada kombinasi abang-abang-abang ipar (1 orang responden).

Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya perokok aktif di dalam keluarga, boleh menyebabkan peningkatan paparan asap rokok kepada anak dan seterusnya boleh menyebabkan kejadian batuk.

Peningkatan jumlah perokok aktif di dalam famili membawa kepada peningkatan resiko anak untuk terpapar dengan asap rokok. Jumlah dan kualiti pencemaran asap rokok pada anak dengan 3 orang perokok aktif di dalam famili adalah lebih besar jika dibandingkan dengan anak yang mempunyai hanya 2 perokok aktif atau 1 perokok aktif dalam famili.

Namun begitu, walaupun hanya mempunyai 1 perokok aktif di dalam famili, kejadian batuk yang disebabkan oleh asap rokok pada anak boleh disebabkan oleh faktor frekuensi paparan. Efek toksik yang timbul tidak hanya tergantung pada frekuensi pemberian dengan dosis berbeda saja tetapi mungkin juga tergantung kepada durasi paparannya. Efek kronis dapat terjadi apabila bahan kimia terakumulasi dalam sistem biologi. Efek toksik pada kondisi kronis bersifat irreversibel. Hal tersebut terjadi kerana sistem biologi tidak mempunyai cukup waktu untuk mencapai kondisi menjadi pulih akibat paparan terus menerus dari bahan toksik (Mukono, 2002).

Ada juga anak yang sudah terbiasa dengan asap rokok, sehinggakan respon ringan seperti batuk tidak berlaku. Hal ini juga boleh dikaitkan dengan frekuensi anak terpapar dengan asap rokok. Daripada penelitian, walaupun anak tidak mengalami batuk setelah terpapar dengan asap rokok, sebagian daripada anak mengalami

gangguan lain di salur pernafasan seperti kesukaran untuk bernafas, ketidakselesaan pada hidung, nausea dan pening kepala (Naing, 2004).

Daripada 100 orang responden, didapatkan bahwa seramai 13 orang pelajar mengalami pening dan mual (nausea) ketika terpapar dengan asap rokok. Sebanyak 10 orang pelajar pula mengeluhkan gangguan kesukaran untuk bernafas apabila berada berhampiran dengan perokok aktif. Lima orang pelajar lagi mengalami masalah gatal-gatal pada hidung apabila terpapar dengan asap rokok.

Hal ini juga dibuktikan oleh Lam et al (1999), yang mengatakan bahwa pada individu yang tidak pernah merokok, namun terpapar kepada asap rokok mempunyai resiko yang tinggi untuk berlakunya masalah pada tenggorokan dan hidung. Menurutnya lagi, peningkatan resiko ini bergantung kepada jumlah perokok aktif yang tinggal bersama di dalam rumah.

Melalui hasil penelitian ini, tampak adanya hubungan antara jumlah perokok aktif di rumah dengan kejadian batuk yang dialami oleh anak. Hal ini berdasarkan hubungan dosis-respon antara jumlah perokok aktif dengan respon batuk pada anak. Penurunan dosis akan mengurangi efek yang timbul. Efek toksik yang timbul tidak hanya tergantung pada frekuensi pemberian dengan dosis yang berbeda saja tetapi mungkin juga tergantung pada durasi paparannya.

5.2.2 Hubungan Kejadian Batuk yang disebabkan oleh Asap rokok dengan Jenis Kelamin

Berdasarkan tabel, nilai p adalah 0,121 yaitu lebih besar daripada 0,05 (>0,05) dan membawa maksud tiada hubungan antara kejadian batuk yang disebabkan oleh asap rokok dengan jenis kelamin pada anak laki-laki dan perempuan. Dalam penelitian, terdapat 38 orang responden laki-laki dan 62 orang responden perempuan.

Secara teorinya, perbedaan yang wujud antara laki-laki dan perempuan ketika usia 13 dan 14 tahun melibatkan perbedaan pertumbuhan fizikal dan emosi, di mana

anak perempuan lebih cepat kadar pertumbuhannya berbanding dengan anak laki- laki. Dalam rentang waktu ini juga, anak laki-laki dan perempuan sudah mula menunjukkan minat terhadap lawan jenisnya, sehingga mereka akan menghindar dari bergaul dengan berlainan jenis (Alpert, 2006) .

Maka, tidak dapat dibuktikan bahwa jenis kelamin laki-laki ataupun perempuan yang lebih mudah berlakunya batuk yang disebabkan oleh asap rokok.

5.2.3 Hubungan Kejadian Batuk yang disebabkan oleh Asap rokok dengan Usia Berdasarkan tabel, nilai p adalah 0,121 yaitu lebih besar daripada 0,05 (>0,05) dan membawa maksud tiada hubungan antara kejadian batuk yang disebabkan oleh asap rokok dengan usia anak yaitu 13 dan 14 tahun. Dalam penelitian, terdapat 30 orang responden berusia 13 tahun dan 70 orang responden berusia 14 tahun.

Seperti jenis kelamin, pada usia 13 dan 14 tahun, pertumbuhan dan perkembangan anak hampir setara dengan dimonopoli oleh anak perempuan (Alpert, 2006) .

Dokumen terkait