• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan

1. Proses Pembelajaran di kelas

Penelitian ini dilakukan sebanyak 9 kali pertemuan dengan rincian 1 kali pertemuan untuk pretest, 7 kali pertemuan untuk memberikan perlakuan, dan

1 kali pertemuan untuk posttest. Peneliti menggunakan dua kelas yang dijadikan sebagai sampel penelitian, yaitu kelas VII-2 sebagai kelas eksperimen dan kelas VII-5 sebagai kelas kontrol yang ditetapkan sebelum awal penelitian dilakukan. Soal pretest dan posttest memiliki kisi-kisi yang sama namun urutan soal dan redaksi soal dibedakan untuk menghindari siswa yang menghafal soal saat pretest. Kelas VII-2 sebagai kelas eksperimen yang dalam pembelajarannya menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI). Salah satu yang membedakan pembelajaran antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol adalah pada setiap pertemuan siswa diberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang didalamnya memuat langkah-langkah penyelesaian masalah dengan pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI). Soal-soal yang terdapat dalam LKS merupakan Soal-soal-Soal-soal yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis matematis siswa.

Pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization (TAI) dapat membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematis. Akan tetapi, pada pertemuan pertama dikelas siswa masih terlihat bingung dengan pembelajaran yang digunakan. Ketika tahap individu siswa masih bertanya pada teman bagaimana mencari solusi ilustrasi yang diberikan. Kemudian ketika guru menunjuk siswa untuk mempresentasikan jawaban individunya untuk dibahas bersama, siswa masih kesulitan untuk mengungkapkan alasan atas jawabannya. Ketika tahap memeriksa jawaban individu teman sekelompok siswa masih sulit menganalisis jawaban temannya, sehingga dipertemuan pertama sangat menghabiskan banyak waktu untuk membimbing mereka. Waktu yang diberikan untuk kuis di akhir pertemuan kurang maksimal.

Pada pertemuan selanjutnya sampai terakhir, siswa mulai terbiasa dengan pembelajaran TAI dan mereka mulai memahami cara menganalisis jawaban teman dan mampu menerapkan kemampuan tersebut untuk menyelesaikan permasalahan yang baru. Dan guru dapat meminimalisir bantuan selama proses belajar. Pada kelas kontrol peniliti tidak memberikan LKS namun soal yang diberikan kepada kelas kontrol sama dengan soal-soal yang terdapat

pada LKS yang diberikan di kelas eksperimen. Soal-soal tersebut peneliti berikan sebagai soal latihan dan dikerjakan secara individu.

Pada kedua kelas memang terjadi peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa, namun peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa paling tinggi terdapat pada kelas eksperimen dengan nilai rata-rata peningkatan sebesar 0,590.

2. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Per-Indikator

Data hasil skor akhir kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen dan kontrol tiap-tiap indikator disajikan pada tabel berikut:

Tabel 4.10

Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol Berdasarkan Indikator Berpikir Kritis

No. Indikator Skor Ideal Esperimen Kontrol Jumlah Skor Siswa

̅

% Jumlah Skor Siswa

̅

% 1 Elementary clarification (mengidentifikasi permasalah) 6 195 4,24 70,65 158 3,51 58,52 2. Strategies and tactics (membuat langkah penyelesaian masalah) 3 82 1,78 59,42 78 1,73 57,78 3 Advanced clarification (mengklarifikasi suatu pernyataan) 6 214 4,65 77,54 168 3,73 62,22 4. Inference (membuat kesimpulan secara generalisasi) 3 78 1,70 56,52 69 1,53 51,11 Total 18 569 12,37 68,72 473 10,51 58,40

Tabel 4.10 menunjukan bahwa terdapat perbedaan perolehan nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas eksperimen dan kontrol yang ditinjau dari empat indikator kemampuan berpikir kritis. Pada tabel terlihat bahwa nilai rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis kelas eksperimen lebih tinggi daripada nilai rata-rata kelas kontrol untuk setiap indikatornya, hal tersebut menunjukan bahwa siswa pada kelas eksperimen memiliki kemampuan berpikir kritis matematis yang lebih tinggi dibandingan dengan kelas kontrol. Selisih rata-rata tertinggi terdapat pada indikator advanced clarification.

