• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Lingkungan Terapeutik oleh Perawat untuk Meminimalkan Reaksi Hospitalisasi Negatif pada Anak di Ruang Rawat Anak Hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Penerapan Lingkungan Terapeutik oleh Perawat untuk Meminimalkan Reaksi Hospitalisasi Negatif pada Anak di Ruang Rawat Anak Hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2014"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN LINGKUNGAN TERAPETIK OLEH PERAWAT

UNTUK MEMINIMALKAN REAKSI HOSPITALISASI NEGATIF

PADA ANAK DI RUANG RAWAT ANAK HIJIR ISMAIL

RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN

SKRIPSI

Oleh

YUHERLINDA 131121051

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)
(4)

PRAKATA

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang

telah melimpahkan rahmat dan berkat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat

dalam menyelesaikan pendidikan Sarjana Keperawatan di Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara Tahun 2014 dengan Judul “Penerapan Lingkungan

Terapeutik oleh Perawat untuk Meminimalkan Reaksi Hospitalisasi Negatif pada

Anak di Ruang Rawat Anak Hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun

2014”. Skripsi ini terlaksana karena arahan, masukan, dukungan dan koreksi dari

berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M. Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan USU

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku Wakil Dekan I Fakultas Keperawatan USU

3. Ibu Evi Karota Bukit, S.Kp, MNS selaku Wakil Dekan II Fakultas

Keperawatan USU

4. Bapak Ikhsanuddin Ahmad Hrp, S.Kp, MNS selaku Wakil Dekan III Fakultas

Keperawatan USU

5. Bapak Achmad Fathi, S.Kep, Ns, MNS selaku dosen pembimbing yang

senantiasa memberikan waktu untuk membimbing dan memberikan masukan

yang sangat berharga dalam penulisan skripsi ini.

6. Bapak Ismayadi S.Kep, Ns, M.Kes selaku dosen penguji I.

(5)

8. Seluruh dosen dan staf pengajar Fakultas Keperawatan USU yang telah

memberi bimbingan selama perkuliahan.

9. Direktur Rumah Sakit Umum Haji Medan yang telah memberi izin peneliti

untu melakukan penelitian.

10. Terima kasih sebesar-besarnya kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, kakak

dan adik-adikku yang selalu memberikan dukungan dan doa dalam

menyelesaikan skripsi ini.

11. Teman-teman sejawat S1 Ekstensi Keperawatan jalur B, atas bantuan dan

semangatnya selama ini.

12. Terima kasih buat teman seperjuangan saya Piyanti, Hosiana, Isra yang telah

sama-sama berjuang dalam menyelesaikan pendidikan S1 Keperawatan yang

banyak membantu peneliti untuk mendapatkan informasi.

Peneliti menyadari skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari

kesempurnaan, baik dari segi penulisan maupun tata bahasa, maka dengan

kerendahan hati peneliti mengharapkan saran dan kritik serta masukan dari semua

pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata peneliti mengucapkan terima

kasih dan harapan peneliti semoga penelitian ini bermanfaat bagi kita semua

Medan, Januari 2015

Penulis

(6)

D

2.1.3 Reakasi Anak Terhadap Hospitalisasi... 6

2.1.4 Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi ... 7

2 2..22 KKoonnsseeppLLiinnggkkuunnggaannTTeerraappeettiikk...1111 2.2.1 Intervensi Keperawatan Dalam Hospitalisasi ... 14

BAB 3 Kerangka Konsep Penelitian ... 22

3 3..11 KKeerraannggkkaaKKoonnsseepp...2222 3.2 Definisi Operasional ... 23

BAB 4 Metodologi Penelitian ... 25

(7)

BAB 5 Hasil Penelitian dan Pembahasan ... 31

5.1 Hasil Penelitian ... 31

5.1.1 Karakteristik Data Demografi Responden ... 31

5.1.2 Hasil Kuesioner Responden ... 32

5.1.3 Pelaksanaan Penerapan Lingkungan Terapeutik ... 34

5.2 Pembahasan ... 53

BAB 6 Kesimpulan dan Rekomendasi ... 40

(8)

DAFTAR SKEMA

Skema Hal

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel Hal

1

1.. DDeeffiinniissiiOOppeerraassiioonnaall... 2233

2

2.. DDiissttrriibbuussiiFFrreekkuueennssiiddaannPPeerrsseennttaasseeBBeerrddaassaarrkkaannDDaattaa

D

Deemmooggrraaffii... 3311

D

DiissttrriibbuussiiFFrreekkuueennssiiddaannPPeerrsseennttaasseeBBeerrddaassaarrkkaannHHaassiillKKuueessiioonneerr

R

Reessppoonnddeenn... 3322

3

3.. DDiissttrriibbuussiiFFrreekkuueennssiiddaannPPeerrsseennttaasseePPeenneerraappaannLLiinnggkkuunnggaann

(10)

Judul : Meminimalkan Reaksi Hospitalisasi Negatif pada Anak di Ruang Rawat Anak Hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan 2014

Anak yang dirawat di rumah sakit sering mengalami reaksi hospitalisasi dalam bentuk anak stress, tidak mau didekati oleh petugas kesehatan, ketakutan, tampak cemas, tidak kooperatif, bahkan temper tantrum. Penerapan perawat dalam menerapkan lingkungan terapeutik sangat diperlukan untuk meminimalkan reaksi hospitalisasi negatif pada anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan lingkungan terapeutik oleh perawat untuk memeinimalkan reaksi hospitalisasi negatif pada anak di ruang rawat anak Hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif, populasi pada penelitian ini adalah seluruh perawat yang ada di ruang rawat anak Hijir Ismail, sebanyak 21 orang. Pengambilan sampel ini mengguanakan tehnik non-random sampling dengan menggunakan sampel jenuh, jadi jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 21 orang. Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang sudah divalidkan dan direliabilitas yang dianalisis dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian menggambarkan penerapan lingkungan terapeutik oleh perawat buruk sebesar 57,1%. Rekomendasi dari penelitian ini, disarankan kepada pihak Rumah Sakit perlu mempertimbangkan untuk memberikan pelatihan kepada seluruh perawat khususnya di ruang rawat anak tentang penerapan lingkungan terapeutik untuk meminimalkan reaksi hoapitalisasi negatif pada anak.

(11)

Title : Hospitalization on Child Care Room Hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan.

Children who are hospitalized often have reactions to hospitalization in the form of child stress, do not to be approached by health workers, fear, seemed anxious, uncooperative, even temper tantrum. Implementation of therapeutic environment is needed to minimize the negative reaction of hospitalization on children. This study aimed to investigate the implementation of therapeutic environment by nurses to minimize negative reaction of hospitalization on children in Child Care Room Hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan. This study used a descriptive design, the population in this study are all nurses in the Child Care Room Hijir Ismail is 21 nurses. The sampling using non-random sampling technique by survey, so the sample size in this study is 21 nurses. Collecting data using a questionnaire which the validity and the reliability were analyzed in a frequency distribution table. The result of the study described that the implementation of therapeutic environment by nurses is in bad category at 57,1%. Recomemndations from this research, suggested to the hospital, they should consider providing training to all nurses, especially in the Child Care Room on the implementation of a therapeutic environment to minimize the negative reaction to the child’s hospitalization.

Keywords : Implementation of Therapeutic Environment, Reaction of Hopsitalization

(12)

Judul : Meminimalkan Reaksi Hospitalisasi Negatif pada Anak di Ruang Rawat Anak Hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan 2014

Anak yang dirawat di rumah sakit sering mengalami reaksi hospitalisasi dalam bentuk anak stress, tidak mau didekati oleh petugas kesehatan, ketakutan, tampak cemas, tidak kooperatif, bahkan temper tantrum. Penerapan perawat dalam menerapkan lingkungan terapeutik sangat diperlukan untuk meminimalkan reaksi hospitalisasi negatif pada anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan lingkungan terapeutik oleh perawat untuk memeinimalkan reaksi hospitalisasi negatif pada anak di ruang rawat anak Hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif, populasi pada penelitian ini adalah seluruh perawat yang ada di ruang rawat anak Hijir Ismail, sebanyak 21 orang. Pengambilan sampel ini mengguanakan tehnik non-random sampling dengan menggunakan sampel jenuh, jadi jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 21 orang. Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang sudah divalidkan dan direliabilitas yang dianalisis dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Hasil penelitian menggambarkan penerapan lingkungan terapeutik oleh perawat buruk sebesar 57,1%. Rekomendasi dari penelitian ini, disarankan kepada pihak Rumah Sakit perlu mempertimbangkan untuk memberikan pelatihan kepada seluruh perawat khususnya di ruang rawat anak tentang penerapan lingkungan terapeutik untuk meminimalkan reaksi hoapitalisasi negatif pada anak.

(13)

Title : Hospitalization on Child Care Room Hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan.

