PENERAPAN LINGKUNGAN TERAPETIK OLEH PERAWAT
UNTUK MEMINIMALKAN REAKSI HOSPITALISASI NEGATIF
PADA ANAK DI RUANG RAWAT ANAK HIJIR ISMAIL
RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN
SKRIPSI
Oleh
YUHERLINDA 131121051
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan rahmat dan berkat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat
dalam menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan di Fakultas Keperawatan
Universitas Sumatera Utara Tahun 2014 dengan Judul “Penerapan Lingkungan
Terapeutik oleh Perawat untuk Meminimalkan Reaksi Hospitalisasi Negatif pada
Anak di Ruang Rawat Anak Hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun
2014”. Skripsi ini terlaksana karena arahan, masukan, dukungan dan koreksi dari
berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M. Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan USU
2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Wakil Dekan I Fakultas Keperawatan USU
3. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS selaku Wakil Dekan II Fakultas
Keperawatan USU
4. Bapak Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp, MNS selaku Wakil Dekan III Fakultas
Keperawatan USU
5. Bapak Achmad Fathi, S.Kep, Ns, MNS selaku dosen pembimbing yang
senantiasa memberikan waktu untuk membimbing dan memberikan masukan
yang sangat berharga dalam penulisan skripsi ini.
6. Bapak Ismayadi S.Kep, Ns, M.Kes selaku dosen penguji I.
8. Seluruh dosen dan staf pengajar Fakultas Keperawatan USU yang telah
memberi bimbingan selama perkuliahan.
9. Direktur Rumah Sakit Umum Haji Medan yang telah memberi izin peneliti
untu melakukan penelitian.
10. Terima kasih sebesar-besarnya kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, kakak
dan adik-adikku yang selalu memberikan dukungan dan doa dalam
menyelesaikan skripsi ini.
11. Teman-teman sejawat S1 Ekstensi Keperawatan jalur B, atas bantuan dan
semangatnya selama ini.
12. Terima kasih buat teman seperjuangan saya Piyanti, Hosiana, Isra yang telah
sama-sama berjuang dalam menyelesaikan pendidikan S1 Keperawatan yang
banyak membantu peneliti untuk mendapatkan informasi.
Peneliti menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan, baik dari segi penulisan maupun tata bahasa, maka dengan
kerendahan hati peneliti mengharapkan saran dan kritik serta masukan dari semua
pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata peneliti mengucapkan terima
kasih dan harapan peneliti semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua
Medan, Januari 2015
Penulis
D
2.1.3 Reakasi Anak Terhadap Hospitalisasi... 6
2.1.4 Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi ... 7
2 2..22 KKoonnsseeppLLiinnggkkuunnggaannTTeerraappeettiikk...1111 2.2.1 Intervensi Keperawatan Dalam Hospitalisasi ... 14
BAB 3 Kerangka Konsep Penelitian ... 22
3 3..11 KKeerraannggkkaaKKoonnsseepp...2222 3.2 Definisi Operasional ... 23
BAB 4 Metodologi Penelitian ... 25
BAB 5 Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 31
5.1 Hasil Penelitian ... 31
5.1.1 Karakteristik Data Demografi Responden ... 31
5.1.2 Hasil Kuesioner Responden ... 32
5.1.3 Pelaksanaan Penerapan Lingkungan Terapeutik ... 34
5.2 Pembahasan ... 53
BAB 6 Kesimpulan dan Rekomendasi ... 40
DAFTAR SKEMA
Skema Hal
DAFTAR TABEL
Tabel Hal
1
1.. DDeeffiinniissiiOOppeerraassiioonnaall... 2233
2
2.. DDiissttrriibbuussiiFFrreekkuueennssiiddaannPPeerrsseennttaasseeBBeerrddaassaarrkkaannDDaattaa
D
Deemmooggrraaffii... 3311
D
DiissttrriibbuussiiFFrreekkuueennssiiddaannPPeerrsseennttaasseeBBeerrddaassaarrkkaannHHaassiillKKuueessiioonneerr
R
Reessppoonnddeenn... 3322
3
3.. DDiissttrriibbuussiiFFrreekkuueennssiiddaannPPeerrsseennttaasseePPeenneerraappaannLLiinnggkkuunnggaann
Judul : Meminimalkan Reaksi Hospitalisasi Negatif pada Anak di Ruang Rawat Anak Hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan 2014
Anak yang dirawat di rumah sakit sering mengalami reaksi hospitalisasi dalam bentuk anak stress, tidak mau didekati oleh petugas kesehatan, ketakutan, tampak cemas, tidak kooperatif, bahkan temper tantrum. Penerapan perawat dalam menerapkan lingkungan terapeutik sangat diperlukan untuk meminimalkan reaksi hospitalisasi negatif pada anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan lingkungan terapeutik oleh perawat untuk memeinimalkan reaksi hospitalisasi negatif pada anak di ruang rawat anak Hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif, populasi pada penelitian ini adalah seluruh perawat yang ada di ruang rawat anak Hijir Ismail, sebanyak 21 orang. Pengambilan sampel ini mengguanakan tehnik non-random sampling dengan menggunakan sampel jenuh, jadi jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 21 orang. Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang sudah divalidkan dan direliabilitas yang dianalisis dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian menggambarkan penerapan lingkungan terapeutik oleh perawat buruk sebesar 57,1%. Rekomendasi dari penelitian ini, disarankan kepada pihak Rumah Sakit perlu mempertimbangkan untuk memberikan pelatihan kepada seluruh perawat khususnya di ruang rawat anak tentang penerapan lingkungan terapeutik untuk meminimalkan reaksi hoapitalisasi negatif pada anak.
Title : Hospitalization on Child Care Room Hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan.
Children who are hospitalized often have reactions to hospitalization in the form of child stress, do not to be approached by health workers, fear, seemed anxious, uncooperative, even temper tantrum. Implementation of therapeutic environment is needed to minimize the negative reaction of hospitalization on children. This study aimed to investigate the implementation of therapeutic environment by nurses to minimize negative reaction of hospitalization on children in Child Care Room Hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan. This study used a descriptive design, the population in this study are all nurses in the Child Care Room Hijir Ismail is 21 nurses. The sampling using non-random sampling technique by survey, so the sample size in this study is 21 nurses. Collecting data using a questionnaire which the validity and the reliability were analyzed in a frequency distribution table. The result of the study described that the implementation of therapeutic environment by nurses is in bad category at 57,1%. Recomemndations from this research, suggested to the hospital, they should consider providing training to all nurses, especially in the Child Care Room on the implementation of a therapeutic environment to minimize the negative reaction to the child’s hospitalization.
Keywords : Implementation of Therapeutic Environment, Reaction of Hopsitalization
Judul : Meminimalkan Reaksi Hospitalisasi Negatif pada Anak di Ruang Rawat Anak Hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan 2014
Anak yang dirawat di rumah sakit sering mengalami reaksi hospitalisasi dalam bentuk anak stress, tidak mau didekati oleh petugas kesehatan, ketakutan, tampak cemas, tidak kooperatif, bahkan temper tantrum. Penerapan perawat dalam menerapkan lingkungan terapeutik sangat diperlukan untuk meminimalkan reaksi hospitalisasi negatif pada anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan lingkungan terapeutik oleh perawat untuk memeinimalkan reaksi hospitalisasi negatif pada anak di ruang rawat anak Hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif, populasi pada penelitian ini adalah seluruh perawat yang ada di ruang rawat anak Hijir Ismail, sebanyak 21 orang. Pengambilan sampel ini mengguanakan tehnik non-random sampling dengan menggunakan sampel jenuh, jadi jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 21 orang. Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang sudah divalidkan dan direliabilitas yang dianalisis dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian menggambarkan penerapan lingkungan terapeutik oleh perawat buruk sebesar 57,1%. Rekomendasi dari penelitian ini, disarankan kepada pihak Rumah Sakit perlu mempertimbangkan untuk memberikan pelatihan kepada seluruh perawat khususnya di ruang rawat anak tentang penerapan lingkungan terapeutik untuk meminimalkan reaksi hoapitalisasi negatif pada anak.
Title : Hospitalization on Child Care Room Hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan.
