MENINGKATKAN KOOPERATIF TI PADA MATA PELA
Diajuka U untuk guna M
PROGRAM STUD JURUSAN PENDIDI
FAK UNIVE
N SIKAP SOSIAL MELALUI PEMBELAJAR TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NH AJARAN IPS SISWA KELAS V SD MANGU
SKRIPSI
jukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta ntuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Oleh Sugiyanto NIM 09108247075
UDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASA IDIKAN PRA SEKOLAH DAN SEKOLAH DA
AKULTAS ILMU PENDIDIKAN ERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
JARAN NHT)
UNAN
Skripsi yang berj
PEMBELAJARAN KO PADA MATA PELAJA oleh Sugiyanto, NIM
diujikan.
PERSETUJUAN
berjudul “MENINGKATKAN SIKAP SOSI KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOG
JARAN IPS SISWA KELAS V SD MANGUNAN IM 09108247075 ini telah disetujui oleh pem
Yogyakarta, 3 Pembimbing S
H. Sujati, M.Pd. NIP. 19571229
SIAL MELALUI
OGETHER (NHT) AN” yang disusun pembimbing untuk
3 Juni 2013 Skripsi
, M.Pd.
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya saya sendiri. Sepanjang pengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali dengan acuan atau kutipan dengan tata penulisan karya ilmiah yang berlaku.
Tanda tangan dosen penguji yang tertera dalam lembar pengesahan adalah asli. Apabila terbukti tanda tangan dosen penguji palsu, maka saya bersedia memperbaiki dan mengikuti yudisium satu tahun kemudian.
Yogyakarta, 3 Juni 2013 Yang menyatakan,
Sugiyanto
MOTTO
“Barang siapa mengerjakan kebajikan maka itu untuk dirinya sendiri dan barang siapa mengerjakan kejahatan, maka itu akan menimpa dirinya sendiri;
kemudian kepada Tuhanmu kamu dikembalikan”
(Terjemahan QS. Al-jasiyah: 15)
“Barang siapa memberi kemudahan terhadap kesulitan orang lain maka
Allah akan memberi kemudahan di Dunia dan di Akhirat.” (HR. Muslim)
“Setiap kesulitan pasti ada kemudahan, besarnya ujian tanda besarnya
pahala yang kelak kamu terima, maka hidup itu indah”
PERSEMBAHAN
Skripsi ini ku persembahkan untuk:
Allah SWT Dzat Maha Kuasa.
Bapak dan Ibuku (Bapak Mujiharjo dan Ibu Sunarti) tercinta yang semua
jasa-jasanya tak kan terbalaskan oleh apapun jua.
Almamaterku Universitas Negeri Yogyakarta, terimakasih atas ilmu dan
MENINGKATKAN SIKAP SOSIAL MELALUI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NUMBERED HEADS TOGETHER (NHT) PADA MATA PELAJARAN IPS SISWA KELAS V SD MANGUNAN
Oleh Sugiyanto NIM 09108247075
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan meningkatkan sikap sosial siswa kelas V Sekolah Dasar Mangunan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT).
Jenis penelitian adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) tipe kolaboratif. Subyek penelitian adalah guru dan siswa kelas V Sekolah Dasar Mangunan yang berjumlah 24 siswa. Penelitian menggunakan model Kemmis dan Mc.Taggart. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua siklus tindakan. Masing-masing siklus terdiri dari dua pertemuan. Pada setiap siklus terdapat kegiatan perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Instrument yang digunakan adalah observasi dan angket. Sebelum digunakan dalam penelitian, angket divalidasi secara empirik dan expert judgment. Sementara reliabilitasnya dihitung menggunakan alpha cronbach. Data hasil observasi dianalisis secara deskriptif kualitatif dan data hasil angket dianalisis secara deskriptif kuantitatif persentase.
