• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.2 Pembahasan

5.2.1 Konsep Diri Klien yang Menjalani Hemodialisa

Hasil penelitian menunjukkan bahwa klien yang menjalani Hemodialisa di

Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Pirngadi Medan adalah mayoritas responden

yang memiliki konsep diri positif sebanyak 33 orang (57,9%). Konsep diri

dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain teori perkembangan, significant other

(orang yang terpenting atau terdekat), self perception (persepsi diri sendiri) (Stuart & Sundeen, 2006). Selain itu juga dipengaruhi oleh lamanya klien menjalani

Pada hasil penelitian ini faktor perkembangan mempengaruhi konsep diri,

hal ini dapat dilihat bahwa mayoritas usia responden yang menjalani Hemodialisa

adalah usia 41-60 tahun sebanyak 41 orang (71,9%). Hal inisejalandenganhasil

penuaan jumlah nefron mulai berkurang dan berkurangnya kemampuan untuk

menggantikan sel-sel yang mengalami kerusakan. Penurunan faal ginjal ini bisa

sampai 50 % pada usia mencapai 60 tahun.

Konsep diri klien yang menjalani Hemodialisa juga dipengaruhi oleh

faktor significant other (orang yang terpenting atau terdekat), hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian bahwa klien mempunyai konsep diri positif karena adanya

peran atau dukungan keluarga dan orang lain di lingkungan sekitarnya. Hal ini

sejalan dengan penelitian Rohadirja (2012) mengenai konsep diri pada penyakit

kronik bahwa hasil penelitiannya menyatakan mayoritas responden memiliki

konsep diri yang positif sebanyak 16 orang (53,37%) karena adanya dukungan

dan penerimaan dari keluarga maupun orang lain, sedangkan konsep diri negatif

sebanyak 14 orang (46,67%), karena pasien memandang perubahan dalam dirinya

secara negatif, salah satunya pasien merasa tidak disukai orang lain dan tidak

dapat menerima keadaannya sehingga akan mempengaruhi konsep diri pasien.

Pada hasil penelitian ini, konsep diri klien juga dipengaruhi oleh self

perception (persepsi diri sendiri), hal ini dapat dilihat dari persepsi responden terhadap perubahan dirinya selama menjalani Hemodialisa, hampir sebagian besar

responden menerima perubahan penampilan fisik dengan memiliki pemikiran

positif bahwa keadaan yang dialami sekarang merupakan proses pengobatan dan

adalah individu yang dapat mengidentifikasi kemampuan dan kelemahannya

secara jujur dan dalam menilai suatu masalah individu berpikir secara positif dan

realistik.

Selain faktor-faktor tersebut bahwa faktor lamanya menjalani Hemodialisa

juga mempunyai pengaruh terhadap konsep diri klien. Pada hasil penelitian

menunjukkan bahwa hampir sebagian besar klien yang menjalani Hemodialisa

diatas 2 tahun memiliki koping individu yang adaptif karena sudah ada rasa

penerimaan terhadap perubahan-perubahan (fisik maupun psikis) yang terjadi

akibat dari efek terapi Hemodialisa dan karena lamanya kontak dengan alat

Hemodialisa, sehingga klien sudah terbiasa atau sudah menyesuaikan diri dengan

alat Hemodialisa.

Pada penelitian ini mayoritas responden menyatakan bahwa penerimaan

terhadap keadaan atau perubahan-perubahan (fisik & psikis) yang terjadi akibat

penyakitnya dan efek Hemodialisa karena adanya semangat dan motivasi klien

yang berasal dari hubungan spiritualnya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Pada hasil penelitian diperoleh juga responden yang memiliki konsep diri