Children who are hospitalized often have reactions to hospitalization in the form of child stress, do not to be approached by health workers, fear, seemed anxious, uncooperative, even temper tantrum. Implementation of therapeutic environment is needed to minimize the negative reaction of hospitalization on children. This study aimed to investigate the implementation of therapeutic environment by nurses to minimize negative reaction of hospitalization on children in Child Care Room Hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan. This study used a descriptive design, the population in this study are all nurses in the Child Care Room Hijir Ismail is 21 nurses. The sampling using non-random sampling technique by survey, so the sample size in this study is 21 nurses. Collecting data using a questionnaire which the validity and the reliability were analyzed in a frequency distribution table. The result of the study described that the implementation of therapeutic environment by nurses is in bad category at 57,1%. Recomemndations from this research, suggested to the hospital, they should consider providing training to all nurses, especially in the Child Care Room on the implementation of a therapeutic environment to minimize the negative reaction to the child’s hospitalization.
Keywords : Implementation of Therapeutic Environment, Reaction of Hopsitalization
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hospitalisasi dapat menyebabkan kejadian yang traumatik dan stres yang
dialami oleh anak dan orang tua, dimana anak harus tinggal di rumah sakit untuk
mendapatkan terapi dan perawatan sampai dapat kembali ke rumah (Supartini,
2004). Hospitalisasi sering menjadi krisis utama yang harus dihadapi anak,
dimana anak akan mengalami stresor akibat perubahan dari keadaan sehat ke sakit
dan jumlah mekanisme koping yang terbatas seperti perpisahan, kehilangan
kendali, cedera tubuh, dan nyeri. Reaksi anak tersebut dipengaruhi oleh usia
perkembangan mereka, pengalaman mereka sebelumnya dengan penyakit,
keterampilan koping, keparahan diagnosa dan sistem pendukung yang ada (Wong,
2008). Hal tersebut dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang anak sehingga
diperlukan perawatan yang lebih kompeten dan sensitif untuk meminimalkan efek
negatif dari hospitalisasi dan mengembangkan efek positifnya (Nursalam,
Susilaningrum & Utami, 2005).
Reaksi hospitalisasi pada anak dapat diminimalkan dengan keadaan
lingkungan terapeutik (Solikhah, 2013). Lingkungan terapeutik dapat di
diciptakan untuk membantu proses penyembuhan. Lingkungan terapeutik
dipengaruhi oleh faktor internal seperti: keselamatan, warna atau desain ruangan,
karya seni, terapi musik dan sikap perawat dalam melakukan asuhan keperawatan,
dan faktor eksternal seperti: peran alam dan penciptaan terapi bermain di taman
rumah sakit itu sendiri (Ghazali & Abbas, 2011).
Solikhah (2013) mengemukakan bahwa dengan menciptakan lingkungan
terapeutik yang efektif akan meminimalkan reaksi hospitalisasi pada anak. Dalam
penelitiannya, reaksi hospitalisasi negatif meliputi kecemasan, ketidak
kooperatifan, respon terhadap orang lain, mood dan penerimaan pada petugas
akan minimal jika ada dukungan penuh terhadap perlakuan untuk menciptakan
lingkungan yang terapeutik pada pelayanan keperawatan anak di ruang rawat
anak. Perlakuan yang dilaksanakan meliputi komunikasi terapeutik saat
melakukan tindakan, permainan terapeutik, pencitraan lingkungan tempat tidur
(memasang stiker bergambar di kamar, sprei bergambar, penggunaan infus
bergambar dan pemakaian rompi bergambar saat melakukan tindakan
keperawatan). Kombinasi musik dan seni juga dapat diterapkan.
Reaksi hospitalisasi pada anak sangat dipengaruhi oleh perilaku perawat,
dalam hal ini perawat harus dapat memberikan pelayanan keperawatan dan
mampu menfasilitasi keluarga dalam berbagai bentuk pelayanan kesehatan baik
berupa pemberian tindakan keperawatan langsung maupun pendidikan kesehatan
pada anak. Perawat dapat memberikan penyuluhan/pendidikan kesehatan pada
orang tua anak atau dengan menolong orang tua/anak dalam memahami
kebutuhan psikologis berupa dukungan atau motivasi maka perawat sebagai
konselor, dapat memberikan konseling keperawatan ketika anak dan orang tuanya
membutuhkan, dengan cara mendengarkan segala keluhan, melakukan sentuhan,
dan hadir secara fisik, perawat dapat saling bertukar pikiran dan pendapat dengan
orang tua anak tentang masalah anak dan keluarganya, dan membantu mencari
alternatif pemecahannya (Supartini, 2004).
Survey awal yang telah dilakukan khususnya di ruang rawat anak Hijir
Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan, untuk desain ruangan sudah melingkupi
lingkungan yang terapeutik seperti adanya lukisan ditiap ruangan, sprei yang
bergambar, serta adanya perpustakaan buku. Hanya saja setelah berbicara dengan
anak dan orang tua mereka mengatakan bahwa kurangnya pendekatan selama
anak dirawat. Hal tersebut didukung setelah mendapat informasi dari kepala
ruangan bahwa perawat pelaksana yang ada di ruang rawat anak Hijir Ismail tidak
pernah mendapatkan pelatihan khususnya dalam meminimalkan reaksi
hospitalisasi pada anak di rumah sakit, sehingga perawat belum dapat
memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan anak.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merasa perlu untuk melakukan
penelitian tentang penerapan lingkungan terapeutik oleh perawat untuk
meminimalkan reaksi hospitalisasi negatif pada anak di ruang rawat anak Hijir
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas didapatkan rumusan masalah yaitu:
Bagaimana penerapan lingkungan terapeutik oleh perawat untuk meminimalkan
reaksi hospitalisasi negatif pada anak di ruang rawat anak Hijir Ismail Rumah
Sakit Umum Haji Medan.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
Mengetahui penerapan lingkungan terapeutik oleh perawat untuk
meminimalkan reaksi hospitalisasi negatif pada anak di ruang rawat anak Hijir
Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan.
1.4. Manfaat penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :
1.4.1. Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tambahan yang
berguna untuk meningkatkan kualitas pendidikan di bagian keperawatan anak.
1.4.2. Praktik Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi
tambahan pada perawat khususnya yang ada di Ruang Rawat Anak Hijir Ismail
Rumah Sakit Umum Haji Medan mengenai penerapan lingkungan terapeutik oleh
perawat untuk meminimalkan reaksi hospitalisasi negatif pada anak di ruang
1.4.3. Penelitian Keperawatan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi evidence dan data dasar
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Hospitalisasi Pada anak 2.1.1 Konsep Hospitalisasi
Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang
berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit
menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali ke rumah. Selama
proses tersebut, anak dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian yang
menurut beberapa penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat
traumatik dan penuh stres (Supartini, 2004).
Penyakit dan hospitalisasi sering kali menjadi krisis pertama yang harus
dihadapi anak, terutama pada anak-anak salama tahun-tahun awal sangat rentan
terhadap krisis penyakit dan hospitalisasi. Hal tersebut dikarenakan anak
mengalami stres akibat perubahan dari keadaan sehat menjadi sakit dan anak
memiliki jumlah mekanisme koping yang terbatas untuk menyelesaikan stressor.
Stressor utama dari hospitalisasi anak antara lain adalah perpisahan, kehilangan
kendali, cedera tubuh, dan nyeri. Reaksi anak terhadap krisis-krisis tersebut
dipengaruhi oleh usia perkembangan mereka (Wong, 2009).
2.1.2 Dampak Hospitalisasi Pada Anak
Hospitalisasi pada anak dapat menyebabkan kecemasan dan stres pada
semua tingkat usia. Penyebab dari kecemasan dipengaruhi oleh banyaknya faktor,
lingkungan baru, maupun lingkungan keluarga yang mendampingi selama
perawatan. Keluarga sering merasa cemas dengan perkembangan keadaan
anaknya, pengobatan, dan biaya perawatan. Meskipun dampak tersebut tidak
bersifat langsung terhadap anak, secara pisikologis anak akan merasakan
perubahan perilaku dari orang tua yang mendampingi selama perawatan. Anak
menjadi semakin stres dan hal ini berpengaruh pada proses penyembuhan, yaitu
menurunnya respon imun. Hal tersebut dapat membuat pasien yang mengalami
kegoncangan jiwa akan mudah terserang penyakit, karena pada kondisi stres akan
terjadi penekanan system imun. Pasien anak akan merasa nyaman selama
perawatan dengan adanya dukungan sosial keluarga, lingkungan perawatan yang
terapeutik, dan sikap perawat yang penuh dengan perhatian akan mempercepat
proses penyembuhan (Nursalam, 2005).
2.1.3 Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi
Anak akan menunjukkan berbagai perilaku sebagai reaksi terhadap
pengalaman hospitalisasi. Reaksi tersebut bersifat individual, dan sangat
bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya
terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia, dan kemampuan koping yang
dimilikinya. Pada umumnya, reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena
perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri. Berikut ini reaksi anak
terhadap sakit dan dirawat di rumah sakit sesuai dengan tahapan perkembangan
a. Masa Bayi (0 sampai 1 tahun)
Masalah yang utama terjadi adalah karena dampak dari perpisahan dengan
orang tua sehingga ada gangguan pembentukan rasa percaya dan kasih sayang.
