• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 Hasil Penelitian dan Pembahasan

5.2 Pembahasan

Pembahasan dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang penerapan lingkungan terapetik oleh perawat untuk meminimalkan reaksi hospitalisasi negatif pada anak di ruang rawat anak Hijir Ismail Rumah Sakit Haji Umum Medan.

5.2.1 Penerapan Lingkungan Terapetik Oleh Perawat

Hasil penelitian tentang penerapan lingkungan terapetik oleh perawat yang dilakukan di ruang rawat anak hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan sebagian besar perawat yang melaksanakan dengan baik akan penerapan lingkungan terapeutik sebanyak 9 responden (42,9%), sedangkan yang melaksanakan dengan buruk sebanyak 12 responden (57,1%). Penerapan lingkungan terapeutik adalah dimana responden melaksanakan tindakan yang sesuai dengan lingkungan terapeutik yang dapat meminimalkan reaksi hospitalisasi negatif pada anak seperti yang ada dalam kuesioner. Hal ini menunjukan bahwa perawat harus menyadari bahwa ada dampak yang terjadi akibat keadaan sakit atau dirawat dirumah sakit, dimana seseorang akan mengalami perubahan dalam berperilaku yang berdampak pada dirinya (Arsiah, 2006). Perubahan perilaku ini dapat terjadi pada semua orang terutama pada anak yang dihospitalisasi ditandai dengan adanya perasaan takut terhadap alat medis ataupun lingkungan yang baru pada diri anak. Perawat mempunyai tanggung jawab penuh dalam memahami perubahan perilaku dan perasaan yang dapat memperburuk penyakitnya. Hal tersebut dapat mengganggu pertumbuhan dan

perkembangan anak baik dari segi fisik maupun dari segi psikis anak (Rahmat, 2005).

Pelaksanaan penerapan lingkungan terapeutik menunjukan bahwa masih ada perawat yang sebagian besar belum optimal dalam melaksanakan akan penerapan lingkungan terapeutik di ruang rawat anak Hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan. Sementara pelaksanaan penerapan lingkungan terapeutik oleh perawat dalam meminimalkan reaksi hospitalisasi pada anak sangat dibutuhkan dalam mengatasi kecemasan karena perpisahan, kehilangan kontrol, kebutuhan tubuh yang disakiti dan nyeri merupakan penyebab utama dari reaksi perilaku anak yang mengalami hospitalisasi (Hawari, 2006). Hal ini didukung dari hasil data demografi bahwa seluruh perawat belum pernah mengikuti pelatihan tentang hospitalisasi, dan didukung dari observasi tambahan kepada orang tua anak yang mana dari hasil tanya jawab tersebut sebagian orang tua menjawab apa yang dilakukan perawat tidak sesuai dalam penerapan lingkungan terapeutik, seperti perawat tidak ada meluangkan waktu bersama anak untuk memberikan asuhan atraumatik dan perawat tidak memanipulasi teknik prosedur tindakan untuk meminimalkan ketakutan akan cedera tubuh, hal ini tidak sejalan dengan Solikha (2013) dalam penelitiannya tentang efektivitas lingkungan terapeutik dalam hospitalisasi pada anak yang menunjukan bahwa upaya melakukan lingkungan terapeutik mampu memberikan reaksi hospitalisasi yang positif, dimana anak yang sedang dirawat di Rumah Sakit menjadi kooperatif dan sikap penerimaan yang baik pada perawat.

Hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar perawat (71,4%) dalam pelaksanaan persiapan hospitalisasi tidak melaksanakan untuk menempatkan anak dengan kelompok usia yang sama saat masuk ruangan. Wong (2009) menunjukan bahwa dengan pertimbangan minimum untuk menentukan ruangan seperti usia bisa dilakukan walaupun tidak ada peraturan mutlak dalam hal pemilihan ruangan, tetapi secara umum dengan menempatkan anak dengan kelompok usia yang sama dapat memberikan manfaat psikologis dan medis. Hal ini didukung oleh pengamatan peneliti pada saat pengumpulan data yang mana kondisi ruangan masih dalam renovasi sehingga untuk melakukan pengelompokan ruangan anak sesuai dengan usia anak tidak dilakukan.