Children who are hospitalized often have reactions to hospitalization in the form of child stress, do not to be approached by health workers, fear, seemed anxious, uncooperative, even temper tantrum. Implementation of therapeutic environment is needed to minimize the negative reaction of hospitalization on children. This study aimed to investigate the implementation of therapeutic environment by nurses to minimize negative reaction of hospitalization on children in Child Care Room Hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan. This study used a descriptive design, the population in this study are all nurses in the Child Care Room Hijir Ismail is 21 nurses. The sampling using non-random sampling technique by survey, so the sample size in this study is 21 nurses. Collecting data using a questionnaire which the validity and the reliability were analyzed in a frequency distribution table. The result of the study described that the implementation of therapeutic environment by nurses is in bad category at 57,1%. Recomemndations from this research, suggested to the hospital, they should consider providing training to all nurses, especially in the Child Care Room on the implementation of a therapeutic environment to minimize the negative reaction to the child’s hospitalization.

Keywords : Implementation of Therapeutic Environment, Reaction of Hopsitalization

(14)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hospitalisasi dapat menyebabkan kejadian yang traumatik dan stres yang

dialami oleh anak dan orang tua, dimana anak harus tinggal di rumah sakit untuk

mendapatkan terapi dan perawatan sampai dapat kembali ke rumah (Supartini,

2004). Hospitalisasi sering menjadi krisis utama yang harus dihadapi anak,

dimana anak akan mengalami stresor akibat perubahan dari keadaan sehat ke sakit

dan jumlah mekanisme koping yang terbatas seperti perpisahan, kehilangan

kendali, cedera tubuh, dan nyeri. Reaksi anak tersebut dipengaruhi oleh usia

perkembangan mereka, pengalaman mereka sebelumnya dengan penyakit,

keterampilan koping, keparahan diagnosa dan sistem pendukung yang ada (Wong,

2008). Hal tersebut dapat mempengaruhi proses tumbuh kembang anak sehingga

diperlukan perawatan yang lebih kompeten dan sensitif untuk meminimalkan efek

negatif dari hospitalisasi dan mengembangkan efek positifnya (Nursalam,

Susilaningrum & Utami, 2005).

Reaksi hospitalisasi pada anak dapat diminimalkan dengan keadaan

lingkungan terapeutik (Solikhah, 2013). Lingkungan terapeutik dapat di

(15)

diciptakan untuk membantu proses penyembuhan. Lingkungan terapeutik

dipengaruhi oleh faktor internal seperti: keselamatan, warna atau desain ruangan,

karya seni, terapi musik dan sikap perawat dalam melakukan asuhan keperawatan,

dan faktor eksternal seperti: peran alam dan penciptaan terapi bermain di taman

rumah sakit itu sendiri (Ghazali & Abbas, 2011).

Solikhah (2013) mengemukakan bahwa dengan menciptakan lingkungan

terapeutik yang efektif akan meminimalkan reaksi hospitalisasi pada anak. Dalam

penelitiannya, reaksi hospitalisasi negatif meliputi kecemasan, ketidak

kooperatifan, respon terhadap orang lain, mood dan penerimaan pada petugas

akan minimal jika ada dukungan penuh terhadap perlakuan untuk menciptakan

lingkungan yang terapeutik pada pelayanan keperawatan anak di ruang rawat

anak. Perlakuan yang dilaksanakan meliputi komunikasi terapeutik saat

melakukan tindakan, permainan terapeutik, pencitraan lingkungan tempat tidur

(memasang stiker bergambar di kamar, sprei bergambar, penggunaan infus

bergambar dan pemakaian rompi bergambar saat melakukan tindakan

keperawatan). Kombinasi musik dan seni juga dapat diterapkan.

Reaksi hospitalisasi pada anak sangat dipengaruhi oleh perilaku perawat,

dalam hal ini perawat harus dapat memberikan pelayanan keperawatan dan

mampu menfasilitasi keluarga dalam berbagai bentuk pelayanan kesehatan baik

berupa pemberian tindakan keperawatan langsung maupun pendidikan kesehatan

pada anak. Perawat dapat memberikan penyuluhan/pendidikan kesehatan pada

orang tua anak atau dengan menolong orang tua/anak dalam memahami

(16)

kebutuhan psikologis berupa dukungan atau motivasi maka perawat sebagai

konselor, dapat memberikan konseling keperawatan ketika anak dan orang tuanya

membutuhkan, dengan cara mendengarkan segala keluhan, melakukan sentuhan,

dan hadir secara fisik, perawat dapat saling bertukar pikiran dan pendapat dengan

orang tua anak tentang masalah anak dan keluarganya, dan membantu mencari

alternatif pemecahannya (Supartini, 2004).

Survey awal yang telah dilakukan khususnya di ruang rawat anak Hijir

Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan, untuk desain ruangan sudah melingkupi

lingkungan yang terapeutik seperti adanya lukisan ditiap ruangan, sprei yang

bergambar, serta adanya perpustakaan buku. Hanya saja setelah berbicara dengan

anak dan orang tua mereka mengatakan bahwa kurangnya pendekatan selama

anak dirawat. Hal tersebut didukung setelah mendapat informasi dari kepala

ruangan bahwa perawat pelaksana yang ada di ruang rawat anak Hijir Ismail tidak

pernah mendapatkan pelatihan khususnya dalam meminimalkan reaksi

hospitalisasi pada anak di rumah sakit, sehingga perawat belum dapat

memberikan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan anak.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti merasa perlu untuk melakukan

penelitian tentang penerapan lingkungan terapeutik oleh perawat untuk

meminimalkan reaksi hospitalisasi negatif pada anak di ruang rawat anak Hijir

(17)

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas didapatkan rumusan masalah yaitu:

Bagaimana penerapan lingkungan terapeutik oleh perawat untuk meminimalkan

reaksi hospitalisasi negatif pada anak di ruang rawat anak Hijir Ismail Rumah

Sakit Umum Haji Medan.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk:

Mengetahui penerapan lingkungan terapeutik oleh perawat untuk

meminimalkan reaksi hospitalisasi negatif pada anak di ruang rawat anak Hijir

Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan.

1.4. Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :

1.4.1. Pendidikan Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi tambahan yang

berguna untuk meningkatkan kualitas pendidikan di bagian keperawatan anak.

1.4.2. Praktik Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi

tambahan pada perawat khususnya yang ada di Ruang Rawat Anak Hijir Ismail

Rumah Sakit Umum Haji Medan mengenai penerapan lingkungan terapeutik oleh

perawat untuk meminimalkan reaksi hospitalisasi negatif pada anak di ruang

(18)

1.4.3. Penelitian Keperawatan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi evidence dan data dasar

(19)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hospitalisasi Pada anak 2.1.1 Konsep Hospitalisasi

Hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu alasan yang

berencana atau darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit

menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangan kembali ke rumah. Selama

proses tersebut, anak dan orang tua dapat mengalami berbagai kejadian yang

menurut beberapa penelitian ditunjukkan dengan pengalaman yang sangat

traumatik dan penuh stres (Supartini, 2004).

Penyakit dan hospitalisasi sering kali menjadi krisis pertama yang harus

dihadapi anak, terutama pada anak-anak salama tahun-tahun awal sangat rentan

terhadap krisis penyakit dan hospitalisasi. Hal tersebut dikarenakan anak

mengalami stres akibat perubahan dari keadaan sehat menjadi sakit dan anak

memiliki jumlah mekanisme koping yang terbatas untuk menyelesaikan stressor.

Stressor utama dari hospitalisasi anak antara lain adalah perpisahan, kehilangan

kendali, cedera tubuh, dan nyeri. Reaksi anak terhadap krisis-krisis tersebut

dipengaruhi oleh usia perkembangan mereka (Wong, 2009).

2.1.2 Dampak Hospitalisasi Pada Anak

Hospitalisasi pada anak dapat menyebabkan kecemasan dan stres pada

semua tingkat usia. Penyebab dari kecemasan dipengaruhi oleh banyaknya faktor,

(20)

lingkungan baru, maupun lingkungan keluarga yang mendampingi selama

perawatan. Keluarga sering merasa cemas dengan perkembangan keadaan

anaknya, pengobatan, dan biaya perawatan. Meskipun dampak tersebut tidak

bersifat langsung terhadap anak, secara pisikologis anak akan merasakan

perubahan perilaku dari orang tua yang mendampingi selama perawatan. Anak

menjadi semakin stres dan hal ini berpengaruh pada proses penyembuhan, yaitu

menurunnya respon imun. Hal tersebut dapat membuat pasien yang mengalami

kegoncangan jiwa akan mudah terserang penyakit, karena pada kondisi stres akan

terjadi penekanan system imun. Pasien anak akan merasa nyaman selama

perawatan dengan adanya dukungan sosial keluarga, lingkungan perawatan yang

terapeutik, dan sikap perawat yang penuh dengan perhatian akan mempercepat

proses penyembuhan (Nursalam, 2005).

2.1.3 Reaksi Anak Terhadap Hospitalisasi

Anak akan menunjukkan berbagai perilaku sebagai reaksi terhadap

pengalaman hospitalisasi. Reaksi tersebut bersifat individual, dan sangat

bergantung pada tahapan usia perkembangan anak, pengalaman sebelumnya

terhadap sakit, sistem pendukung yang tersedia, dan kemampuan koping yang

dimilikinya. Pada umumnya, reaksi anak terhadap sakit adalah kecemasan karena

perpisahan, kehilangan, perlukaan tubuh, dan rasa nyeri. Berikut ini reaksi anak

terhadap sakit dan dirawat di rumah sakit sesuai dengan tahapan perkembangan

(21)

a. Masa Bayi (0 sampai 1 tahun)

Masalah yang utama terjadi adalah karena dampak dari perpisahan dengan

orang tua sehingga ada gangguan pembentukan rasa percaya dan kasih sayang.