Pada anak usia lebih dari enam bulan terjadi stranger anxiety atau cemas apabila
berhadapan dengan orang yang tidak dikenalnya dan cemas karena perpisahan.
Reaksi yang sering muncul pada anak usia ini adalah menangis, marah, dan
banyak melakukan gerakan sebagai sikap stranger anxiety. Bila ditinggalkan
ibunya, bayi akan merasakan cemas karena perpisahan dan perilaku yang
ditunjukkan adalah dengan menangis keras. Respon terhadap nyeri atau adanya
perlukaan biasanya menangis keras, pergerakan tubuh yang banyak, dan ekspresi
wajah yang tidak menyenangkan (Supartini, 2004).
b. Masa Todler (2 sampai 3 tahun)
Anak usia todler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber
stresnya. Sumber stres yang utama adalah cemas akibat perpisahan. Respon
perilaku anak sesuai dengan tahapannya,yaitu tahap protes, putus asa, dan
pengingkaran (denial). Pada tahap protes, perilaku yang ditunjukkan adalah
menangis kuat, menjerit memanggil orang tua atau menolak perhatian yang
diberikan orang lain. Pada tahap putus asa, perilaku yang ditunjukkan adalah
menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukkan minat untuk bermain
dan makan, sedih, dan apatis. Pada tahap pengingkaran, perilaku yang ditunjukkan
adalah secara samar mulai menerima perpisahan, membina hubungan secara
dangkal, dan anak mulai terlihat menyukai lingkungannya. Oleh karena adanya
mengontrol diri dan anak menjadi tergantung pada lingkungannya. Terhadap
perlukaan yang dialaminya atau nyeri yang dirasakan karena mendapatkan
tindakan invasive, seperti injeksi, infus, pengambilan darah, anak akan meringis,
menggigit bibirnya, dan memukul (Supartini, 2004).
c. Masa prasekolah (3 sampai 6 tahun)
Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari
lingkungan yang dirasakannya aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan,
yaitu lingkungan rumah, permainan, dan teman sepermainannya. Reaksi terhadap
perpisahan yang ditunjukkan anak usia prasekolah adalah dengan menolak makan,
sering bertanya, menangis walaupun secara perlahan, dan tidak kooperatif
terhadap petugas kesehatan. Perawatan di rumah sakit juga membuat anak
kehilangan control terhadap dirinya. Perawatan di rumah sakit mengharuskan
adanya pembatasan aktivitas anak sehingga anak merasa kehilangan kekuatan diri.
Oleh karena itu, hal ini menimbulkan reaksi agresif dengan marah dan berontak,
ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-kata marah, tidak mau bekerja sama
dengan perawat, dan ketergantungan pada orang tua (Supartini, 2004).
d. Masa Sekolah (6 sampai 12 tahun)
Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan
lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga dan terutama kelompok sosialnya dan
menimbulkan kecemasan. Kehilangan control juga terjadi akibat dirawat di rumah
sakit karena adanya pembatasan aktivitas. Kehilangan kontrol tersebut berdampak
pada perubahan peran dalam keluarga, anak kehilangan kelompok sosialnya
mati, dan adanya kelemahan fisik. Reaksi terhadap perlukaan atau rasa nyeri akan
ditunjukkan dengan ekspresi baik secara verbal maupun nonverbal karena anak
sudah mampu mengomunikasikannya. Anak usia sekolah sudah mampu
mengontrol perilakunya jika merasa nyeri, yaitu dengan menggigit bibir dan
memegang sesuatu dengan erat (Supartini, 2004).
e. Masa Remaja (12 sampai 18 tahun)
Anak usia remaja mepersepsikan perawatan di rumah sakit menyebabkan
timbulnya perasaan cemas karena harus berpisah dengan teman sebayanya.
Apabila harus dirawat di rumah sakit, anak akan merasa kehilangan dan timbul
perasaan cemas karena perpisahan tersebut. Pembatasan aktivitas di rumah sakit
membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya dan menjadi bergantung pada
keluarga atau petugas kesehatan di rumah sakit. Reaksi yang sering muncul
terhadap pembatasan aktivitias ini adalah dengan menolak perawatan atau
tindakan yang dilakukan padanya atau anak tidak mau kooperatif dengan petugas
kesehatan atau menarik diri dari keluarga, sesama pasien, dan petugas kesehatan
(isolasi). Perasaan sakit karena perlukaan atau pembedahan menimbulkan respon
anak bertanya-tanya, menarik diri dari lingkungan, dan menolak kehadiran orang
lain (Supartini,2004).
2.1.4 Konsep Tumbuh Kembang Anak
Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan
perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa
bermain/toddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5), usia sekolah (5-11 tahun)
hingga remaja (11-18 tahun) (Hidayat, 2009).
Aspek tumbuh kembang pada anak menjelaskan mengenai proses
pembentukan seseorang, baik secara fisik maupun psikososial. Pertumbuhan pada
masa anak sangat bervariasai sesuai dengan bertambahnya usia anak. Secara
umum pertumbuhan fisik dimulai dari arah kepala ke kaki, sedangkan aspek
perkembangan pada anak bersifat kualitatif yaitu pertambahan kematangan fungsi
dari masing-masing bagian tubuh (Nursalam, Susilaningrum & Utami, 2005).
2.1.5 Prinsip-prinsip Keperawatan Anak
Terdapat prinsip atau dasar dalam keperawatan anak yang dijadikan
sebagai pedoman dalam memahami filosofi keperawatan anak. Di antara prinsip
dalam asuhan keperawatan anak tersebut adalah: Pertama, anak bukan miniature
orang dewasa tetapi sebagai individu yang unik. Prinsip dan pandangan ini
mengandung arti bahwa tidak boleh memandang anak dari ukuran fisik saja
sebagaimana orang dewasa melainkan anak sebagai individu yang unik yang
mempunyai pola pertumbuhan dan perkembangan menuju proses kematangan.
Pola-pola inilah yang harus dijadikan ukuran, bukan hanya bentuk fisiknya saja
tetapi kemampuan dan kematangannya. Kedua, anak adalah sebagai individu yang
unik dan mempunyai kebutuhan sesuai dengan tahap perkembangan. Sebagai
individu yang unik anak memiliki berbagai kebutuhan yang berbeda satu dengan
yang lain sesuai dengan usia tumbuh kembang. Kebutuhan tersebut dapat meliputi
kebutuhan fisiologis seperti kebutuhan nutrisi dan cairan, aktivitas, eliminasi,
Prinsip keperawatan anak yang Ketiga yaitu pelayanan keperawatan anak
berorientasi pada upaya pencegahan penyakit dan peningkatan derajat kesehatan,
bukan hanya mengobati anak yang sakit. Keempat, keperawatan anak merupakan
disiplin ilmu kesehatan yang berfokus pada kesejahteraan anak sehingga perawat
bertanggung jawab secara komprehensif dalam memberikan asuhan keperawatan
anak. Kelima, praktik keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak dan
keluarga untuk mencegah, mengkaji, mengintervensi, dan meningkatkan
kesejahteraan hidup, dengan menggunakan proses keperawatan yang sesuai
dengan aspek moral (etik) dan aspek hukum (legal). Keenam, tujuan keperawatan
anak dan remaja adalah untuk meningkatkan maturasi atau kematangan yang sehat
bagi anak dan remaja sebagai mahluk bio-psiko-sosial dan spiritual dalam konteks
keluarga dan masyarakat. Ketujuh, pada masa yang akan datang kecenderungan
keperawatan anak berfokus pada ilmu tumbuh kembang sebab ilmu tumbuh
kembang ini yang akan mempelajari aspek kehidupan anak (Hidayat, 2009).
2.2 Konsep Lingkungan Terapeutik
Lingkungan terapeutik merupakan aspek penting dalam penyembuhan,
lingkungan terapeutik dapat digambarkan sebagai keseluruhan lingkungan baik
fisik maupun non-fisik yang diciptakan untuk membantu proses pemulihan.
Lingkungan terapeutik diberikan untuk mengidentifikasi kemungkinan masalah
yang mungkin telah menghambat proses penyembuhan (Abbas & Ghazali, 2011).
