HUBUNGAN BATUK YANG DISEBABKAN ASAP
ROKOK DENGAN PEROKOK AKTIF DI RUMAH PADA
SISWA DAN SISWI USIA 13-14 TAHUN DI SEKOLAH
MENENGAH KEBANGSAAN ABDUL JALIL, HULU
LANGAT, SELANGOR
TAHUN 2010
Oleh :
ASMA NABILA ZAKARIA
070100466
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
HUBUNGAN BATUK YANG DISEBABKAN ASAP
ROKOK DENGAN PEROKOK AKTIF DI RUMAH PADA
SISWA DAN SISWI USIA 13-14 TAHUN DI SEKOLAH
MENENGAH KEBANGSAAN ABDUL JALIL, HULU
LANGAT, SELANGOR
TAHUN 2010
KARYA TULIS ILMIAH
Oleh :
ASMA NABILA ZAKARIA
070100466
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
LEMBAR PENGESAHAN
Hubungan batuk yang disebabkan asap rokok dengan perokok aktif di rumah pada siswa dan siswi usia 13-14 tahun di Sekolah Menengah Kebangsaan Abdul Jalil, Hulu Langat, Selangor Tahun 2010
Nama: Asma Nabila Zakaria
NIM: 070100466
Pembimbing Penguji I
………. ………
(dr. Selvi Nafianti, Sp. A) (dr. Dewi Masyithah Darlan,
DAP&E, MPH)
Penguji II
……….
ABSTRAK
Perokok aktif (asap rokok) merupakan golongan yang sering menjadi faktor pemicu kepada masalah kesehatan pada individu lain. Kira- kira 60-75% dari asap rokok akan dihirup oleh orang yang tidak merokok (perokok pasif). Kepekatan bahan kimia beracun yang terkandung dalam asap rokok adalah lebih tinggi jika dibandingkan dengan kepekatan asap rokok yang dihirup oleh perokok secara aktif. Anak-anak yang terpapar pada asap rokok ini mengalami risiko lebih tinggi untuk mengalami pelbagai masalah kesehatan seperti batuk, asma serta infeksi pada paru dan telinga. Memandangkan rokok telah menjadi satu masalah global, dampak negatif yang disebabkannya, terutama kepada generasi baru tidak boleh dipandang ringan.
Namun, faktor yang mungkin berperan dalam mempercepat atau memperparah sesuatu efek samping dari asap rokok terhadap perokok sekunder masih lagi menimbulkan tanda tanya. Atas dasar inilah, penelitian ini dilakukan, yaitu untuk mencari hubungan antara kejadian batuk pada anak di Sekolah Menengah Kebangsaan Abdul Jalil, Hulu Langat, Selangor yang disebabkan oleh asap rokok dengan jumlah perokok aktif di rumah sebagai faktor pemicu.
Penelitian yang berbentuk analitik deskriptif ini telah dilaksanakan dari bulan Maret sampai September 2010 dengan besar sampel sebanyak 100 orang siswa dan siswi dengan 62 orang daripadanya merupakan siswi. Sebanyak 7 pertanyaan tentang kejadian batuk yang disebabkan oleh asap rokok telah dikemukakan dalam suatu angket yang diedarkan kepada responden.
Dengan menggunakan program SPSS 16, data yang didapatkan dianalisis dan disajikan dalam tabel distribusi frekuensi sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis chi square. Dari hasil penelitian hanya ditemukan hubungan antara jumlah perokok aktif di dalam famili siswa/siswi dengan kejadian batuk yang disebabkan oleh asap rokok, dengan nilai p sebesar 0,0001 yaitu lebih kecil daripada 0,005. Kira-kira 73 orang responden tinggal bersama-sama seorang perokok aktif diikuti dengan 21 orang tinggal bersama-sama 2 orang perokok aktif dan 6 orang responden tinggal bersama-sama 3 orang perokok aktif. Maka, dapat disimpulkan bahwa terdapatnya hubungan antara kehadiran perokok aktif di rumah dengan kejadian batuk pada anak sebagai perokok pasif.Jadi, diharapkan pihak sekolah dapat menganjurkan satu program kesadaran terhadap ibu bapa dan ahli famili lainnya tentang dampak negatif yang boleh ditimbulkan oleh asap rokok pada anak sebagai perokok sekunder/pasif.
ABSTRACT
Active smokers (smoke) are a group that often becomes a factor causing health problems among others. Approximately 60-75% of cigarette smoke will be inhaled by people who do not smoke (secondhand smoke). Concentrations of toxic chemicals contained in cigarette smoke are higher than concentrations of cigarette smoke inhaled by active smokers. Children who are exposed to cigarette smoke have a higher risk for experiencing various health problems like cough, asthma and lung and ear infections. As cigarettes have become a global problem that causes many health problems, especially to the new generation, actions must be taken seriously.
However, factors that may play a role in accelerating or exacerbating an adverse effect of secondary smoke on smokers still raises another question mark. On this basis, the research carried out, namely to find the relationship between the incidence of cough in children and numbers of active smokers at home at the National High School of Abdul Jalil, Hulu Langat, Selangor caused by cigarette smoke.
This descriptive analytic study has been performed from March until September 2010 included 100 students varying from age and sex. All seven questions about the incidence of cough caused by cigarette smoke were indicated in the questionnaire and distributed to all respondents.
By using SPSS 16, data analyzed and presented in frequency distribution table before hypothesis testing using chi square analysis. From the results, there is only a relationship between the number of active smokers in the families of students and incidence of cough, indicated by p value of 0.0001 smaller than 0.005. There are 73 students live with one active smoker, 21 students live with two active smokers and six students have at least three active smokers at home. As a conclusion, there is a positive relationship between presences of active smokers at home with incident of cough in school children. Thus, schools are expected to recommend an awareness program to the parents and other family members about the possible negative impact caused by cigarette smoke in children as secondary / passive smoker.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ke hadirat Ilahi, Allah SWT atas nikmat dan kesempatan
yang diberikan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal
penelitian dengan judul ”Hubungan batuk yangdisebabkan asap rokok dengan jumlah
perokok aktif di rumah pada siswa dan siswi usia 13-14 tahun di Sekolah Menengah
Kebangsaan Abdul Jalil, Hulu Langat, Selangor Tahun 2010”.
Penulisan hasil penelitian ini terlaksana dengan bimbingan dan arahan dari
berbagai pihak terutama pembimbing, rakan-rakan dan Departemen Ilmu Kedokteran
Komunitas (IKK) Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) yang
telah banyak memberi saranan dalam menjayakan pelaksanaan penelitian ini.
Terima kasih saya ucapkan kepada dr Selvi Nafianti, Sp. A sebagai
pembimbing yang telah memberikan petunjuk dan arahan sepanjang proses penulisan
proposal ini.
Terima kasih juga kepada staf pengajar dosen IKK FK USU, keluarga dan
teman yang telah memberi panduan, tanggapan, motivasi serta kritikan kepada
penulis dalam melaksanakan penulisan proposal ini.
Kepala Batas, 20 November 2010
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PERSETUJUAN...i
ABSTRAK...ii
ABSTRACT...iii
KATA PENGANTAR...iv
DAFTAR ISI...v
DAFTAR TABEL...viii
DAFTAR LAMPIRAN...ix
BAB 1 PENDAHULUAN...1
1.1 Latar Belakang...1
1.2 Rumusan Masalah...3
1.3 Tujuan Penelitian...3
1.4 Manfaat Penelitian...4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...5
2.1. Anak...5
2.2. Toksikologi...5
2.3. Rokok...7
2.1.1 Nikotin...8
2.1.2 Karbon Monoksida...8
2.1.3 Timah Hitam...9
2.1.4 Zat-zat lain...9
2.5. Perokok Pasif...10
2.6. Mekanisme Pertahanan Paru...12
2.7. Batuk...13
2.7.1 Etiologi...13
2.7.2 Klasifikasi...14
2.4.3 Komplikasi...15
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL...16
3.1. Kerangka Konsep Penelitian...16
3.2. Definisi Operasional...16
3.3. Hipotesis...19
BAB 4 METODE PENELITIAN...20
4.1. Jenis Penelitian...20
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian...20
4.3. Populasi dan Sampel Penelitian...20
4.4. Metode Pengumpulan Data...22
4.5. Metode Analisis Data...23
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...24
5.1 Hasil Penelitian...24
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian...24
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden...25
5.1.3. Hasil Analisa Statistik...27
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN………...36
6.1. Kesimpulan………...36
6.2. Saran………...37
DAFTAR PUSTAKA...38
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1 Kerangka Konsep 16
3.2 Definisi Operasional 16
5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden 25
5.1.3.1 Hubungan Batuk Dengan Perokok Aktif Mengikut
Jenis Kelamin 27
5.1.3.2 Hubungan Batuk Dengan Perokok Aktif Mengikut
Usia 28
5.1.3.3 Hubungan Batuk Dengan Perokok Aktif Dalam Famili 29
5.1.3.4 Distribusi Perokok Aktif Dalam Famili 30
5.1.4 Hubungan Batuk Dengan Jenis Kelamin 31
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2 Surat Izin
Lampiran 3 Daftar Induk
- kuesioner
ABSTRAK
Perokok aktif (asap rokok) merupakan golongan yang sering menjadi faktor pemicu kepada masalah kesehatan pada individu lain. Kira- kira 60-75% dari asap rokok akan dihirup oleh orang yang tidak merokok (perokok pasif). Kepekatan bahan kimia beracun yang terkandung dalam asap rokok adalah lebih tinggi jika dibandingkan dengan kepekatan asap rokok yang dihirup oleh perokok secara aktif. Anak-anak yang terpapar pada asap rokok ini mengalami risiko lebih tinggi untuk mengalami pelbagai masalah kesehatan seperti batuk, asma serta infeksi pada paru dan telinga. Memandangkan rokok telah menjadi satu masalah global, dampak negatif yang disebabkannya, terutama kepada generasi baru tidak boleh dipandang ringan.