Pada anak usia lebih dari enam bulan terjadi stranger anxiety atau cemas apabila

berhadapan dengan orang yang tidak dikenalnya dan cemas karena perpisahan.

Reaksi yang sering muncul pada anak usia ini adalah menangis, marah, dan

banyak melakukan gerakan sebagai sikap stranger anxiety. Bila ditinggalkan

ibunya, bayi akan merasakan cemas karena perpisahan dan perilaku yang

ditunjukkan adalah dengan menangis keras. Respon terhadap nyeri atau adanya

perlukaan biasanya menangis keras, pergerakan tubuh yang banyak, dan ekspresi

wajah yang tidak menyenangkan (Supartini, 2004).

b. Masa Todler (2 sampai 3 tahun)

Anak usia todler bereaksi terhadap hospitalisasi sesuai dengan sumber

stresnya. Sumber stres yang utama adalah cemas akibat perpisahan. Respon

perilaku anak sesuai dengan tahapannya,yaitu tahap protes, putus asa, dan

pengingkaran (denial). Pada tahap protes, perilaku yang ditunjukkan adalah

menangis kuat, menjerit memanggil orang tua atau menolak perhatian yang

diberikan orang lain. Pada tahap putus asa, perilaku yang ditunjukkan adalah

menangis berkurang, anak tidak aktif, kurang menunjukkan minat untuk bermain

dan makan, sedih, dan apatis. Pada tahap pengingkaran, perilaku yang ditunjukkan

adalah secara samar mulai menerima perpisahan, membina hubungan secara

dangkal, dan anak mulai terlihat menyukai lingkungannya. Oleh karena adanya

(22)

mengontrol diri dan anak menjadi tergantung pada lingkungannya. Terhadap

perlukaan yang dialaminya atau nyeri yang dirasakan karena mendapatkan

tindakan invasive, seperti injeksi, infus, pengambilan darah, anak akan meringis,

menggigit bibirnya, dan memukul (Supartini, 2004).

c. Masa prasekolah (3 sampai 6 tahun)

Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari

lingkungan yang dirasakannya aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan,

yaitu lingkungan rumah, permainan, dan teman sepermainannya. Reaksi terhadap

perpisahan yang ditunjukkan anak usia prasekolah adalah dengan menolak makan,

sering bertanya, menangis walaupun secara perlahan, dan tidak kooperatif

terhadap petugas kesehatan. Perawatan di rumah sakit juga membuat anak

kehilangan control terhadap dirinya. Perawatan di rumah sakit mengharuskan

adanya pembatasan aktivitas anak sehingga anak merasa kehilangan kekuatan diri.

Oleh karena itu, hal ini menimbulkan reaksi agresif dengan marah dan berontak,

ekspresi verbal dengan mengucapkan kata-kata marah, tidak mau bekerja sama

dengan perawat, dan ketergantungan pada orang tua (Supartini, 2004).

d. Masa Sekolah (6 sampai 12 tahun)

Perawatan anak di rumah sakit memaksa anak untuk berpisah dengan

lingkungan yang dicintainya, yaitu keluarga dan terutama kelompok sosialnya dan

menimbulkan kecemasan. Kehilangan control juga terjadi akibat dirawat di rumah

sakit karena adanya pembatasan aktivitas. Kehilangan kontrol tersebut berdampak

pada perubahan peran dalam keluarga, anak kehilangan kelompok sosialnya

(23)

mati, dan adanya kelemahan fisik. Reaksi terhadap perlukaan atau rasa nyeri akan

ditunjukkan dengan ekspresi baik secara verbal maupun nonverbal karena anak

sudah mampu mengomunikasikannya. Anak usia sekolah sudah mampu

mengontrol perilakunya jika merasa nyeri, yaitu dengan menggigit bibir dan

memegang sesuatu dengan erat (Supartini, 2004).

e. Masa Remaja (12 sampai 18 tahun)

Anak usia remaja mepersepsikan perawatan di rumah sakit menyebabkan

timbulnya perasaan cemas karena harus berpisah dengan teman sebayanya.

Apabila harus dirawat di rumah sakit, anak akan merasa kehilangan dan timbul

perasaan cemas karena perpisahan tersebut. Pembatasan aktivitas di rumah sakit

membuat anak kehilangan kontrol terhadap dirinya dan menjadi bergantung pada

keluarga atau petugas kesehatan di rumah sakit. Reaksi yang sering muncul

terhadap pembatasan aktivitias ini adalah dengan menolak perawatan atau

tindakan yang dilakukan padanya atau anak tidak mau kooperatif dengan petugas

kesehatan atau menarik diri dari keluarga, sesama pasien, dan petugas kesehatan

(isolasi). Perasaan sakit karena perlukaan atau pembedahan menimbulkan respon

anak bertanya-tanya, menarik diri dari lingkungan, dan menolak kehadiran orang

lain (Supartini,2004).

2.1.4 Konsep Tumbuh Kembang Anak

Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan

perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa

(24)

bermain/toddler (1-2,5 tahun), pra sekolah (2,5-5), usia sekolah (5-11 tahun)

hingga remaja (11-18 tahun) (Hidayat, 2009).

Aspek tumbuh kembang pada anak menjelaskan mengenai proses

pembentukan seseorang, baik secara fisik maupun psikososial. Pertumbuhan pada

masa anak sangat bervariasai sesuai dengan bertambahnya usia anak. Secara

umum pertumbuhan fisik dimulai dari arah kepala ke kaki, sedangkan aspek

perkembangan pada anak bersifat kualitatif yaitu pertambahan kematangan fungsi

dari masing-masing bagian tubuh (Nursalam, Susilaningrum & Utami, 2005).

2.1.5 Prinsip-prinsip Keperawatan Anak

Terdapat prinsip atau dasar dalam keperawatan anak yang dijadikan

sebagai pedoman dalam memahami filosofi keperawatan anak. Di antara prinsip

dalam asuhan keperawatan anak tersebut adalah: Pertama, anak bukan miniature

orang dewasa tetapi sebagai individu yang unik. Prinsip dan pandangan ini

mengandung arti bahwa tidak boleh memandang anak dari ukuran fisik saja

sebagaimana orang dewasa melainkan anak sebagai individu yang unik yang

mempunyai pola pertumbuhan dan perkembangan menuju proses kematangan.

Pola-pola inilah yang harus dijadikan ukuran, bukan hanya bentuk fisiknya saja

tetapi kemampuan dan kematangannya. Kedua, anak adalah sebagai individu yang

unik dan mempunyai kebutuhan sesuai dengan tahap perkembangan. Sebagai

individu yang unik anak memiliki berbagai kebutuhan yang berbeda satu dengan

yang lain sesuai dengan usia tumbuh kembang. Kebutuhan tersebut dapat meliputi

kebutuhan fisiologis seperti kebutuhan nutrisi dan cairan, aktivitas, eliminasi,

(25)

Prinsip keperawatan anak yang Ketiga yaitu pelayanan keperawatan anak

berorientasi pada upaya pencegahan penyakit dan peningkatan derajat kesehatan,

bukan hanya mengobati anak yang sakit. Keempat, keperawatan anak merupakan

disiplin ilmu kesehatan yang berfokus pada kesejahteraan anak sehingga perawat

bertanggung jawab secara komprehensif dalam memberikan asuhan keperawatan

anak. Kelima, praktik keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak dan

keluarga untuk mencegah, mengkaji, mengintervensi, dan meningkatkan

kesejahteraan hidup, dengan menggunakan proses keperawatan yang sesuai

dengan aspek moral (etik) dan aspek hukum (legal). Keenam, tujuan keperawatan

anak dan remaja adalah untuk meningkatkan maturasi atau kematangan yang sehat

bagi anak dan remaja sebagai mahluk bio-psiko-sosial dan spiritual dalam konteks

keluarga dan masyarakat. Ketujuh, pada masa yang akan datang kecenderungan

keperawatan anak berfokus pada ilmu tumbuh kembang sebab ilmu tumbuh

kembang ini yang akan mempelajari aspek kehidupan anak (Hidayat, 2009).

2.2 Konsep Lingkungan Terapeutik

Lingkungan terapeutik merupakan aspek penting dalam penyembuhan,

lingkungan terapeutik dapat digambarkan sebagai keseluruhan lingkungan baik

fisik maupun non-fisik yang diciptakan untuk membantu proses pemulihan.

Lingkungan terapeutik diberikan untuk mengidentifikasi kemungkinan masalah

yang mungkin telah menghambat proses penyembuhan (Abbas & Ghazali, 2011).