Dalam model yang dimodifikasi lingkungan terapeutik terdiri dari
lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Unsur lingkungan yang
penyembuhan tetapi juga membantu pasien anak untuk mengatasi rasa sakit dan
agresi. Hal ini disetujui oleh National Association of childrens Hospital and
Related Institution (NACHRI) di mana ia mengungkapkan bahwa lingkungan
fisik merupakan pengaturan kesehatan yang mempengaruhi perawatan klinis, hasil
fisologis, psikososial, dan keamanan pasien anak (Oberlin, 2008 dalam Ghazali &
Abbas, 2011).
Lingkungan terapeutik dipengaruhi oleh faktor internal seperti:
keselamatan, warna atau desain ruangan, karya seni dan terapi musik, dan faktor
eksternal seperti: peran alam dan penciptaan terapi bermain di taman rumah sakit
serta komunikasi terapeutik perawat itu sendiri (Ghazali & Abbas, 2011).
1. Lingkungan Internal
Elemen-elemen lingkungan internal yang menuju terciptanya sebuah
lingkungan yang terapeutik termasuk keselamatan, desain ruangan, karya seni,
pencahayaan, suasana dan terapi musik (Ghazali & Abbas, 2011).
a. Intervensi yang dilakukan perawat dalam mengatasi dampak hospitalisasi
seperti persiapan dalam hospitalisasi, mencegah atau meminimalkan
perpisahan, mencegah atau meminimalkan ketakutan akan cedera tubuh,
memfasilitasi aktivitas yang sesuai dengan perkembangan, memberi
kesempatan untuk bermain dan meminimalkan manfaat hospitalisasi
(Ghazali & Abbas, 2011).
b. Keselamatan: peristiwa yang mempengaruhi keselamatan pasien sering
terlihat dengan peningkatan substansial dalam durasi mereka tinggal di
ergonomis untuk pasien anak yang tidak sama dengan orang dewasa
(Ghazali & Abbas, 2011).
c. Desain Ruangan: aspek dari desain ruangan yang sering diabaikan adalah
warna dinding dan tampilan gambar didinding rumah sakit karena warna
dan tampilan gambar di dinding dapat diartikan sebagai penyembuhan
yang kuat. Warna yang direkomendasikan untuk penyembuhan adalah
warna hijau, karena hijau mewakili keseimbangan, harmoni, pertumbuhan,
penyembuhan dan cinta. Tampilan gambar di dinding juga dapat
meningkatkan relaksasi serta kesenangan pada anak. Hal tersebut akhirnya
dapat menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi anak-anak dan
keluarga (Biley, 1996).
d. Terapi seni: merupakan proses kreatif pembuatan seni untuk meyakinkan
anak bahwa tindakan medis dengan tindakan pembuatan seni dapat
menyembuhkan dan meningkatkan kualitas anak mengurangi stres,
mencegah terjadinya trauma dan untuk memfasilitasi relaksasi. Ketika
anak-anak merasa tidak cukup baik atau tidak dapat mengunjungi ruang
bermain maka terapi seni individu dapat diberikan oleh seorang perawat
(Nessbitt & Haussmann, 2008).
e. Suasana pencahayaan: jendela dengan pencahayaan dan tampilan luar juga
penting terhadap penyembuhan anak. Cahaya terang merupakan terapi
yang efektif digunakan untuk mengurangi depresi, dimana anak yang
yang tinggal di ruangan yang membosankan (Nessbit & Haussmann,
2008).
2. Lingkungan Eksternal
Lingkungan eksternal dapat berkontribusi terhadap lingkungan terapeutik
yang melibatkan alam luar ruangan anak. Peran alam seperti melihat
pemandangan sekitar rumah sakit dan tanaman yang ada atau penciptaan kebun
terapi mempengaruhi terhadap proses penyembuhan. Bermain di taman yang
terletak disebuah rumah sakit bisa membantu mengurangi kecemasan pasien
(Ghazali & Abbas, 2011). Pasien juga dapat mendengarkan suara alam seperti
suara kicauan burung yang memiliki efek positif pada psikologis anak (Biley,
1996).
2.2.1 Intervensi Keperawatan Dalam Mengatasi Dampak Hospitalisasi Pada Anak
Sebagai salah satu anggota tim kesehatan, perawat memegang posisi kunci
untuk membantu orang tua menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan
perawatan anaknya di rumah sakit karena perawat berada disamping pasien
selama 24 jam. Untuk itu fokus intervensi keperawatan adalah meminimalkan
stressor, memaksimalkan manfaat hospitalisasi, memberikan dukungan psikologis
pada anggota keluarga, dan mempersiapkan anak sebelum dirawat dirumah sakit.
(Supartini, 2004).
1. Persiapan Hospitalisasi
Alasan mempersiapkan anak menghadapi pengalaman rumah sakit dan
ketidaktahuan (fantasi) lebih besar daripada ketakutan yang diketahui. Oleh
karena itu mengurangi unsur ketidaktahuan dapat mengurangi ketakutan tersebut.
Proses persiapan untuk hospitalisasi merupakan praktik yang umum tidak ada
standar atau program universal yang dianjurkan untuk semua tempat. Proses
persiapan dapat dilakukan, dengan tur, pertunjukan boneka, dan waktu bermain
dengan miniatur peralatan rumah sakit, persiapan tersebut dapat melibatkan
penggunaan buku-buku, video, atau film. Tidak ada kesepakatan yang tegas
tentang waktu persiapan tersebut. Beberapa pihak berwenang menganjurkan untuk
menyiapkan anak usia 4 atau 7 tahun sekitar 1 minggu sebelumnya agar mereka
dapat memahami informasi yang diberikan dan mengajukan pertanyaan. Untuk
anak-anak yang lebih besar waktu yang diperlukan lebih lama. Akan tetapi, bagi
anak kecil, yang mulai berfantasi tentang apa yang mereka observasi, 1 atau 2 hari
sebelum masuk rumah sakit merupakan waktu yang tepat untuk persiapan
antisipasi. Lamanya sesi persiapan tersebut harus sesuai dengan rentang perhatian
anak, semakin kecil usia anak semakin singkat program. Pendekatan yang optimal
merupakan salah satu yang bersifat individual bagi masing-masing anak dan
keluarga. Tanpa memedulikan jenis program yang spesifik, semua anak, bahkan
mereka yang sudah dihospitalisasi sebelumnya, memperoleh manfaat dari
pengenalan terhadap lingkungan dan rutinitas di unit tersebut. (Wong, 2009).
Persiapan yang dibutuhkan anak pada hari masuk rumah sakit bergantung
pada jenis konseling prarumah sakit yang telah mereka terima, akan tetapi,
konseling prarumah sakit tidak melupakan kebutuhan akan dukungan selama
Tindakan menyebabkan kecemasan dan ketakutan yang tidak perlu selama
penerimaan dapat memberi pengaruh yang merugikan terhadap pembentukan rasa
percaya perawat dengan anak-anak tersebut. Oleh karena itu bantuan perawat
pada prosedur penerimaan merupakan hal yang sangat penting, tanpa
memedulikan seberapa baik anak tersebut dipersiapkan untuk menghadapi
pengalaman hospitalisasi. Selain itu meluangkan waktu bersama anak tersebut
memberi kesempatan pada perawat untuk mengevaluasi pemahaman anak tentang
prosedur yang selanjutnya (Wong, 2009).
2. Mencegah atau Meminimalkan Perpisahan
Tujuan keperawatan yang utama adalah mencegah perpisahan terutama
pada anak-anak yang berusia kurang dari 5 tahun. Banyak rumah sakit yang tidak
lagi mempertimbangkan pengunjung orang tua dan menyambut kehadiran mereka
setiap saat selama hospitalisasi anak. Sebagian besar rumah sakit menerima
kehadiran orang tua setiap waktu. Perawat harus menghargai sikap anak terhadap
perpisahan. Seperti dibahas sebelumnya, fase protes dan putus asa merupakan hal
yang normal. Anak diperbolehkan untuk menangis, sekalipun anak menolak orang
asing, perawat harus memberikan dukungan melalui kehadiran fisik. Lingkungan
yang akrab juga meningkatkan penyesuaian anak terhadap perpisahan. Jika orang
tua tidak dapat melakukan rawat gabung, mereka harus membawa barang-barang
kesukaan anak dari rumah ke rumah sakit untuk bersamanya seperti selimut,
mainan, botol, peralatan makan atau pakaian, maka mereka akan merasa nyaman
dan ketenangan dari barang-barang miliknya tersebut. Selain itu perawat bisa
stetoskop untuk menciptakan lingkungan yang menyenangkan dan lebih akrab
bagi anak-anak (Wong, 2009).
