• Tidak ada hasil yang ditemukan

MENINGKATKAN SIKAP SOSIAL MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) PADA MATA PELAJARAN IPS SISWA KELAS V SD MANGUNAN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MENINGKATKAN SIKAP SOSIAL MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) PADA MATA PELAJARAN IPS SISWA KELAS V SD MANGUNAN."

Copied!
201
0
0

Teks penuh

(1)

MENINGKATKAN KOOPERATIF TI PADA MATA PELA

Diajuka U untuk guna M

PROGRAM STUD JURUSAN PENDIDI

FAK UNIVE

N SIKAP SOSIAL MELALUI PEMBELAJAR TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NH AJARAN IPS SISWA KELAS V SD MANGU

SKRIPSI

jukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta ntuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh Sugiyanto NIM 09108247075

UDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASA IDIKAN PRA SEKOLAH DAN SEKOLAH DA

AKULTAS ILMU PENDIDIKAN ERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

JARAN NHT)

UNAN

(2)

Skripsi yang berj

PEMBELAJARAN KO PADA MATA PELAJA oleh Sugiyanto, NIM

diujikan.

PERSETUJUAN

berjudul “MENINGKATKAN SIKAP SOSI KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOG

JARAN IPS SISWA KELAS V SD MANGUNAN IM 09108247075 ini telah disetujui oleh pem

Yogyakarta, 3 Pembimbing S

H. Sujati, M.Pd. NIP. 19571229

SIAL MELALUI

OGETHER (NHT) AN” yang disusun pembimbing untuk

3 Juni 2013 Skripsi

, M.Pd.

(3)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali dengan acuan atau kutipan dengan tata penulisan karya ilmiah yang berlaku.

Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam lembar pengesahan adalah asli. Apabila terbukti tanda tangan dosen penguji palsu, maka saya bersedia memperbaiki dan mengikuti yudisium satu tahun kemudian.

Yogyakarta, 3 Juni 2013 Yang menyatakan,

Sugiyanto

(4)
(5)

MOTTO

“Barang siapa mengerjakan kebajikan maka itu untuk dirinya sendiri dan barang siapa mengerjakan kejahatan, maka itu akan menimpa dirinya sendiri;

kemudian kepada Tuhanmu kamu dikembalikan”

(Terjemahan QS. Al-jasiyah: 15)

“Barang siapa memberi kemudahan terhadap kesulitan orang lain maka

Allah akan memberi kemudahan di Dunia dan di Akhirat.” (HR. Muslim)

“Setiap kesulitan pasti ada kemudahan, besarnya ujian tanda besarnya

pahala yang kelak kamu terima, maka hidup itu indah”

(6)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini ku persembahkan untuk:

Allah SWT Dzat Maha Kuasa.

Bapak dan Ibuku (Bapak Mujiharjo dan Ibu Sunarti) tercinta yang semua

jasa-jasanya tak kan terbalaskan oleh apapun jua.

Almamaterku Universitas Negeri Yogyakarta, terimakasih atas ilmu dan

(7)

MENINGKATKAN SIKAP SOSIAL MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) PADA MATA PELAJARAN IPS SISWA KELAS V SD MANGUNAN

Oleh Sugiyanto NIM 09108247075

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan meningkatkan sikap sosial siswa kelas V Sekolah Dasar Mangunan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT).

Jenis penelitian adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) tipe kolaboratif. Subyek penelitian adalah guru dan siswa kelas V Sekolah Dasar Mangunan yang berjumlah 24 siswa. Penelitian menggunakan model Kemmis dan Mc.Taggart. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus tindakan. Masing-masing siklus terdiri dari dua pertemuan. Pada setiap siklus terdapat kegiatan perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Instrument yang digunakan adalah observasi dan angket. Sebelum digunakan dalam penelitian, angket divalidasi secara empirik dan expert judgment. Sementara reliabilitasnya dihitung menggunakan alpha cronbach. Data hasil observasi dianalisis secara deskriptif kualitatif dan data hasil angket dianalisis secara deskriptif kuantitatif persentase.

Hasil penelitian pratindakan menunjukkan bahwa sikap sosial siswa rendah. Nilai rata-rata sikap sosial kelas baru mencapai 69 dan persentase ketuntasannya adalah 50%. Setelah dilakukan tindakan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) yang memvariasikan berbagai metode pembelajaran pada siklus I, nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 72 dan persentase ketuntasan meningkat menjadi 62,50%. Demikian pula setelah dilakukan perbaikan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) yang disertai pemberian dorongan untuk aktif bertanya, umpan balik, penguatan, pembagian kelompok yang heterogen, dan diselingi dengan permainan pada tindakan siklus II, semakin meningkatkan sikap sosial siswa. Nilai rata-rata sikap sosial kelasnya meningkat menjadi 76 dan persentase ketuntasan meningkat menjadi 78,19%.

(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat

Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayahNYA sehingga

skripsi yang berjudul Meningkatkan Sikap Sosial Melalui Pembelajaran

Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Pada Mata Pelajaran IPS Siswa Kelas V SD Mangunan” dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru

Sekolah Dasar Universitas Negeri Yogyakarta untuk memenuhi persyaratan

memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Prasekolah dan Sekolah Dasar.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud

tanpa ridho yang di berikan oleh Allah SWT serta bantuan dari semua pihak. Oleh

karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.A selaku Rektor Universitas Negeri

Yogyakarta.

2. Bapak Dr. Haryanto, M.Pd selaku dekan Fakultas Ilmu Pendidikan,

Universitas Negeri Yogyakarta, yang memberikan ijin penelitian.

3. Bapak Dr. Sugito, MA selaku wakil dekan I yang telah memberikan

bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Hidayati M.Hum. selaku Kajur PPSD yang telah memberi motivasi dan

(9)

5. Bapak H. Sujati, M.Pd. selaku pembimbing skripsi yang telah bersedia

meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran guna memberikan petunjuk, arahan

dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar.

6. Bapak Djumari S. Pd. selaku kepala sekolah SD Mangunan yang telah

memberikan ijin penelitian.

7. Siswa kelas V SD Mangunan yang telah bersedia sebagai subyek dalam

penelitian ini.

8. Kedua orang tua dan seluruh keluarga besarku yangselalu memberikan do’a,

dukungan dan semangatnya.

9. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini.

Semoga amal baik yang telah mereka berikan senantiasa mendapat ridho

dari Allah SWT. Amiin.

Yogyakarta, 3 Juni 2013

(10)

DAFTAR ISI

hal

HALAMAN JUDUL...i

HALAMAN PERSETUJUAN ...ii

HALAMAN PEERNYATAAN ...iii

HALAMAN PENGESAHAN ...iv

HALAMAN MOTTO...v

HALAMAN PERSEMBAHAN...vi

ABSTRAK...vii

KATA PENGANTAR ...viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ...xii

DAFTAR GAMBAR ...xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Identifikasi Masalah ...12

C. Batasan Masalah ...12

D. Rumusan Masalah ...13

E. Tujuan Penelitian...13

F. Manfaat Penelitian...13

G. Definisi Operasional Variabel ...15

BAB II KAJIAN TEORI A. Sikap Sosial ...16

B. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) .27 C. Mata Pelajaran IPS ...41

D. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Terhadap Sikap Sosial ...42

(11)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian ...48

B. Setting Penelitian ...49

C. Model Penelitian...50

D. Rancangan Penelitian ...51

E. Teknik Pengumpulan Data ...54

F. Instrumen Penelitian ...56

G. Teknik Analisis Data ...61

H. Indikator Keberhasilan ...64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian...65

1. Pra Tindakan...65

2. Siklus I...68

3. Siklus II ...85

B. Pembahasan ...99

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...106

B. Saran ...106

DAFTAR PUSTAKA ...108

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Nilai rata-rata IPS SD Mangunan...9

Tabel 2. Kisi-kisi Lembar Observasi Guru...57

Tabel 3. Kisi-kisi Lembar Observasi Partisipasi Siswa...58

Tabel 4. Kisi-kisi Angket Sikap Sosial...58

Tabel 5. Daftar Skor Jawaban Setiap Pernyataan Berdasakan Sifatnya...59

Tabel 6. Interval Skor ...63

Tabel 7. Distribusi Bergolong Sikap Sosial Pra Tindakan ...67

Tabel 8. Rentang Nilai Pra Tindakan ...67

Tabel 9. Distribusi Bergolong Sikap Sosial Siklus I ...77

Tabel 10. Rentang Nilai Siklus I ...78

Tabel 11. Perbandingan Sikap Sosial Pra Tindakan dan Siklus I...79

Tabel 12. Distribusi Bergolong Sikap Sosial siklus II ...94

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Penomoran dengan Teknik NHT ...39