Tabel 4.11

Deskripsi Gain Ternormalisasi Pada Indikator Berpikir Kritis Matematis

No. Indikator Gain

Eksperimen Kategori Gain Kontrol Kategori 1 Elementary clarification (mengidentifikasi permasalah) 0,612 Sedang 0,407 Sedang 2. Strategies and tactics (membuat langkah penyelesaian masalah) 0,528 Sedang 0,477 Sedang 3 Advanced clarification (mengklarifikasi suatu pernyataan) 0,688 Sedang 0,474 Sedang 4. Inference (membuat kesimpulan secara generalisasi) 0,259 Rendah 0,283 Rendah

Rata – rata 0,590 Sedang 0,434 Sedang Tabel 4.11 menunjukan bahwa terdapat perbedaan perolehan skor gain kemampuan berpikir kritis matematis siswa kelas eksperimen dan kontrol yang ditinjau dari empat indikator kemampuan berpikir kritis. Dari empat indikator terdapat tiga indikator kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen yang memiliki skor gain lebih tinggi dari skor gain tiga indikator berpikir kritis matematis kelas kontrol, yaitu indikator Elementary clarification (mengidentifikasi permasalah),

strategies and tactics (membuat langkah penyelesaian masalah) dan advanced

clarification (mengklarifikasi suatu pernyataan), namun dengan kategori yang

sama yaitu kategori sedang. Selisish skor gain tertinggi terdapat pada indikator

advanced clarification (mengklarifikasi suatu pernyataan) yaitu sebesar 0,214.

Skor gain pada indikator inference (membuat kesimpulan secara generalisasi) kelas kontrol lebih tinggi daripada skor gain kelas eksperimen dengan selisih peningkatan sebesar 0,027. Hal ini dikarenakan rata-rata skor

pretest kelas eksperimen pada indikator inference sudah besar yaitu sebesar 1,24

sedangkan skor pretest kelas kontrol pada indikator inferences sebesar 0,94. Meningkatkan skor yang sudah besar lebih sulit daripada meningkatkan skor yang masih kecil, sehingga walaupun rata-rata skor posttest kelas eksperimen pada indikator ini sebesar 1,70 lebih tinggi dari rata-rata kelas kontrol sebesar 1,53 menyebabkan peningkatan kelas eksperimen lebih kecil daripada peningkatan kelas kontrol. (lampiran 25 dan 26)

Rata-rata skor gain kemampuan berpikir kritis matematis kelas eksperimen lebih tinggi daripada rata-rata skor gain kelas kontrol. Hal ini menunjukan bahwa peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis kelas eksperimen lebih tinggi daripada peningkatan kemampuan berpikir kritis kelas kontrol. Berikut ini adalah analisis hasil jawaban tes akhir kemampuan berpikir kritis matematis siswa berdasarkan indikator-indikatornya.

a. Elementary clarification (mengidentifikasi permasalahan)

Pada soal Posttest yang diberikan, soal nomor 4 dan 5 mewakili kemampuan berpikir kritis untuk indikator mengidentifikasi permasalahan. Dari hasil posttest yang diperoleh, nilai rata-rata skor siswa untuk indikator pertama ini pada kelas eksperimen sebesar 4,24 dan pada kelas kontrol sebesar 3,51. Terlihat bahwa nilai rata-rata siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol.

Sebagai gambaran umum hasil penelitian mengenai peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa untuk indikator mengidentifikasi permasalahan ini akan disajikan soal beserta salah satu jawaban posttest siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol, sebagai berikut:

Soal:

Menjelang hari raya harga kebutuhan pokok mengalami kenaikan. Harga gula yang semula Rp7.200 per kilogram, sekarang mengalami kenaikan dengan perbandingan 4 : 5. Jika Ibu hanya ingin membeli maximum Rp10.000 dapatkah ibu membeli 1 kg gula untuk hari raya? Berikan alasanmu!