3. Meminimalkan Kehilangan Pengendalian
Perasaan kehilangan pengendalian terjadi akibat perpisahan, perubahan
rutinitas, pemaksaan ketergantungan dan pemikiran magis. Meskipun beberapa
diantaranya tidak dapat dicegah tetapi sebagian besar dapat diminimalkan melalui
perencanaan asuhan yang keperawatan yang bersifat individual seperti: 1)
meningkatkan kebebasan bergerak yaitu anak-anak yang lebih mudah bereaksi
paling kuat terhadap segala bentuk retrinsik fisik atau imobilisasi. Faktor-faktor
lingkungan juga dapat menghambat gerakan. Menempatkan anak didalam boks
bermain memang tidak menimbulkan imobilisasi dalam bentuk konkret, tetapi hal
ini bisa membatasi stimulus sensorik tertentu. 2) Mempertahankan rutinitas anak,
pada hal ini aspek yang sering diabaikan dari perubahan rutinitas adalah
perubahan aktivitas harian anak. Satu teknik untuk dapat meminimalkan
perubahan pada rutinitas anak adalah penstrukturan waktu, dimana pendekatan ini
sesuai untu anak usia sekolah dan remaja yang mengerti konsep waktu, misalnya
minta anka untuk membuat gambar atau symbol yang mewakili aktivitas yang
menyenangkan setiap hari.
Asuhan keperawatan yang dilakukan perawat selanjutnya adalah
Mendorong kemandirian, peningkatan pengendalian anak yang meliputi
mempertahankan kemandirian dan konsep perawatan diri dapat menjadi satu hal
yang paling menguntungkan. Meskipun perawatan diri terbatas pada usia dan
aktivitas dengan sedikit atau tanpa bantuan sama sekali. Jika memungkinkan
aktivitas-aktivitas tersebut dilakukan di rumah sakit. 4) meningkatkan pemahaman
kehilangan pengendalian dapat terjadi akibat perasaan memiliki terlalu sedikit
pengaruh pada nasib seseorang. Meskipun kemampuan kognitif anak belum
semua dikuasai, semua anak rentan terhadap interpretasi yang keliru terhadap
penyebab stres seperti sakit dan hospitalisasi. Persiapan antisipasi dan pemberian
informasi sangat membantu mengurangi stres dan mencegah kurangnya
pemahaman (Wong, 2009).
4. Mencegah atau meminimalkan ketakutan akan cedera tubuh
Secara umum, persiapan anak-anak untuk menghadapi prosedur yang
menyakitkan dapat menurunkan ketakutan mereka. Memanipulasi teknik
prosedural untuk anak-anak disetiap kelompok umur juga meminimalkan
ketakutan atau cedara tubuh. Kapanpun prosedur dilakukan pada anak-anak
intervensi yang paling mendukung adalah melakukan prosedur tersebut secepat
mungkin sambil mempertahankan kontak orang tua anak. Karena anak-anak kecil
mendefinisikan dengan buruk batasan tubuhnya (Wong, 2009).
Anak-anak yang merasa takut terhadap mutilasi bagian tubuh, penting bagi
perawat untuk berulang kali menekankan alasan prosedur tersebut dan
mengevaluasi pemahaman anak (Wong, 2009).
5. Memfasilitasi Aktivitas Yang Sesuai dengan Perkembangan
Tujuan utama asuhan keperawatan bagi anak yang dihospitalisasi adalah
meminimalkan munculnya masalah pada perkembangan anak. Anak-anak yang
mengalami keterlambatan perkembangan atau regresi. Dalam hal ini perawat bisa
melakukan beberapa hal seperti jika pasien berusia remaja maka perawat bisa
menganjurkan tempat aktivitas dengan pasien yang lebih kecil. Perawat yang
memberi kesempatan pada anak untuk berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas
yang sesuai dengan tingkat perkembangan akan lebih menormalkan lingkungan
anak dan membantu mengurangi gangguan pada perkembangan anak yang terus
menerus (Wong, 2009).
Perawat dapat menganjurkan anak-anak untuki menyelesaikan tugas
sekolah mereka secepat mungkin bergantung kondisi yang mengizinkan,
membantu mereka membuat jadwal dan menjamin waktu yang baik untuk belajar,
dan membantu keluarga mengkoordinasikan layanan pendidikan rumah sakit
dengan sekolah anak mereka (Wong, 2009).
6. Memberi Kesempatan untuk Bermain
Bermain adalah salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan salah
satu alat paling efektif untuk menatalaksana stres. Karena sakit dan hospitalisasi
menimbulkan krisis dalam kehidupan anak, dank arena situasi tersebut sering
disertai stress berlebihan, maka anak-anak perlu bermain untuk mengeluarkan rasa
takut dan cemas yang mereka alami sebagai koping dalam menghadapi stress
tersebut. Bermain sangat penting bagi mental, emosional dan kesejahteraan sosial
anak. Seperti kebutuhan perkembangan mereka, kebutuhan bermain tidak terhenti
pada saat anak-anak skit atau di rumah sakit. Sebaliknya bermain di rumah sakit
banyak memberikan banyak manfaat seperti minta orang tua untuk memberikan
barang-barang kecil tidak terselip dalam sprei. Di semua fasilitas rumah sakit,
tidak ada ruangan lain yang mengurangi stres akibat hospitalisasi kecuali ruang
bermain (Wong, 2009).
7. Memaksimalkan Manfaat Hospitalisasi Anak
Meskipun hospitalisasi biasanya menimbulkan stres bagi anak-anak, tetapi
hospitalisasi juga dapat bermanfaat (Wong, 2009).
1. Membantu perkembangan orang tua dan anak dengan cara memberi
kesempatan orang tua mempelajari tumbuh kembang anak dan reaksi anak
terhadap stressor yang dihadapi selama dalam perawatan di rumah sakit.
2. Hospitalisasi dapat dijadikan media belajar untuk orang tua. Untuk itu
perawat dapat memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang
penyakit anak, terapi yang didapat, dan prosedur tindakan keperawatn
yang dilakukan, tentunya sesuai dengan kapasitas belajarnya.
3. Untuk meningkatkan kemapuan kontrol diri dapat dilakukan dengan
memberi kesempatan pada anak mengambil keputusan, tidak terlalu
bergantung pada orang lain dan percaya diri.
4. Fasilitasi anak untuk tetap menjaga sosialisasinya sesama pasien yang ada,
B
Kerangka konsep penelitian merupakan kerangka hubungan antara
konsep-konsep yang akan diukur atau diamati melalui penelitian yang akan
dilakukan. (Riyanto, 2011). Kerangka konsep dari penelitian ini adalah:
3.2. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan definisi variabel-variabel yang akan
diteliti secara operasional di lapangan, yang bermanfaat untuk mengarahkan
kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang akan diteliti
serta untuk pengembangan instrumen (Riyanto, 2011).
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala
perpisahan
- meminimalkan
kehilangan kendali
- meminimalkan
ketakutan cedera
tubuh
- memfasilitasi
aktivitas pada anak
sesuai perkembangan
- memberi
kesempatan untuk
bermain
- memaksimalkan
BAB 4
METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian ini adalah desain deskriptif yaitu untuk menggambarkan
penerapan lingkungan terapeutik oleh perawat untuk meminimalkan reaksi
hospitalisasi negatif pada anak di ruang rawat anak Hijir Ismail Rumah Sakit
Umum Haji Medan dengan menggunakan kuesioner.
4.2 Populasi dan Sampel 4.2.2 Populasi
Populasi merupakan seluruh subjek yang akan diteliti dan memenuhi
karakteristik yang ditentukan (Riyanto, 2011). Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh perawat yang ada di ruang rawat anak Hijir Ismail Rumah Sakit
Umum Haji Medan dengan jumlah populasi 21 orang.
4.2.3 Sampel
Sampel merupakan sebagian dari populasi yang diharapkan dapat
mewakili atau representatif populasi. Teknik pengambilan sampel dalam
penelitian ini adalah non-random sampling dengan menggunakan sampel jenuh
yang merupakan teknik pengambilan sampel yang semua jumlah populasi
dijadikan sampel dengan alasan jumlah populasi yang relatif kecil (Setiadi, 2007).
Sampel dalam penelitian ini adalah perawat yang bertugas di ruang rawat
4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di ruang rawat anak Hijir Ismail Rumah Sakit
Umum Haji Medan 2014. Adapun rumah sakit ini dipilih karena di rumah sakit ini
belum pernah dilakukan penelitian tentang penerapan lingkungan terapeutik oleh
perawat untuk meminimalkan reaksi hospitalisasi negatif pada anak.
Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November tahun
d
diippuubblliikkaassiikkaann ddaann ddaattaa aakkaann ddiibbuuaanngg sseetteellaahh sseelleessaaii mmeellaakkuukkaann ppeenneelliittiiaann
(
(SSeettiiaaddii,,22000077))..
4.5 Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat untuk mengumpulkan data dari unit
analisis sampel (Zaluchu, 2010). Berdasarkan teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini, instrumen penelitian yang digunakan adalah
kuesioner yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka.
Kuesioner dalam penelitian ini adalah kuesioner data demografi dan kuesioner
pelaksanaan perawat dalam menerapkan lingkungan terapeutik untuk
meminimalkan reaksi hospitalisasi negatif pada anak.
4.5.1 Kuesioner Data Demografi
Instrumen penelitian tentang pengumpulan data demografi
responden meliputi usia, tingkat pendidikan, lama bekerja, dan pelatihan yang
pernah didapat khususnya cara meminimalkan reaksi hospitalisasi negatif pada
anak.
4.5.2 Kuesioner Penerapan Lingkungan Terapeutik oleh Perawat
Instrumen penelitian tentang penerapan perawat dalam menerapkan
lingkungan terapeutik untuk meminimalkan reaksi hospitalisasi negatif pada anak,
terdiri dari 20 pernyataan. Penilaian menggunakan skala Guttman dengan cara
menetapkan bobot jawaban terhadap tiap-tiap item untuk pertanyaan positif yaitu
dengan jawaban ya (skor 1) tidak (skor 0) sedangkan untuk pertanyaan negatif
yaitu dengan jawaban ya (skor 0) tidak (skor 1). Pertanyaan positif terdapat pada
untuk pertanyaan negatif terdapat pada pernyataan nomor 4, 5 dan 12. Maka
untuk pelaksanaan penelitian sebagai berikut:
a. Skor jawaban yang benar diberi nilai 1. Dengan soal sebanyak 20, jadi
jumlah skor maksimal adalah 1 x 20 = 20
b. Skor jawaban yang salah diberi nilai 0. Dengan soal sebanyak 20, jadi
jumlah skor minimal adalah 0 x 20 = 0
Maka untuk menentukan rentang adalah:
R = Xmax – Xmin
R = 20 – 0
R = 20
Hasil diatas dapat ditemukan interval dengan rumus sebagai berikut yang didapat
dari buku saku (Sudjana, 2005).
Menentukan panjang interval kelas:
P = R
BBaannyyaakkKKeellaass P
P== 2200
2 2
P P==1100
K
Keetteerraannggaann
R
R ==RReennttaanngg
X
Xmmaaxx ==DDaattaaTTeerrbbeessaatt
X
Xmmiinn ==DDaattaaTTeerrkkeecciill
P
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan menguraikan tentang hasil penelitian setelah pengumpulan
data yang dilakukan sejak bulan Oktober sampai bulan November 2014 di ruang
rawat anak Rumah Sakit Umum Haji Medan. Hasil penelitian ini menggambarkan
tentang penerapan lingkungan terapeutik oleh perawat dalam meminimalkan
reaksi hospitalisasi negatif pada anak di ruang rawat anak Hijir Ismail Rumah
Sakit Umum Haji Medan.
5.1 Hasil Penelitian
Hasil dalam penelitian ini dibagi atas dua bagian, yaitu karakteristik
demografi responden dan penerapan lingkungan terapeutik oleh perawat untuk
meminimalkan reaksi hospitalisasi pada anak. karakteristik data demografi
meliputi usia, pendidikan, lama kerja dan pelatihan hospitalisasi yang pernah
diterima. Penerapan lingkungan terapeutik oleh perawat untuk meminimalkan
reaksi hospitalisasi negatif pada anak dilaksanakan dengan cara persiapan
hospitalisasi, meminimalkan perpisahan, meminimalkan kehilangan kendali,
meminimalkan ketakutan cedar tubuh, memfasilitasi aktivitas pada anak sesuai
perkembangan, memberi kesempatan untuk bermain, dan memaksimalkan
5.1.1 Karakteristik Data Demografi Responden
Data demografi responden penelitian ini meliputi usia, pendidikan, lama
kerja dan penelitian hospitalisasi yang pernah diterima. Data tersebut dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan data demografi responden (n=21)
Berdasarkan tabel 5.2 diatas dapat dilihat data demografi responden yang
berjumlah 21 perawat meliputi usia, pendidikan, lama bekerja, dan pelatihan
tentang hospitalisasi. Data demografi responden berdasarkan usia diperoleh
mayoritas responden berusia 29-35 tahun yaitu sebanyak 13 orang (61,9%),
berdasarkan pendidikan mayoritas responden berpendidikan DIII keperawatan
yaitu sebanyak 18 orang (85,7%), berdasarkan lama bekerja mayoritas responden
lama bekerjanya > 5 tahun yaitu sebanyak 14 orang (66,7%), dan data demografi
responden berdasarkan pelatihan hospitalisasi semua responden belum pernah
5.1.2 Hasil Kuesioner Responden
Tabel 5.3. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan penerapan lingkungan terapeutik (n=21)
2. Saya akan lebih meluangkan waktu bersama anak dalam memeberikan asuhan atraumatik.
13 8 61,9% 38,1%
3. Saya akan membina hubungan saling percaya kepada orang tua dan anak agar anak tidak mengalami stress hospitalisasi.
17 4 81% 19%
Meminimalkan Perpisahan
Pertanyaan Frekuensi Persentase Ya Tidak Ya Tidak
Meminimalkan Ketakutan akan Cedera Tubuh
10. Saya menganjurkan orang tua untuk mendampingi anak selama dilakukan
15. Saya memberikan anak buku cerita
untuk membantu anak
17. Saya menganjurkan orang tua untuk menemani anak saat bermain seperti
20. Saya memfasilitasi anak untuk tetap menjaga sosialisasinya dengan sesama pasien anak yang ada.
12 9 57,1% 42,9%
Tabel 5.2 diatas menunjukan bahwa persiapan hospitalisasi yang harus
mempersiapkan ruangan dan akan menempatkan anak dengan kelompok usia
yang sama saat masuk ruangan sebanyak 17 orang (71,4%). Pelaksanaan perawat
selanjutnya dengan cara meminimalkan perpisahan bahwa perawat berkomunikasi
secara langsung dengan anak tanpa orang tua sebanyak 19 orang (90,5%).
Pelaksanaan meminimalkan kehilangan kendali dengan cara meningkatkan
pengendalian anak dengan mempertahankan kemandirian anak untuk dapat
melakukan aktivitasnya sendiri yang tidak dilaksanakan oleh perawat sebanyak 14
orang (66,7%). Pelaksanaan meminimalkan ketakutan akan cedera tubuh dengan
cara menjelaskan alasan prosedur dan menilai pemahaman anak cukup hanya
sekali sebanyak 18 orang (85,7%). Pelaksanaan yang tidak dilaksanakan oleh
perawat dalam memberi kesempatan bermain dengan cara perawat melakukan
prosedur tindakan saat anak sedang bermain sebanyak 18 orang (85,7%)
5.1.3 Penerapan Lingkungan Terapeutik oleh Perawat untuk Meminimalkan Reaksi Hospitalisasi Negatif pada Anak
Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan penerapan lingkungan terapeutik oleh perawat di ruang rawat anak Hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan (n=21)
Penerapan Lingkungan
Terapeutik Frekuensi Persentase
Baik Buruk
9 12
42,9% 57,1%
Tabel 5.3 diatas menunjukan bahwa penerapan lingkungan terapeutik oleh
perawat lebih dari setengah perawat pelaksanaannya buruk sebanyak 12 orang
5.2 Pembahasan
Pembahasan dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang
penerapan lingkungan terapetik oleh perawat untuk meminimalkan reaksi
hospitalisasi negatif pada anak di ruang rawat anak Hijir Ismail Rumah Sakit Haji
Umum Medan.