negatif sebanyak 24 orang (42,1%). Hal ini karena responden belum memiliki

rasa penerimaan terhadap perubahan-perubahan (fisik dan psikis) yang terjadi

semenjak menjalani Hemodialisa, sehingga responden akan memandang dirinya

negatif dan juga mempengaruhi hubungan interpersonalnya. Mayoritas

responden yang menjalani Hemodialisa menyatakan bahwa tidak aktif dalam

kegiatan sosial di lingkungan sekitarnya karena kelemahan fisik dan merasa

mempengaruhi kemampuan untuk memberikan dukungan finansial, sehingga

mempengaruhi nilai diri dan peran di dalam keluarga. Perubahan ini dapat

mempengaruhi konsep diri individu (Potter & Perry, 2010).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden yang lamanya

menjalani Hemodialisa 1 bulan - 11 bulan masih merasa takut dan cemas

terhadap tindakan Hemodialisa dan efek dari pengobatan sehingga responden

yang masih baru menjalani Hemodialisa memiliki konsep diri yang negatif. Hal

ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rustina (2012) yang

menyatakan bahwa pertama kali klien harus menjalani Hemodialisa klien akan

merasa khawatir dan cemas atas kondisi sakit dan pengobatan jangka

panjangnya. Klien yang telah lama menjalani Hemodialisa cenderung lebih

memiliki tingkat depresi lebih ringan dibandingkan klien yang baru menjalani

Hemodialisa, begitu juga dengan hasil penelitian ini bahwa klien yang baru

menjalani Hemodialisa memiliki konsep diri negatif dibandingkan dengan klien

yang telah lama menjalani Hemodialisa, hal ini disebabkan karena seseorang

yang telah lama menjalani Hemodialisa akan lebih adaptif dengan alat atau unit

Hemodialisa (Wijaya, 2005).

5.2.2.1 Gambaran Diri

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki

gambaran diri positif sebanyak 31 orang (54,4%). Mayoritas responden

menyatakan tidak membenci perubahan bentuk tubuh yang terjadi sebanyak 51

orang (89,5 %), responden yang mengatakan tidak terjadi kurang percaya diri

terjadi sebanyak 39 orang (68,4%). Hal ini menyatakan bahwa mayoritas

responden yang menjalani Hemodialisa menerima perubahan (fisik maupun

psikis) yang terjadi sehingga responden memiliki gambaran diri yang positif

walaupun terjadi perubahan penampilan fisik seperti : gatal-gatal pada kulit, kulit

gelap dan kering, rambut mejadi sedikit, oedem atau badan kurus. Hal ini sesuai

dengan pendapat Potter & Perry (2010) bahwa gambaran diri dipengaruhi oleh

pandangan pribadi tentang karakteristik dan kemampuan fisik dan persepsi dari

pandangan orang lain.

Gambaran diri responden yang negatif tercermin dari pernyataan bahwa

responden merasa penampilan berubah menjadi kurang menarik sebanyak 52

orang (91,2 %). Hal ini karena responden merasa bahwa perubahan fisik yang

terjadi membuat penampilan menjadi kurang menarik. Hal ini sejalan dengan

pendapat Bare & Smeltzer (2002) bahwa klien yang menjalani Hemodialisa akan

mengalami komplikasi, antara lain adalah pruritus yang dapat terjadi selama terapi

karena akibat dari produk akhir metabolisme yang terdapat di kulit, pusing, mual

muntah, kulit gelap dan kelelahan.

Mayoritas responden rata-rata berusia 41–60 tahun yang merupakan usia

produktif. Pada usia produktif setiap orang ingin memiliki penampilan yang

menarik dan bisa melakukan aktivitas tanpa gangguan. Tahap perkembangan pada

usia 41–60 tahun yaitu melakukan penyesuaian diri terhadap perubahan fisik

sehingga mayoritas responden dapat melakukan penyesuaian diri terhadap

perubahan fisik yang terjadi akibat efek samping dari Hemodialisa yang

Hemodialisa merupakan stressor yang membuat gambaran diri dapat berubah.

Selain itu menurut Baradero (2008) pasien yang menjalani Hemodialisa dapat

mengalami gangguan gambaran diri yaitu merasa tidak menarik lagi sehingga

dapat mengakibatkan frustasi, cemas, dan depresi.