Dalam model yang dimodifikasi lingkungan terapeutik terdiri dari

lingkungan internal dan lingkungan eksternal. Unsur lingkungan yang

(26)

penyembuhan tetapi juga membantu pasien anak untuk mengatasi rasa sakit dan

agresi. Hal ini disetujui oleh National Association of childrens Hospital and

Related Institution (NACHRI) di mana ia mengungkapkan bahwa lingkungan

fisik merupakan pengaturan kesehatan yang mempengaruhi perawatan klinis, hasil

fisologis, psikososial, dan keamanan pasien anak (Oberlin, 2008 dalam Ghazali &

Abbas, 2011).

Lingkungan terapeutik dipengaruhi oleh faktor internal seperti:

keselamatan, warna atau desain ruangan, karya seni dan terapi musik, dan faktor

eksternal seperti: peran alam dan penciptaan terapi bermain di taman rumah sakit

serta komunikasi terapeutik perawat itu sendiri (Ghazali & Abbas, 2011).

1. Lingkungan Internal

Elemen-elemen lingkungan internal yang menuju terciptanya sebuah

lingkungan yang terapeutik termasuk keselamatan, desain ruangan, karya seni,

pencahayaan, suasana dan terapi musik (Ghazali & Abbas, 2011).

a. Intervensi yang dilakukan perawat dalam mengatasi dampak hospitalisasi

seperti persiapan dalam hospitalisasi, mencegah atau meminimalkan

perpisahan, mencegah atau meminimalkan ketakutan akan cedera tubuh,

memfasilitasi aktivitas yang sesuai dengan perkembangan, memberi

kesempatan untuk bermain dan meminimalkan manfaat hospitalisasi

(Ghazali & Abbas, 2011).

b. Keselamatan: peristiwa yang mempengaruhi keselamatan pasien sering

terlihat dengan peningkatan substansial dalam durasi mereka tinggal di

(27)

ergonomis untuk pasien anak yang tidak sama dengan orang dewasa

(Ghazali & Abbas, 2011).

c. Desain Ruangan: aspek dari desain ruangan yang sering diabaikan adalah

warna dinding dan tampilan gambar didinding rumah sakit karena warna

dan tampilan gambar di dinding dapat diartikan sebagai penyembuhan

yang kuat. Warna yang direkomendasikan untuk penyembuhan adalah

warna hijau, karena hijau mewakili keseimbangan, harmoni, pertumbuhan,

penyembuhan dan cinta. Tampilan gambar di dinding juga dapat

meningkatkan relaksasi serta kesenangan pada anak. Hal tersebut akhirnya

dapat menciptakan lingkungan yang lebih baik bagi anak-anak dan

keluarga (Biley, 1996).

d. Terapi seni: merupakan proses kreatif pembuatan seni untuk meyakinkan

anak bahwa tindakan medis dengan tindakan pembuatan seni dapat

menyembuhkan dan meningkatkan kualitas anak mengurangi stres,

mencegah terjadinya trauma dan untuk memfasilitasi relaksasi. Ketika

anak-anak merasa tidak cukup baik atau tidak dapat mengunjungi ruang

bermain maka terapi seni individu dapat diberikan oleh seorang perawat

(Nessbitt & Haussmann, 2008).

e. Suasana pencahayaan: jendela dengan pencahayaan dan tampilan luar juga

penting terhadap penyembuhan anak. Cahaya terang merupakan terapi

yang efektif digunakan untuk mengurangi depresi, dimana anak yang

(28)

yang tinggal di ruangan yang membosankan (Nessbit & Haussmann,

2008).

2. Lingkungan Eksternal

Lingkungan eksternal dapat berkontribusi terhadap lingkungan terapeutik

yang melibatkan alam luar ruangan anak. Peran alam seperti melihat

pemandangan sekitar rumah sakit dan tanaman yang ada atau penciptaan kebun

terapi mempengaruhi terhadap proses penyembuhan. Bermain di taman yang

terletak disebuah rumah sakit bisa membantu mengurangi kecemasan pasien

(Ghazali & Abbas, 2011). Pasien juga dapat mendengarkan suara alam seperti

suara kicauan burung yang memiliki efek positif pada psikologis anak (Biley,

1996).

2.2.1 Intervensi Keperawatan Dalam Mengatasi Dampak Hospitalisasi Pada Anak

Sebagai salah satu anggota tim kesehatan, perawat memegang posisi kunci

untuk membantu orang tua menghadapi permasalahan yang berkaitan dengan

perawatan anaknya di rumah sakit karena perawat berada disamping pasien

selama 24 jam. Untuk itu fokus intervensi keperawatan adalah meminimalkan

stressor, memaksimalkan manfaat hospitalisasi, memberikan dukungan psikologis

pada anggota keluarga, dan mempersiapkan anak sebelum dirawat dirumah sakit.

(Supartini, 2004).

1. Persiapan Hospitalisasi

Alasan mempersiapkan anak menghadapi pengalaman rumah sakit dan

(29)

ketidaktahuan (fantasi) lebih besar daripada ketakutan yang diketahui. Oleh

karena itu mengurangi unsur ketidaktahuan dapat mengurangi ketakutan tersebut.

Proses persiapan untuk hospitalisasi merupakan praktik yang umum tidak ada

standar atau program universal yang dianjurkan untuk semua tempat. Proses

persiapan dapat dilakukan, dengan tur, pertunjukan boneka, dan waktu bermain

dengan miniatur peralatan rumah sakit, persiapan tersebut dapat melibatkan

penggunaan buku-buku, video, atau film. Tidak ada kesepakatan yang tegas

tentang waktu persiapan tersebut. Beberapa pihak berwenang menganjurkan untuk

menyiapkan anak usia 4 atau 7 tahun sekitar 1 minggu sebelumnya agar mereka

dapat memahami informasi yang diberikan dan mengajukan pertanyaan. Untuk

anak-anak yang lebih besar waktu yang diperlukan lebih lama. Akan tetapi, bagi

anak kecil, yang mulai berfantasi tentang apa yang mereka observasi, 1 atau 2 hari

sebelum masuk rumah sakit merupakan waktu yang tepat untuk persiapan

antisipasi. Lamanya sesi persiapan tersebut harus sesuai dengan rentang perhatian

anak, semakin kecil usia anak semakin singkat program. Pendekatan yang optimal

merupakan salah satu yang bersifat individual bagi masing-masing anak dan

keluarga. Tanpa memedulikan jenis program yang spesifik, semua anak, bahkan

mereka yang sudah dihospitalisasi sebelumnya, memperoleh manfaat dari

pengenalan terhadap lingkungan dan rutinitas di unit tersebut. (Wong, 2009).

Persiapan yang dibutuhkan anak pada hari masuk rumah sakit bergantung

pada jenis konseling prarumah sakit yang telah mereka terima, akan tetapi,

konseling prarumah sakit tidak melupakan kebutuhan akan dukungan selama

(30)

Tindakan menyebabkan kecemasan dan ketakutan yang tidak perlu selama

penerimaan dapat memberi pengaruh yang merugikan terhadap pembentukan rasa

percaya perawat dengan anak-anak tersebut. Oleh karena itu bantuan perawat

pada prosedur penerimaan merupakan hal yang sangat penting, tanpa

memedulikan seberapa baik anak tersebut dipersiapkan untuk menghadapi

pengalaman hospitalisasi. Selain itu meluangkan waktu bersama anak tersebut

memberi kesempatan pada perawat untuk mengevaluasi pemahaman anak tentang

prosedur yang selanjutnya (Wong, 2009).

2. Mencegah atau Meminimalkan Perpisahan

Tujuan keperawatan yang utama adalah mencegah perpisahan terutama

pada anak-anak yang berusia kurang dari 5 tahun. Banyak rumah sakit yang tidak

lagi mempertimbangkan pengunjung orang tua dan menyambut kehadiran mereka

setiap saat selama hospitalisasi anak. Sebagian besar rumah sakit menerima

kehadiran orang tua setiap waktu. Perawat harus menghargai sikap anak terhadap

perpisahan. Seperti dibahas sebelumnya, fase protes dan putus asa merupakan hal

yang normal. Anak diperbolehkan untuk menangis, sekalipun anak menolak orang

asing, perawat harus memberikan dukungan melalui kehadiran fisik. Lingkungan

yang akrab juga meningkatkan penyesuaian anak terhadap perpisahan. Jika orang

tua tidak dapat melakukan rawat gabung, mereka harus membawa barang-barang

kesukaan anak dari rumah ke rumah sakit untuk bersamanya seperti selimut,

mainan, botol, peralatan makan atau pakaian, maka mereka akan merasa nyaman

dan ketenangan dari barang-barang miliknya tersebut. Selain itu perawat bisa

(31)

stetoskop untuk menciptakan lingkungan yang menyenangkan dan lebih akrab

bagi anak-anak (Wong, 2009).