5.2.1 Penerapan Lingkungan Terapetik Oleh Perawat
Hasil penelitian tentang penerapan lingkungan terapetik oleh perawat yang
dilakukan di ruang rawat anak hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan
sebagian besar perawat yang melaksanakan dengan baik akan penerapan
lingkungan terapeutik sebanyak 9 responden (42,9%), sedangkan yang
melaksanakan dengan buruk sebanyak 12 responden (57,1%). Penerapan
lingkungan terapeutik adalah dimana responden melaksanakan tindakan yang
sesuai dengan lingkungan terapeutik yang dapat meminimalkan reaksi
hospitalisasi negatif pada anak seperti yang ada dalam kuesioner. Hal ini
menunjukan bahwa perawat harus menyadari bahwa ada dampak yang terjadi
akibat keadaan sakit atau dirawat dirumah sakit, dimana seseorang akan
mengalami perubahan dalam berperilaku yang berdampak pada dirinya (Arsiah,
2006). Perubahan perilaku ini dapat terjadi pada semua orang terutama pada anak
yang dihospitalisasi ditandai dengan adanya perasaan takut terhadap alat medis
ataupun lingkungan yang baru pada diri anak. Perawat mempunyai tanggung
jawab penuh dalam memahami perubahan perilaku dan perasaan yang dapat
perkembangan anak baik dari segi fisik maupun dari segi psikis anak (Rahmat,
2005).
Pelaksanaan penerapan lingkungan terapeutik menunjukan bahwa masih
ada perawat yang sebagian besar belum optimal dalam melaksanakan akan
penerapan lingkungan terapeutik di ruang rawat anak Hijir Ismail Rumah Sakit
Umum Haji Medan. Sementara pelaksanaan penerapan lingkungan terapeutik oleh
perawat dalam meminimalkan reaksi hospitalisasi pada anak sangat dibutuhkan
dalam mengatasi kecemasan karena perpisahan, kehilangan kontrol, kebutuhan
tubuh yang disakiti dan nyeri merupakan penyebab utama dari reaksi perilaku
anak yang mengalami hospitalisasi (Hawari, 2006). Hal ini didukung dari hasil
data demografi bahwa seluruh perawat belum pernah mengikuti pelatihan tentang
hospitalisasi, dan didukung dari observasi tambahan kepada orang tua anak yang
mana dari hasil tanya jawab tersebut sebagian orang tua menjawab apa yang
dilakukan perawat tidak sesuai dalam penerapan lingkungan terapeutik, seperti
perawat tidak ada meluangkan waktu bersama anak untuk memberikan asuhan
atraumatik dan perawat tidak memanipulasi teknik prosedur tindakan untuk
meminimalkan ketakutan akan cedera tubuh, hal ini tidak sejalan dengan Solikha
(2013) dalam penelitiannya tentang efektivitas lingkungan terapeutik dalam
hospitalisasi pada anak yang menunjukan bahwa upaya melakukan lingkungan
terapeutik mampu memberikan reaksi hospitalisasi yang positif, dimana anak
yang sedang dirawat di Rumah Sakit menjadi kooperatif dan sikap penerimaan
Hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar perawat (71,4%) dalam
pelaksanaan persiapan hospitalisasi tidak melaksanakan untuk menempatkan anak
dengan kelompok usia yang sama saat masuk ruangan. Wong (2009) menunjukan
bahwa dengan pertimbangan minimum untuk menentukan ruangan seperti usia
bisa dilakukan walaupun tidak ada peraturan mutlak dalam hal pemilihan ruangan,
tetapi secara umum dengan menempatkan anak dengan kelompok usia yang sama
dapat memberikan manfaat psikologis dan medis. Hal ini didukung oleh
pengamatan peneliti pada saat pengumpulan data yang mana kondisi ruangan
masih dalam renovasi sehingga untuk melakukan pengelompokan ruangan anak
sesuai dengan usia anak tidak dilakukan.
Perawat berkomunikasi secara langsung dengan anak tanpa melibatkan
orang tua dalam meminimalkan perpisahan (90,5%). Hal ini tidak sesuai dengan
Supartini (2004) dimana dalam menghadapi seorang anak perlu dihindari untuk
berkomunikasi secara langsung, melainkan mengggunakan pihak ketiga yaitu
dengan berbicara terlebih dahulu dengan orang tuanya, dimana hal ini pada
dasarnya untuk menanamkan rasa percaya anak pada perawat terlebih dahulu
sebelum melakukan asuhan keperawatan. Hal ini juga didukung dari pengamatan
peneliti saat pengumpulan data bahwa perawat langsung berkomunikasi pada anak
saat akan menginjeksikan obat tanpa perantara orang tua, sehingga anak tersebut
ketakutan, menolak dan menangis.
Perawat tidak meningkatkan pengendalian anak dengan mempertahankan
kemandiriaan anak untuk dapat melakukan beberapa aktivitasnya sendiri pada
sesuai dengan Orem (1995 dalam Wong, 2009) dimana dengan mempertahankan
kemandirian anak akan memicu peningkatan pengendalian anak dari konsep
perawatan diri anak yang dapat mempertahankan hidup, kesehatan, dan
kesejahteraan anak sehingga kebanyakan anak diatas usia bayi dapat melakukan
aktivitas dengan sedikit atau tanpa bantuan sama sekali.
Perawat menjelaskan alasan prosedur dan menilai pemahaman anak cukup
hanya sekali dalam meminimalkan ketakutan akan cedera tubuh pada anak
(85,7%). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Evelina (2011) dalam
penelitiannya tentang peran perawat pada pencegahan dampak hospitalisasi pada
anak, dimana sering memberikan konseling atau penjelasan maupun arahan
kepada anak yang dihospitalisasi dapat meningkatkan hubungan kerja sama yang
baik dalam mengurangi dampak hospitalisasi pada anak, untuk itu perawat yang
ada di ruang rawat anak harus bisa memberikan arahan kepada anak dalam
menjelaskan alasan prosedur sebelum tindakan.
Hasil penelitian lainnya 85,7% perawat tidak melakukan prosedur
tindakan pada saat anak sedang bermain dalam hal pelaksanaan perawat dalam
memberikan kesempatan untuk bermain. Hal ini tidak sesuai dengan Wong (2009)
dimana anak-anak perlu bermain untuk mengeluarkan rasa cemas dan takutnya
selama hospitalisasi, sehingga semua bentuk bermain pada anak dapat digunakan
untuk pengalihan anak pada saat perawat ingin melakukan tindakan keperawatan.
Hasil pengamatan peneliti saat melakukan pengumpulan data di ruang
kesenjangan terkait pelaksanaan penerapan lingkungan terapeutik yang dilakukan
oleh perawat, dimana perawat tidak meluangkan waktu lebih bersama anak untuk
memberikan asuhan yang atraumatik melainkan perawat datang hanya pada saat
pemberian obat atau jika diperlukan, sementara asuhan atraumatik dapat
mengurangi rasa takut atau stres pada anak selama hospitalisasi. Pengamatan
laiannya perawat tidak ada menyampaikan informasi atas hak-hak anak saat
dirawat untuk meningkatkan pemahaman anak selama hospitalisasi, karena
dengan pemberian informasi pada anak dapat meningkatkan pemahaman yang
lebih banyak dan dapat mengurangi rasa tidak berdaya yang biasanya mereka
BAB 6
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat diambil kesimpulan dan
saran mengenai penerapan lingkungan terapetik oleh perawat untuk
meminimalkan reaksi hospitalisasi negatif pada anak di ruang rawat anak Hijir
Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan.
6.1 Kesimpulan
Distribusi frekuensi data demografi responden mayoritas responden
berusia 29-35 tahun (61,9%), pendidikan DIII (85,7%), lama kerja > 5 tahun
(66,7%) dan seluruh responden belum pernah mengikuti pelatihan tentan
hospitalisasi pada anak.
Berdasarkan hasil penelitian tentang penerapan lingkungan terapeutik
yang dilakukan di ruang rawat anak Hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan
yaitu penerapan lingkungan terapeutik mayoritas responden dikategorikan buruk
(57,1%).
Rincian penerapan lingkungan terapeutik oleh perawat tersebut baik yang
dikategorikan “Baik maupun Buruk” dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan
penerapan lingkungan terapeutik oleh perawat sangat penting dalam
meminimalkan reaksi hospitalisasi negatif pada anak yang manfaatnya dapat
dirasakan keluarga dan perawat dimana anak lebih tidak ketakutan terhadap
6.2 Rekomendasi
6.2.1 Untuk Pendidikan
Pemberian ceramah maupun diskusi dalam mata kuliah keperawatan anak
sangat diharapkan, dan hasil penelitian ini dapat menjadi data dasar bagi
mahasiswa dan dosen, sehingga perlu ditelaah usaha-usaha pelaksanaan
penerapan lingkungan terapeutik oleh perawat secara komprehensif.
6.2.2 Untuk Penelitian
Kesenjangan antara hasil penelitian yang diperoleh dengan tinjauan
pustaka yang didapatkan dapat dijadikan sebagai data masukan yang menarik bagi
penelitian lanjutan tentang penerapan lingkungan terapetik oleh perawat untuk
meminimalkan reaksi hospitalisasi negatif pada anak.