Namun, faktor yang mungkin berperan dalam mempercepat atau memperparah sesuatu efek samping dari asap rokok terhadap perokok sekunder masih lagi menimbulkan tanda tanya. Atas dasar inilah, penelitian ini dilakukan, yaitu untuk mencari hubungan antara kejadian batuk pada anak di Sekolah Menengah Kebangsaan Abdul Jalil, Hulu Langat, Selangor yang disebabkan oleh asap rokok dengan jumlah perokok aktif di rumah sebagai faktor pemicu.
Penelitian yang berbentuk analitik deskriptif ini telah dilaksanakan dari bulan Maret sampai September 2010 dengan besar sampel sebanyak 100 orang siswa dan siswi dengan 62 orang daripadanya merupakan siswi. Sebanyak 7 pertanyaan tentang kejadian batuk yang disebabkan oleh asap rokok telah dikemukakan dalam suatu angket yang diedarkan kepada responden.
Dengan menggunakan program SPSS 16, data yang didapatkan dianalisis dan disajikan dalam tabel distribusi frekuensi sebelum dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis chi square. Dari hasil penelitian hanya ditemukan hubungan antara jumlah perokok aktif di dalam famili siswa/siswi dengan kejadian batuk yang disebabkan oleh asap rokok, dengan nilai p sebesar 0,0001 yaitu lebih kecil daripada 0,005. Kira-kira 73 orang responden tinggal bersama-sama seorang perokok aktif diikuti dengan 21 orang tinggal bersama-sama 2 orang perokok aktif dan 6 orang responden tinggal bersama-sama 3 orang perokok aktif. Maka, dapat disimpulkan bahwa terdapatnya hubungan antara kehadiran perokok aktif di rumah dengan kejadian batuk pada anak sebagai perokok pasif.Jadi, diharapkan pihak sekolah dapat menganjurkan satu program kesadaran terhadap ibu bapa dan ahli famili lainnya tentang dampak negatif yang boleh ditimbulkan oleh asap rokok pada anak sebagai perokok sekunder/pasif.
ABSTRACT
Active smokers (smoke) are a group that often becomes a factor causing health problems among others. Approximately 60-75% of cigarette smoke will be inhaled by people who do not smoke (secondhand smoke). Concentrations of toxic chemicals contained in cigarette smoke are higher than concentrations of cigarette smoke inhaled by active smokers. Children who are exposed to cigarette smoke have a higher risk for experiencing various health problems like cough, asthma and lung and ear infections. As cigarettes have become a global problem that causes many health problems, especially to the new generation, actions must be taken seriously.
However, factors that may play a role in accelerating or exacerbating an adverse effect of secondary smoke on smokers still raises another question mark. On this basis, the research carried out, namely to find the relationship between the incidence of cough in children and numbers of active smokers at home at the National High School of Abdul Jalil, Hulu Langat, Selangor caused by cigarette smoke.
This descriptive analytic study has been performed from March until September 2010 included 100 students varying from age and sex. All seven questions about the incidence of cough caused by cigarette smoke were indicated in the questionnaire and distributed to all respondents.
By using SPSS 16, data analyzed and presented in frequency distribution table before hypothesis testing using chi square analysis. From the results, there is only a relationship between the number of active smokers in the families of students and incidence of cough, indicated by p value of 0.0001 smaller than 0.005. There are 73 students live with one active smoker, 21 students live with two active smokers and six students have at least three active smokers at home. As a conclusion, there is a positive relationship between presences of active smokers at home with incident of cough in school children. Thus, schools are expected to recommend an awareness program to the parents and other family members about the possible negative impact caused by cigarette smoke in children as secondary / passive smoker.
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Merokok merupakan satu kebiasaan yang buruk. Perokok aktif (asap rokok)
merupakan golongan yang sering menjadi faktor pemicu kepada masalah
kesehatan pada individu lain. Menurut World Health Organization (WHO) pada
tahun 2002 hampir satu pertiga penduduk laki-laki di seluruh dunia memiliki
kebiasaan merokok. Daerah Asia Timur dan Asia Pasifik, memiliki kadar
perokok tertinggi di mana hampir dua per tiga penduduk laki-laki nya adalah
perokok (WHO, 2002). Di Malaysia pula hampir 50% dari golongan laki-laki
memiliki kebiasaan merokok. Kadar perokok di kalangan remaja dan wanita juga
semakin meningkat. Hampir 25% dari pelajar sekolah berusia 15 tahun ke atas
pernah mencoba merokok dan 70% dari populasi ini akan menjadi perokok
setelah meninggalkan bangku sekolah. Merokok merupakan faktor risiko utama
bagi penyakit berbahaya seperti serangan jantung yang menyebabkan kira-kira
12% kematian di Malaysia. Di Kuala Lumpur, perbandingan antara perokok
laki-laki dengan perokok wanita di bawah usia 30 tahun adalah 5:1 (Bagian
Pendidikan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Malaysia 2005).
Kira- kira 60-75% dari asap rokok akan dihirup oleh orang yang tidak
merokok, yang juga dikenali sebagai perokok pasif. Perokok pasif atau perokok
sekunder adalah orang yang dipaksa menghirup asap rokok yang datang dari
perokok. Kepekatan bahan kimia beracun yang terkandung dalam asap rokok
adalah lebih tinggi jika dibandingkan dengan kepekatan asap rokok yang dihirup
oleh perokok secara aktif. Anak-anak yang terpapar pada asap rokok ini
mengalami rIsiko lebih tinggi untuk mengalami pelbagai masalah kesehatan.
pada paru dan telinga (Bagian Pendidikan Kesehatan, Kementerian Kesehatan
Malaysia 2005).
Menghirup asap rokok dengan paparan yang lama, akan mengurangkan
vitamin dan nutrien tubuh yang akan melemahkan sistem imun tubuh serta
merusak DNA. Sistem imun yang lemah disertai dengan kerusakan DNA akan
meningkatkan resiko mendapat penyakit jantung, paru dan juga kanker (Jaya,
2009). Bronkitis kronik, penyakit saluran pernafasan akan menyebabkan
penghasilan mukus berlebihan yang memaksa perokok atau perokok pasif yang
terpapar asap rokok dalam jangka masa yang lama mengalami batuk yang lebih
kerap (Danusantoso, 2001).
Badan Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa hampir 700 milyar atau
bersamaan dengan setengah populasi anak di dunia bernafas dalam udara yang
terpapar dengan asap rokok, terutamanya di rumah. Kira-kira 150,000- 300,000
kasus infeksi saluran pernafasan bawah yang terjadi pada anak di bawah usia 18
tahun adalah disebabkan oleh paparan terhadap asap rokok. Di Malaysia,
gejala-gejala infeksi pada saluran pernafasan atas mewakili hampir 35% masalah
kesehatan yang dialami oleh remaja (Naing et al, 2004).
Di Hong Kong, 32,9% anak-anak tinggal bersama dengan seorang perokok di
rumah, 8,6% tinggal bersama dengan dua orang perokok, 2,5% tinggal bersama
tiga orang perokok, 1,3% tinggal bersama empat orang perokok dan 2,1% tinggal
bersama dengan lima orang perokok atau lebih. Ditemukan bahwa anak-anak ini
mengalami gangguan pada saluran pernafasan termasuklah batuk. Pada individu
yang belum pernah merokok tetapi terpapar dengan asap rokok mempunyai risiko
tinggi yaitu kira-kira 15-46% untuk mengalami masalah saluran pernafasan
seperti batuk, batuk berdahak, mengi dan gangguan pada hidung. Risiko tersebut
akan lebih meningkat jika terdapat perokok yang tinggal bersama di rumah (Lam
Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan penelitian ini mampu memberi
hubungan yang bermakna antara paparan asap rokok dengan kejadian batuk pada
anak supaya pihak yang bertanggungjawab dapat mengambil tindakan yang
sewajarnya untuk menangani sebarang masalah kesehatan yang timbul pada
golongan anak yang akan menjadi pemimpin generasi akan datang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka perumusan masalah yang
dapat dikembangkan adalah:
a) Apakah ada hubungan antara batuk yang disebabkan oleh asap rokok pada
anak-anak dengan jumlah perokok aktif di rumah (paparan)?
