• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan

Berdasarkan hasil test melalui angket sikap sosial pra siklus yang dilakukan peneliti, diperoleh data sikap sosial siswa yang memperoleh nilai 30 - 49 sebanyak 1 siswa (4,17%), nilai 50–69 sebanyak 11 siswa (45,83%), nilai 70 – 85 sebanyak sebanyak 11 siswa (45,83%), dan nilai 86 – 100 sebanyak 1 siswa (4,17%). Jadi dapat diketahui siswa yang memperoleh nilai minimal 70 sebanyak 12 siswa atau 50% dari jumlah seluruh siswa. Berdasarkan data tersebut maka bisa dikatakan sikap sosial siswa kelas V SD Mangunan cukup rendah. Oleh karena itu, perlu adanya tindakan perbaikan yang harus segera dilakukan oleh guru untuk meningkatkan sikap sosial siswa yang rendah tersebut.

Tindakan yang dipilih peneliti yaitu dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada mata pelajaran IPS. Model ini

melibatkan siswa dalam pembelajaran dengan membentuk kelompok- kelompok kecil untuk bekerja sama mencapai tujuan dan tugas akademik, sambil belajar keterampilan-keterampilan kolaboratif dan sosial sebagaimana yang dikemukakan oleh Nur Asma (2006: 12). Setiap siklus terdiri dari perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi. Pada siklus II tahap-tahap yang dilakukan merupakan perbaikan pada siklus sebelumnya yaitu siklus I.

Kegiatan pembelajaran siklus I, guru menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) untuk meningkatkan sikap sosial siswa. Pembelajaran menggunakan model NHT dimulai dari pembagian kelompok, pemberian pertanyaan, pemanggilan nomer- nomer,dan diskusi masalah.

Guru memulai pembelajaran dengan mengelompokkan siswa menjadi tujuh kelompok dengan setiap kelompok beraanggotakan empat orang dan membagikan nomer-nomer yang digunakan di kepala mereka. Langkah selanjutnya setelah dilakukan pembagian kelompok, siswa mendapatkan pertanyaan yang diajukan oleh guru. Saat bertanya jawab dengan siswa guru terlihat siswa mulai antusias untuk menerima pelajaran.

Kegiatan selanjutnya, guru membagikan LKS kepada siswa untuk didiskusikan jawaban mana yang paling tepat. Banyak siswa yang mengerjakan semua soal karena belum paham dengan fungsi nomer kepala yang dipakainya. Guru harus berulang kali mengingatkan siswa untuk fokus terlebih dahulu mngerjakan soal sesuai nomer kepalanya. Dalam mengerjakan LKS di pertemuan pertama, siswa masih saling menunggu giliran untuk mengerjakan

soal sesuai dengan nomer kepalanya karena lembar LKS hanya ada satu di tiap kelompok. Pada pertemuan kedua, guru membagikan LKS kepada masing- masing siswa dengan menambahkan petunjuk pengerjaan sehingga siswa memahami LKS yang harus dikerjakan.

Kegiatan yang dilakukan berikutnya yakni diskusi. Pada saat berdiskusi, masih banyak siswa yang belum berpendapat dan hanya diam saja, akan tetapi beberapa siswa di kelompok lain sudah dapat berpendapat dalam kelompoknya. Saat diskusi selesai, guru selanjutnya memanggil nomer secara acak, akan tetapi masih seringkali memanggil nomer kepala yang sama dalam kelompok yang sama, sehingga nomer kepala lain ada yang belum terpanggil.

Sikap sosial siswa pada pembelajaran siklus I menunjukkan peningkatan bila dibandingkan dengan pra siklus. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata sikap sosial pada siklus I mengalami peningkatan bila dibandingkan dengan pra siklus, yaitu dari 69 menjadi 72. Nilai maksimal 88 dan nilai minimal 49. Sementara persentase siswa yang telah mencapai kriteria pada siklus I meningkat 12,50%, dari 50% pada pra siklus menjadi 62,50% pada siklus I. Sedangkan dalam kategori sikap sosial siswa pada siklus I, siswa yang masuk dalam kategori rendah 1 siswa, sedang 8 siswa, tinggi 12 siswa, dan sangat tinggi 2 siswa.

Peningkatan sikap sosial siswa pada siklus I disebabkan model pembelajaran kooperatif tipe NHT yang digunakan guru untuk memfasilitasi dan membimbing siswa dalam belajar. Melalui model NHT, siswa dapat mengeluarkan ide-ide mereka, serta mempertimbangkan jawaban yang paling

tepat karena memiliki tanggung jawab dengan soal sesuai nomer-nomer kepalanya serta dapat menambah semangat bekerja sama diantara anggota kelompok, sehingga sikap sosial siswa dapat meningkat. Pernyataan tersebut sejalan dengan yang diungkapkan oleh Anita Lie (2010: 59), teknik belajar mengajar Numbered Heads Together memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide–ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat kerja sama mereka.

Sebenarnya untuk siklus I nilai rata-rata yang diperoleh siswa sudah memenuhi keberhasilan penelitian, akan tetapi persentase keberhasilannya belum mencapai 75%. Untuk itu penelitian dilanjutkan ke siklus II dengan melihat catatan-catatan penting yang masih perlu direfleksikan lagi untuk pembelajaran berikutnya.