Gambar 2. Skema Kerangka Berpikir ...46

Gambar 3. Model penelitian Kemmis dan Mc. Taggart ...50

Gambar 4. Grafik Sikap Sosial Pra Tindakan ...68

Gambar 5. Grafik Sikap Sosial Siklus I...78

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus 1 Pertemuan 1. ...111

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I Pertemuan 2...121

Lampiran 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II Pertemuan 1 ...131

Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II Pertemuan 2 ...141

Lampiran 5. Pedoman Obeservasi Aktivitas Guru ...152

Lampiran 6. Pedoman Observasi Partisipasi Siswa ...153

Lampiran 7. Lembar Angket Sikap Sosial ...155

Lampiran 8. Lembar Observasi Guru Siklus I...157

Lampiran 9. Lembar Observasi Guru Siklus II ...159

Lampiran 10. Lembar Observasi Siswa Siklus I Pertemuan 1 ...161

Lampiran 11. Lembar Observasi Siswa Siklus I Pertemuan 2 ...164

Lampiran 12. Lembar Observasi Siswa Siklus II Pertemuan 1...167

Lampiran 13. Lembar Observasi Siswa Siklus II Pertemuan 2...169

Lampiran 14. Rekapitulasi Nilai Sikap Sosial Pra Tindakan ...171

Lampiran 15. Rekapitulasi Nilai Sikap Sosial Siklus I ...172

Lampiran 16.Rekapitulasi Nilai Sikap Sosial Siklus II ...173

Lampiran 17. Rekapitulasi Perbandingan Nilai Pra Tindakan, Siklus I, Siklus II ..174

Lampiran 18. Rekapitulasi Butir Angket Tindakan Siklus ...175

Lampiran 19. Rekapitulasi Butir Angket Siklus I ...176

Lampiran 20. Rekapitulasi Butir Angekt Siklus II ...177

Lampiran 21. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Angket ...178

Lampiran 22. Dokumentasi Pembelajaran ...180

(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang memerlukan usaha dan

dana yang cukup besar, hal ini diakui oleh semua orang atau suatu bangsa demi

kelangsungan masa depannya. Pendidikan bukan sekedar memberikan

pengetahuan atau nilai–nilai dan keterampilan. Pendidikan berfungsi

mengembangkan apa yang secara potensial dan aktual yang dimiliki peserta

didik.

Salah satu tujuan Pendidikan Nasional yang ingin dicapai dalam

pembangunan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No.20 tahun

2003 pasal 3 tentang sistem pendidikan nasional adalah Pendidikan Nasional

berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban

bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,

bertujuan untuk berkembang potensi peserta didik agar menjadi manusia

beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi

sehingga bertanggung jawab.

Pendidikan merupakan masalah yang sangat menarik untuk dibahas

karena melalui usaha pendidikan diharapkan tujuan pendidikan akan segera

tercapai. Tidak mengherankan apabila bidang pendidikan mendapat sorotan

(16)

kelangsungan hidup bagi semua orang karena terjadinya perubahan global yang

berkembang dengan pesat menuntut manusia untuk senantiasa mampu

menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.

Untuk mencapai tujuan Pendidikan Nasional guru memegang peranan

yang sangat penting. Guru harus mampu menjadi pendidik yang profesional

dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,

melatih, menilai dan menguasai peserta didiknya (Lukmanul Hakim, 2008:

141-145). Guru berperan sebagai fasilitator. Dalam hal ini guru akan

memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar, yaitu

dengan menciptakan suasana kegiatan belajar yang sedemikian rupa,

menetapkan materi apa yang akan dipelajari siswa, bagaimana cara

menyampaikan, apa hasil yang ingin dicapai, strategi apa yang akan

digunakan untuk memeriksa kemajuan murid.

Selanjutnya membantu dan mengarahkan siswa untuk melakukan

sendiri aktifitas pembelajaran itu. Mengarahkan siswa untuk melakukan

sendiri aktifitas pembelajaran membutuhkan bantuan dari guru yang berperan

sebagai fasilitator. Bantuan ini, diperlukan untuk semua proses pembelajaran

termasuk dalam pembelajaran IPS. Selain itu, guru juga sebagai motivator

yaitu memberikan inspirasi dan dorongan, pembimbing dalam pengembangan

sikap dan tingkah laku serta nilai-nilai, orang yang menguasai bahan yang

diajarkan.

Pendidikan IPS sangatlah penting diberikan kepada siswa pada jenjang

(17)

anggota masyarakat perlu mengenal masyarakat dan lingkungannya. Dengan

pengajaran IPS diharapkan siswa memiliki pengetahuan, sikap, dan tingkah

laku yang positif, serta dapat mengembangkan pribadinya sebagai warga

negara yang baik. Dengan kata lain IPS sebagai komponen kurikulum sekolah

merupakan kesempatan yang baik untuk membina afeksi, kognisi, dan

psikomotor pada anak didik untuk menjadi manusia pembangun Indonesia

(Hidayati, 2004: 23-24).

Tujuan IPS adalah agar siswa mampu mengembangkan pengetahuan,

nilai, berfikir kritis, kepekaan sosial dan sikap serta keterampilan sosial yang

berguna bagi dirinya, mengembangkan pemahaman tentang pertumbuhan

masyarakat Indonesia masa lampau hingga kini sehingga siswa bangga sebagai

bangsa Indonesia (Isjoni, 2009: 8). Pendidikan IPS di sekolah diberikan atas

dasar pemikiran bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa

dipisahkan dari kehidupan manusia lainnya. Bersama individu atau manusia

lainnya mereka mengembangkan hidupnya sebagai kekuatan sosial. Martorella

(Etin Solihatin dan Raharjo, 2007:14) mengatakan bahwa pembelajaran pendidikan IPS lebih menekankan pada aspek “pendidikan” daripada transfer “konsep”, karena dalam pembelajaran pendidikan IPS siswa diharapkan

memperoleh pemahaman terhadap sejumlah konsep dan pengembangan serta

melatih sikap, nilai, moral, dan ketrampilannya berdasarkan konsep yang telah

dimilikinya.

Menurut Permendiknas No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi tujuan

(18)

potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi

dimasyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala

ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi

sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa

masyarakat.

Sebagai seorang individu yang hidup dalam bangsa yang terdiri dari

beragam suku bangsa dan memiliki keanekaragaman budaya, pasti akan

mengalami keragaman hubungan sosial. Dalam kehidupan masyarakat yang

memiliki keragaman hubungan sosial tersebut, ada beberapa hal yang perlu kita

sikap dan terapkan agar keselarasan dalam keragaman hubungan sosial dapat

terwujud, antara lain: (1) mematuhi sistem nilai dan norma yang berlaku dalam

masyarakat dimana kita hidup, (2) beradaptasi (menyesuaikan diri) dalam

perkataan dan tindakan kita dengan nilai dan norma yang berlaku, (3)

mengikuti aturan yang berlaku agar terjadi keselarasan sosial di dalam

keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara, (4) saling menghargai antara sesama

teman merupakan tindakan yang dapat mencegah kita dari pertentangan,

terutama di tengah keragaman hubungan sosial dalam masyarakat kita yang

majemuk, (5) berusaha untuk mengerti dan memahami perbedaan-perbedaan

yang ada dalam masyarakat untuk menghindari terjadinya pertentangan yang

tidak mendatangkan manfaat apapun juga (MGMP Yogyakarta, 2008: 4).

Dalam praktek kehidupan sehari-hari, masih banyak sikap-sikap lain

yang dapat dikembangkan untuk menghadapi keragaman hubungan sosial yang

(19)

peserta didik dapat diajak belajar dari sekarang untuk menerapkan sikap-sikap

tersebut. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, berdampak pada

perubahan nilai-nilai baik postif maupun negatif. Sebagian manusia ada yang

cenderung bersikap individualis, egois, memaksakan kehendak, disamping ada

yang bersikap lebih demokratis, toleransi, dan transparansi.