6.2.3 Untuk Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian yang dilakukan, setengah dari perawat memiliki
pelaksanaan yang buruk artinya perawat belum paham akan penerapan lingkungan
terapeutik sehingga pihak Rumah Sakit perlu mempertimbangkan untuk
memberikan pelatihan kepada seluruh perawat khususnya di ruang rawat anak
tentang penerapan lingkungan terapeutik untuk meminimalkan reaksi hospitalisasi
Daftar Pustaka
Biley, F.C. (1996). Hospital: Healing environment. Asian journal of environment.
Evelina. S (2011). Peran perawat dalam pencegahan dampak hospitalisasi pada
anak di Rumah Sakit Umum di Medan. Skripsi. Fakultas Keperawatan.
Universitas Sumatera Utara. Medan. Diakses pada 10 Desember 2014.
Ghazali, R & Abbas, M.Y. (2012). Pediatric ward: Healing environment assessmt
Asian journal of environment-behaviour studies, 2(4).
Hidayat, A.A.A. ( 2009). Pengantar ilmu keperawatan anak. Jakarta: Salemba
Medika
Nesbit, L.L & Tabatt-Hasussmann, K. (2008). The role of creative arts therapies
in the treatment of pediatric. Primary psychiatry, 15(7): 56-58, 61-62.
Nursalam. (2005). Asuhan keperawatan bayi dan anak. Jakarta: salemba medika.
Polit & Hungler, (1995), Nursing research princip les & methods, Philadelphia
Lippincot
Rahmat. J. (2005). Psikologi komunikasi, Rineka Cipta, Jakarta.
Riyanto, A. (2011). Aplikasi metodelogi penelitian kesehatan. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Setiadi. (2007). Konsep dan penulisan riset keperawatan. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Solikhah, U. (2013). Efektivitas lingkungan terapetik terhadap reaksi hospitalisasi
negatif pada anak. The journal of educational.
Sudjana. (2005). Metoda biostatiska. Bandung: PT. Tarsito.
Supartini. (2004). Konsep dasar keperawatan anak. Jakrata : EGC
FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN
Judul Penelitian : Penerapan Lingkungan Terapeutik oleh Perawat untuk
Meminimalkan Reaksi Hospitalisasi Negatif pada Anak
di Ruang Rawat Anak Hijir Ismail Rumah Sakit Umum
Haji Medan
Peneliti : Yuherlinda
Saya adalah Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang melakukan penelitian. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui Penerapan Lingkungan Terapeutik oleh Perawat untuk Meminimalkan Reaksi Hospitalisasi Negatif Pada Anak di Ruang Rawat Anak Hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan. Saya mengharapkan partisipasi saudara/i dalam memberikan jawaban atas kuesioner
yang telah tersedia, saya akan menjamin kerahasiaan identitas dan jawaban
saudara/i. Informasi yang saudara/i berikan hanya akan dipergunakan untuk
pengembangan ilmu keperawatan.
Partisipasi saudara/i dalam penelitian ini bersifat sukarela, saudara/i bebas
menerima menjadi partisipan penelitian untuk menolak tanpa ada sanksi apapun.
Jika saudara/i bersedia menjadi partisipan, silahkan menandatangani surat
persetujuan ini pada tempat yang telah disediakan dibawah ini sebagai bukti
kesukarelaan saudara/i.
Inisial Nama :
KUESIONER PENELITIAN
PENERAPAN LINGKUNGAN TERAPEUTIK OLEH PERAWAT UNTUK MEMINIMALKAN REAKSI HOSPITALISASI NEGATIF PADA ANAK DI
RUANG ANAK HIJIR ISMAIL RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN
No. Responden : (diisi oleh peneliti)
Tanggal Pengisian : (diisi oleh peneliti)
A
Saya telah mempersiapkan ruangan dan akan menempatkan anak dengan kelompok usia yang sama saat masuk ruangan.
2 Saya akan lebih meluangkan waktu bersama anak dalam memeberikan asuhan atraumatik. 3 Saya akan membina hubungan saling percaya
kepada orang tua dan anak agar anak tidak mengalami stress hospitalisasi.
Meminimalkan Perpisahan
4 Saya menjelaskan kepada orang tua untuk berkunjung pada waktu yang sama guna mengurangi lama nya perpisahan.
5 Saya berkomunikasi secara langsung dengan anak tanpa orang tua.
Meminimalkan Kehilangan Kendali
Memaksimalkan Manfaat Hospitalisasi
18
Saya memberi kesempatan anak untuk mengambil keputusan dan percaya diri selama di rumah sakit.
19
Saya memberikan penguatan yang positif dengan selalu memberikan pujian atas kemampuan seorang anak.
20
Saya memfasilitasi anak untuk tetap menjaga sosialisasinya dengan sesama pasien anak yang ada.
Daftar Riwayat Hidup
Nama : Yuherlinda
Tempat Tanggal Lahir : Bulungihit, 08 Mei 1992
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Bulungihit Kec. Marbau
Riwayat Pendidikan :
TTaahhuunn11999988--22000044 :: MMIINNAAeekkHHiitteettoorraass
TTaahhuunn22000044--22000077 :: MMTTSSAAll--WWaasshhlliiyyaahhMMaarrbbaauu
TTaahhuunn22000077--22001100 :: MMAASSAALL--WWaasshhlliiyyaahhMMaarrbbaauu
TTaahhuunn22001100--22001133 :: DD33SSTTIIKKeessRRuummaahhSSaakkiittHHaajjiiMMeeddaann
TTaahhuunn22001133--22001155 :: SS11KKeeppeerraawwaattaannUUSSUU
Tabel hasil kuesioner penelitian
Pertanyaan Persiapan Hospitalisasi Frekuensi (f) Persentase (%)
Ya Tidak Ya Tidak
2. Saya akan lebih meluangkan waktu bersama anak dalam memeberikan asuhan atraumatik.
13 8 61,9% 38,1%
3. Saya akan membina hubungan saling percaya kepada orang tua dan anak agar anak tidak mengalami stress hospitalisasi.
17 4 81% 19%
Meminimalkan Perpisahan
4. Saya menjelaskan kepada orang tua untuk berkunjung pada waktu yang
10. Saya menganjurkan orang tua untuk
dilakukannya tindakan
15. Saya memberikan anak buku cerita
untuk membantu anak
17. Saya menganjurkan orang tua untuk menemani anak saat bermain seperti
20. Saya memfasilitasi anak untuk tetap menjaga sosialisasinya dengan sesama pasien anak yang ada.
12 9 57,1% 42,9%
FREQUENCIES VARIABLES=usia pendidikan lamakerja mengikutipelatihan
/ORDER=ANALYSIS.
Frequencies
Notes
Output Created 02-Feb-2015 23:42:28
Comments
Input Data H:\ \yang baru\lenda nda.sav
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data
File 21
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as missing.
Cases Used Statistics are based on all cases with
valid data.
Syntax FREQUENCIES VARIABLES=usia
pendidikan lamakerja mengikutipelatihan /ORDER=ANALYSIS.
Resources Processor Time 00:00:00.031
Elapsed Time 00:00:00.014
[DataSet1] H:\ \yang baru\lenda nda.sav
Statistics
usia pendidikan lamakerja
mengikutipelatiha n
Statistics
usia pendidikan lamakerja
mengikutipelatiha n
N Valid 21 21 21 21
Missing 0 0 0 0
Frequency Table
usia
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid 22-28 8 38.1 38.1 38.1
29-35 13 61.9 61.9 100.0
Total 21 100.0 100.0
pendidikan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid DIII 18 85.7 85.7 85.7
S1 3 14.3 14.3 100.0
Total 21 100.0 100.0
Lama kerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid kurang dari 5 tahun 7 33.3 33.3 33.3
lebih dari 5 tahun 14 66.7 66.7 100.0
Mengikuti pelatihan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative Percent
Valid tidak 21 100.0 100.0 100.0
FREQUENCIES VARIABLES=P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 jumlah
/ORDER=ANALYSIS.
Frequencies
Notes
Output Created 02-Feb-2015 23:34:17
Comments
Input Data H:\ \yang baru\hemmm.sav
Active Dataset DataSet1
Filter <none>
Weight <none>
Split File <none>
N of Rows in Working Data File 21
Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as missing.
Cases Used Statistics are based on all cases with valid
data.
Syntax FREQUENCIES VARIABLES=P1 P2 P3 P4
P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 jumlah
/ORDER=ANALYSIS.
Resources Processor Time 00:00:00.062
Elapsed Time 00:00:00.031