Penelitian ini sejalan dengan pernyataan Imron (2009), bahwa pada usia

60 tahun ke atas mempunyai perasaan positif tentang kehidupan salah satunya

perasaan positif terhadapa perubahan fisik yang dialami saat ini dan juga dapat

menemukan makna hidup yaitu bisa menerima keadaan yang ada tanpa harus

menetapkan standar diluar kemampuannya.

5.2.2.2 Ideal Diri

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki ideal

diri realistis sebanyak 43 orang (75,4%). Mayoritas responden memiliki ideal diri

realistis karena responden menyatakan bahwa mereka tidak merasa putus asa dan

kehilangan harapan atas kesembuhan penyakit yang diderita, tidak merasa gagal

dalam kehidupan baik di keluarga maupun di masyarakat, memiliki harapan

terhadap masa depan dan dapat melakukan semua aktivitas yang diinginkan tanpa

ada gangguan baik dari fisik maupun psikis. Hal ini karena ideal diri yang dimiliki

responden telah sesuai dengan tujuan atau keinginannya berdasarkan kemampuan

yang dimilikinya.

Hal ini sejalan dengan pernyataan Dalami et al (2009) bahwa Individu

menetapkan tujuan atau harapan tentang diri sendiri sesuai dengan

kemampuannya, realita dan menghindari terjadi kegagalan serta rasa cemas. Ideal

internal serta membantu individu mempertahankan kemampuannya menghadapi

konflik atau kondisi yang membuat bingung karena ideal diri penting untuk

mempertahankan kesehatan dan keseimbangan mental individu.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Rohadirja (2012) yang

menyatakan bahwa ideal diri responden sebanyak 21 orang (70%) masih memiliki

harapan dan cita-cita meskipun saat ini pasien dalam keadaan sakit. Selama proses

pengobatan keluarga selalu mendampingi dan mendukung responden sehingga

responden masih memiliki harapan dan cita-cita terhadap keluarganya walaupun

tidak semaksimal saat sebelum sakit. Maka untuk tetap mempertahankan ideal diri

responden dibutuhkan terus dukungan keluarga selama proses Hemodialisa.

Ideal diri responden yang tidak realistis tercermin dari pernyataan bahwa

responden tidak bisa aktif dalam kegiatan sosial di masyarakat selama menjalani

Hemodialisa. Hal ini membuat ideal diri responden tidak realistis karena

responden mngalami ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri dengan orang

lain atau masyarakat setempat semenjak menjalani Hemodialisa. Hal ini sejalan

dengan pendapat Baradero (2008) bahwa klien yang menjalani Hemodialisa akan

mengalami masalah sosial meliputi pembatasan dalam kegiatan sosial karena

mengalami perubahan seperti mudah lelah dan lemas. Klien mungkin kehilangan

pekerjaan karena kekuaatan fisik banyak berkurang serta terjadi penurunan

kemampuan kognitif semenjak menjalani Hemodialisa yang berlangsung secara

terus-menerus.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki

identitas diri klien yang jelas sebanyak 39 orang (68,4%). Hal ini terlihat dari

pernyataan responden yang mengatakan bahwa responden masih memiliki

keahlian atau ketrampilan dalam menyelesaikan masalah atau urusan pekerjaan,

masih merasa puas dengan keadaan atau kondisi fisiknya dan masih merasa

menjadi seorang laki-laki atau perempuan yang sempurna. Sesuai dengan

pernyataan Potter & Perry (2010) bahwa usia dewasa biasanya mempunyai

identitas yang lebih stabil sehingga konsep diri berkembang lebih kuat. Stressor

kultural dan sosial dapat mempunyai dampak yang lebih besar pada identitas

orang dewasa dibandingkan dengan stressor personal.