3. Meminimalkan Kehilangan Pengendalian

Perasaan kehilangan pengendalian terjadi akibat perpisahan, perubahan

rutinitas, pemaksaan ketergantungan dan pemikiran magis. Meskipun beberapa

diantaranya tidak dapat dicegah tetapi sebagian besar dapat diminimalkan melalui

perencanaan asuhan yang keperawatan yang bersifat individual seperti: 1)

meningkatkan kebebasan bergerak yaitu anak-anak yang lebih mudah bereaksi

paling kuat terhadap segala bentuk retrinsik fisik atau imobilisasi. Faktor-faktor

lingkungan juga dapat menghambat gerakan. Menempatkan anak didalam boks

bermain memang tidak menimbulkan imobilisasi dalam bentuk konkret, tetapi hal

ini bisa membatasi stimulus sensorik tertentu. 2) Mempertahankan rutinitas anak,

pada hal ini aspek yang sering diabaikan dari perubahan rutinitas adalah

perubahan aktivitas harian anak. Satu teknik untuk dapat meminimalkan

perubahan pada rutinitas anak adalah penstrukturan waktu, dimana pendekatan ini

sesuai untu anak usia sekolah dan remaja yang mengerti konsep waktu, misalnya

minta anka untuk membuat gambar atau symbol yang mewakili aktivitas yang

menyenangkan setiap hari.

Asuhan keperawatan yang dilakukan perawat selanjutnya adalah

Mendorong kemandirian, peningkatan pengendalian anak yang meliputi

mempertahankan kemandirian dan konsep perawatan diri dapat menjadi satu hal

yang paling menguntungkan. Meskipun perawatan diri terbatas pada usia dan

(32)

aktivitas dengan sedikit atau tanpa bantuan sama sekali. Jika memungkinkan

aktivitas-aktivitas tersebut dilakukan di rumah sakit. 4) meningkatkan pemahaman

kehilangan pengendalian dapat terjadi akibat perasaan memiliki terlalu sedikit

pengaruh pada nasib seseorang. Meskipun kemampuan kognitif anak belum

semua dikuasai, semua anak rentan terhadap interpretasi yang keliru terhadap

penyebab stres seperti sakit dan hospitalisasi. Persiapan antisipasi dan pemberian

informasi sangat membantu mengurangi stres dan mencegah kurangnya

pemahaman (Wong, 2009).

4. Mencegah atau meminimalkan ketakutan akan cedera tubuh

Secara umum, persiapan anak-anak untuk menghadapi prosedur yang

menyakitkan dapat menurunkan ketakutan mereka. Memanipulasi teknik

prosedural untuk anak-anak disetiap kelompok umur juga meminimalkan

ketakutan atau cedara tubuh. Kapanpun prosedur dilakukan pada anak-anak

intervensi yang paling mendukung adalah melakukan prosedur tersebut secepat

mungkin sambil mempertahankan kontak orang tua anak. Karena anak-anak kecil

mendefinisikan dengan buruk batasan tubuhnya (Wong, 2009).

Anak-anak yang merasa takut terhadap mutilasi bagian tubuh, penting bagi

perawat untuk berulang kali menekankan alasan prosedur tersebut dan

mengevaluasi pemahaman anak (Wong, 2009).

5. Memfasilitasi Aktivitas Yang Sesuai dengan Perkembangan

Tujuan utama asuhan keperawatan bagi anak yang dihospitalisasi adalah

meminimalkan munculnya masalah pada perkembangan anak. Anak-anak yang

(33)

mengalami keterlambatan perkembangan atau regresi. Dalam hal ini perawat bisa

melakukan beberapa hal seperti jika pasien berusia remaja maka perawat bisa

menganjurkan tempat aktivitas dengan pasien yang lebih kecil. Perawat yang

memberi kesempatan pada anak untuk berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas

yang sesuai dengan tingkat perkembangan akan lebih menormalkan lingkungan

anak dan membantu mengurangi gangguan pada perkembangan anak yang terus

menerus (Wong, 2009).

Perawat dapat menganjurkan anak-anak untuki menyelesaikan tugas

sekolah mereka secepat mungkin bergantung kondisi yang mengizinkan,

membantu mereka membuat jadwal dan menjamin waktu yang baik untuk belajar,

dan membantu keluarga mengkoordinasikan layanan pendidikan rumah sakit

dengan sekolah anak mereka (Wong, 2009).

6. Memberi Kesempatan untuk Bermain

Bermain adalah salah satu aspek penting dari kehidupan anak dan salah

satu alat paling efektif untuk menatalaksana stres. Karena sakit dan hospitalisasi

menimbulkan krisis dalam kehidupan anak, dank arena situasi tersebut sering

disertai stress berlebihan, maka anak-anak perlu bermain untuk mengeluarkan rasa

takut dan cemas yang mereka alami sebagai koping dalam menghadapi stress

tersebut. Bermain sangat penting bagi mental, emosional dan kesejahteraan sosial

anak. Seperti kebutuhan perkembangan mereka, kebutuhan bermain tidak terhenti

pada saat anak-anak skit atau di rumah sakit. Sebaliknya bermain di rumah sakit

banyak memberikan banyak manfaat seperti minta orang tua untuk memberikan

(34)

barang-barang kecil tidak terselip dalam sprei. Di semua fasilitas rumah sakit,

tidak ada ruangan lain yang mengurangi stres akibat hospitalisasi kecuali ruang

bermain (Wong, 2009).

7. Memaksimalkan Manfaat Hospitalisasi Anak

Meskipun hospitalisasi biasanya menimbulkan stres bagi anak-anak, tetapi

hospitalisasi juga dapat bermanfaat (Wong, 2009).

1. Membantu perkembangan orang tua dan anak dengan cara memberi

kesempatan orang tua mempelajari tumbuh kembang anak dan reaksi anak

terhadap stressor yang dihadapi selama dalam perawatan di rumah sakit.

2. Hospitalisasi dapat dijadikan media belajar untuk orang tua. Untuk itu

perawat dapat memberi kesempatan pada orang tua untuk belajar tentang

penyakit anak, terapi yang didapat, dan prosedur tindakan keperawatn

yang dilakukan, tentunya sesuai dengan kapasitas belajarnya.

3. Untuk meningkatkan kemapuan kontrol diri dapat dilakukan dengan

memberi kesempatan pada anak mengambil keputusan, tidak terlalu

bergantung pada orang lain dan percaya diri.

4. Fasilitasi anak untuk tetap menjaga sosialisasinya sesama pasien yang ada,

(35)

B

Kerangka konsep penelitian merupakan kerangka hubungan antara

konsep-konsep yang akan diukur atau diamati melalui penelitian yang akan

dilakukan. (Riyanto, 2011). Kerangka konsep dari penelitian ini adalah:

(36)

3.2. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan definisi variabel-variabel yang akan

diteliti secara operasional di lapangan, yang bermanfaat untuk mengarahkan

kepada pengukuran atau pengamatan terhadap variabel-variabel yang akan diteliti

serta untuk pengembangan instrumen (Riyanto, 2011).

No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Skala

(37)

perpisahan

- meminimalkan

kehilangan kendali

- meminimalkan

ketakutan cedera

tubuh

- memfasilitasi

aktivitas pada anak

sesuai perkembangan

- memberi

kesempatan untuk

bermain

- memaksimalkan

(38)

BAB 4

METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah desain deskriptif yaitu untuk menggambarkan

penerapan lingkungan terapeutik oleh perawat untuk meminimalkan reaksi

hospitalisasi negatif pada anak di ruang rawat anak Hijir Ismail Rumah Sakit

Umum Haji Medan dengan menggunakan kuesioner.

4.2 Populasi dan Sampel 4.2.2 Populasi

Populasi merupakan seluruh subjek yang akan diteliti dan memenuhi

karakteristik yang ditentukan (Riyanto, 2011). Populasi dalam penelitian ini

adalah seluruh perawat yang ada di ruang rawat anak Hijir Ismail Rumah Sakit

Umum Haji Medan dengan jumlah populasi 21 orang.

4.2.3 Sampel

Sampel merupakan sebagian dari populasi yang diharapkan dapat

mewakili atau representatif populasi. Teknik pengambilan sampel dalam

penelitian ini adalah non-random sampling dengan menggunakan sampel jenuh

yang merupakan teknik pengambilan sampel yang semua jumlah populasi

dijadikan sampel dengan alasan jumlah populasi yang relatif kecil (Setiadi, 2007).

Sampel dalam penelitian ini adalah perawat yang bertugas di ruang rawat

(39)

4.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di ruang rawat anak Hijir Ismail Rumah Sakit

Umum Haji Medan 2014. Adapun rumah sakit ini dipilih karena di rumah sakit ini

belum pernah dilakukan penelitian tentang penerapan lingkungan terapeutik oleh

perawat untuk meminimalkan reaksi hospitalisasi negatif pada anak.

Pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November tahun

(40)

d

diippuubblliikkaassiikkaann ddaann ddaattaa aakkaann ddiibbuuaanngg sseetteellaahh sseelleessaaii mmeellaakkuukkaann ppeenneelliittiiaann

(

(SSeettiiaaddii,,22000077))..

4.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat untuk mengumpulkan data dari unit

analisis sampel (Zaluchu, 2010). Berdasarkan teknik pengumpulan data yang

digunakan dalam penelitian ini, instrumen penelitian yang digunakan adalah

kuesioner yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan tinjauan pustaka.

Kuesioner dalam penelitian ini adalah kuesioner data demografi dan kuesioner

pelaksanaan perawat dalam menerapkan lingkungan terapeutik untuk

meminimalkan reaksi hospitalisasi negatif pada anak.