Jawaban :

(a)

(b) Gambar 4.3

(a) Jawaban siswa kelas kontrol, (b) Jawaban Siswa kelas eksperimen

Contoh hasil tes berpikir kritis matematis siswa diatas merupakan hasil

posttest seorang siswa dikelas eksperimen dan seorang siswa dikelas kontrol yang

sama-sama mendapatkan skor maksimum. Pada jawaban siswa kelas eksperimen maupun kelas kontrol diatas tampak bahwa siswa sudah mampu mengidentifikasi

permasalahan dengan benar dan lengkap, namun siswa kelas eksperimen menuliskan terlebih dahulu apa yang diketahui untuk mempermudah menentukan permasalahan dan meminimalisir kesalahan informasi yang diterima untuk menemukan solusi.

Secara keseluruhan skor yang paling banyak didapat pada kelas eksperimen pada indikator ini adalah 3 sedangkan pada kelas kontrol adalah 2. Pada soal ini banyak siswa pada kelas kontrol yang keliru menentukan nilai perbandingannya. Di dalam soal yang diketahui adalah perbandingan kenaikan harga gula, sehingga untuk menentukan harga gula setelah kenaikan menggunakan perbandingan 5/4, namun banyak siswa yang menggunakan perbandingan 4/5. Hal itu menyebabkan identifikasi siswa kelas kontrol banyak yang salah.

Dari hasil posttest diperoleh persentase rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis siswa dalam indikator mengidentifikasi permasalahan kelas eksperimen sebesar 70,65 sedangkan pada kelas kontrol sebesar 58,52. Persentase rata-rata kemampuan berpikir kritis kelas eksperimen pada indikator ini lebih tinggi dari pada kelas kontrol.

b. Strategies and tactics (membuat langkah penyelesaian masalah)

Pada soal posttest yang diberikan, soal nomor 3 mewakili kemampuan berpikir kritis untuk indikator membuat langkah penyelesaian masalah. Dari hasil

posttest yang diperoleh bahwa nilai rata-rata skor siswa untuk indikator keempat

ini pada kelas eksperimen sebesar 1,78 dan pada kelas kontrol sebesar 1,73. Terlihat adanya perbedaan nilai rata-rata antara kedua kelas untuk indikator keempat ini, dimana nilai rata-rata siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Berikut ini adalah soal dan jawaban nomor 3 siswa kelas eksperimen dan kontrol yang disajikan untuk gambaran umum:

Soal:

Kemarin pagi Ilham sarapan oatmeal 25 gram yang mengandung 300 kalori. Hari ini vina sarapan oatmeal 0.03 kg dicampur dengan susu 100 ml. susu tersebut

mengandung 52 kalori. Buatlah langkah penyelesaian berapa banyak kalori yang diterima tubuh Ilham pagi ini!

Jawaban:

(a)

(b) Gambar 4.4

Kedua gambar tersebut adalah jawaban siswa kelas eksperimen dan kontrol yang mendapatkan skor maksimum pada soal nomor 3. Dapat terlihat bahwa kedua siswa sudah mampu membuat langkah penyelesaian masalah dan melakukan perhitungan dengan tepat sehingga dapat menemukan solusi dari masalah tersebut. Siswa kelas eksperimen menuliskan informasi apa saja dari soal tersebut kemudian membuat dalam bentuk tabel untuk mempermudah membuat perbandingan dan menentukan solusi, sedangkan siswa kelas kontrol langsung membuat perbandingan dan kemudian menentukan solusi.