1.3 Tujuan Penilitian 1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara batuk yang dialami oleh anak-anak yang
disebabkan oleh asap rokok dengan jumlah perokok aktif di Sekolah Menengah
Kebangsaan Abdul Jalil, Hulu Langat, Selangor, Malaysia.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui keterkaitan kejadian batuk pada anak-anak yang berusia 13 dan
14 tahun di Sekolah Menengah Kebangsaan Abdul Jalil, Hulu Langat, Selangor
1.4 Manfaat Penelitian
Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai:
1. Pedoman dan maklumat tambahan kepada pihak sekolah untuk melakukan
program kesadaran tentang bahayanya asap rokok kepada anak-anak di
sekolah dalam usaha mencegah sebarang masalah kesehatan terhadap
anak-anak.
2. Panduan untuk menjalankan sebarang strategi dan program untuk menangani
masalah kesehatan pada anak yang disebabkan oleh asap rokok oleh badan
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANAK
Berdasarkan United Nations Convention on the Rights of the Child yang
ditandatangani pada tahun 1989 oleh 192 negara, anak didefinisikan sebagai manusia
yang berusia di bawah 18 tahun. Secara biologis nya, anak adalah individu yang
berada dalam kelompok pertumbuhan dan perkembangan, di antara fase infan dan
dewasa.
Infan dan anak-anak tidak mampu membuat keputusan secara sendiri dan
memerlukan bantuan dari orang tua. Individu yang berusia 18 tahun dan ke atas
dikenal sebagai remaja dan sudah mampu mengambil sebarang keputusan mengikut
undang-undang. Anak-anak dengan usia di antara 8 sampai 9 tahun sudah mampu
untuk memahami cara kerja tubuhnya dan prosedur yang mudah. Pada usia
menjelang 14 sampai 15 tahun, anak-anak atau remaja muda sudah mampu
memahami dan mengerti kondisi tubuhnya, matang secara emosi dan sudah mampu
mengambil keputusan sendiri (Alpert, 2006).
2.2 TOKSIKOLOGI
Toksikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari efek merugikan dari
bahan kimia terhadap organisme hidup. Toksikologi klinis adalah bidang ilmu
kedokteran yang memberikan perhatian terhadap penyakit yang disebabkan oleh
bahan toksik atau hubungan yang unik dan spesifik dari bahan toksik tersebut. Efek
merugikan/toksik pada sistem biologis dapat disebabkan oleh bahan kimia yang
mengalami biotransformasi dan dosis serta suasananya cocok untuk menimbulkan
keadaan toksik (Mukono, 2002).
Respon terhadap bahan toksik tersebut antara lain tergantung kepada sifat fisik
dengan toksisitas dan situasi paparan adalah cara atau jalan masuknya serta durasi
dan frekuensi paparan. Jalan masuk ke dalam tubuh suatu bahan polutan yang toksik,
umunya melalui saluran pencernaan makanan, saluran pernafasan, kulit dan jalur
lainnya. Durasi dan frekuensi paparan bahan polutan juga dapat diterangkan dengan
percobaan binatang (Mukono, 2002).
Efek toksik yang timbul tidak hanya tergantung pada frekuensi pemberian
dengan dosis berbeda saja tetapi mungkin juga tergantung kepada durasi paparannya.
Efek kronis dapat terjadi apabila bahan kimi terakumulasi dalam sistem biologi. Efek
toksik pada kondisi kronis bersifat irreversibel. Hal tersebut terjadi kerana sistem
biologi tidak mempunyai cukup waktu untuk mencapai kondisi menjadi pulih akibat
paparan terus menerus dari bahan toksik (Mukono, 2002).
Toksisitas cepat merupakan manifestasi yang segera timbul setelah pemberian
bahan kimia/polutan. Sedangkan toksisitas lambat merupakan manifestasi yang
timbul akibat bahan kimia selang beberapa waktu dari waktu pemberian. Efek
setempat atau lokal didasarkan pada tempat terjadinya yaitu pada lokasi kontak yang
pertama kali antara sistem biologi dan bahan toksikan (Mukono, 2002).
Tempat penyerapan utama bagi toksikan adalah saluran pencernaan, paru dan
kulit. Toksikan yang diabsorbsi oleh paru biasanya berupa gas seperti karbon
monoksida, nitrogen dioksida, dan sulfur dioksida serta partikel berupa aerosol.
Partikel dengan ukuran 5 mikrometer atau lebih besar biasanya ditimbun pada daerah
nasofaringeal. Partikel di daerah ini dapat dihilangkan saat pembersihan hidung atau
saat bersin. Partikel yang larut akan dilarutkan dalam mukus dan dibawa ke faring
atau diserap epitel masuk ke darah. Partikel dengan ukuran 2 hingga 5 mikrometer
ditimbun pada daerah trakeobronkeolus paru, tempat ia akan dibersihkan oleh
2.3 ROKOK
Kebiasaan merokok merupakan satu perbuatan yang buruk, bukan saja kepada
diri sendiri, melainkan kepada orang di sekitarnya. Diperkirakan hampir satu pertiga
penduduk laki-laki di dunia mempunyai kebiasaan merokok di dalam kehidupan
sehari-hari. Selain mengancam kesehatan manusia, perokok atau orang-orang di
sekitarnya, asap rokok juga boleh menyebabkan masalah polusi udara (WHO 2006).
Dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, kandungan rokok adalah
sangat berbahaya kepada kesehatan manusia. Di antaranya, dapat ditemukan
metanol, nitrobenzena, karbon monoksida, butana, raksa, vinil klorida, toulena,
ammonia, arsenik, kadmium, stearik, sianida dan berbagai macam bahan kimia
lainnya. Bahan-bahan kimia ini merupakan sumber bahan kimia dalam
produk-produk berbahaya seperti racun tikus, bahan api kenderaan dan pelarut industri
(Bagian Pendidikan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Malaysia 2005).
Namun begitu, bahan utama dalam pembuatan rokok adalah tembakau yang
merupakan faktor risiko kepada berbagai jenis kanker seperti kanker pankreas, kanker
esofagus, kanker paru, kanker payudara dan kanker mulut. Selain itu, tembakau juga
dapat menyebabkan penyakit saluran pernafasan kronik, strok, osteoporosis, penyakit
jantung, kemandulan, gejala putus haid awal, keguguran dan kecacatan pada janin,
bronkitis, emfisema dan batuk (National Poison Centre, 2008 ).
Zat-zat lain yang turut berperan menyebabkan kanker pada perokok mahupun
perokok pasif adalah zat karsinogenik. Di antara zat-zat karsinogenik yang dikatakan
2.3.1 Nikotin:
Nikotin merupakan satu zat kimia yang bersifat adiktif. Nikotin memasuki
sirkulasi darah apabila perokok aktif menggigit ujung rokok atau menelan asap rokok.
Pada perokok pasif, nikotin memasuki sistem sirkulasi darah apabila asap rokok
dihirup secara tidak sengaja. Kebanyakan perokok aktif, akan menelan asap rokok
kira-kira 10 kali selama 5 menit pada sebatang rokok yang dinyalakan. Maka, jika
perokok aktif tersebut merokok hampir 30 batang rokok per hari, dia akan
memasukkan 300 sedutan nikotin ke dalam tubuhnya (Bagian Pendidikan Kesehatan,
Kementerian Kesehatan Malaysia 2005).
Setelah memasuki sirkulasi darah, nikotin akan menstimulasi kelenjar adrenal
untuk menghasilkan hormon epinefrin. Epinefrin akan merangsang sistem saraf pusat
dan meningkatkan tekanan darah, respirasi dan denyut jantung. Glukosa akan
dikeluarkan ke sirkulasi darah ketika nikotin menekan pengeluaran insulin di
pankreas. Hal ini menyebabkan perokok aktif mempunyai peningkatan kadar gula
darah yang kronik (National Institute on Drug Abuse, National Institute of Health,
2009).
Nikotin juga meningkatkan produksi dopamin yang memicu pada rangsangan
kesenangan di otak. Pada perokok aktif yang telah lama merokok, stimulasi yang
berkepanjangan di sistem saraf pusat akan menyebabkan timbulnya gejala adiktif.
Walaupun nikotin bersifat adiktif dan dapat menjadi toksik jika diambil dalam
kuantiti yang berlebihan, namun nikotin tidak menyebabkan kanker. (National
Institute on Drug Abuse, National Institute of Health, 2009).
2.3.2 Gas Karbonmonoksida (CO)
Gas karbonmonoksida ini merupakan gas yang bersifat toksik yang
bertentangan dengan gas oksigen dalam transpor hemoglobin. Terdapat 2-6% gas CO
pada saat merokok. Gas CO yang dihisap oleh perokok paling rendah 400 ppm (part
sejumlah kira-kira 2-16%. Kadar normal karboksi-hemoglobin hanya 1% pada bukan
perokok. Apabila kebiasaan merokok ini diteruskan, maka terjadinya polisitemia
yang akan mempengaruhi sistem saraf pusat (Sitepoe, 2000).