Melihat negara Indonesia saat ini memprihatinkan nilai-nilai sosial

maupun sikap sosial seperti saling menghargai, rasa empati, simpati, toleransi

dan sifat kbhinekaan sudah mulai luntur. Hal ini terbukti dengan

banyaknya perilaku menyimpang yang dilakukan oleh banyak orang, seperti

perbuatan korupsi, mencuri, menistakan agama, terorisme, isu sara, dan

sebagainya. Kasus-kasus seperti itu menandakan bobroknya mental bangsa ini,

Sehingga generasi muda yang mendatang bisa diperkirakan dapat lebih buruk

dari masa s ekarang jika mental mundur tersebut masih ditularkan pada

kaum remaja saat ini. Hal tersebut sudah mulai terjadi sekarang, kenyataan

yang terjadi saat ini banyak tawuran pelajar yang hanya gara-gara saling ejek,

tidak menghargai teman, bahkan dengan guru sendiri kurang menghormati.

Mulai lunturnya sikap-sikap sosial pada generasi muda juga sudah

terlihat pada siswa Sekolah Dasar. Hasil pengamatan di SD Mangunan

Kecamatan Dlingo secara umum ditemukan siswa-siswa yang sikap sosialnya

rendah. Hal ini terlihat pada pergaulan siswa seperti adanya geng kelas,

kelompok atau gape, dan sering terjadi perkelahian karena saling ejek. Rasa

simpati dan empati terhadap teman juga sudah menurun seperti kalau ada siswa

(20)

mengalami kesulitan, termasuk kurang hormatnya terhadap guru. Pada kegiatan

belajar misalnya saat diskusi kelompok hanya dikerjakan oleh beberapa

anggota kelompok yang pandai, sementara anggota kelompok yang lain kurang

aktif. Pada saat siswa lain melaporkan diskusi ada salah ucap diteriaki dengan

kata huu. Bila ada siswa yang berpendapat, diejek dan kurang diperhatikan.

Bila diberi tugas oleh guru tidak diselesaikan dengan baik. Apabila ada

pekerjaan dari guru anak laki-laki lebih suka menunjuk anak perempuan.

Berdasarkan pengamatan tersebut kebanyakan yang sikap sosialnya rendah

adalah siswa kelas V (lima).

Faktor yang mempengaruhi kondisi tersebut antara lain adalah

pengalaman pribadi, kebudayaan, orang alain yang dianggap penting, media

masa, institusi, lembaga pendidikan atau lembaga agama, serta faktor emosi

individu (Modul PLPG Sekolah Dasar, 2011: 118-119). Di masyarakat saat ini

masih banyak kasus tindakan anarkhi, memaksakan pendapatnya, tingkat

kriminalitas tinggi, boleh jadi jika dirunut kebelakang adalah hasil

pembelajaran yang kurang memperhatikan pembinaan sikap sosial siswa. Oleh

karena itu guru dituntut mampu mengembangkan sikap sosial siswa agar siswa

dapat menjadi warga masyarakat yang bertanggung jawab, mampu bekerja

sama, bersikap toleran, dan peduli sesama manusia. Berdasarkan hasil

pengamatan rendahnya sikap sosial siswa di SD Mangunan khususnya kelas V

disebabkan pada poses pendidikan atau pembelajaran kurang memperhatikan

(21)

Proses pembelajaran IPS di SD Mangunan selama ini lebih ditekankan

pada penguasaan materi sebanyak mungkin sehingga proses belajar mengajar

bersifat kaku dan terpusat pada satu arah, serta tidak memberikan kesempatan

bagi siswa untuk belajar lebih aktif dengan melakukan eksplorasi terhadap

materi yang diajarkan. Selain itu pembelajaran IPS selama ini lebih banyak

menekankan pada kognitif, sedangkan yang bersifat afektif kurang

diperhatikan. Padahal IPS merupakan pelajaran yang seharusnya lebih

menekankan afektifnya karena IPS pada dasarnya untuk mengembangkan

pengetahuan nilai, berfikir kritis, kepekaan sosial, dan sikap serta keterampilan

sosial siswa untuk dapat menelaah kehidupan sosial yang dihadapi sehari-hari.

Kegiatan belajar lebih ditandai dengan budaya hafalan dari pada berfikir kritis.

Akibatnya siswa menganggap materi pelajaran IPS hanya untuk dihafalkan.

Kenyataan ini menyebabkan siswa tidak mampu menerapkan konsep dasar dari

materi IPS dalam kondisi kehidupan mereka. Pembelajaran IPS di sekolah

dipengaruhi oleh kebutuhan untuk memperoleh hasil evaluasi akhir yang

memuaskan. Hal ini bukan hanya berdampak pada perilaku siswa yang

semata-mata mempelajari IPS dengan menghafal saja, tetapi juga pada metode

pembelajaran guru, kebijakan kepala sekolah, dan harapan orang tua terhadap

hasil akhir yang dinilai secara kuantitatif saja. Dalam kondisi seperti ini strategi

pembelajaran yang digunakan yaitu expository, yang biasanya hanya berupa

ceramah yang berjalan satu arah (teacher center) dan menekankan pada

(22)

Kecenderungan guru mengajar IPS hanya menekankan aspek

perkembangan kemampuan kognitif, sementara aspek afektif dan psikomotor

kurang diperhatikan. Akibatnya banyak siswa yang cerdas tetapi kurang peka

terhadap masalah-masalah yang ada di sekitarnya. Masih ditemukan

siswa-siswa yang sikap sosialnya rendah seperti: sikap dirinya cenderung tertutup,

tanggung jawabnya rendah, dan tidak mau berkomunikasi apabila ada

kesulitan. Siswa kurang bisa bekerjasama, kurang menghargai orang lain, dan

cenderung memaksakan kehendak.

Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan program pendidikan

yang berupaya mengembangkan pemahaman siswa tentang bagaimana manusia

sebagai individu dan kelompk hidup bersama dan berinteraksi dengan

lingkungannya secara wajar. Harapan agar siswa mampu berkomunikasi,

beradaptasi, transparansi, bersosialisasi, positive thinking, bersinergi dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara belum mencapai sasaran.

Komunikasi yang terbuka belum mendorong siswa untuk mendapatkan

berbagai informasi. kemampuan siswa beradaptasi, bersosialisasi di lingkungan

pergaulannya sehingga tidak menjadi siswa yang introver.

Untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran, guru melakukan

penilaian (Harun Rasyid dan Mansyur, 2008: 7). Penilaian oleh guru dilakukan

dengan mengumpulkan informasi untuk mengetahui pencapaian hasil belajar

peserta didik. Penilaian dilakukan baik terhadap proses, maupun hasil agar

diketahui ada tidaknya peningkatan kualitas pembelajaran. Penilaian menjadi

(23)

hasil belajar peserta didik yaitu kemampuan kognitif, kemampuan afektif dan

kemampuan psikomotor. Masih ditemukan bahwa penilain mata pelajaran Ilmu

Pengetahuan Sosial yang dilakukan guru sekolah dasar lebih banyak

mengungkap domain kognitif. Penilaian sikap belum digarap dengan baik.

Pelaksanaan ujian sekolah maupun tes tertulis pada akhir semester lebih

banyak menyajikan soal-soal yang mengukur ranah kognitif.