Tindakan yang dilakukan pada siklus II masih tetap menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT, namun guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok kecil yang heterogen baik berdasarkan prestasi, jenis kelamin, maupun kebiasaan bergaul. Hal ini sejalan dengan pendapat Slavin (Etin Solihatin, 2007: 4). Menurutnya pembagian kelompok yang heterogen dimaksudkan agar anggota kelompok dapat bekerja sama dan dapat menularkan pengetahuannya satu sama lain. Selain itu, model pembelajaran pembelajaran kooperatif NHT sedikit dimodifikasi dengan menambah permainan kekompakan kelompok, dan pemberian reward.

Pembentukan kelompok baru yang heterogen, memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling menghargai temannya satu sama lain dan bekerja sama dengan kompak. Pemberian waktu pengerjaan pada saat diskusi kelompok, menjadikan siswa menghargai waktu dan bertanggung jawab terhadap soal yang harus bisa diselesaikan dan mendiskusikan bersama dengan teman satu kelompoknya. Serta dengan adanya pemberian reward dari guru kepada kelompok yang menyelesaikan LKS paling cepat dan pengerjaan LKS nya paling banyak, sehingga antusias tiap-tiap anggota kelompok dalam bekerja sama menyelesaikan LKS menjadi bertambah. Setiap kelompok berusaha berkompetisi secara positif dengan kelompok lain. Guru juga telah mengadakan perbaikan pemanggilan nomer. Nomer-nomer siswa yang dipanggil telah dipersiapkan sebelumnya, sehingga semua nomer siswa terpanggil secara merata, tidak ada nomer yang sama dipanggil berulang kali. Guru juga memberikan ketegasan bagi siswa yang dipanggil nomernya agar benar-benar mengangkat tangannya terlebih dahulu baru kemudian menjawab pertanyaan guru dengan suara yang keras, sehingga kelompok lain tidak ikut menjawab serta memperhatikan jawaban temannya.

Pada siklus II, sikap sosial siswa meningkat jika dibandingkan dengan siklus I. Hal ini ditunjukkan oleh peningkatan persentase siswa yang telah mencapai kriteria ketuntasan. Siswa yang memenuhi kriteria ketuntasan ada 19 siswa, dan yang belum tuntas ada 5 siswa. Dari data tersebut, sikap sosial siswa kelas V SD Mangunan telah berhasil mencapai persentase 75% siswa yang mendapat nilai minimal 70.

Model pembelajaran kooperatif tipe NHT yang digunakan pada siklus II ini lebih efektif dibandingkan pada siklus I karena guru lebih intensif memberikan bimbingan terhadap kelompok-kelompok belajar dalam menarik kesimpulan dan memotivasi siswa melakukan presentasi sehingga aktivitas siswa cenderung meningkat dibandingkan dengan siklus I. Siswa diberi bimbingan dan motivasi, guru juga memberikan penghargaan bagi kelompok yang aktif. Hal tersebut dapat meningkatkan motivasi siswa untuk lebih aktif dalam kegiatan kelompok antara lain diskusi dalam mengerjakan soal dan presentasi. Sesuai pendapat Wina Sanjaya (2008: 196), yang mengatakan bahwa pemberian penghargaan dapat memotivasi kelompok untuk berprestasi dan memotivasi kelompok lain meningkatkan prestasinya. Selain itu, pada siklus II model pembelajaran kooperatif tipe NHT telah dimodifikasi dengan menambahkan permainan kekompakan team sehingga lebih efektif untuk meningkatkan sikap sosial siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Andi Yudha (2009: 78) bahwa dengan bermain, anak dapat mengasah pengetahuan, motorik, emosi, sikap sosial, keterampilan dan kreativitas.

Pada siklus II ini, model kooperatif tipe NHT telah diterapkan sesuai dengan model kooperatif tipe NHT yang dikemukakan oleh Elin Rosalin (2008: 118) menyebutkan bahwa NHT adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen dan tiap siswa memiliki nomer tertentu, berikan persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama tetapi untuk tiap siswa tidak sama sesuai dengan nomer siswa, tiap siswa dengan nomer sama mendapat tugas yang sama) kemudian bekerja kelompok,

presentasi kelompok dengan nomer siswa yang sama sesuai tugas masing- masing sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat nilai perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan beri reward. Data yang dihasilkan pada siklus II ternyata sudah memenuhi keberhasilan penelitian, sehingga penelitian tidak perlu dilanjutkan ke siklus berikutnya.

Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe NHT pada mata pelajaran IPS menunjukkan adanya peningkatan dari siklus I, dan siklus II. siswa sudah bisa bekerja sama dengan baik, mampu berkomunikasi dengan anggota kelompok, lebih bertanggung jawab terhadap tugas dan peran yang diperolehnya, dapat menghargai pendapat orang lain, dan bisa bersinergis dengan anggota kelompoknya sesuai dengan kemampuannya.

Kenaikan sikap sosial pada setiap siklus dikarenakan siswa antusias dalam kegiatan pembelajaran dengan model NHT. Siswa aktif dalam menelaah bahan pelajaran, bekerja sama serta adanya tanggungjawab dari setiap siswa untuk memahami materi pelajaran dengan menggunakan model NHT. Selain itu siswa dapat menghargai pendapat teman saat pembelajaran beralangsung ketika diskusi kelompok. Hal tersebut menyebabkan sikap sosial siswa meningkat. Peningkatan tersebut menggambarkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together pada mata pelajaran IPS dapat meningkatkan sikap sosial siswa kelas V SD Mangunan.

Dokumen terkait