2.3.3 Timah Hitam (Pb)
Timah hitam merupakan salah satu komponen partikel asap rokok. Setiap
satu batang rokok yang dihisap diperhitungkan mengandung 0,5 mikrogram timah
hitam. Apabila seseorang menghisap satu bungkus rokok per hari berarti individu
terbabit menghasilkan 10 mikrogram timah hitam. Sedangkan batas bahaya kadar
timah hitam dalam tubuh adalah 20 mikrogram per hari (Sitepoe, 2000).
2.3.4 Zat-zat lain:
Rokok atau pun asap rokok mempunyai campuran bahan kimia yang
kompleks. Antaranya adalah karbon monoksida, tar, formaldehid, sianida dan
ammonia yang bersifat karsinogenik. Karbon monoksida meningkatkan resiko
berlakunya penyakit kardiovaskular. Paparan kepada tar dapat meningkatkan resiko
penyakit kanker paru, emfisema dan masalah pada bronkiol (National Institute on
2.4 MEROKOK
Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya, baik
menggunakan rokok maupun menggunakan pipa. Temperatur pada sebatang rokok
yang sedang dibakar adalah 900°C untuk ujung rokok yang dibakar dan 30°C untuk
ujung rokok yang terselip di antara bibir perokok. Asap rokok yang dihisap atau asap
rokok yang dihirup melalui dua komponen; komponen yang lekas menguap
berbentuk gas dan komponen yang bersama gas terkondensasi menjadi komponen
partikulat. Dengan demikian, asap rokok yang diisap dapat berupa gas sejumlah 85%
dan sisanya berupa partikel (Sitepoe, 2000).
Asap rokok yang dihisap melalui mulut disebut mainstream smoke, sedangkan
asap rokok yang terbentuk pada ujung rokok yang terbakar serta asap rokok yang
dihembuskan ke udara oleh perokok disebut sidestream smoke. Sidestream smoke
atau asap sidestream mengakibatkan seseorang menjadi perokok pasif. Asap rokok
yang dihisap mengandung kira-kira 4000 jenis bahan kimia dengan berbagai jenis
daya kerja terhadap tubuh. Adapun komposisi asap rokok yang dihisap tergantung
berbagai faktor yaitu jenis tembakau, pemprosesan tembakau, bahan pembalut rokok,
serta ada tidaknya filter (Sitepoe, 2000).
2.5 PEROKOK PASIF
Perokok pasif adalah orang yang dipaksa menghirup asap rokok yang
dikeluarkan oleh perokok di sekitarnya. Kepekatan bahan kimia beracun yang
terkandung dalam asap rokok adalah lebih tinggi jika dibandingkan dengan kepekatan
asap rokok yang disedut oleh perokok secara aktif. Dikatakan hampir 4000 bahan
kimia berbahaya dikeluarkan dari asap rokok. Walaupun perokok pasif tidak
merokok secara langsung, namun asap aliran sisi ataupun sidestream smoke yang
keluar dari puntung rokok mengandungi dua kali lebih banyak nikotin dan lima kali
lebih banyak karbon monoksida. Juga dikatakan bahawa asap aliran sisi ini
menyebabkan kanker dan mengandungi tiga kali lebih banyak tar (Bagian Pendidikan
Kesehatan Malaysia, Kementerian Kesehatan Malaysia 2005).
Dibandingkan dengan perokok aktif atau perokok primer, perokok pasif
mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk mengidap berbagai jenis penyakit seperti
penyakit jantung (30%) dan kanker (25%). Hal ini adalah karena 60-75% dari asap
rokok akan dihirup oleh perokok pasif. Efek jangka panjang yang dapat dialami oleh
perokok pasif ini adalah meningkatnya resiko kanker paru dan penyakit jantung serta
masalah pernafasan seperti radang paru dan bronkitis. Efek jangka pendek atau efek
langsung yang boleh dilihat pada perokok pasif ini adalah bersin dan batuk, sakit
kerongkong dan sakit kepala (Bagian Pendidikan Kesehatan, Kementerian Kesehatan
Malaysia 2005).
Asap rokok juga dapat memberi dampak negatif pada ibu hamil dan janin
yang dikandung. Di antaranya adalah keguguran dan kematian janin di dalam
kandungan, plasenta abrupsi, tumbuh kembang janin terganggu serta bayi dengan
berat badan lahir rendah. Anak-anak yang terpapar pada asap rokok juga mempunyai
risiko lebih tinggi untuk mengalami berbagai masalah kesehatan. Mereka cenderung
untuk mendapat masalah seperti batuk, asma, infeksi pada paru dan telinga,
perkembangan otak akan terjejas, kanker otak, leukimia dan sindrom kematian
2.6 MEKANISME PERTAHANAN PARU (BATUK)
Saluran pernafasan merupakan penyambung utama antara paru dan udara
atmosfera atau di luar tubuh, yang mana bukanlah sentiasa bersih dan steril. Hidung
merupakan filter utama yang berperan dalam mencegah dari sebarang partikel besar
memasuki tubuh. Sinus paranasal rongga hidung diselaputi oleh epitel bersilia yang
akan membawa partikel-partikel yang besar masuk ke faring. Partikel-partikel yang
lebih kecil ukurannya, yaitu kurang daripada 10 mikrometer dapat melewati trakea
dan bronkus, di mana ia akan menumpuk di mukosa (Lipson & Weibenrger, 2008).
Sel-sel silia yang melapisi saluran pernafasan, dari laring ke bronkiol akan
bergerak tanpa henti untuk menolak keluar mukus menuju rongga mulut. Pergerakan
silia pada saluran pernafasan yang lebar adalah sangat cepat dengan kadar
10mm/menit. Selain itu, makrofag yang berada di alveolus juga berperan
memusnahkan partikel-partikel tersebut yang akan menghasilkan antibodi (Lipson &
Weibenrger, 2008).
Mekanisme refleks juga berperan dalam melindungi paru dari sebarang
patogen dan mekanisme refleks yang paling penting adalah reaksi batuk. Batuk
merupakan ekspirasi yang kuat dari mulut untuk mengeluarkan sebarang benda asing
dari saluran pernafasan. Batuk dapat terjadi secara volunter atau dapat dipicu oleh
refleks iritasi pada hidung, sinus, faring, laring, trakea, bronkus atau bronkiol (Lipson
& Weibenrger, 2008).
Sewaktu batuk, akan terjadi inspirasi dalam di mana udara akan memenuhi
hampir 60-80% jumlah kapasitas paru. Glottis akan menutup, otot-otot pernafasan
berkontraksi untuk meningkatkan tekanan intratoraks lalu menyebabkan glottis
membuka secara tiba-tiba, dan mengeluarkan udara secara kuat daripada saluran
pernafasan (Lipson & Weibenrger, 2008).
Batuk merupakan gejala yang sering pada gangguan saluran pernafasan.
Batuk dapat terjadi pada stimulasi di reseptor-reseptor iritasi pada mukosa saluran
pernafasan. Batuk secara definisinya adalah ekspirasi eksplosif yang memberikan
satu bentuk mekanisme perlindungan yang normal untuk membersihkan cabang
trakeobronkiol dari sekresi dan benda asing. Orang awam sering datang ke dokter
dengan keluhan batuk karena rasa yang tidak nyaman dan menganggu aktivitas
seharian (Gwilt C., et al, 2008).
Batuk melibatkan arkus refleks yang kompleks bermula dengan stimulasi
pada reseptor iritan. Reseptor-reseptor ini lebih banyak berada di saluran pernafasan.
Pusat batuk pula berda di bagian medula. Batuk yang efektif teragntung pasa
kebolehan untuk mencapai aliran udara yang tinggi dan tekan intratoraks dalam
membantu pengeluaran mukus yang menempel di dinding saluran pernafasan (Boulet
L., et al, 1998).
2.7.1 Etiologi:
Batuk dapat dipicu oleh berbagai iritan dari sumber eksternal seperti asap
rokok, debu dan benda asing, juga dapat disebabkan oleh sumber internal seperti
sekresi dari saluran pernafasan atas dan isi dari lambung. Rangsangan-rangsangan
dari sumber eksternal dan internal ini akan menstimulasi reseptor di saluran
pernafasan terutamanya di faring dan laring atau di saluran pernafasan bawah (Lipson
& Weibenrger, 2008).
Apabila batuk yang dialami pasien dipicu oleh gangguan di saluran
pernafasan atas atau isi lambung pada penderita refluks gastroesofagus, faktor
penyebabnya tidak diketahui dan batuknya akan berlanjutan (Lipson& Weibenrger,
2008).