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Rohadirja (2012) yang

menyatakan bahwa seluruh dari responden memiliki identitas diri yang positif

sebanyak 30 orang (100%), hal ini terjadi karena adanya penerimaan dari keluarga

dan orang-orang disekitarnya. Hal yang bisa dilakukan untuk mempertahankan

identitas diri responden tetap positif oleh keluarga, dokter atau perawat rumah

sakit dan orang-orang disekitar responden adalah dengan cara memberikan

motivasi positif dan membentuk suatu komunitas untuk terapi kelompok.

Tujuannya agar responden mengetahui bahwa orang-orang disekitarnya mencintai

dan menerimanya walaupun responden dalam keadaan sakit dan agar responden

tidak merasa hanya dirinya sendiri yang mengalami hal ini.

Hal ini juga didukung oleh penelitian Wahyu & Kiki (2012) yang

menyatakan bahwa perlu adanya pemahaman responden yang baik mengenai

dilakukan untuk dapat menganalisa lebih baik mengenai sudut pandang dalam

menilai, merespon serta lebih kritis dan bijaksana dalam melakukan tindakan

untuk mengoptimalkan keadaan yang telah disadarinya. Pemahaman yang muncul

dapat dipengaruhi oleh tingkat perkembangan, serta latar belakang sosiokultural

pasien penyakit ginjal kronik.

Hasil penelitian menunjukkan juga bahwa identitas diri responden tidak

jelas sebanyak 18 orang (31,6%). Responden yang memiliki identitas diri tidak

jelas menyatakan bahwa responden merasa menjadi beban dalam

keluargasemenjak menjalani Hemodialisadan tidak nyaman dengan perubahan

fisik yang terjadi.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Potter & Perry (2010) bahwa

kebingungan identitas terjadi ketika individu tidak mempertahankan identitas

personal yang jelas, konsisten dan sadar. Kebingungan identitas dapat terjadi

kapan saja dalam kehidupan jika individu tidak mampu mengadaptasi stressor

identitas. Dalam stress yang ekstrem individu dapat mengalami depersonalisasi,

yaitu suatu keadaan dimana realitas internal dan eksternal atau perbedaan antar

dirinya dengan orang lain tidak dapat ditetapkan.

Selain itu perlu adanya dukungan dan perhatian keluarga terhadap klien

yang menjalani Hemodialisa dengan cara saling mendiskusikan tentang

keluhanmaupun keadaan atau perubahan yang dirasakan klien saat menjalani

proses Hemodialisa sehingga klien tidak merasa menjadi beban dalam keluarga

yang akan mempengaruhi kondisi psikologisnya. Hasil penelitian ini sesuai

Maka diharapkan pentingnya keluarga terlibat dalam pembuatan

keputusan atau proses terapeutik dalam setiap tahap sehat dan sakit para anggota

keluarga yang sakit. Proses ini menjadikan seorang pasien mendapatkan

pelayanan kesehatan meliputi serangkaiaan keputusan dan peristiwa yang terlibat

dalam interaksi antara sejumlah orang, termasuk keluarga, teman-teman dan para

profesional yang menyediakan jasa pelayanan kesehatan (White, 2004 dalam

Heriyanto, 2012).

Keluarga memegang peranan penting dalam konsep sehat sakit anggota

keluarganya, dimana keluarga merupakan sistem pendukung yang memberikan

perawatan langsung terhadap anggota keluarganya yang sakit, dimana dukungan

keluarga yang tinggi ternyata menunjukkan penyesuaian yang lebih baik terhadap

kondisi kesehatan anggota keluarganya dan menujukkan kesejahteraan kesehatan

psikologis (Yosep, 2007 dalam Heriyanto, 2012).