Perawat berkomunikasi secara langsung dengan anak tanpa melibatkan orang tua dalam meminimalkan perpisahan (90,5%). Hal ini tidak sesuai dengan Supartini (2004) dimana dalam menghadapi seorang anak perlu dihindari untuk berkomunikasi secara langsung, melainkan mengggunakan pihak ketiga yaitu dengan berbicara terlebih dahulu dengan orang tuanya, dimana hal ini pada dasarnya untuk menanamkan rasa percaya anak pada perawat terlebih dahulu sebelum melakukan asuhan keperawatan. Hal ini juga didukung dari pengamatan peneliti saat pengumpulan data bahwa perawat langsung berkomunikasi pada anak saat akan menginjeksikan obat tanpa perantara orang tua, sehingga anak tersebut ketakutan, menolak dan menangis.

Perawat tidak meningkatkan pengendalian anak dengan mempertahankan kemandiriaan anak untuk dapat melakukan beberapa aktivitasnya sendiri pada pelaksanaan untuk meminimalkan kehilangan kendali (66,7%). Hal ini tidak

sesuai dengan Orem (1995 dalam Wong, 2009) dimana dengan mempertahankan kemandirian anak akan memicu peningkatan pengendalian anak dari konsep perawatan diri anak yang dapat mempertahankan hidup, kesehatan, dan kesejahteraan anak sehingga kebanyakan anak diatas usia bayi dapat melakukan aktivitas dengan sedikit atau tanpa bantuan sama sekali.

Perawat menjelaskan alasan prosedur dan menilai pemahaman anak cukup hanya sekali dalam meminimalkan ketakutan akan cedera tubuh pada anak (85,7%). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Evelina (2011) dalam penelitiannya tentang peran perawat pada pencegahan dampak hospitalisasi pada anak, dimana sering memberikan konseling atau penjelasan maupun arahan kepada anak yang dihospitalisasi dapat meningkatkan hubungan kerja sama yang baik dalam mengurangi dampak hospitalisasi pada anak, untuk itu perawat yang ada di ruang rawat anak harus bisa memberikan arahan kepada anak dalam menjelaskan alasan prosedur sebelum tindakan.

Hasil penelitian lainnya 85,7% perawat tidak melakukan prosedur tindakan pada saat anak sedang bermain dalam hal pelaksanaan perawat dalam memberikan kesempatan untuk bermain. Hal ini tidak sesuai dengan Wong (2009) dimana anak-anak perlu bermain untuk mengeluarkan rasa cemas dan takutnya selama hospitalisasi, sehingga semua bentuk bermain pada anak dapat digunakan untuk pengalihan anak pada saat perawat ingin melakukan tindakan keperawatan.

Hasil pengamatan peneliti saat melakukan pengumpulan data di ruang rawat anak Hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan, peneliti melihat adanya

kesenjangan terkait pelaksanaan penerapan lingkungan terapeutik yang dilakukan oleh perawat, dimana perawat tidak meluangkan waktu lebih bersama anak untuk memberikan asuhan yang atraumatik melainkan perawat datang hanya pada saat pemberian obat atau jika diperlukan, sementara asuhan atraumatik dapat mengurangi rasa takut atau stres pada anak selama hospitalisasi. Pengamatan laiannya perawat tidak ada menyampaikan informasi atas hak-hak anak saat dirawat untuk meningkatkan pemahaman anak selama hospitalisasi, karena dengan pemberian informasi pada anak dapat meningkatkan pemahaman yang lebih banyak dan dapat mengurangi rasa tidak berdaya yang biasanya mereka rasakan.

Dokumen terkait