Paparan yang lama dan berkepanjangan kepada sumber iritan seperti asap
ini akan menyebabkan reaksi batuk dan selanjutnya, menjadikan saluran pernafasan
lebih sensitif pada sumber iritan yang lain. Kebanyakan gangguan atau masalah
medis yang bersangkutan dengan inflamasi, konstriksi, infiltrasi atau kompresi
saluran pernafasan akan menimbulkan gejala batuk (Lipson & Weibenrger, 2008).
Inflamasi kebiasaannya terjadi disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan,
seperti infeksi virus maupun bakteri. Untuk bronkitis yang disebabkan oleh virus,
inflamasi pada saluran pernafasan kadang-kadang berlangsung lama dan
menimbulkan gejala batuk yang berkepanjangan untuk beberapa minggu. Infeksi
pertussis dan asma juga dapat menimbulkan gejala batuk pada pasien. Namun, batuk
yang disertai dengan asma, seringkali ditandai dengan adanya mengi atau wheezing (
Lipson & Weibenrger, 2008).
Selain daripada itu, neoplasma maupun tumor yang berada di salur pernafasan
juga dapat menyebabkan timbulnya keluhan batuk. Hal ini disebabkan, massa
tersebut akan menekan atau kompresi salur pernafasan dan sebagai mekanisme
normal, reaksi batuk akan terjadi dalam usaha tubuh untuk mengeluarkan massa dari
sistem pernafasan. Penyakit paru parenkimal juga dapat menimbulkan gejala batuk.
Antaranya ialah penyakit paru interstisial, pnuemonia dan abses paru (Lipson &
Weibenrger, 2008).
2.7.2 Klasifikasi:
Batuk tipe akut biasanya terjadi apabila adanya infeksi pada salur pernafasan
seperti rinitis, bronkitis, pneumonia dan sinusitis. Batuk tipe ini juga diakibatkan
oleh paparan dari bahan-bahan iritasi seperti asap rokok. Batuk akut berlangsung
dalam waktu kurang dari 3 minggu (Lipson & Weibenrger, 2008).
Batuk tipe subakut dapat berlangsung dalam waktu 3 hingga 8 minggu. Batuk
tipe ini sering kali disebabkan oleh post-infections, di mana proses inflamasi pada
salur pernafasan masih berlaku yang disertai dengan infeksi virus, Pertussis atau
kejadian setelah infeksi, pemeriksaan lanjut dilakukan untuk mengetahui faktor
penyebabnya (Lipson & Weibenrger, 2008).
Batuk yang berlangsung lebih dari 8 minggu digolongkan ke dalam batuk tipe
kronik. Pada perokok aktif, hal ini mungkin disebabkan oleh adanya kemungkinan
berlaku penyakit paru obstruktif tipe kronik atau karsinoma bronkogenik. Pada
pasien yang tidak merokok dan mempunyai radiograf dada yang normal serta tidak
mengambil sebarang obat ACE inhibitor, batuk tipe kronik yang dialaminya mungkin
disebabkan oleh sindroma batuk pada saluran pernafasan atas atau postnasal drip,
asma dan refluks lambung. Bronkitis tipe eusinofilik juga dapat menimbulkan gejala
batuk kronik (Lipson & Weibenrger, 2008).
2.7.3 Komplikasi:
Komplikasi yang sering terjadi pada batuk adalah nyeri dada dan
ketidakselesaan pada dinding abdomen, inkontinensia urin dan penat. Jarang, namun
batuk yang paroksismal atau berterusan boleh menyebabkan sinkop atau pingsan.
Hal ini adalah karena adanya kenaikan pada tekanan intratoraks dan tekanan alveolus
yang membawa kepada penurunan aliran balik darah ke vena yang menyebabkan
penurunan kardiak output (Lipson & Weibenrger, 2008).
Dalam kasus tertentu seperti pada pasien dengan myeloma ganda,
osteoporosis dan metastase kanker ke tulang, batuk dapat menyebabkan fraktur pada
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Dari kerangka konsep di atas, paparan asap rokok terhadap siswa dan siswi
Sekolah Menengah Kebangsaan Abdul Jalil, Hulu Langat Selangor yang berusia 13
dan 14 tahun akan dikaji untuk melihat sama ada mempunyai keterkaitan atau
hubungan terhadap kejadian batuk pada siswa dan siswi tersebut.
3.2 Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara
Ukur
Batuk pada anak sebagai perokok pasif
halaman
hadapan
kuesioner.
3.2.6 Hipotesis
Hipotesis adalah pernyataan sebagai jawaban sementara atas pertanyaan
penelitian yang harus diuji validitasnya secara empiris. Jadi hipotesis tidak dinilai
benar atau salah, melainkan diuji apakah sahih atau tidak (Sastroasmoro, 2008).
Maka, daripada definisi di atas, dapat dinyatakan bahwa hipotesis bagi penelitian
ini adalah:
“Paparan asap rokok (kehadiran perokok aktif di rumah) daripada perokok aktif dapat
menimbulkan gejala batuk pada anak yang bertindak sebagai perokok
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian analitik untuk mengetahui hubungan antara
kejadian batuk yang disebabkan oleh asap rokok pada anak dengan jumlah perokok
aktif di rumah (faktor paparan). Desain penelitian yang akan digunakan adalah
desain cross-sectional studi yaitu melakukan pengamatan sesaat dalam satu waktu
mengenai hubungan gejala batuk yang dialami oleh perokok pasif dengan jumlah
perokok aktif di rumah melalui angket dengan pengisian kuesioner yang telah
disediakan.
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian
4.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan bermula bulan Maret 2010 sampai dengan bulan
September 2010.
4.2.2 Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Sekolah Menengah Kebangsaan Abdul Jalil, Hulu
Langat Selangor. Lokasi ini dipilih karena jumlah siswa dan siswi yang banyak,
berhampiran dengan Kuala Lumpur dan belum pernah diadakan penelitian seumpama
ini dilakukan di sekolah tersebut.
4.3 Populasi dan Sampel
4.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa dan siswi Sekolah Menengah
4.3.2 Sampel
Sampel adalah siswa dan siswi di tingkatan menengah rendah, Sekolah
Menengah Abdul Jalil, Hulu Langat Selangor berusia 13 dan 14 tahun yang
mempunyai famili atau saudara terdekat yang merokok. Sampel ini akan diambil
secara cluster sampling, di mana populasi dibagi di dalam kelas/gugus dan
diasumsikan didalam setiap kelas/gugus sudah terdapat semua sifat/variasi yang ingin
diteliti. Penentuan besar sampel digunakan rumus sebagai berikut (Notoadmodjo,
2002):
n = Z ά ² PQ
---
d²
Keterangan:
n = Besar sampel minimum
P = Proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari
d = Tingkat ketepatan absolute yang dikehendaki
ά = Tingkat kemaknaan Q = (1-P)
Maka,
n = 1,96² X 0,5 X (1-0,5)
---
0.10²
= 97 ≈ 100 orang
Maka dari perkiraan dengan menggunakan rumus tersebut jumlah sampel
adalah 97 orang atau lebih akurat 100 orang. Pada penelitian ini, sampelnya akan
kelas/gugus sudah terdapat semua sifat/variasi yang ingin diteliti. Sebagai contoh,
dalam 30 kelas/gugus, 10 orang siswa dan siswi akan dipilih.
Kesemua siswa dan siswi yang berusia 13 dan 14 tahun di Sekolah Menengah
Kebangsaan Abdul Jalil, Hulu Langat, Selangor yang tinggal bersama
sekurang-kurangnya seorang perokok aktif di rumah diperboleh untuk mengikuti penelitian ini
kecuali:
- perokok aktif
- penghidap asma
- penghidap penyakit lain yang melibatkan saluran pernafasan
- pengguna obat ACE inhibitor
4.4 Metode Pengumpulan Data
Data yang akan digunakan adalah data primer yang diperoleh/diukur melalui
wawancara langsung atau angket pada responden dengan menggunakan kuesioner
yang akan diuji validitas dan reliabilitas. Kemudian, kuesioner tersebut akan
diberikan kepada sampel untuk diisi.
