• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.2 Pembahasan

5.2.1 Persepsi Mahasiswa

Jumlah responden yang terlibat dalam penelitian adalah berjumlah 100 orang yaitu sama dengan jumlah sampel minimum penelitian yaitu 100 orang. Lebih dari setengah daripada jumlah sampel merupakan wanita yaitu sebanyak 52% seperti yang dapat dapat dilihat pada tabel 5.1. Hal ini kemungkinan disebabkan ketidakmerataan dalam pengambilan sampel dan juga dipengaruhi perbandingan jumlah mahasiswa wanita dan pria di USU.

Berdasarkan tabel 5.2, dapat kita lihat bahwa umur responden sebagian besar yaitu 24% berusia 22 tahun. Hal ini dikarenakan usia mahasiswa yang masih aktif rata-rata berusia 19-22 tahun. Pada usia ini, mahasiswa sudah biasa dengan penelitian-penelitian seperti ini dan akan memberikan kerjasama yang baik jika dibandingkan dengan mahasiswa yang baru masuk universitas dan tidak begitu terbiasa dengan kuesioner dan penelitian.

Berdasarkan tabel 5.3, wanita lebih memberi persepsi yang baik mengenai kebersihan makanan di warung tepi jalan daripada lelaki. Hal ini dikarenakan wanita suka memilih warung yang bersih sebelum makan. Mereka lebih mementingkan kebersihan dan hanya makan di warung yang bersih. Oleh itu,persepsi mereka adalah lebih positif daripada lelaki.

Daripada tabel 5.4, mahasiswa dari Fakultas Kedokteran menunjukkan persepsi yang lebih ke arah negatif atau buruk. Hal ini mungkin karena mahasiswa Fakultas Kedokteran lebih prihatin dan mengetahui tentang tahap kebersihan makanan yang diamalkan dan penyakit - penyakit yang dapat ditimbulkan daripada kebersihan makanan yang kurang. Jumlah mahasiswa yang member persepsi baik adalah sangat kurang, yaitu 11 orang dengan persentase 11% dan mayoritas mahasiswa dengan persepsi baik datangnya dari Fakultas Keperawatan dan Sastra. Secara umumnya

sebagaimana yang kita ketahui, tahap kebersihan makanan di warung tepi jalan di sekitar lingkungan USU adalah kurang memuaskan dan mahasiswa sering ke sana untuk makan karena dekat dan senang untuk ke kuliah seterusnya.

Menurut Depkes (2005), makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit, diantaranya:

a) Berada dalam derajat kematangan yang dikehendaki

b) Bebas dari pencemaran di setiap tahap produksi dan penanganan selanjutnya.

c) Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari pengaruh enzim, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit dan kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan pengeringan.

d) Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang dihantarkan oleh makanan (food borne illness) .

Di Indonesia, pada umumnya setiap makanan dapat dengan leluasa beredar dan dijual tanpa harus terlebih dahulu melalui kontrol kualitas, dan kontrol keselamatan sehingga masih lebih 70 % makanan yang dijual dihasilkan oleh produsen yang masih tradisional yang dalam proses produksinya kebanyakan masih jauh dari persyaratan kesehatan dan keselamatan, sehingga kasus keracunan makanan meningkat (Zaenab, 2008).

Sebanyak 68 responden mengatakan bahwa terdapat lalat di warung yang mereka makan dan 85 responden juga telah mengatakan bahwa terdapat debu di warung yang mereka makan karena ia terletak di pinggir jalan dan terdedah kepada pencemaran. Ini jelas menunjukkan bahwa makanan yang dimakan oleh mereka tidak sehat dan tidak dimasak dengan betul sehingga tidak memenuhi kriteria agar tidak menimbulkan penyakit.

Menurut Zaenab (2008), Pengolahan makanan menjadi makanan siap santap merupakan salah satu titik rawan terjadinya keracunan, banyak keracunan terjadi akibat tenaga pengolahnya yang tidak memperhatikan aspek sanitasi. Pengolahan makanan yang baik adalah yang mengikuti kaidah dan prinsip-prinsip hygiene dan sanitasi, yang dikenal dengan istilah Good Manufactering Practice (GMP) atau cara produksi makanan yang baik. Terjadinya kasus keracunan makanan disebabkan karena tempat pengolahan makanan dan peralatan masak .

Seorang tenaga pengolah makanan, atau penjamah makanan baik dalam mempersiapkan, mengolah, menyimpan, mengangkut, maupun menyajikan dan memperhatikan hygiene perorangannya. Salah satu contoh adalah kebersihan tangan. Biasakan mencuci tangan sebelum makan atau mengolah makanan (Zaenab, 2008).

Lebih dari setengah responden mangakui bahwa kain lap yang tidak bersih digunakan untuk mengelap piring yang telah dicuci dan juru masak batuk atau bersin ke arah makanan yang akan disajikan. Hal ini menunjukkan bahwa pengolah makanan tidak mementingkan hygiene dalam penyediaan dan penyajian makanannya. Ini boleh menyebabkan terjadinya keracunan makanan pada mahasiswa yang makan di warung tersebut.

Daripada jawaban responden, lebih dari 50% menyatakan bahwa air untuk mencuci tangan disediakan dan dalam keadaan bersih. Hal ini jelas menunjukkan pengolah makanan sadar akan kepentingan mencuci tangan dalam mencegah terjadi kontaminasi makanan. Dari tabel 5.5, kita dapat melihat bahwa sayuran yang dimakan oleh 61 orang responden atau dengan persentase 61% telah dicuci dengan bersih dan ini merupakan salah satu usaha pengolah makanan dalam mencegah timbulnya penyakit.

Penyimpanan bahan makanan sebelum diolah perlu perhatian khusus mulai dari wadah tempat penyimpanan sampai dengan cara penyimpanannya perlu diperhatikan dengan maksud untuk menghindari terjadinya keracunan karena kesalahan penyimpanan (Zaenab, 2008). Separuh daripada responden mengakui bahwa makanan yang dimakan tidak disimpan dalam wadah yang tertutup. Ini mungkin karena warung di tepi jalan adalah kecil dan tidak mempunyai kemudahan untuk menyimpan makanan yang banyak.

Makanan masak merupakan campuran bahan yang lunak dan sangat disukai bakteri. Bakteri akan tumbuh dan berkembang dalam makanan yang berada dalam suasana yang cocok untuk hidupnya sehingga jumlahnya menjadi banyak (Zaenab, 2008). Dari tabel 5.5 dapat diketahui bahwa makanan yang dimakan oleh 89 responden yaitu dengan persentase 89% telah dimasak dengan matang dan lebih separuh daripada jumlah responden mengatakan makanan yang mereka makan itu baru dimasak. Jadi, makanan tersebut tidak akan mudah rusak dan menimbulkan keracunan makanan.

Dari keseluruhan responden yang mengambil bahagian, kepentingan mereka mengenai kualitas (mutu) makanan terlihat sudah baik, hal ini dapat dilihat dari tabel 5.5. Responden yang menyatakan kualitas (mutu) makanan lebih penting daripada harga makanan paling tinggi persentasenya yaitu 93% manakala persentase yang paling kecil yaitu 7% responden, menyatakan yang sebaliknya. Dengan demikian menunjukkan bahwa kesadaran responden tentang kualitas makanan adalah sangat bagus.

Dokumen terkait