Secara keseluruhan skor yang paling banyak didapat pada kelas eksperimen dan kelas kontrol pada indikator ini sama yaitu 2. Hal ini dikarenakan banyak siswa yang salah mengubah satuan dari kg ke g, bahkan ada siswa yang tidak merubah satuan. Banyak siswa yang melakukan perhitungan kurang tepat sehingga menentukan solusi yang kurang tepat. Hasil posttest siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol pada indikator ini tidak jauh berbeda. Akan tetapi, persentase rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis siswa dalam indikator membuat langkah penyelesaian masalah kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol yaitu sebesar 59,42 sedangkan kelas kontrol sebesar 57,78.

c. Advanced clarification (mengklarifikasi suatu pernyataan)

Pada soal posttest yang diberikan, soal nomor 1 dan 2 mewakili kemampuan berpikir kritis untuk indikator mengklarifikasi suatu pernyataan. Dari hasil posttest yang diperoleh bahwa nilai rata-rata skor siswa untuk indikator ketiga ini pada kelas eksperimen sebesar 4,65 dan pada kelas kontrol sebesar 3,73. Terlihat adanya perbedaan nilai rata-rata antara kedua kelas untuk indikator ketiga ini, dimana nilai rata-rata siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Berikut ini adalah soal dan jawaban nomor 1 siswa kelas eksperimen dan kontrol yang disajikan untuk gambaran umum:

Soal:

Rahma melihat sebuah peta jalan Bandung – Yogyakarta dengan skala 1 : 2.000.000. Pada peta jarak Bandung – Yogyakarta adalah 20 cm. Sari menghitung

jarak sebenarnya Bandung – Yogyakarta adalah 40 km. Apakah perhitungan Sari benar? Berikan alasanmu!

Jawaban:

(a)

(b) Gambar 4.5

Kedua gambar tersebut adalah jawaban siswa kelas eksperimen dan kontrol yang mendapatkan skor maksimum pada soal tersebut. Dapat terlihat bahwa kedua siswa sudah mampu mengklarifikasi suatu pernyataan dengan benar, yang membedakan hanya cara pengerjaannya saja. Siswa kelas eksperimen cendrung menuliskan apa saja informasi yang didapat pada soal tersebut, lalu menghitung jarak sebenarnya, baru kemudian menentukan apakah pernyataan tersebut benar atau salah. Pada jawaban siswa kelas kontrol langsung mencari jarak sebenarnya, kemudian mengklarifikasi pernyataan.

Secara keseluruhan skor yang paling banyak didapat pada kelas eksperimen pada indikator ini adalah 6 sedangkan pada kelas kontrol adalah 3. Banyak siswa kontrol yang mengklarifikasi dengan benar namun memberikan alasan kurang tepat dan lengkap, ada juga yang benar dalam menentukan jarak sebenarnya namun tidak melakukan pengklarifikasian. persentase rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis siswa dalam indikator mengklarifikasi suatu pernyataan kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol yaitu sebesar 77,54, sedangkan pada kelas kontrol sebesar 62,22.

d. Inference (membuat kesimpulan secara generalisasi)

Pada soal posttest yang diberikan, soal nomor 6 mewakili kemampuan berpikir kritis untuk indikator membuat kesimpulan secara generalisasi dengan menggunakan aturan perbandingan senilai. Dan hasil posttest yang diperoleh bahwa nilai rata-rata skor siswa untuk indikator kedua ini pada kelas eksperimen sebesar 1,70 dan pada kelas kontrol sebesar 1,53. Terlihat adanya perbedaan nilai rata-rata antara kedua kelas untuk indikator kedua ini, dimana nilai rata-rata siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol.

Sebagai gambaran umum hasil penelitian mengenai peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa untuk indikator membuat kesimpulan secara generalisasi ini akan disajikan soal beserta jawaban posttest siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol.

Rata-rata denyut nadi orang sehat 72 denyutan per menit. Risma memeriksa denyut nadi sendiri selama 1 menit 30 detik, ia memperoleh hasil denyutan sebanyak 108 kali. Berdasarkan hasil tersebut apa yang dapat anda simpulkan mengenai kondisi Risma?

Jawaban:

(a)

(b) Gambar 4.6

Gambar 4.6 merupakan jawaban siswa kelas eksperimen maupun kontrol yang mendapatkan nilai maksimum pada indikator ini. Pada jawaban kedua siswa tersebut sudah mampu membuat kesimpulan dengan menggunakan aturan perbandingan senilai. Tidak banyak perbedaan pada jawaban siswa kedua kelas tersebut, hanya saja siswa kelas eksperimen membuat tabel informasi dari permasalah tersebut sedangkan kelas kontrol langsung membuat perbandingannya.