4.5.1 Kuesioner Data Demografi

Instrumen penelitian tentang pengumpulan data demografi

responden meliputi usia, tingkat pendidikan, lama bekerja, dan pelatihan yang

pernah didapat khususnya cara meminimalkan reaksi hospitalisasi negatif pada

anak.

4.5.2 Kuesioner Penerapan Lingkungan Terapeutik oleh Perawat

Instrumen penelitian tentang penerapan perawat dalam menerapkan

lingkungan terapeutik untuk meminimalkan reaksi hospitalisasi negatif pada anak,

terdiri dari 20 pernyataan. Penilaian menggunakan skala Guttman dengan cara

menetapkan bobot jawaban terhadap tiap-tiap item untuk pertanyaan positif yaitu

dengan jawaban ya (skor 1) tidak (skor 0) sedangkan untuk pertanyaan negatif

yaitu dengan jawaban ya (skor 0) tidak (skor 1). Pertanyaan positif terdapat pada

(41)

untuk pertanyaan negatif terdapat pada pernyataan nomor 4, 5 dan 12. Maka

untuk pelaksanaan penelitian sebagai berikut:

a. Skor jawaban yang benar diberi nilai 1. Dengan soal sebanyak 20, jadi

jumlah skor maksimal adalah 1 x 20 = 20

b. Skor jawaban yang salah diberi nilai 0. Dengan soal sebanyak 20, jadi

jumlah skor minimal adalah 0 x 20 = 0

Maka untuk menentukan rentang adalah:

R = Xmax – Xmin

R = 20 – 0

R = 20

Hasil diatas dapat ditemukan interval dengan rumus sebagai berikut yang didapat

dari buku saku (Sudjana, 2005).

Menentukan panjang interval kelas:

P = R

BBaannyyaakkKKeellaass P

P== 2200

2 2

P P==1100

K

Keetteerraannggaann

R

R ==RReennttaanngg

X

Xmmaaxx ==DDaattaaTTeerrbbeessaatt

X

Xmmiinn ==DDaattaaTTeerrkkeecciill

P

(42)
(43)
(44)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini akan menguraikan tentang hasil penelitian setelah pengumpulan

data yang dilakukan sejak bulan Oktober sampai bulan November 2014 di ruang

rawat anak Rumah Sakit Umum Haji Medan. Hasil penelitian ini menggambarkan

tentang penerapan lingkungan terapeutik oleh perawat dalam meminimalkan

reaksi hospitalisasi negatif pada anak di ruang rawat anak Hijir Ismail Rumah

Sakit Umum Haji Medan.

5.1 Hasil Penelitian

Hasil dalam penelitian ini dibagi atas dua bagian, yaitu karakteristik

demografi responden dan penerapan lingkungan terapeutik oleh perawat untuk

meminimalkan reaksi hospitalisasi pada anak. karakteristik data demografi

meliputi usia, pendidikan, lama kerja dan pelatihan hospitalisasi yang pernah

diterima. Penerapan lingkungan terapeutik oleh perawat untuk meminimalkan

reaksi hospitalisasi negatif pada anak dilaksanakan dengan cara persiapan

hospitalisasi, meminimalkan perpisahan, meminimalkan kehilangan kendali,

meminimalkan ketakutan cedar tubuh, memfasilitasi aktivitas pada anak sesuai

perkembangan, memberi kesempatan untuk bermain, dan memaksimalkan

(45)

5.1.1 Karakteristik Data Demografi Responden

Data demografi responden penelitian ini meliputi usia, pendidikan, lama

kerja dan penelitian hospitalisasi yang pernah diterima. Data tersebut dapat dilihat

pada tabel berikut:

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan data demografi responden (n=21)

Berdasarkan tabel 5.2 diatas dapat dilihat data demografi responden yang

berjumlah 21 perawat meliputi usia, pendidikan, lama bekerja, dan pelatihan

tentang hospitalisasi. Data demografi responden berdasarkan usia diperoleh

mayoritas responden berusia 29-35 tahun yaitu sebanyak 13 orang (61,9%),

berdasarkan pendidikan mayoritas responden berpendidikan DIII keperawatan

yaitu sebanyak 18 orang (85,7%), berdasarkan lama bekerja mayoritas responden

lama bekerjanya > 5 tahun yaitu sebanyak 14 orang (66,7%), dan data demografi

responden berdasarkan pelatihan hospitalisasi semua responden belum pernah

(46)

5.1.2 Hasil Kuesioner Responden

Tabel 5.3. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan penerapan lingkungan terapeutik (n=21)

2. Saya akan lebih meluangkan waktu bersama anak dalam memeberikan asuhan atraumatik.

13 8 61,9% 38,1%

3. Saya akan membina hubungan saling percaya kepada orang tua dan anak agar anak tidak mengalami stress hospitalisasi.

17 4 81% 19%

Meminimalkan Perpisahan

(47)

Pertanyaan Frekuensi Persentase Ya Tidak Ya Tidak

Meminimalkan Ketakutan akan Cedera Tubuh

10. Saya menganjurkan orang tua untuk mendampingi anak selama dilakukan

15. Saya memberikan anak buku cerita

untuk membantu anak

17. Saya menganjurkan orang tua untuk menemani anak saat bermain seperti

20. Saya memfasilitasi anak untuk tetap menjaga sosialisasinya dengan sesama pasien anak yang ada.

12 9 57,1% 42,9%

Tabel 5.2 diatas menunjukan bahwa persiapan hospitalisasi yang harus

(48)

mempersiapkan ruangan dan akan menempatkan anak dengan kelompok usia

yang sama saat masuk ruangan sebanyak 17 orang (71,4%). Pelaksanaan perawat

selanjutnya dengan cara meminimalkan perpisahan bahwa perawat berkomunikasi

secara langsung dengan anak tanpa orang tua sebanyak 19 orang (90,5%).

Pelaksanaan meminimalkan kehilangan kendali dengan cara meningkatkan

pengendalian anak dengan mempertahankan kemandirian anak untuk dapat

melakukan aktivitasnya sendiri yang tidak dilaksanakan oleh perawat sebanyak 14

orang (66,7%). Pelaksanaan meminimalkan ketakutan akan cedera tubuh dengan

cara menjelaskan alasan prosedur dan menilai pemahaman anak cukup hanya

sekali sebanyak 18 orang (85,7%). Pelaksanaan yang tidak dilaksanakan oleh

perawat dalam memberi kesempatan bermain dengan cara perawat melakukan

prosedur tindakan saat anak sedang bermain sebanyak 18 orang (85,7%)

5.1.3 Penerapan Lingkungan Terapeutik oleh Perawat untuk Meminimalkan Reaksi Hospitalisasi Negatif pada Anak

Tabel 5.3 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan penerapan lingkungan terapeutik oleh perawat di ruang rawat anak Hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan (n=21)

Penerapan Lingkungan

Terapeutik Frekuensi Persentase

Baik Buruk

9 12

42,9% 57,1%

Tabel 5.3 diatas menunjukan bahwa penerapan lingkungan terapeutik oleh

perawat lebih dari setengah perawat pelaksanaannya buruk sebanyak 12 orang

(49)

5.2 Pembahasan

Pembahasan dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian tentang

penerapan lingkungan terapetik oleh perawat untuk meminimalkan reaksi

hospitalisasi negatif pada anak di ruang rawat anak Hijir Ismail Rumah Sakit Haji

Umum Medan.

5.2.1 Penerapan Lingkungan Terapetik Oleh Perawat

Hasil penelitian tentang penerapan lingkungan terapetik oleh perawat yang

dilakukan di ruang rawat anak hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan

sebagian besar perawat yang melaksanakan dengan baik akan penerapan

lingkungan terapeutik sebanyak 9 responden (42,9%), sedangkan yang

melaksanakan dengan buruk sebanyak 12 responden (57,1%). Penerapan

lingkungan terapeutik adalah dimana responden melaksanakan tindakan yang

sesuai dengan lingkungan terapeutik yang dapat meminimalkan reaksi

hospitalisasi negatif pada anak seperti yang ada dalam kuesioner. Hal ini

menunjukan bahwa perawat harus menyadari bahwa ada dampak yang terjadi

akibat keadaan sakit atau dirawat dirumah sakit, dimana seseorang akan

mengalami perubahan dalam berperilaku yang berdampak pada dirinya (Arsiah,

2006). Perubahan perilaku ini dapat terjadi pada semua orang terutama pada anak

yang dihospitalisasi ditandai dengan adanya perasaan takut terhadap alat medis

ataupun lingkungan yang baru pada diri anak. Perawat mempunyai tanggung

jawab penuh dalam memahami perubahan perilaku dan perasaan yang dapat

(50)

perkembangan anak baik dari segi fisik maupun dari segi psikis anak (Rahmat,

2005).