5.2.2.4 Peran diri

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki

peran diri tidak memuaskan sebanyak 35 orang (61,4%). Peran diri responden

tidak memuaskan tercermin dari pernyataan responden yang mengatakan bahwa

responden mengalami gangguan konsentrasi dalam menyelesaikan tugas atau

pekerjaan sehari-hari di rumah ataupun di luar rumah, merasa telah

mengecewakan keluarga karena tidak bisa memberikan kebahagiaan pada

keluarga semenjak menjalani Hemodialisa, kurang aktif dalam kegiatan sosial di

masyarakat (seperti: kegiatan keagamaan, bakti sosial, dan lain-lain) dan tidak

Mayoritas responden yang sudah lama menjalani Hemodialisa yaitu

diatas 2 tahun, terjadi perubahan peran karena ketidakmampuan responden dalam

menyelesaikan pekerjaannya sehingga mayoritas pekerjaan responden adalah

tidak bekerja dan ada responden yang mengundurkan diri atau pensiun dini dari

pekerjaannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Kusnadi (2003) yang menyatakan

bahwa selama klien menjalani Hemodialisa maka klien akan merasa tidak mampu

menentukan hidupnya sendiri atau merasa selalu bergantung dengan orang

lain,merasa membebani keluarga, tidak mampu menjalankan pekerjaannya seperti

semula, terganggu perannya di dalam keluarga maupun di masyarakat. Hal itu

yang dapat menimbulkan penilaian negatif pada dirinya yaitu tidak berguna, tidak

mempunyai harapan dan tidak berharga.

Pada hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas responden yang

menjalani Hemodialisa adalah laki-laki sebanyak 32 orang (56,1%), sedangkan

perempuan sebanyak 25 orang (43,9%). Hal ini menunjukkan bahwa

prevalensikasus gagal ginjal pada hasil penelitian lebih tinggi terjadi pada laki-

laki daripada perempuan. Hal ini mempengaruhi peran dalam keluarga karena

laki-laki yang mencari nafkah atau pekerjaan sehingga perannya diambil alih oleh

pasangannya. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Rustina (2012), yang menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak daripada

perempuan yaitu laki-laki sebanyak 34 orang (56,72%) sedangkan perempuan

sebanyak 29 orang (43,28%).

Berdasarkan hasil penelitian bahwa klien yang menjalani Hemodialisa

terjadi gangguan konsentrasi dalam menyelesaikan pekerjaan atau tugasnya, hal

ini disebabkan karena kelemahan fisik yang kronik dialami klien yang menjalani

Hemodialisa sesuai dengan teori jika ureum yang tinggi akan mempengaruhi kerja

lobus frontalis sedangkan lobus ini terlibat dalam 2 fungsi serebral utama yaitu

kontrol motorik gerakan volunter termasuk gerakan bicara, fungsi pikir dan

kontrol berbagai emosi. Maka kerusakan pada lobus frontal ini menyebabkan

gangguanberfikir, gangguan berbicara, dan tidak mampu mengontrol emosi

sehingga kognitif pasien negatif tentang diri, orang lain dan lingkungan

(Townsend, 2005).

Hasil penelitian juga sejalan dengan penelitian Purba (2007) yang

menyatakan bahwa peran klien yang menjalani pengobatan memiliki peran yang

tidak memuaskan karena tidak dapat menyelesaikan pekerjaan dengan baik, tidak

dapat melakukan kegiatan sosial di masyarakat dan tidak dapat memenuhi

kewajiban dalam keluarga. Hal ini karena ketidakpuasan hidup pada individu

disebabkan karena penurunan interaksi dengan lingkungan, hubungan dengan

orang lain dan teman. Kecemasan dan kegagalan yang terjadi disebabkan karena

adanya ancaman terhadap perubahan status kesehatan/sosial/ekonomi, fungsi

peran dan hubungannya dengan orang lain (Smeltzer & Bare, 2008).

Penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Rohadirja

(2012) yang mengatakan bahwa responden memiliki peran negatif sebanyak 8

orang (26,67 %). Agar peran dapat ditingkatkan menjadi positif diperlukan

konseling dan petunjuk yang spesifik untuk membantu penyesuaian terhadap

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa peran diri responden

memuaskan sebanyak 22 orang (38,6%). Responden yang memiliki peran diri

memuaskan tercermin dari pernyataan bahwa responden masih dapat melakukan

aktivitas sehari-harinya tanpa bergantung pada keluarga atau orang lain. Hal ini

karena klien masih mampu melakukan kegiatan sehari-hari (ADls) secara mandiri

walaupun responden tersebut mengalami perubahan pada perannya karena tidak

dapat melakukan kewajibannya di keluarga semenjak menjalani Hemodialisa.