Secara keseluruhan skor yang paling banyak didapat pada kelas eksperimen dan kelas kontrol pada indikator ini sama yaitu 2. Hal ini dikarenakan banyak siswa yang membuat kesimpulan dengan benar namun memberikan alasan kurang lengkap. Rata-rata gain pada indikator ini pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol termasuk dalam kategori rendah. Hal ini dikarenakan pada saat proses diskusi di kelas eksperimen pembuatan kesimpulan didominasi oleh satu orang sehingga menyebabkan siswa yang lain menjadi pasif. Pada proses saling memeriksa, siswa membuat kesimpulan hanya terbatas pada memberi kesimpulan mengenai jawaban teman benar atau salah sehingga yang lebih ditingkatkan adalah kemampuan analisisnya. Pada tahap individu siswa tidak dituntut untuk membuat kesimpulan, sehingga siswa kurang mampu meningkatkan kemampuan membuat kesimpulannya. Akan tetapi, persentase rata-rata kemampuan berpikir kritis matematis siswa dalam indikator membuat kesimpulan secara generalisasi kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol yaitu sebesar 56,52, sedangkan pada kelas kontrol sebesar 51,11.

Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization terhadapa cara menjawab siswa terutama pada tahap diskusi, siswa dapat berdiskusi dengan teman sekelompok saling memeriksa, mengoreksi dan memberi masukan. Pada tahap ini siswa dituntut untuk mampu menganalisis jawaban temannya untuk menarik kesimpulan mana yang benar dan yang salah serta mampu mengklarifikasi jawaban yang salah, sehingga siswa mampu menerapkan kemampuan-kemampuan tersebut dalam menyelesaikan posttest yang diberikan.

Berdasarkan hasil yang telah dipaparkan sebelumnya, terlihat bahwa kemampuan berpikir kritis siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan siswa pada kelas kontrol. Dapat dikatakan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization pada materi Perbandingan yang diterapkan pada proses pembelajaran dalam penelitian di salah satu SMP Negeri Tangerang Selatan memberikan dampak positif pada kemampuan berpikir kritis matematis siswa, karena terlihat dari hasil penelitian yang telah dilakukan, yaitu nilai rata-rata skor 12,37 untuk kelas eksperimen dan 10,51 untuk kelas kontrol. Kemudian dari hasil pengujian hipotesis juga diperoleh bahwa H0 ditolak dan H1 diterima yang menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis siswa setelah diajarkan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization lebih tinggi daripada yang diajarkan melalui pembelajran konvensional, hal ini senada pula dengan penelitian yang dilakukan oleh Ika Sartika Universitas Negeri Medan (UNIMED) dengan judul “Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa SMP”.1 penelitian tersebut menunjukan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis siswa dengan pembelajaran kooperatif lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

Peningkatan kemampuan berpikir kritis matematis siswa yang diajarkan model pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization juga lebih tinggi daripada siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional. Hal ini sejalan dengan Tritanto dalam bukunya juga menyatakan para ahli menunjukan bahwa pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa menumbuhkan kemampuan berpikir kritis.2 Dengan demikian terbukti bahwa pembelajaran kooperatif tipe Team Assisted Individualization dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa, sehingga hasil akhir siswa pada kelas

1

Ika Sartika, “Pengaruh Pendekatan Pembelajaran Kooperatif Terhadap Kemampuan

Berpikir Kritis Siswa”, Vol 4, No.1, 2011,

(http://junal.unimed.ac.id/2012/index.php/paradikma/article/view/749)

2

Trianto, MODEL-MODEL PEMBELAJARAN INOVATIF BERORIENTASI KONTRUKTIVISTIK Konsep, Landasan Teoritis-Praktis dan Implementasinya, (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007) h.44

eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan berpikir kritis matematis siswa pada kelas kontrol.

Dokumen terkait