Hasil belajar mata pelajara IPS pada tes penjajakan materi di Sekolah

Dasar Mangunan kecamatan Dlingo kabupaten Bantul tahun pelajaran

2012/2013 diperoleh nilai rata-rata sebagaimana tabel 1 berikut ini:

Tabel 1

Nilai rata-rata IPS SD Mangunan

No Kelas Jumlah Siswa

Rata-rata Penguasaan

Konsep

Keterampilan

Sosial Sikap Sosial

1 I 18 71 71 71

2 II 24 73 71 72

3 III 20 74 70 71

4 IV 19 71 68 69

5 V 24 71 68 67

6 VI 23 72 69 70

Sumber : Daftar Nilai Kelas

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa dari aspek penguasaan

konsep kelas V rata-rata hasil belajarnya termasuk rendah. Rata-rata nilai aspek

keterampilan sosial siswa kelas V cenderung rendah yaitu 68. Sedangkan

rata-rata aspek sikap sosial siswa kelas V adalah paling rendah dibanding kelas lain,

(24)

Kompetensi guru sangat berpengaruh terhadap keberhasilan

pembelajaran. bagaimana guru menguasai materi pelajaran dan metode

mengajar menentukan jalannya pembelajaran yang efektif. Langkah demi

langkah dalam mengajar akan memudahkan siswa menguasai kompetensi hasil

belajar yang diharapkan. Bagaiamana perhatian guru, kewibawaan, dan

penampilan di depan siswa mampu memberikan perubahan sikap sosial. Guru

dituntut menjadi teladan, memberikan kasih sayang, merasa dekat kepada

siswa, dan mampu mengambil hati siswa dengan memberikan penghargaan

atau pujian terhadap keberhasilan atau memberikan hukuman terhadap

kegagalan siswa. Bimbingan kepada siswa perlu diberikan agar siswa terhindar

dari hambatan-hambatan belajar. Hubungan harmonis guru dan siswa bersifat

kekeluargaan bagaikan anak dengan oarang tua sendiri akan menumbuhkan

minat belajar dan menjadikan suasana belajar yang menyenangkan dan

menberikan kepuasaan.

Untuk mencapai hal tersebut, maka diperlukan kombinasi antar

komponen pembelajaran baik itu guru, siswa, model pembelajaran, metode

pembelajaran, sarana prasarana, dan sebagainya. Kemampuan guru dalam

mengembangkan materi pelajaran IPS dan menentukan strategi pembelajaran

serta sistem evaluasinya merupakan hal yang sangat penting agar materi

pelajaran IPS dapat menarik, tidak membosankan, menyenangkan, dan mudah

dipahami siswa. Untuk itu guru harus dapat mendesain kondisi (strategi)

pembelajaran yang demokratif-kreatif, dimana siswa terlibat langsung sebagai

(25)

Peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran lain yang lebih mengutamakan keaktifan peserta didik dan memberi kesempatan pada peserta didik untuk mengembangkan kerjasama dalam belajar di kelas sesuai potensinya secara maksimal. Pembelajaran disajikan lebih bersifat Student Centered dari pada Teacher Centered. Dalam pelaksanaannya, tujuan belajar yang utama ialah bahwa apa yang dipelajari itu berguna di kemudian hari. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membantu peserta didik untuk dapat belajar terus dengan cara yang lebih mudah, sehingga tercipta pembelajaran yang menyenangkan. Oleh karena itu guru dituntut dapat menerapkan berbagai model pembelajaran yang efektif dan menarik bagi peserta didik pada saat penyampaian materi pembelajaran.

(26)

Melalui model pembelajaran NHT ini, diharapkan partisipasi belajar siswa menjadi lebih aktif, bersemangat, motivasi siswa dalam belajar menjadi lebih tinggi, siswa dapat belajar bekerjasama dan berpartisipasi aktif dalam selama proses pembelajaran berlangsung. Diharapakan hasil belajar serta nilai afektif yang terkandung pada pelajaran IPS seperti sikap sosial dapat meningkat.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan masalah yang berkaitan dengan latar belakang di atas, maka

dapat ditentukan identifikasi masalah sebagai berikut.

1. Belum optimalnya prinsip belajar bekerjasama dalam proses pembelajaran

2. Sikap individu siswa masih menonjol

3. Masih ditemukan siswa-siswa yang memiliki sikap sosial yang rendah.

4. Bahan kajian Ilmu Pengetahuan Sosial di sekolah dasar dianggap begitu

luas ruang lingkupnya menyebabkan siswa kurang memahami konsep dan

permasalahan yang berkembang di lingkungannya.

5. Pembelajaran IPS disajikan lebih bersifat teacher centered dari pada student centered.

C. Batasan Masalah

(27)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana meningkatkan sikap sosial siswa

dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together

(NHT) pada mata pelajaran IPS ?”

E. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah ditentukan, maka tujuan

yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu

1. Memperbaiki kualitas proses pembelajaran.

2. untuk meningkatkan sikap sosial siswa kelas V SD Mangunan.

F. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan di Sekolah Dasar Negeri Mangunan,

Dlingo, Bantul memiliki beberapa manfaat antara lain :

1. Secara teoritis :

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam

pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya yang berhubungan langsung

dengan mata pelajaran IPS dalam hal penggunaan model pembelajaran

kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dalam pembelajaran di

(28)

2. Secara praktis :

a. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan tentang metode pembelajaran dan

prakteknya di sekolah serta sebagai bekal dalam melaksanakan

tugasnya sebagai pendidik.

b. Bagi Pembaca

Penelitian ini dapat menjadi referensi untuk penelitian

selanjutnya.

c. Bagi Guru

1) Dapat memberikan masukan dalam menerapkan model

pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)

yang sesuai dengan kondisi peserta didik.

2) Memberikan kontribusi pada guru untuk memilih strategi

pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik.

3) Meningkatkan profesionalisme guru.

4) Mengembangkan pengelolaan kelas yang lebih efektif.

d. Bagi Siswa

1) Dengan penelitian ini diharapkan sikap sosial siswa dapat

meningkat.

2) Merubah perilaku baru pada siswa untuk lebih aktif dan kreatif.

(29)

G. Definisi Operasional Variabel

Pada penelitian ini terdapat dua variabel yang perlu didefinisikan,

yakni sikap sosial dan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

1. Sikap sosial adalah sikap yang melandasi kecenderungan seseorang untuk

bertindak dengan cara tertentu terhadap orang lain atau objek sosial.

2. Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together)

adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif dengan sintaks:

pengarahan, buat kelompok heterogen, tiap siswa memiliki nomer

(30)

BAB II KAJIAN TEORI

A. Sikap Sosial

Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan salah satu mata pelajaran di SD

yang bertujuan memberi pengetahuan dasar kesosiologisan, kegeografian,

keekonomian, kesejarahan, dan kewarganegaraan pada siswa agar mampu

mengembangkan kemampuan berfikir inquiry, pemecahan masalah dan

keterampilan sosial (Depdiknas, 2003: 6). Pada hakikatnya IPS adalah telaah

tentang manusia dan dirinya. Manusia selalu hidup bersama dengan

sesamanya (Djojo Suradisastro dkk, 1991: 6). Dalam hidupnya, manusia harus

mampu mengatasi rintangan–rintangan yang mungkin timbul dari

sekelilingnya maupun dari akibat hidup. IPS memperkenalkan kepada siswa

bahwa manusia dalam hidup bersama dituntut memiliki sikap sosial dan rasa

tanggung jawab sosial.

Manusia selain sebagai makhluk pribadi juga sebagai makhluk sosial,

keberadaannya membutuhkan orang lain. Siswa membutuhkan sarana

bersosialisasi melalui proses interaksi. Hubungan siswa dengan siswa dapat

berjalan dengan baik, jika diantara keduanya atau kelompoknya memiliki

sikap yang baik pula. Salah satu faktor penentu hubungan yang harmonis

adalah dimilikinya sikap sosial. Di sini proses sosialisasi akan berhadapan

dengan objek sosial. Apabila seseorang senang atau merasa suka beradaptasi,

(31)

lingkungannya. Tetapi, jika sebaliknya maka akan dijauhi dari temannya.

Menurut Rachman Abror (1993: 107-110), bahwa sikap itu tumbuh dan

berkembang melalui pengalaman sepanjang hayat dan kadang-kadang hanya

mampu berubah secara berangsur selama bertahun-tahun. Menurut Saifuddin

Azwar (2008: 12), sikap terhadap suatu perilaku oleh keyakinan bahwa

perilaku tersebut akan membawa kepada hasil yang diinginkan atau tidak

diinginkan.

Menurut Sumadi Suryabrata (2000: 202) menyatakan bahwa pada

hakekatnya sikap adalah derajat kesukaan atau ketidak sukaan kepada

sesuatu. Sedangkan menurut Bimo Walgito (2002: 110) dinyata bahwa sikap

merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau

situasi yang relatif tetap, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan

memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respon atau perilaku

dalam cara yang tertentu yang dipilihnya. Sikap melahirkan pendapat, nilai,

dan perilaku.

Fishbein (Muhammad Asrori, 2008: 159) menyatakan sikap adalah

presdiposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif

terhadap suatu objek, situasi, konsep atau orang. Sikap merupakan variabel

latent yang mendasari, maengarahkan, dan mempengaruhi perilaku. Saifuddin

Azwar (2008: 6) juga menyatakan sikap adalah evaluasi umum yang dapat

dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu.