Menurut Baradero (2008) yang mengatakan bahwa masalah sosial yang mungkin

dialami pasien meliputi perubahan peranan karena pasangan hidup yang sehat

harus berperan sebagai pasangan dari individu yang sakit selain memainkan

peranannya sendiri dan pasien mungkin kehilangan pekerjaan karena

berkurangnya kemampuan kognitif dan kekuatan fisik.

5.2.2.5 Harga Diri

Hasil penelitian menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki

harga diri tinggi sebanyak 42 orang (73,7%). Harga diri responden tinggi karena

responden menyatakan bahwa responden tidak merasa dijauhi oleh orang-orang

disekitarnya, keluarga dapat menerima keadaan responden dan memberikan

perhatian atau dukungan kepada responden serta responden dapat menerima

perubahan dan percaya diri terhadap perubahan yang terjadi karena informasi

tentang penyakit dan terapi Hemodialisa yang diperoleh dari orang lain atau media

massa. Harga diri responden tinggi karena mayoritas responden merupakan

dewasa menengah (41 tahun–60 tahun), telah mengalami pencapaian ideal diri

Hal ini sesuai dengan pernyataan Suliswati et al (2005) bahwa Harga diri

individu diperoleh dari diri sendiri dan orang lain, yaitu dengan dicintai,

dihormati, dan dihargai. Individu akan merasa harga dirinya tinggi bila sering

mengalami keberhasilan, sebaliknya individu akan merasa harga dirinya rendah

bila sering mengalami kegagalan, tidak dicintai atau tidak diterima lingkungan.

Hasil penelitian diketahui bahwa mayoritas klien yang menjalani

Hemodialisa di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Medan mendapat dukungan dari

keluarga sehingga klien merasa masih diperhatikan dan dihargai oleh keluarga

walaupun klien harus menjalani Hemodialisa secara terus menerus dalam jangka

waktu yang panjang.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Heriyanto (2012) mengenai Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan Tingkat

Depresi pada klien yang menjalani Terapi Hemodialisa menyatakan bahwa

sebanyak 13 responden (40%) mendapat dukungan keluarga dalam kategori baik,

10 responden (31%) mendapat dukungan keluarga dalam kategori sedang dan 9

responden (29%) mendapat dukungan keluarga dalam kategori cukup.

Hasil penelitian menunjukkan juga bahwa harga diri responden rendah

sebanyak 15 orang (26,3%). Responden yang memiliki harga diri rendah

menyatakan bahwa responden merasa sedih karena tidak dihargai atau dihormati

oleh orang-orang disekitar responden dan responden menarik diri dari lingkungan

sekitarnya. Hal ini karena responden memiliki perasaan yang negatif terhadap

dirinya sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal mencapai keinginannya

Hal ini sesuai dengan pendapat Potter & Perry (2010) yang menyatakan

bahwa individu dengan harga diri rendah sering merasa tidak dicintai dan sering

mengalami depresi dan ansietas. Stressor yang mempengaruhi harga diri pada

orang dewasa mencakup ketidakberhasilan dalam pekerjaan dan kegagalan dalam

berhubungan. Penyakit, pembedahan, efek pengobatan atau kecelakaan dapat

mempengaruhi pola hidup individu sehingga dapat menurunkan perasaan nilai

diri. Dua pertiga dari pasien yang mendapat terapi Hemodialisa tidak pernah

kembalipada aktifitas atau pekerjaan seperti sebelum sakit. Dengan demikian

pasien akan mengalami kehilangan pekerjaan, penghasilan, kebebasan, harapan

umur panjang, dan fungsi seksual yang dapat mengakibatkan kehilangan harga

Dokumen terkait