Pelaksanaan penerapan lingkungan terapeutik menunjukan bahwa masih

ada perawat yang sebagian besar belum optimal dalam melaksanakan akan

penerapan lingkungan terapeutik di ruang rawat anak Hijir Ismail Rumah Sakit

Umum Haji Medan. Sementara pelaksanaan penerapan lingkungan terapeutik oleh

perawat dalam meminimalkan reaksi hospitalisasi pada anak sangat dibutuhkan

dalam mengatasi kecemasan karena perpisahan, kehilangan kontrol, kebutuhan

tubuh yang disakiti dan nyeri merupakan penyebab utama dari reaksi perilaku

anak yang mengalami hospitalisasi (Hawari, 2006). Hal ini didukung dari hasil

data demografi bahwa seluruh perawat belum pernah mengikuti pelatihan tentang

hospitalisasi, dan didukung dari observasi tambahan kepada orang tua anak yang

mana dari hasil tanya jawab tersebut sebagian orang tua menjawab apa yang

dilakukan perawat tidak sesuai dalam penerapan lingkungan terapeutik, seperti

perawat tidak ada meluangkan waktu bersama anak untuk memberikan asuhan

atraumatik dan perawat tidak memanipulasi teknik prosedur tindakan untuk

meminimalkan ketakutan akan cedera tubuh, hal ini tidak sejalan dengan Solikha

(2013) dalam penelitiannya tentang efektivitas lingkungan terapeutik dalam

hospitalisasi pada anak yang menunjukan bahwa upaya melakukan lingkungan

terapeutik mampu memberikan reaksi hospitalisasi yang positif, dimana anak

yang sedang dirawat di Rumah Sakit menjadi kooperatif dan sikap penerimaan

(51)

Hasil penelitian diperoleh bahwa sebagian besar perawat (71,4%) dalam

pelaksanaan persiapan hospitalisasi tidak melaksanakan untuk menempatkan anak

dengan kelompok usia yang sama saat masuk ruangan. Wong (2009) menunjukan

bahwa dengan pertimbangan minimum untuk menentukan ruangan seperti usia

bisa dilakukan walaupun tidak ada peraturan mutlak dalam hal pemilihan ruangan,

tetapi secara umum dengan menempatkan anak dengan kelompok usia yang sama

dapat memberikan manfaat psikologis dan medis. Hal ini didukung oleh

pengamatan peneliti pada saat pengumpulan data yang mana kondisi ruangan

masih dalam renovasi sehingga untuk melakukan pengelompokan ruangan anak

sesuai dengan usia anak tidak dilakukan.

Perawat berkomunikasi secara langsung dengan anak tanpa melibatkan

orang tua dalam meminimalkan perpisahan (90,5%). Hal ini tidak sesuai dengan

Supartini (2004) dimana dalam menghadapi seorang anak perlu dihindari untuk

berkomunikasi secara langsung, melainkan mengggunakan pihak ketiga yaitu

dengan berbicara terlebih dahulu dengan orang tuanya, dimana hal ini pada

dasarnya untuk menanamkan rasa percaya anak pada perawat terlebih dahulu

sebelum melakukan asuhan keperawatan. Hal ini juga didukung dari pengamatan

peneliti saat pengumpulan data bahwa perawat langsung berkomunikasi pada anak

saat akan menginjeksikan obat tanpa perantara orang tua, sehingga anak tersebut

ketakutan, menolak dan menangis.

Perawat tidak meningkatkan pengendalian anak dengan mempertahankan

kemandiriaan anak untuk dapat melakukan beberapa aktivitasnya sendiri pada

(52)

sesuai dengan Orem (1995 dalam Wong, 2009) dimana dengan mempertahankan

kemandirian anak akan memicu peningkatan pengendalian anak dari konsep

perawatan diri anak yang dapat mempertahankan hidup, kesehatan, dan

kesejahteraan anak sehingga kebanyakan anak diatas usia bayi dapat melakukan

aktivitas dengan sedikit atau tanpa bantuan sama sekali.

Perawat menjelaskan alasan prosedur dan menilai pemahaman anak cukup

hanya sekali dalam meminimalkan ketakutan akan cedera tubuh pada anak

(85,7%). Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Evelina (2011) dalam

penelitiannya tentang peran perawat pada pencegahan dampak hospitalisasi pada

anak, dimana sering memberikan konseling atau penjelasan maupun arahan

kepada anak yang dihospitalisasi dapat meningkatkan hubungan kerja sama yang

baik dalam mengurangi dampak hospitalisasi pada anak, untuk itu perawat yang

ada di ruang rawat anak harus bisa memberikan arahan kepada anak dalam

menjelaskan alasan prosedur sebelum tindakan.

Hasil penelitian lainnya 85,7% perawat tidak melakukan prosedur

tindakan pada saat anak sedang bermain dalam hal pelaksanaan perawat dalam

memberikan kesempatan untuk bermain. Hal ini tidak sesuai dengan Wong (2009)

dimana anak-anak perlu bermain untuk mengeluarkan rasa cemas dan takutnya

selama hospitalisasi, sehingga semua bentuk bermain pada anak dapat digunakan

untuk pengalihan anak pada saat perawat ingin melakukan tindakan keperawatan.

Hasil pengamatan peneliti saat melakukan pengumpulan data di ruang

(53)

kesenjangan terkait pelaksanaan penerapan lingkungan terapeutik yang dilakukan

oleh perawat, dimana perawat tidak meluangkan waktu lebih bersama anak untuk

memberikan asuhan yang atraumatik melainkan perawat datang hanya pada saat

pemberian obat atau jika diperlukan, sementara asuhan atraumatik dapat

mengurangi rasa takut atau stres pada anak selama hospitalisasi. Pengamatan

laiannya perawat tidak ada menyampaikan informasi atas hak-hak anak saat

dirawat untuk meningkatkan pemahaman anak selama hospitalisasi, karena

dengan pemberian informasi pada anak dapat meningkatkan pemahaman yang

lebih banyak dan dapat mengurangi rasa tidak berdaya yang biasanya mereka

(54)

BAB 6

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dapat diambil kesimpulan dan

saran mengenai penerapan lingkungan terapetik oleh perawat untuk

meminimalkan reaksi hospitalisasi negatif pada anak di ruang rawat anak Hijir

Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan.

6.1 Kesimpulan

Distribusi frekuensi data demografi responden mayoritas responden

berusia 29-35 tahun (61,9%), pendidikan DIII (85,7%), lama kerja > 5 tahun

(66,7%) dan seluruh responden belum pernah mengikuti pelatihan tentan

hospitalisasi pada anak.

Berdasarkan hasil penelitian tentang penerapan lingkungan terapeutik

yang dilakukan di ruang rawat anak Hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan

yaitu penerapan lingkungan terapeutik mayoritas responden dikategorikan buruk

(57,1%).

Rincian penerapan lingkungan terapeutik oleh perawat tersebut baik yang

dikategorikan “Baik maupun Buruk” dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan

penerapan lingkungan terapeutik oleh perawat sangat penting dalam

meminimalkan reaksi hospitalisasi negatif pada anak yang manfaatnya dapat

dirasakan keluarga dan perawat dimana anak lebih tidak ketakutan terhadap

(55)

6.2 Rekomendasi

6.2.1 Untuk Pendidikan

Pemberian ceramah maupun diskusi dalam mata kuliah keperawatan anak

sangat diharapkan, dan hasil penelitian ini dapat menjadi data dasar bagi

mahasiswa dan dosen, sehingga perlu ditelaah usaha-usaha pelaksanaan

penerapan lingkungan terapeutik oleh perawat secara komprehensif.

6.2.2 Untuk Penelitian

Kesenjangan antara hasil penelitian yang diperoleh dengan tinjauan

pustaka yang didapatkan dapat dijadikan sebagai data masukan yang menarik bagi

penelitian lanjutan tentang penerapan lingkungan terapetik oleh perawat untuk

meminimalkan reaksi hospitalisasi negatif pada anak.

6.2.3 Untuk Pelayanan Keperawatan

Hasil penelitian yang dilakukan, setengah dari perawat memiliki

pelaksanaan yang buruk artinya perawat belum paham akan penerapan lingkungan

terapeutik sehingga pihak Rumah Sakit perlu mempertimbangkan untuk

memberikan pelatihan kepada seluruh perawat khususnya di ruang rawat anak

tentang penerapan lingkungan terapeutik untuk meminimalkan reaksi hospitalisasi

(56)

Daftar Pustaka

Biley, F.C. (1996). Hospital: Healing environment. Asian journal of environment.

Evelina. S (2011). Peran perawat dalam pencegahan dampak hospitalisasi pada

anak di Rumah Sakit Umum di Medan. Skripsi. Fakultas Keperawatan.

Universitas Sumatera Utara. Medan. Diakses pada 10 Desember 2014.

Ghazali, R & Abbas, M.Y. (2012). Pediatric ward: Healing environment assessmt

Asian journal of environment-behaviour studies, 2(4).

Hidayat, A.A.A. ( 2009). Pengantar ilmu keperawatan anak. Jakarta: Salemba

Medika

Nesbit, L.L & Tabatt-Hasussmann, K. (2008). The role of creative arts therapies

in the treatment of pediatric. Primary psychiatry, 15(7): 56-58, 61-62.

Nursalam. (2005). Asuhan keperawatan bayi dan anak. Jakarta: salemba medika.

Polit & Hungler, (1995), Nursing research princip les & methods, Philadelphia

Lippincot

Rahmat. J. (2005). Psikologi komunikasi, Rineka Cipta, Jakarta.