Menurutnya contoh sikap peserta didik terhadap orang lain misalnya sikap

(32)

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sikap adalah

kecenderungan seseorang yang secara konsisten di dalam menanggapi atau

menilai sesuatu objek sehingga dapat diterima sebagai sesuatu yang bernilai

baik datau kurang baik. Struktur sikap terdiri dari tiga komponen yaitu

kognitif, afektif dan konatif. Sikap seseorang terhadap terhadap interaksi

sesama manusia dan objek lingkungan dipengaruhi oleh struktur kognitifnya.

Seseorang yang memiliki kemampuan kognitif lebih tinggi akan memiliki

sikap sosial yang lebih tinggi. Orang yang memiliki kemampuan kognitif

lebih rendah akan memiliki sikap sosial yang lebih rendah pula.

Menurut Bimo Walgito (2002: 114) ciri-ciri sikap adalah tidak dibawa

sejak lahir, selalu berhubungan dengan objek sikap, dapat tertuju pada satu

objek, tetapi dapat tertuju pada sekumpulan objek, berlangsung

lama/sebentar, dan mengandung faktor perasaan dan motivasi. Sedangkan

ciri-ciri sikap menurut Gerungan (2004: 163-164) dijelaskan sebagai berikut:

(1) sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk/dipelajarainya

sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya,(2)

dapat berubah-ubah, karena sikap dapat dipelajari orang bila mendapat

keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu, (3) sikap tidak berdiri sendiri,

mengandung relasi tertentu terhadap suatu objek, (4) sikap dapat merupakan

satu hal tertentu, tetapi dapat merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut,

sikap mempunyai segi-segi motivasi dengan segi-segi manusi seperti nilai

yang berlaku, sikap diri, kecakapan-kecakapan pengetahuan yang

(33)

Dengan demikian sikap dapat dipelajari, dan seseorang bersikap

karena mengalami proses belajar. Berbagai faktor seperti nilai yang diyakini,

kecakapan dan pengetahuan yang dimiliki menjadi salah satu penentu dalam

bersikap.

Sikap dapat dibedakan menjadi dua yaitu sikap individual dan sikap

sosial. Sikap individu dimiliki oleh seorang diri, seorang saja dan berkenaan

dengan objek-objek bukan perhatian sosial. Gerungan (2004: 151-152)

mengatakan sikap sosial adalah cara-cara kegiatan yang sama dan

berulang-ulang terhadap objek sosial. Sikap sosial tidak hanya dilakukan oleh seorang

saja, tetapi juga oleh orang lain yang sekelompok atau masyarakat. Sikap

sosial pada umumnya mempunyai sifat-sifat dinamis seperti motif dan

motivasi.

Social attitude (sikap sosial) merupakan suatu opini atau suatu kesiagaan untuk bertindak terhadap suatu berita atau suatu pilihan (Philip

1995 :248). Menurut Arthur dan Emiliy (2010: 903) sikap sosial adalah

sebuah istilah yang digunakan di beberapa konteks untuk mengacu pada sikap

apa pun yang bisa dicirikan sebagai sosial dalam asal-usulnya atau dalam cara

manifestasinya. Selanjutnya Arthur dan Emiliy menjabarkan sikap sosial

menjadi tiga, yakni: (1) sikap yang melandasi kecenderungan seseorang

untuk bertindak dengan cara tertentu terhadap orang lain, (2) suatu pola

keyakinan tertentu yang umum bagi suatu kelompok individu atau suatu

masyarakat, (3) keyakinan pribadi apapun yang dibentuk sebagai hasil dari

(34)

Dari pendapat di atas dapat disimpulkan, sikap sosial adalah sikap

yang melandasi kecenderungan seseorang untuk bertindak dengan cara

tertentu terhadap orang lain atau objek sosial. Sikap sosial bisa berubah sesuai

hasil dari proses sosialiasasi. Objek sosial diantaranya interaksi sosial, sistem

sosial, dan masalah sosial.

Menurut Soetjipto dan Sjafioedin (1994: 44), sikap sosial dapat dilihat

dari adanya sikap sebagai berikut.

1. Aspek kerjasama.

Kerjasama adalah kecenderungan untuk bertindak dalam kegiatan

kerja bersama-sama menuju suatu tujuan (Ahmadi, 2000: 89). Kerja sama

dilakukan sejak manusia berinteraksi dengan sesamanya. Kebiasaan dan

sikap mau bekerja sama dimulai sejak kanak-kanak, mulai dalam

kehidupan keluarga lalu meningkat dalam kelompok sosial yang lebih

luas. Kerja sama berawal dari kesamaan orientasi. Menurut Charles H

Cooley (Soekanto dan Soerjono, 2002: 66), kerja sama timbul apabila

orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan

yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan

dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan

tersebut. Kesadaran akan adanya kepentingan yang sama dan adanya

organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam menjalin kerja

sama.

Ciri-ciri orang yang mampu bekerjasama dengan orang lain adalah

(35)

atau keluarga mengalami suatu masalah secara sendiri, dan bersikap

mengutamakan hidup bersama berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah

(Depdikbud, 2001: 28).

Bentuk kerja sama dibagi menjadi empat, yaitu: (1) kerja sama

spontan, yaitu kerja sama yang terjadi secara serta merta, (2) kerja sama

langsung, yaitu kerja sama sebagai hasil dari perintah atasan kepada

bawahan atau penguasa terhadap rakyatnya, (3) kerja sama kontrak, yaitu

kerja sama atas dasar syarat-syarat atau ketetapan tertentu, yang

disepakati bersama, dan (4) kerja sama tradisional, yaitu kerja sama

sebagian atau unsur-unsur tertentu dari sistem sosial (Tim fokus, 2010:

39).

2. Aspek Solidaritas

Solidaritas dapat diartikan sebagi kecenderungan dalam bertindak

terhadap seseorang yang mengalami suatu masalah yakni berupa

memperhatikan keadaan orang tersebut (Gerungan, 1996 : 52). Dengan

demikian solidaritas merupakan salah satu bentuk sikap sosial yang dapat

dilakukan seseorang dalam melihat ataupun memperhatikan orang lain

terutama seseorang yang mengalami suatu masalah. Tim Fokus (2010:

37) solidaritas dapat dilihat dari dua hal, yakni (1) simpati, merupakan

sikap ketertarikan terhadap orang lain untuk memahaminya, dan (2)

(36)

3. Aspek Tenggang Rasa

Tenggang rasa adalah seseorang yang selalu menjaga perasaan

orang lain dalam aktifitasnya sehari-hari (Ahmadi, 2000: 34). Ciri-ciri

tenggang rasa adalah (1) menghargai dan menghormati orang lain, (2)

tidak memaksakan kehendak (Tim Matrix Media Literata, 2007: 1).

Sikap tenggang rasa dapat dilihat dari adanya saling menghargai satu

sama lain, menghindari sikap masa bodoh, tidak menggangu orang lain,

selalu menjaga perasaan orang lain, dalam bertutur kata tidak

menyinggung perasaan orang lain, selalu menjaga perasaan orang lain

dalam pergaulan dan sebagainya (Depdikbud, 2001: 29). Dengan

demikian tenggang rasa adalah perwujudan sikap dan perilaku seseorang

dalam menjaga, menghargai, dan menghormati orang lain.

Menurut Ali dan Asrori (2000: 6) perbedaan perkembangan

karakteristik secara individual pada aspek sosial tampak dengan gejala-gejala

sebagai berikut: (1) ada anak yang mudah bergaul dengan teman, tetapi ada

pula anak yang sulit bergaul, (2) ada anak yang mudah toleransi dengan

teman, tetapi adapula yang egois, (3) ada anak yang mudah memahami

perasaan temannya, tetapi ada pula yang maunya menang sendiri, (4) ada

anak yang mempunyai kepedulian sosial yang tinggi, tetapi ada pula yang

tidak peduli dengan lingkungan sosialnya, dan (5) ada anak yang selalu

memikirkan kepentingan orang lain, tetapi ada pula yang hanya memikirkan

(37)

Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami

individu. Faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap sosial antara lain

adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang alain yang dianggap penting,

media masa, institusi, lembaga pendidikan atau lembaga agama, serta faktor

emosi individu (Modul PLPG Sekolah Dasar, 2011: 118-119). Sikap sosial

yang dimiliki siswa tidak semuanya merupakan hasil pembelajaran di dalam

kelas. Siswa sudah memiliki sikap sosial yang diperolehnya dari orang tuanya

atau dari masyarakat dimana mereka tinggal.