Alat pengukuran data bagi penelitian ini adalah kuesioner terstruktur. Uji
validitas dan reliabilitas kuesioner akan dijalankan terlebih dahulu pada 20 orang
sampel kemudian diperkirakan reliabilitas kuesioner yang diberikan dengan
menggunakan rumus koefisien korelasi (Pearson):
r= n (ΣXY)-(ΣX) (ΣY)
---
√ [(nΣX²) – (ΣX)²] [(nΣY²) – (ΣY)²]
X= pertanyaan nomor 1
Y= skor total
4.5 Metode Pengolahan Data dan Analisa Data
Pada pelaksanaan penelitian, data diperoleh dari penelitian jawaban kepada
kuesioner. Kuesioner terlebih dahulu akan diuji validitas dan reliabilitas dengan
menggunakan SPSS. Kemudian, data yang didapat akan diolah dengan bantuan
sistem perangkat lunak program komputer SPSS. Setelah itu, dilakukan analisa
dengan uji hipotesis Chi Square untuk melihat sama ada wujud hubungan antara
kejadian batuk yang disebabkan oleh asap rokok dengan jumlah perokok aktif di
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Hulu Langat terletak di bagian pedalaman negeri Selangor. Penduduk asal
daerah ini adalah terdiri daripada oran
tengah bandar besar". Ini kerana suasana tradisi dan keindahan kampung masih tetap
wujud di sini meskipun dihimpit oleh pembangunan yang agak pesat dar
Negeri
terletak di dalam kawasan
Sekolah Menengah Kebangsaan Abdul Jalil atau nama ringkasnya SMK
Abdul Jalil, merupakan sebuah Sekolah Menengah Kebangsaan yang terletak di Bt
14, P.Pos Hulu Langat. Pada 2009, Sekolah Menengah Kebangsaan Abdul Jalil
memiliki 1299 pelajar lelaki dan 1362 pelajar perempuan, menjadikan jumlah
5.1.2 Deskripsi Karakteristik Responden
Tabel 5.1
Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur, Jenis Kelamin, dan Jumlah
Perokok Dalam Famili di Sekolah Menengah Kebangsaan Abdul Jalil, Hulu Langat,
Selangor
Karakteristik Frekuensi (n) Persen (%) Umur
13 tahun 30 30 14 tahun 70 70
Jenis Kelamin
laki-laki 38 38 Perempuan 62 62
Jumlah Perokok dalam Famili
1 orang 73 73 2 orang 21 21 3 orang 6 6
Responden dalam penelitian ini adalah siswa dan siswi yang mempunyai ahli
famili yang merokok dan merupakan bukan perokok aktif di Sekolah Menengah
Kebangsaan Abdul Jalil, Hulu Langat, Selangor. Karakteristik siswa dan siswi dapat
dibagi menurut umur, jenis kelamin, kelas dan distribusi perokok di dalam famili.
Berdasarkan tabel 5.1 diketahui bahwa umur responden yang paling banyak
adalah berusia 14 tahun yaitu sebanyak 70 orang (70%), sedangkan umur responden
yang paling sedikit adalah yang berusia 13 tahun yaitu sebanyak 30 orang (30%).
Responden laki-laki adalah lebih sedikit berbanding perempuan yaitu
dapat diketahui bahwa kesemua 100 orang responden dibagi ke dalam 10 buah kelas
yaitu kelas 1A, 1B, 1E, 2A, 2B, 2C, 2D, 2F, 2G, dan 2N, masing-masing sebanyak 10
orang.
Berdasarkan tabel 5.1 juga diketahui bahwa responden dapat dibagi kepada
tiga kelompok mengikut distribusi perokok aktif yang berada di dalam famili.
Responden yang mempunyai 1 orang ahli famili yang merokok mempunyai jumlah
yang paling besar yaitu sebanyak 73 orang (73%), diikuti kelompok dengan 2 orang
perokok di dalam famili sebanyak 21 orang (21%) dan paling sedikit pada kelompok
5.1.3 Hubungan Batuk Dengan Perokok Dalam Famili
5.1.3.1 Mengikut Jenis Kelamin:
3 orang Perokok Aktif
Jenis Kelamin
Perempuan Laki-laki
Kejadian Batuk
Batuk (+) 1 0
Batuk (-) 1 4
Jumlah 2 4
2 orang Perokok Aktif
Jenis Kelamin
Perempuan Laki-laki
Kejadian Batuk
Batuk (+) 2 2
Batuk (-) 9 8
Jumlah 11 10
1 orang Perokok Aktif
Jenis Kelamin
Perempuan Laki-laki
Kejadian Batuk
Batuk (+) 11 5
Batuk (-) 38 19
5.1.3.2 Mengikut Usia:
3 orang Perokok Aktif
Usia
13 Tahun 14 Tahun
Kejadian Batuk
Batuk (+) 0 1
Batuk (-) 3 2
Jumlah 3 3
2 orang Perokok Aktif
Usia
13 Tahun 14 Tahun
Kejadian Batuk
Batuk (+) 3 1
Batuk (-) 6 11
Jumlah 9 11
1 orang Perokok Aktif
Usia
13 Tahun 14 Tahun
Kejadian Batuk
Batuk (+) 4 12
Batuk (-) 14 43
5.1.3.3 Hubungan Batuk Dengan Perokok Dalam Famili
Jumlah Perokok Aktif
1 orang 2 orang 3 orang P
Kejadian Batuk
Batuk (+) 16 4 1
0.0001
Batuk (-) 57 17 5
Jumlah, N=100 73 21 6
Chi-square , bermakna jika p < 0.05
Interpretasi tabel diatas:
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa nilai p adalah 0,0001, lebih
kecil daripada 0,05 (<0,05). Hal ini membawa maksud bahwa ada hubungan antara
kejadian batuk yang diakibatkan oleh asap rokok pada responden mengikut perokok
5.1.3.4 Distribusi Perokok Aktif Dalam Famili:
Jumlah Perokok Aktif,
N=100 Keterangan
1,
n=73
Bapa= 63 orang responden
Abang= 9 orang responden
Datuk= 1 orang responden
2,
n=21
Ayah-abang = 14 orang responden
Abang-abang = 4 orang responden
Ayah-datuk = 1 orang responden
Ayah-nenek = 1 orang responden
Ayah-ayah saudara = 1 orang responden
3,
n=6
Abang-abang-abang = 3 orang responden
Ayah-abang-abang = 2 orang responden
5.1.4 Hubungan Batuk Dengan Jenis Kelamin
Hubungan Batuk Dengan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin, N= 100
Perempuan Laki-laki P
Kejadian Batuk
Batuk (+) 14 7
0.121
Batuk (-) 48 31
Jumlah 62 38
Chi-square , bermakna jika p < 0.05
Interpretasi tabel diatas:
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa nilai p adalah 0,121, lebih
besar daripada 0,05 (>0,05). Hal ini membawa maksud bahwa tiada hubungan antara
kejadian batuk yang diakibatkan oleh asap rokok pada responden mengikut jenis
kelamin responden.
5.1.5 Hubungan Batuk Dengan Usia Responden
Hubungan Batuk Dengan Usia Responden
Usia, N= 100
13 Tahun 14 Tahun P
Kejadian Batuk
Batuk (+) 7 14
0.121
Batuk (-) 23 56
Chi-square , bermakna jika p < 0.05
Interpretasi tabel diatas:
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa nilai p adalah 0,121, lebih
besar daripada 0,05 (>0,05). Hal ini membawa maksud bahwa tiada hubungan antara
kejadian batuk yang diakibatkan oleh asap rokok pada responden mengikut usia
responden sebagai perokok pasif/sekunder.
5.2 Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada siswa dan siswi di Sekolah
Menengah Kebangsaan Abdul Jalil, Hulu Langat, Selangor pada tahun 2010,
diperoleh data yang merupakan keadaan nyata dengan cara menyebarkan kuesioner
kepada 100 orang responden. Data tersebut dijadikan tolak ukur dalam melakukan
pembahasan dan sebagai hasil akhir dapat dijabarkan sebagai berikut:
5.2.1 Hubungan Kejadian Batuk yang disebabkan oleh Asap rokok dengan Jumlah
Perokok dalam Famili
Pada tabel dapat diamati bahwa nilai p=0.0001, yaitu lebih kurang daripada
0.05 yang membawa maksud adanya hubungan antara kejadian batuk yang
disebabkan oleh asap rokok dengan perokok dalam famili responden.
Sebanyak 73 orang (73%) responden mempunyai minimum 1 orang perokok
aktif di dalam famili, 21 orang (21%) responden mempunyai 2 orang perokok aktif di
dalam famili dan 6 orang (6%) mempunyai 3 orang perokok aktif di dalam famili.
Daripada 73 orang responden yang mempunyai sekurang-kurangnya satu
orang perokok aktif di rumah, siswi mencatatkan angka terbanyak yaitu seramai 47
orang. Enam puluh tiga orang perokok aktif, kelompok yang paling banyak
dicatatkan merupakan bapa, dan kelompok yang paling sedikit adalah datuk.
Daripada 21 orang responden yang mempunyai dua orang perokok aktif di rumah,
yang mencatatkan angka tertinggi adalah dari kombinasi kombinasi ayah-abang yaitu
dengan 14 orang responden, dan paling sedikit adalah dari kombinasi ayah-datuk,
ayah-ayah saudara dan ayah-nenek, masing-masing dengan 1 orang responden.
Daripada 6 orang responden, siswa mencatatkan angka tertinggi dengan 4
orang adalah responden. Perokok aktif dalam famili yang paling ramai melibatkan
kombinasi abang-abang-abang (3 orang responden), dan yang paling sedikit adalah
daripada kombinasi abang-abang-abang ipar (1 orang responden).
Hal ini menunjukkan bahwa dengan adanya perokok aktif di dalam keluarga,
boleh menyebabkan peningkatan paparan asap rokok kepada anak dan seterusnya
boleh menyebabkan kejadian batuk.