Riyanto, A. (2011). Aplikasi metodelogi penelitian kesehatan. Yogyakarta: Nuha

Medika.

Setiadi. (2007). Konsep dan penulisan riset keperawatan. Yogyakarta: Graha

Ilmu.

Solikhah, U. (2013). Efektivitas lingkungan terapetik terhadap reaksi hospitalisasi

negatif pada anak. The journal of educational.

Sudjana. (2005). Metoda biostatiska. Bandung: PT. Tarsito.

Supartini. (2004). Konsep dasar keperawatan anak. Jakrata : EGC

(57)

FORMULIR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN PENELITIAN

Judul Penelitian : Penerapan Lingkungan Terapeutik oleh Perawat untuk

Meminimalkan Reaksi Hospitalisasi Negatif pada Anak

di Ruang Rawat Anak Hijir Ismail Rumah Sakit Umum

Haji Medan

Peneliti : Yuherlinda

Saya adalah Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang melakukan penelitian. Penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui Penerapan Lingkungan Terapeutik oleh Perawat untuk Meminimalkan Reaksi Hospitalisasi Negatif Pada Anak di Ruang Rawat Anak Hijir Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan. Saya mengharapkan partisipasi saudara/i dalam memberikan jawaban atas kuesioner

yang telah tersedia, saya akan menjamin kerahasiaan identitas dan jawaban

saudara/i. Informasi yang saudara/i berikan hanya akan dipergunakan untuk

pengembangan ilmu keperawatan.

Partisipasi saudara/i dalam penelitian ini bersifat sukarela, saudara/i bebas

menerima menjadi partisipan penelitian untuk menolak tanpa ada sanksi apapun.

Jika saudara/i bersedia menjadi partisipan, silahkan menandatangani surat

persetujuan ini pada tempat yang telah disediakan dibawah ini sebagai bukti

kesukarelaan saudara/i.

Inisial Nama :

(58)

KUESIONER PENELITIAN

PENERAPAN LINGKUNGAN TERAPEUTIK OLEH PERAWAT UNTUK MEMINIMALKAN REAKSI HOSPITALISASI NEGATIF PADA ANAK DI

RUANG ANAK HIJIR ISMAIL RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN

No. Responden : (diisi oleh peneliti)

Tanggal Pengisian : (diisi oleh peneliti)

A

Saya telah mempersiapkan ruangan dan akan menempatkan anak dengan kelompok usia yang sama saat masuk ruangan.

2 Saya akan lebih meluangkan waktu bersama anak dalam memeberikan asuhan atraumatik. 3 Saya akan membina hubungan saling percaya

kepada orang tua dan anak agar anak tidak mengalami stress hospitalisasi.

Meminimalkan Perpisahan

4 Saya menjelaskan kepada orang tua untuk berkunjung pada waktu yang sama guna mengurangi lama nya perpisahan.

5 Saya berkomunikasi secara langsung dengan anak tanpa orang tua.

(59)

Meminimalkan Kehilangan Kendali

(60)

Memaksimalkan Manfaat Hospitalisasi

18

Saya memberi kesempatan anak untuk mengambil keputusan dan percaya diri selama di rumah sakit.

19

Saya memberikan penguatan yang positif dengan selalu memberikan pujian atas kemampuan seorang anak.

20

Saya memfasilitasi anak untuk tetap menjaga sosialisasinya dengan sesama pasien anak yang ada.

   

(61)
(62)

Daftar Riwayat Hidup

Nama : Yuherlinda

Tempat Tanggal Lahir : Bulungihit, 08 Mei 1992

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Alamat : Bulungihit Kec. Marbau

Riwayat Pendidikan :

 TTaahhuunn11999988--22000044 :: MMIINNAAeekkHHiitteettoorraass

 TTaahhuunn22000044--22000077 :: MMTTSSAAll--WWaasshhlliiyyaahhMMaarrbbaauu

 TTaahhuunn22000077--22001100 :: MMAASSAALL--WWaasshhlliiyyaahhMMaarrbbaauu

 TTaahhuunn22001100--22001133 :: DD33SSTTIIKKeessRRuummaahhSSaakkiittHHaajjiiMMeeddaann

 TTaahhuunn22001133--22001155 :: SS11KKeeppeerraawwaattaannUUSSUU

(63)

(64)

Tabel hasil kuesioner penelitian

Pertanyaan Persiapan Hospitalisasi Frekuensi (f) Persentase (%)

Ya Tidak Ya Tidak

2. Saya akan lebih meluangkan waktu bersama anak dalam memeberikan asuhan atraumatik.

13 8 61,9% 38,1%

3. Saya akan membina hubungan saling percaya kepada orang tua dan anak agar anak tidak mengalami stress hospitalisasi.

17 4 81% 19%

Meminimalkan Perpisahan

4. Saya menjelaskan kepada orang tua untuk berkunjung pada waktu yang

10. Saya menganjurkan orang tua untuk

(65)

dilakukannya tindakan

15. Saya memberikan anak buku cerita

untuk membantu anak

17. Saya menganjurkan orang tua untuk menemani anak saat bermain seperti

20. Saya memfasilitasi anak untuk tetap menjaga sosialisasinya dengan sesama pasien anak yang ada.

12 9 57,1% 42,9%

(66)

FREQUENCIES VARIABLES=usia pendidikan lamakerja mengikutipelatihan

/ORDER=ANALYSIS.

Frequencies

Notes

Output Created 02-Feb-2015 23:42:28

Comments

Input Data H:\ \yang baru\lenda nda.sav

Active Dataset DataSet1

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data

File 21

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as missing.

Cases Used Statistics are based on all cases with

valid data.

Syntax FREQUENCIES VARIABLES=usia

pendidikan lamakerja mengikutipelatihan /ORDER=ANALYSIS.

Resources Processor Time 00:00:00.031

Elapsed Time 00:00:00.014

[DataSet1] H:\ \yang baru\lenda nda.sav

Statistics

usia pendidikan lamakerja

mengikutipelatiha n

(67)

Statistics

usia pendidikan lamakerja

mengikutipelatiha n

N Valid 21 21 21 21

Missing 0 0 0 0

Frequency Table

usia

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid 22-28 8 38.1 38.1 38.1

29-35 13 61.9 61.9 100.0

Total 21 100.0 100.0

pendidikan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid DIII 18 85.7 85.7 85.7

S1 3 14.3 14.3 100.0

Total 21 100.0 100.0

Lama kerja

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid kurang dari 5 tahun 7 33.3 33.3 33.3

lebih dari 5 tahun 14 66.7 66.7 100.0

(68)

Mengikuti pelatihan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak 21 100.0 100.0 100.0

FREQUENCIES VARIABLES=P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 jumlah

/ORDER=ANALYSIS.

Frequencies

Notes

Output Created 02-Feb-2015 23:34:17

Comments

Input Data H:\ \yang baru\hemmm.sav

Active Dataset DataSet1

Filter <none>

Weight <none>

Split File <none>

N of Rows in Working Data File 21

Missing Value Handling Definition of Missing User-defined missing values are treated as missing.

Cases Used Statistics are based on all cases with valid

data.

Syntax FREQUENCIES VARIABLES=P1 P2 P3 P4

P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14 P15 P16 P17 P18 P19 P20 jumlah

/ORDER=ANALYSIS.

Resources Processor Time 00:00:00.062

Elapsed Time 00:00:00.031

Gambar

Tabel 5.1 Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan data demografi responden (n=21)
Tabel 5.3. Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan
Tabel 5.2 diatas menunjukan bahwa persiapan hospitalisasi yang harus
Tabel 5.3 penerapan lingkungan terapeutik oleh perawat di ruang rawat anak Hijir Distribusi frekuensi dan persentase responden berdasarkan Ismail Rumah Sakit Umum Haji Medan (n=21)
+2

Referensi

Dokumen terkait

Kecemasan anak saat hospitalisasi akan berdampak pada tidak kooperatifnya anak terhadap tindakan medis yang menyebabkan proses penyembuhan relatif lebih lama

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hampir sebagian besar dari pasien (52.17%) mengalami reaksi cemas perpisahan tingkat tinggi, hampir sebagian besar dari pasien

Perawat tidak memberitahu pada anak tentang yang akan terjadi pada mereka selama dirawat.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa gambaran reaksi hospitalisasi terhadap kecemasan anak usia pra sekolah meliputi

Skripsi yang berjudul, “Efektifitas Terapi Murottal Terhadap Reaksi Hospitalisasi Pada Anak Usia Toddler Dan Prasekolah Di Rumah Sakit Bhayangkara Makassar” yang

Prosentase anak – anak yang dirawat dirumah sakit ini mengalami masalah yang lebih serius dan kompleks dibandingkan dengan hospitalisasi tahun – tahun sebelumnya

1.2.3 Bagaimana hubungan komunikasi terapeutik perawat terhadap tingkat stres hospitalisasi anak usia sekolah di ruang III RSUD Dr. Pirngadi

Hasil uji statistik menunjukkan terdapat pengaruh yang signifikan dari terapi bermain terhadap reaksi hospitalisasi anak usia toddler, yaitu terdapat perbedaan