Menurut Ahmadi (2000 :54), sikap sosial tidak tumbuh begitu saja

tapi harus dibentuk, diantaranya dengan cara otoriter, cara liberal, dan cara

demokratis.

1. Cara otoriter

Seseorang harus berusaha memaksakan diri untuk melihat

kesusahan orang lain. Cara penanaman sikap sosial ini walaupun setengah

dipaksakan, tetapi cukup efektif didalam membentuk kesadaran anak,

anak akan lebih mudah merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain

(Ahmadi, 2000: 95). Selanjutnya (Prasetyo, 1999: 73) menjelaskan bahwa

sikap sosial dapat dibentuk dengan memaksakan anak untuk merasakan

apa yang dirasakan oleh orang sekitarnya. Dengan demikian dari pendapat

ahli tersebut, sikap sosial dapat ditanamkan dengan memaksakan

(38)

2. Cara liberal

Dengan cara ini seseorang diberikan kebebasan untuk merasakan

ataupun tidak merasakan keadaan orang lain. Cara liberal adalah salah

satu metode penanaman sikap sosial di mana seseorang bebas berekspresi

dalam merasakan keadaan orang lain (Ahmadi, 2000: 101). Dari pendapat

ahli tersebut, maka penanaman sikap sosial dapat pula dilakukan dengan

memberikan kebebasan kepada individu yang bersangkutan, dengan kata

lain untuk bebas merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain atas

kesadarannya sendiri tanpa dipaksakan oleh orang lain.

3. Cara demokrasi

Usaha penanaman sikap sosial dengan cara ini merupakan yang

paling efektif dibandingkan dengan kedua cara tersebut diatas, karena

cara ini merupakan penggabungan dari cara otoriter dan cara liberal.

Usaha penanaman sikap sosial dengan cara demokrasi ini, sebagai cara

yang paling baik dalam mengidentifikasikan dirinya dengan orang lain, ia

tidak dipaksakan tetapi atas dasar belajar dari pengalamannya (Nawawi,

2000: 89). Sedangkan menurut Prasetyo (1997: 97) cara demokrasi

merupakan cara didalam penanaman sikap sosial pada anak yakni dengan

memberikan masukan atau saran kepada anak dan anaklah yang

menentukannya.

Suatu cara yang paling efektif dalam melakukan penanaman sikap

sosial pada anak, dibandingkan dengan cara otoriter maupun liberal adalah

(39)

saran dan dibimbing agar ia lebih peka untuk merasakan apa yang dirasakan

oleh orang lain.

Sikap siswa sebagai peserta didik yang sedang berkembang dapat

dibentuk dan diubah sehingga memiliki sikap sosial yang diharapkan.

Pembentukan sikap sosial terjadi melalui hubungan timbal balik secara

langsung antara manusia dengan manusia. Hubungan siswa dengan siswa,

siswa dengan guru mampu mempengaruhi pembentukan sikap. Lingkungan

pun akan mempengaruhi pembentukan sikap seseorang. Peranan guru dalam

mempengaruhi pemebentukan sikap siswa dalam sebuah pembelajaran sangat

besar.

Pembentukan sikap sosial di kalangan siswa sekolah dasar di samping

melalui pemberian konsep-konsep sikap, yang lebih penting adalah adanya

keteladanan dari orang-orang dewasa yaitu para guru. Bagaimana guru

menjadi teladan, memberikan contoh-contoh yang baik, menyayangi kepada

semua siswa tanpa membeda-bedakan asal usul maupun status sosial akan

berdamapak pada sikap siswa. Melalui pembelajaran Ilmu Pengetahuan

Sosial guru menjadi tokoh sentral dalam membentuk sikap siswa.

Pengubahan sikap juga dapat melalui pendekatan komponen kognitif,

komponen afektif dan komponen konatif. Melalui komponen kognitif guru

dapat memberikan pengetahuan, pendapat, sikap atau hal-hal lain sehingga

dengan materi Ilmu Pengetahuan Sosial tersebut akan berubah komponen

(40)

hal-hal yang mengenai perasaan atau emosi, sehingga berubahnya perasaan

akan berubah pula kognitifnya. Melalui komponen kognitif dan afektif guru

mengaitkan objek sikap dengan fungsi dan manfaat dari objek sikap tersebut

sehingga siswa bersedia dan siap berperilaku. Antara komponen kognitif dan

afektif dapat dilakukan seimbang melalui proses pembelajaran.

Peran guru dalam pengubahan sikap siswa sangat penting.

Pengubahan sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.

Secara tidak langsung dapat memberikan situasi yang memungkinkan

membentuk atau mengubah sikap yang baru, baik di dalam kelas maupun di

luar kelas. Sedangkan secara langsung guru melakukan komunikasi melalui

tatap muka di depan kelas dengan siswa dalam situasi pembelajaran Ilmu

Pengetahuan Sosial.

Sikap sosial yang diharapkan dimiliki siswa setelah mengikuti

pembelajaran IPS yaitu memiliki perhatian dan aktivitas perilaku yang

berulang-ulang secara otomatis terhadap objek sosial dan memiliki sikap

sosial yang positif. Sikap sosial siswa yang positif yaitu menghargai, bekerja

sama, toleransi, bersinergis dengan orang lain, senang berkomunikasi, kasih

(41)

B. Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT)

Menurut Joyce and Weil (Trianto, 2011: 22) model pembelajaran

adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman

dalam merencanakan pembelajaran di kelas pembelajaran dalam tutorial dan

untuk menentukan perangkat-perangkat termasuk di dalamnya buku-buku,

film, komputer, kurikulum, dan lain-lain. Menurut Udin S. Winataputra (2001:

3) model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan

prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk

mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi guru

dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Arends (Agus

Suprijono, 2011: 46) menjelaskan bahwa model pembelajaran merupakan

pendekatan yang akan digunakan oleh guru, termasuk di dalamnya

tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan

pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Jadi, model pembelajaran bagi guru

berfungsi sebagai pedoman dalam merencanakan aktivitas belajar-mengajar.

Pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara

berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksi konsep,

menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar

kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari

4-5 orang, siswa heterogen (kemampuan, gender, karakter), ada kontrol dan

fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau

(42)

kelompok, presentasi hasil kelompok, dan pelaporan. Pembelajaran dengan

model kooperatif dapat meningkatkan belajar siswa menuju belajar lebih baik

dan sikap tolong-menolong dalam beberapa perilaku sosial (Isjoni, 2009: 62).

Yatim Riyanto (2009: 271) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif

adalah model pembelajaran yang dirancang untuk membelajarkan kecakapan

akademik (academic skill), sekaligus keterampilan sosial (social skill). Model

belajar cooperative learning merupakan suatu model belajar yang membantu

peserta didik dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai dengan

kehidupan nyata di masyarakat, sehingga dengan bekerja secara bersama-sama

diantara sesama anggota kelompok akan meningkatkan motivasi, produktivitas,

dan perolehan (Etin Solihatin, 2007: 5).

Isjoni (2009: 63) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif adalah

mengerjakan sesuatu bersama-sama dengan saling membantu satu sama

lainnya sebagai satu tim untuk mencapai tujuan bersama, saling membantu

antara yang satu dengan yang lain dalam belajar dan memastikan setiap orang

dalam kelompok dalam mencapai tujuan atau tugas yang telah ditentukan

sebelumnya.

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas bahwa pembelajaran

kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya

kelompok-kelompok. Setiap peserta didik yang ada dalam kelompok

mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, rendah).

(43)

menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan

dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dengan pembelajaran kooperatif,

diharapkan peserta didik akan lebih dapat mengembangkan kemampuannya,

komunikasi, serta bekerja sama dalam menyelesaikan suatu masalah. Selain itu

dalam pembelajaran kooperatif, melatih peserta didik untuk bertanggung jawab

atas tugas yang diberikan dalam kelompoknya.

Karakteristik model pembelajaran kooperatif menurut Nur Asma

(2006: 11) adalah sebagai berikut.