Peningkatan jumlah perokok aktif di dalam famili membawa kepada
peningkatan resiko anak untuk terpapar dengan asap rokok. Jumlah dan kualiti
pencemaran asap rokok pada anak dengan 3 orang perokok aktif di dalam famili
adalah lebih besar jika dibandingkan dengan anak yang mempunyai hanya 2 perokok
aktif atau 1 perokok aktif dalam famili.
Namun begitu, walaupun hanya mempunyai 1 perokok aktif di dalam famili,
kejadian batuk yang disebabkan oleh asap rokok pada anak boleh disebabkan oleh
faktor frekuensi paparan. Efek toksik yang timbul tidak hanya tergantung pada
frekuensi pemberian dengan dosis berbeda saja tetapi mungkin juga tergantung
kepada durasi paparannya. Efek kronis dapat terjadi apabila bahan kimia
terakumulasi dalam sistem biologi. Efek toksik pada kondisi kronis bersifat
irreversibel. Hal tersebut terjadi kerana sistem biologi tidak mempunyai cukup waktu
untuk mencapai kondisi menjadi pulih akibat paparan terus menerus dari bahan toksik
(Mukono, 2002).
Ada juga anak yang sudah terbiasa dengan asap rokok, sehinggakan respon
ringan seperti batuk tidak berlaku. Hal ini juga boleh dikaitkan dengan frekuensi anak
terpapar dengan asap rokok. Daripada penelitian, walaupun anak tidak mengalami
gangguan lain di salur pernafasan seperti kesukaran untuk bernafas, ketidakselesaan
pada hidung, nausea dan pening kepala (Naing, 2004).
Daripada 100 orang responden, didapatkan bahwa seramai 13 orang pelajar
mengalami pening dan mual (nausea) ketika terpapar dengan asap rokok. Sebanyak
10 orang pelajar pula mengeluhkan gangguan kesukaran untuk bernafas apabila
berada berhampiran dengan perokok aktif. Lima orang pelajar lagi mengalami
masalah gatal-gatal pada hidung apabila terpapar dengan asap rokok.
Hal ini juga dibuktikan oleh Lam et al (1999), yang mengatakan bahwa pada
individu yang tidak pernah merokok, namun terpapar kepada asap rokok mempunyai
resiko yang tinggi untuk berlakunya masalah pada tenggorokan dan hidung.
Menurutnya lagi, peningkatan resiko ini bergantung kepada jumlah perokok aktif
yang tinggal bersama di dalam rumah.
Melalui hasil penelitian ini, tampak adanya hubungan antara jumlah perokok
aktif di rumah dengan kejadian batuk yang dialami oleh anak. Hal ini berdasarkan
hubungan dosis-respon antara jumlah perokok aktif dengan respon batuk pada anak.
Penurunan dosis akan mengurangi efek yang timbul. Efek toksik yang timbul tidak
hanya tergantung pada frekuensi pemberian dengan dosis yang berbeda saja tetapi
mungkin juga tergantung pada durasi paparannya.
5.2.2 Hubungan Kejadian Batuk yang disebabkan oleh Asap rokok dengan Jenis
Kelamin
Berdasarkan tabel, nilai p adalah 0,121 yaitu lebih besar daripada 0,05 (>0,05)
dan membawa maksud tiada hubungan antara kejadian batuk yang disebabkan oleh
asap rokok dengan jenis kelamin pada anak laki-laki dan perempuan. Dalam
penelitian, terdapat 38 orang responden laki-laki dan 62 orang responden perempuan.
Secara teorinya, perbedaan yang wujud antara laki-laki dan perempuan ketika
anak perempuan lebih cepat kadar pertumbuhannya berbanding dengan anak
laki-laki. Dalam rentang waktu ini juga, anak laki-laki dan perempuan sudah mula
menunjukkan minat terhadap lawan jenisnya, sehingga mereka akan menghindar dari
bergaul dengan berlainan jenis (Alpert, 2006) .
Maka, tidak dapat dibuktikan bahwa jenis kelamin laki-laki ataupun
perempuan yang lebih mudah berlakunya batuk yang disebabkan oleh asap rokok.
5.2.3 Hubungan Kejadian Batuk yang disebabkan oleh Asap rokok dengan Usia
Berdasarkan tabel, nilai p adalah 0,121 yaitu lebih besar daripada 0,05 (>0,05)
dan membawa maksud tiada hubungan antara kejadian batuk yang disebabkan oleh
asap rokok dengan usia anak yaitu 13 dan 14 tahun. Dalam penelitian, terdapat 30
orang responden berusia 13 tahun dan 70 orang responden berusia 14 tahun.
Seperti jenis kelamin, pada usia 13 dan 14 tahun, pertumbuhan dan
perkembangan anak hampir setara dengan dimonopoli oleh anak perempuan (Alpert,
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada siswa dan siswi di Sekolah
Menengah Kebangsaan Abdul Jalil, Hulu Langat, Selangor tentang hubungan
kejadian batuk yang diseababkan asap rokok pada anak dengan kehadiran perokok
aktif di rumah, dapat dilakukan kesimpulan seperti berikut:
a. Kejadian batuk yang disebabkan oleh asap rokok mempunyai hubungan
dengan kehadiran perokok aktif di dalam famili anak. Nilai p yang didapat
adalah sebesar 0.0001, yang mana lebih kecil daripada 0,005. Hal ini
menunjukkan bahwa, peningkatan jumlah perokok aktif di dalam sesebuah
famili menyebabkan peningkatan risiko berlakunya kejadian batuk pada
anak. Terdapat 74 orang (74%) responden mempunyai minimum 1 orang
perokok aktif di dalam famili, diikuti dengan 20 orang (20%) responden
mempunyai 2 orang perokok aktif di dalam famili dan 6 orang (6%)
responden mempunyai 3 orang ahli famili yang merokok.
Hipotesis diterima.
b. Kejadian batuk yang disebabkan oleh asap rokok tidak mempunyai
keterkaitan atau hubungan dengan jenis kelamin dan usia responden.
Terdapat 38 orang responden laki-laki dan 62 orang responden perempuan
dengan 30 orang daripadanya berusia 13 tahun dan 70 orang selebihnya
6.2 Saran
6.2.1 Bagi pihak sekolah
Daripada hasil penelitian, terdapatnya hubungan antara kejadian batuk yang
disebabkan oleh asap rokok dengan jumlah perokok aktif di dalam famili seseoran
pelajar/anak. Maka, diharapkan pihak sekolah boleh melakukan program kesadaran
terhadap ibu bapa serta ahli famili lainnya tentang bahaya dan impak negatif yang
boleh berlaku terhadap anak sebagai perokok pasif/sekunder.
6.2.2 Bagi peneliti selanjutnya
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, faktor yang memberi peran
kepada kejadian batuk yang disebabkan oleh asap rokok pada anak hanyalah jumlah
perokok aktif di dalam famili. Maka, dengan ini diharapkan supaya peneliti yang
ingin meneruskan penenlitian ini dapat mengkaji faktor-faktor lain yang mungkin
berpengaruh terhadap kejadian batuk pada anak di lokasi lain dan dapat
DAFTAR PUSTAKA
Alpert, J. J., Siegel, B. S., 2006. Nelson Essentials of Pediatrics. 5th ed. The
Profession of Pediatrics: Population and Culture, The Care of Children in
Society. Philadelphia: Elsevier Inc., 1-5.
Boulet, L., Byrne, P., Cloutier, M. M., Gold, P. M., Ing, A. J., Prakash, U. B. S.,
Pratter, M. P., Rubin, B. K., Irwin, R. S., Managing cough as a defense
Mechanism and as a symptom. A consensus panel report of the American
College of Chest Physicians, 1998; 114; 133-181. Available from:
Carter, E. R., Debley, J. S., Redding, G. R., Chronic productive cough in school
children: prevalence and associations with Asthma and Environmental
Tobacco Smoke Exposure, 2006. Available from:
Cockrill, B.A., Mandel, J., Weinberger, S.E., 2008. Principles of Pulmonary
Medicine. 5th ed. Philadelphia: Saunders Elsevier Inc.
Convention on the Rights of the Child, United Nations General Assembly, 1989.
Available from:
[Accessed 24 April 2010]
Dalimunthe, W., 2009. Ragam Pediatrik Praktis. Batuk pada Anak, Haruskah
Danusantoso, H., 2001. Batuk. Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti.
Ferrer, A., Jaen, A., Kogevinas, M., Marin, A., Zock, J. P., Occupation, Smoking and
Chronic Obstructive Respiratory Disorder: a cross sectional study in an
industrial area of Catalonio Spain, 2006. Available from:
Golding, J. F., Mangan, G. L., 1984. The Psychopharmacology of Smoking.
Melbourne, Australia: Press Syndicate of the University of Cambridge.
Gwilt, C., McGowan, P., Patel H., 2008. Respiratory System. 3rd ed. Philadelphia:
Elsevier Limited.