1. Peserta didik dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi

belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai,

2. Kelompok dibentuk dari beberapa peserta didik yang memiliki

kemampuan berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang, dan

rendah,

3. Penghargaan lebih menekankan pada kelompok daripada masing-masing

individu,

4. Dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan komunikasi

dengan tujuan agar peserta didik saling berbagi kemampuan, belajar

berpikir kritis, menyampaikan pendapat, memberi kesempatan

menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai

(44)

Penggunaan pembelajaran kooperatif memiliki berbagai tujuan.

Adapun tujuan pembelajaran kooperatif menurut Nur Asma (2006: 12) antara

lain.

1. Pencapaian hasil belajar

Pembelajaran kooperatif selain memiliki tujuan sosial, juga

bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas–tugas akademik. Siswa yang telah menguasai materi akan menjadi tutor bagi

siswa yang belum menguasai materi. Melalui pembelajaran kooperatif,

dapat memberikan keuntungan pada siswa yang bekerja sama

menyelesaikan tugas–tugas akademik, baik kelompok siswa yang belum

menguasai materi maupun yang sudah menguasai materi.

2. Penerimaan terhadap individu

Efek penting selanjutnya dari pembelajaran kooperatif ini ialah

penerimaan yang luas terhadap siswa yang berbeda menurut ras, budaya,

tingkat sosial, kemampuan dan ketidakmampuan. Pembelajaran

kooperatif memberikan kesempatan kepada siswa yang berbeda latar

belakang dan kondisi untuk bekerja bergantung satu sama lain atas

tugas–tugas bersama, serta untuk menghargai satu sama lain.

3. Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah

mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi,

dimana dua keterampilan tersebut sangat penting untuk dimiliki dalam

(45)

Nur Asma (2006: 14) mengemukakan dalam pelaksanaan

pembelajaran kooperatif setidaknya terdapat lima prinsip yang dianut, yaitu:

(1) belajar siswa aktif (student active learning), (2) belajar kerjasama

(cooperative learning), (3) pembelajaran partisipatorik, (4) mengajar reaktif

(reactive teaching), dan (5) pembelajaran yang menyenangkan (joyfull

learning).

Dalam pembelajaran kooperatif terdapat unsur utama yang perlu

diperhatikan. Anita Lie (2010: 31) mengemukakan ada lima unsur dasar yang

terdapat dalam struktur pembelajaran kooperatif, yaitu.

1. Saling ketergantungan positif

Kegagalan dan keberhasilan kelompok merupakan tanggung jawab

setiap anggota kelompok. Oleh karena itu, sesama anggota kelompok

harus merasa terikat dan saling ketergantungan positif.

2. Tanggung jawab perseorangan

Setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk menguasai

materi pelajaran karena keberhasilan belajar kelompok ditentukan dari

seberapa besar sumbangan hasil belajar secara perorangan.

3. Tatap muka

Interaksi yang terjadi melaui diskusi akan memberikan keuntungan

bagi semua anggota kelompok, karena memanfaatkan kelebihan dan

(46)

4. Komunikasi antar anggota

Dalam setiap kali tatap muka terjadi diskusi, maka keterampilan

berkomunikasi antar anggota sangatlah penting.

5. Evaluasi proses kelompok

Keberhasilan belajar dalam kelompok ditentukan oleh proses kerja

kelompok. Untuk mengetahui keberhasilan proses kerja kelompok

dilakukan melalui evaluasi proses kelompok.

Melalui pembelajaran kooperatif, siswa belajar bekerja sama dengan

teman sebayanya untuk menguasai materi pelajaran disertai saling membantu.

Siswa memiliki tanggung jawab masing–masing untuk keberhasilan

kelompoknya. Sesuai dengan karakterik siswa sekolah dasar yang masih suka

bermain dan membentuk kelompok, sangat cocok jika pembelajaran

diterapkan dengan pembelajaran kooperatif. Siswa yang semula kurang

bersemangat karena mengalami kesulitan dalam memahami materi dalam

belajar dapat bersemangat jika diterapkan pembelajaran kooperatif dalam

kelas, karena akan terjalin interaksi dengan teman sekelompoknya yang telah

menguasai materi sehingga dapat merasa terbantu. Pembelajaran kooperatif

dapat membuat siswa belajar aktif dengan mengeluarkan segala ide–ide dan pendapatnya saat pembelajaran berlangsung. Pembelajaran dengan model

kooperatif dapat meningkatkan belajar siswa menuju belajar lebih baik dan

sikap tolong-menolong dalam beberapa perilaku sosial. Melalui pembelajaran

(47)

langsung dapat berpengaruh terhadap hasil belajar yang akan dicapai oleh

siswa.

Ada beberapa tipe pembelajaran kooperatif yang dipaparkan oleh

Agus Suprijono (2011: 89-101), diantaranya (1) tipe jigsaw, (2) tipe

Think-Pair-Share, (3) tipe Numbered Heads Together, (4) tipe STAD. Dari beberapa tipe pembelajaran kooperatif tersebut, dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT), karena melalui tipe NHT ini siswa dapat mengeluarkan ide–ide

mereka untuk dipertimbangkan ide mana yang paling tepat, serta adanya

pengecekan terhadap sejauh mana pemahaman mereka terhadap materi

pembelajaran dengan memanggil nomer–nomer siswa. Suasana kelas akan menjadi lebih hidup, siswa bersemangat dan hasil belajar akan meningkat.

Tipe ini dikembangkan oleh Spenser Kagen (Trianto, 2011: 82)

dengan melibatkan para peserta didik dalam menelaah bahan yang tercakup

dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi

pelajaran tersebut. Model pembelajaran NHT ini secara tidak langsung

melatih peserta didik untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan

cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga peserta didik

lebih produktif dalam pembelajaran.

Elin Rosalin (2008: 118) menyebutkan bahwa NHT adalah salah satu

tipe pembelajaran kooperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok

heterogen dan tiap siswa memiliki nomer tertentu, berikan persoalan materi

(48)

sesuai dengan nomor siswa, tiap siswa dengan nomor sama mendapat tugas

yang sama) kemudian bekerja kelompok, presentasi kelompok dengan nomor

siswa yang sama sesuai tugas masing-masing sehingga terjadi diskusi kelas,

kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis

dan beri reward.

Menurut Anita Lie (2010: 59), teknik belajar mengajar Numbered

Heads Together memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide–ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.

Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat

kerja sama mereka. Numbered Heads Together atau NHT adalah suatu

metode belajar dimana setiap siswa diberi nomer kemudian dibuat suatu

kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomer dari siswa. Teknik

ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan

usia anak didik.

Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe

pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur-struktur khusus

yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa dalam

memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan isi akademik (Anieta Lie,

2010: 59). Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan

kerja sama siswa. Melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

NHT siswa lebih bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan karena

dalam model tipe NHT siswa dalam kelompok diberi nomer yang berbeda.

(49)

anggota mereka. Tetapi pada umumnya mereka harus mampu mengetahui dan

menyelesaikan semua soal yang ada dalam LKS.

Struktur NHT sering disebut berpikir secara kelompok (Agus

Suprijono, 2011: 92). NHT digunakan untuk melibatkan lebih banyak siswa

dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek

pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. NHT sebagai model

pembelajaran pada dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok.

Adapun ciri khas dari NHT menurut Anita Lie (2010: 60-61) adalah

adanya nomer-nomer yang dipakai oleh siswa di kepala mereka

masing-masing dan saat diskusi mereka harus menyatukan pendapat guna

mendapatkan jawaban yang paling tepat. Kemudian, guru hanya menunjuk

seorang siswa yang mewakili kelompoknya untuk memaparkan hasil

diskusinya. Dalam menunjuk siswa tersebut, guru tanpa memberi tahu

terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok tersebut. Dalam

implementasinya guru memberi tugas, kemudian hanya siswa bernomer yang

berhak menjawab (mencegah dominasi tertentu).

Menurut Ibrahim (2000: 28) tiga tujuan yang hendak dicapai dalam

pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT adalah (1) hasil belajar akademik

stuktural, (2) bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan hasil belajar peserta

didik dalam tugas-tugas akademik, (3) pengakuan adanya keragaman

bertujuan agar peserta didik dapat menerima teman-temannya yang

mempunyai berbagai latar belakang, dan (4) pengembangan keterampilan

(50)

Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep

Kagen (Ibrahim, 2000: 29), dengan tiga langkah yaitu (1) pembentukan

kelompok, (2) diskusi masalah, dan (3) tukar jawaban antar kelompok.

Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000 : 29)

menjadi enam langkah yaitu.

1. Persiapan

Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan

membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang

sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.

2. Pembentukan kelompok

Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model

pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi

beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi

nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang

berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau

dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar

yang berbeda. Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai

tes awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing

kelompok.

3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan

Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki

buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam

(51)

4. Diskusi masalah

Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap

siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap

siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa

tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS

atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat

bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.

5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban

Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari

tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan

menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.

6. Memberi kesimpulan

Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua

pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.

Menurut Agus Suprijono (2011: 92) pembelajaran dengan

menggunakan metode Numbered Heads Together diawali dengan Numbering.

Guru membagi kelas menjadi kelompok–kelompok kecil. Jumlah kelompok

sebaiknya mempertimbangkan jumlah konsep yang dipelajari. Tiap–tiap orang dalam tiap kelompok diberi nomor 1-8 dan seterusnya.

Kegiatan selanjutnya setelah kelompok terbentuk, guru mengajukan

beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap–tiap kelompok. Berikan

(52)

kesempatan ini tiap–tiap kelompok menyatukan kepalanya “Heads Together”

berdiskusi memikirkan jawaban atas pertanyaan dari guru.

Langkah berikutnya adalah guru memanggil peserta didik yang

memiliki nomor yang sama dari tiap–tiap kelompok. Mereka diberi

kesempatan memberi jawaban atas pertanyan yang telah diterimanya dari

guru. Hal itu dilakukan terus hingga semua siswa dengan nomor yang sama

dari masing–masing kelompok mendapat giliran memaparkan jawaban atas

pertanyaan guru. Berdasarkan jawaban-jawaban itu guru dapat

mengembangkan diskusi lebih mendalam, sehingga siswa dapat menemukan

jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh.

Menurut Trianto (2011: 82), dalam mengajukan pertanyaan kepada

seluruh kelas, guru menggunakan struktur empat fase sebagai berikut.

1. Fase 1: Penomeran

Guru membagi siswa ke dalam kelompok 3–5 siswa dan kepada

setiap kelompok diberi nomer antara 1–5.

2. Fase 2: Mengajukan pertanyaan

Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan

dapat bervariasi dan dapat amat spesifik serta dalam bentuk kalimat tanya

atau arahan.

3. Fase 3: Berpikir bersama

Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu

(53)

4. Fase 4: Menjawab

Guru memanggil suatu nomer tertentu, kemudian siswa yang

nomernya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab

pertanyaan untuk seluruh kelas

Berikut adalah contoh ilustrasi pembelajaran tipe NHT di kelas menurut

[image:53.598.146.479.255.496.2]

Anita Lie (2010: 59).

Gambar 1. Penomoran dengan Teknik NHT

Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti mengambil kesimpulan

bahwa langkah–langkah pembelajaran tipe NHT yang akan digunakan sebagai berikut.

1. Pembentukan Kelompok

Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dengan anggota 5 orang.

Setiap anggota kelompok mendapatkan nomer 1-5.

2. Penomeran

(54)

3. Pengajuan Pertanyaan

Guru mengajukan beberapa pertanyaan dalam bentuk LKS kepada

masing–masing kelompok.

4. Berpikir Bersama

Setiap kelompok mendiskusikan bersama dan menyatukan

pendapat yang paling tepat. Pastikan setiap anggota kelompok

mengerjakan dan mengetahui jawabannya.

5. Presentasi Kelompok

Setelah selesai berdiskusi, guru memanggil siswa dengan nomer

tertentu, kemudian siswa yang nomernya dipanggil mengangkat tangannya

dan mencoba untuk menjawab pertanyaan atau mempresentasikan hasil

diskusi kelompoknya untuk seluruh kelas. Kelompok lain diberi

kesempatan untuk berpendapat dan bertanya terhadap hasil diskusi

kelompok tersebut. Setelah itu, guru dapat memanggil nomer yang berbeda

dari kelompok lainnya, dan seterusnya sampai dianggap semua siswa telah

menguasai materi.

6. Pemberian Reward

Guru memberikan motivasi kepada kelompok yang belum

mendapatkan hasil yang memuaskan, dan memberikan reward bagi

(55)

C. Mata Pelajaran IPS

Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan mata pelajaran yang memadukan konsep–konsep dasar dari berbagai ilmu sosial yang disusun melalui pendekatan pendidikan dan psikologis serta kelayakan dan kebermaknaannya bagi siswa dan kehidupannya. Ilmu–ilmu sosial seperti sejarah, geografi, ekonomi, politik, sosiologi, antropologi, dan psikologi sangat berperan dalam mendukung mata pelajaran IPS dengan memberikan sumbangan berupa konsep–konsep ilmu yang diubah sebagai pengetahuan yang berkaitan dengan konsep sosial yang harus dipelajari siswa (Fakih Samawi & Bunyamin Maftuh, 1998: 1). Sedangkan tujuan IPS adalah agar siswa mampu mengembangkan pengetahuan, nilai, berfikir kritis, kepekaan sosial dan sikap serta keterampilan sosial yang berguna bagi dirinya, mengembangkan pemahaman tentang pertumbuhan masyarakat Indonesia masa lampau hingga kini sehingga siswa bangga sebagai bangsa Indonesia (Isjoni, 2009: 8).

Kompetensi Dasar Materi pelajaran IPS yang diajarkan di kelas V semester 2 yaitu:

1. Mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang.

2. Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.

(56)

D. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Terhadap Sikap Sosial Yatim Riyanto (2009: 271) mengatakan pembelajaran kooperatif adalah

model pembelajaran yang dirancang untuk membelajarkan kecakapan

akademik (academic skill), sekaligus keterampilan sosial (social skill). Dalam

pembelajaran kooperatif, siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang

terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis

kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu (Trianto, 2011: 56).

Pada pembelajaran kooperatif siswa mengerjakan sesuatu bersama-sama

dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu tim untuk mencapai

tujuan bersama, saling membantu antara yang satu dengan yang lain dalam

belajar dan memastikan setiap orang dalam kelompok dalam mencapai tujuan

atau tugas yang telah ditentukan sebelumnya.

Numbered Heads Together (NHT) merupakan salah satu jenis pembelajaran kooperatif. Numbered Heads Together (NHT) memiliki ciri

seperti halnya pembelajaran kooperatif. Pada pembelajaran NHT ada tahap

pembuatan kelompok, pemberian masalah, diskusi kelompok, dan diskusi

bersama antar kelompok maupun dengan guru (Agus Suprijono, 2011: 92).

Gambar

Tabel 1Nilai rata-rata IPS SD Mangunan
Gambar 1. Penomoran dengan Teknik NHT
Gambar 2. Skema Kerangka Berpikir
Gambar 3. Model Penelitian Kemmis dan Mc.Taggart(Suharsimi Arikunto, 2007: 106)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu pengobatan dengan menggunakan tanaman obat merupakan langkah efektif tanpa menimbulkan efek samping, tanaman obat (buah mahkota dewa) yang mengandung

perubahan kurs valas terhadap nilai ekuivalen mata uang domestik atas aktiva dan kewajiban dalam mata uang asing yang dimiliki oleh perusahaan..  Sebagai contoh, sebuah

Scanned by CamScanner... Scanned

Menurut Miller, Balanter dan Primbam dalam Dan Nimmo (2006) mengatakan bahwa citra adalah segala sesuatu yang telah dipelajari seseorang, yang relevan dengan situasi dan dengan

Pertama , periode diskursus kenabian ( Prophetic Discourse ), di mana al-Qur’an lebih suci, lebih autentik, dan lebih dapat dipercaya dibanding ketika dalam bentuk

Melihat pentingnya pengetahuan awal dan bahan ajar dalam pembelajaran maka penelitian ini bertujuan mengembangkan bahan ajar pada konsep sistem kekebalan tubuh manusia

Melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana

Hasil survei yang didapat menunjukan bahwa potensi lokal yang terdapat di wilayah Kulon Progo berupa daerah pegunungan, dataran rendah, kawasan hutan mangrove dan