Jaya, M., 2009. Pembunuh Berbahaya Itu Bernama Rokok. Samarinda, Kalimantan
Timur: Perwakilan Kalimantan.
Kementerian Kesehatan Malaysia, 2005. Kempen Tak Nak! Merokok. Bagian
Pendidikan Kesehatan, Kementerian Kesehatan Malaysia. Available from:
2010]
Lam, T., Hedley, A., Chung, S. and Macfarlane, D., 1999, Passive smoking and
respiratory symptoms in primary school children in Hong Kong. Human &
Experimental Toxicology 18, 218-223. Available from:
Lipson, D. A., Weibenrger, S. E., 2008. Harrison’s Principles of Internal Medicine.
17th ed. Cough and Hemoptysis. USA: The Mc-Graw Hill Companies,
225-228.
Muhayat, A., 2008. Ketagihan Masalah Utama, Institut Perguruan Guru, Malaysia.
Available from:
Mukono, H. J., 2002. Epidemiologi Lingkungan. Surabaya, Indonesia: Airlangga
University Press.
Naing, N. N., Sharina, D., Zulkifli, A., Secondhand Smoke Exposure at Home and
Respiratory Symptoms Among Primary School Children in Kota Bharu,
Kelantan, 2004. Available from:
http://www.communityhealthjournal.org/detailarticle.asp?id=294&issue=Vol1
0(S):2004 . [ Accessed 5 April 2010]
National Institute on Drug Abuse, National Institute of Health, 2009. Cigarettes and
other Tobacco products. US Department of Health and Human Services.
Available from:
28 March 2010]
National Poison Centre, 2008. United for Tobacco Free Malaysia. Universiti Sains
Malaysia, Pulau Pinang. Available from:
Notoatmodjo, S., 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi. Promosi Kesehatan
di Sekolah. Jakarta: Pt. Rineka Cipta, 362-374.
Sastroasmoro, S., 2008. Dasar-dasar Metadologi Penelitian Klinis. Edisi Ketiga.
Jakarta: CV Sagung Seto
Sitepoe, M., 2000. Kekhususan Rokok Indonesia. Jakarta, Indonesia: PT Grasindo.
Sitorus, R., 2005. Gejala Penyakit dan Pencegahannya. Bandung, Indonesia:
Penerbit Yrama Widya.
Sofyani, S., 2009. Ragam Pediatrik Praktis. Mencegah Merokok pada Anak. Medan,
Indonesia: USU Press, 29-36.
Wahyuni, A., 2007. Statisitika Kedokteran. Bamboedoea Communication. Jakarta
Timur.
World Health Organization (WHO), 2006. Smoking Statistics, Global. Available
from:
[Accessed 27 March 2010]
World Health Organization (WHO), 2002. Smoking Statistics, Malaysia. Available
from: http://www.wpro.who.int/media_centre/fact_sheets/fs_20020528.htm .
Lampiran 1 : Halaman Riwayat Hidup
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Asma Nabila binti Zakaria
Tempat / tanggal lahir : Pahang, Malaysia / 4 Januari 1987
Agama : Islam
Alamat : No 9, Jalan Sri Mewah 3, Taman Sri Mewah, 43000 Kajang
Riwayat Pendidikan : 1. Sekolah Kebangsaan FELDA Bukit Tajau, Pahang
2. MRSM-YT Dungun, Terengganu
3. MRSM Jasin, Melaka
4. Pre Medical ACMS
Riwayat Pelatihan : 1. Peserta Penyambutan Mahasiswa Baru 2007 FK USU,
Medan
2. Peserta Minggu Suai Kenal Pelajar Malaysia 2007.
Riwayat Organisasi : 1. Ahli Persatuan PKPMI
Lampiran
Correlation .316 .527
*
-.316 .395 .000 1 .000 .316 .000 .345 .000 .381
Sig. (2-tailed) .174 .017 .174 .085 1.000 1.000 .174 1.000 .136 1.000 .097
Kesimpulan: Pertanyaan yang valid adalah S1, S4, S5, S9, S10, S11 dan S13 yang kemudiannya dinomorkan semula di dalam kuesioner sebagai 1,2,3,4,5,6 dan 7.
S9 Pearson
Correlation .218 .509
*
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
UJI RELIABILITAS
Nomor Pertanyaan
Total Pearson
Correlation Status Alpha Status
S1 0.482 Valid 0.667 Reliabel
S4 0.547 Valid Reliabel
S5 0.391 Valid Reliabel
S9 0.426 Valid Reliabel
S10 0.266 Valid Reliabel
S11 0.309 Valid Reliabel
S13 0.391 Valid Reliabel
Uji reliabilitas dilakukan pada butir pertanyaan yang dinyatakan telah valid.
Bila koefisien reliabilitas telah dihitung, maka untuk menentukan keeratan hubungan
bisa digunakan kriteria Guilford (1956), yaitu:
- < 0.20: hubungan yang sangat kecil dan bisa diabaikan
- 0.20-< 0.40: hubungan yang kecil (tidak erat)
- 0.40-< 0.70: hubungan yang cukup erat
- 0.70-< 0.90: hubungan yang erat (reliabel)
- 0.90-< 1.00: hubungan yang sangat erat (sangat reliabel)
- 1.00: hubungan yang sempurna
Lampiran
FORMULIR A
INFORMED CONSENT
Kepada Yth: Calon Responden Penelitian
Siswa/ Siswi Sekolah Menengah Kebangsaan Abdul Jalil,
Hulu Langat, Selangor
Dengan hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama: Asma Nabila Zakaria
NIM: 070100466
Alamat: Jalan Intan, No. 15/23, 20214 Medan, Indonesia
Adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan,
Indonesia yang sedang menjalankan penelitian dengan judul ”Hubungan batuk
yangdisebabkan asap rokok dengan jumlah perokok aktif di rumah pada siswa dan
siswi usia 13-14 tahun di Sekolah Menengah Kebangsaan Abdul Jalil, Hulu Langat,
Selangor Tahun 2010”.
Penelitian ini tidak menimbulkan akibat yang merugikan bagi saudari/saudara sebagai
responden, kerahsiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya
digunakan untuk kepentingan penelitian. Jika saudari/saudara tidak bersedia menjadi
responden, maka tidak ada ancaman bagi saudari, serta memungkinkan untuk
Apabila saudari/saudara menyetujui, maka saya mohon kesediannya untuk
menandatangani persetujuan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang saya buat.
Atas perhatian dan kesediaan saudari/saudara menjadi responden, saya ucapkan
terima kasih.
Medan, Mei 2010
Peneliti,
FORMULIR B
PERSETUJUAN PENELITIAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bersedia untuk menjadi
responden penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara yang bernama Asma Nabila Zakaria, NIM 070100466,
dengan judul ”Hubungan batuk yangdisebabkan asap rokok dengan jumlah perokok
aktif di rumah pada siswa dan siswi usia 13-14 tahun di Sekolah Menengah
Kebangsaan Abdul Jalil, Hulu Langat, Selangor Tahun 2010”.
Saya mengerti bahwa penelitian ini tidak akan berakibat buruk terhadap saya dan
keluarga saya. Kerahasiaan semua informasi yang diberikan akan dijaga oleh peneliti
dan hanya akan digunakan untuk kepentingan penelitian.
Medan, Mei 2010
Responden
FORMULIR C
KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN BATUK YANG DISEBABKAN ASAP ROKOK DENGAN JUMLAH PEROKOK AKTIF DI RUMAH PADA SISWA DAN SISWI USIA 13-14
TAHUN DI SEKOLAH MENENGAH KEBANGSAAN ABDUL JALIL, HULU LANGAT, SELANGOR
TAHUN 2010
Identitas Responden
Nama:
Umur:
Jantina:
Tingkatan/Kelas:
Berikan tanda silang (X) pada jawaban yang dianggap BENAR. Pilih SATU sahaja
jawaban.
1. Adakah sekarang anda mengalami gejala batuk?
a. Ya
b. Tidak
2. Adakah batuk tersebut menjadi semakin parah, jika anda berada dalam
tempoh waktu yang lama bersama golongan yang merokok?
a. Ya
b. Tidak
3. Adakah batuk yang dialami tersebut:
a. terjadi hanya sewaktu terpapar dengan asap rokok
4. Berapa orang ahli keluarga yang merokok di dalam rumah anda?
a. 1 orang
b. 2 orang
c. 3 orang
Sila nyatakan siapa yang merokok: ____________________
5. Apakah ahli keluarga tersebut merokok berhampiran dengan anda?
a. Ya
b. Tidak
6. Bagaimanakah anda mengklasifikasikan keadaan pencemaran asap rokok di
dalam rumah anda?
a. Tiada. Anda tidak merasa terganggu.
b. Banyak. Anda terpaksa menjauhkan diri daripada keadaan tersebut.
7. Adakah anda mengalami gejala lain di saluran pernafasan jika terpapar
dengan asap rokok?
a. Ya
b. Tidak