Hasil penelitian pratindakan menunjukkan bahwa sikap sosial siswa rendah. Nilai rata-rata sikap sosial kelas baru mencapai 69 dan persentase ketuntasannya adalah 50%. Setelah dilakukan tindakan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) yang memvariasikan berbagai metode pembelajaran pada siklus I, nilai rata-rata kelas meningkat menjadi 72 dan persentase ketuntasan meningkat menjadi 62,50%. Demikian pula setelah dilakukan perbaikan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) yang disertai pemberian dorongan untuk aktif bertanya, umpan balik, penguatan, pembagian kelompok yang heterogen, dan diselingi dengan permainan pada tindakan siklus II, semakin meningkatkan sikap sosial siswa. Nilai rata-rata sikap sosial kelasnya meningkat menjadi 76 dan persentase ketuntasan meningkat menjadi 78,19%.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayahNYA sehingga
skripsi yang berjudul “Meningkatkan Sikap Sosial Melalui Pembelajaran
Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) Pada Mata Pelajaran IPS Siswa Kelas V SD Mangunan” dapat terselesaikan dengan baik. Skripsi ini diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Program Studi Pendidikan Guru
Sekolah Dasar Universitas Negeri Yogyakarta untuk memenuhi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Prasekolah dan Sekolah Dasar.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud
tanpa ridho yang di berikan oleh Allah SWT serta bantuan dari semua pihak. Oleh
karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.A selaku Rektor Universitas Negeri
Yogyakarta.
2. Bapak Dr. Haryanto, M.Pd selaku dekan Fakultas Ilmu Pendidikan,
Universitas Negeri Yogyakarta, yang memberikan ijin penelitian.
3. Bapak Dr. Sugito, MA selaku wakil dekan I yang telah memberikan
bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Hidayati M.Hum. selaku Kajur PPSD yang telah memberi motivasi dan
5. Bapak H. Sujati, M.Pd. selaku pembimbing skripsi yang telah bersedia
meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran guna memberikan petunjuk, arahan
dan bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan lancar.
6. Bapak Djumari S. Pd. selaku kepala sekolah SD Mangunan yang telah
memberikan ijin penelitian.
7. Siswa kelas V SD Mangunan yang telah bersedia sebagai subyek dalam
penelitian ini.
8. Kedua orang tua dan seluruh keluarga besarku yangselalu memberikan do’a,
dukungan dan semangatnya.
9. Semua pihak yang telah membantu terselesaikannya skripsi ini.
Semoga amal baik yang telah mereka berikan senantiasa mendapat ridho
dari Allah SWT. Amiin.
Yogyakarta, 3 Juni 2013
DAFTAR ISI
hal
HALAMAN JUDUL...i
HALAMAN PERSETUJUAN ...ii
HALAMAN PEERNYATAAN ...iii
HALAMAN PENGESAHAN ...iv
HALAMAN MOTTO...v
HALAMAN PERSEMBAHAN...vi
ABSTRAK...vii
KATA PENGANTAR ...viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ...xii
DAFTAR GAMBAR ...xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1
B. Identifikasi Masalah ...12
C. Batasan Masalah ...12
D. Rumusan Masalah ...13
E. Tujuan Penelitian...13
F. Manfaat Penelitian...13
G. Definisi Operasional Variabel ...15
BAB II KAJIAN TEORI A. Sikap Sosial ...16
B. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) .27 C. Mata Pelajaran IPS ...41
D. Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Terhadap Sikap Sosial ...42
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian ...48
B. Setting Penelitian ...49
C. Model Penelitian...50
D. Rancangan Penelitian ...51
E. Teknik Pengumpulan Data ...54
F. Instrumen Penelitian ...56
G. Teknik Analisis Data ...61
H. Indikator Keberhasilan ...64
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian...65
1. Pra Tindakan...65
2. Siklus I...68
3. Siklus II ...85
B. Pembahasan ...99
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan...106
B. Saran ...106
DAFTAR PUSTAKA ...108
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Nilai rata-rata IPS SD Mangunan...9
Tabel 2. Kisi-kisi Lembar Observasi Guru...57
Tabel 3. Kisi-kisi Lembar Observasi Partisipasi Siswa...58
Tabel 4. Kisi-kisi Angket Sikap Sosial...58
Tabel 5. Daftar Skor Jawaban Setiap Pernyataan Berdasakan Sifatnya...59
Tabel 6. Interval Skor ...63
Tabel 7. Distribusi Bergolong Sikap Sosial Pra Tindakan ...67
Tabel 8. Rentang Nilai Pra Tindakan ...67
Tabel 9. Distribusi Bergolong Sikap Sosial Siklus I ...77
Tabel 10. Rentang Nilai Siklus I ...78
Tabel 11. Perbandingan Sikap Sosial Pra Tindakan dan Siklus I...79
Tabel 12. Distribusi Bergolong Sikap Sosial siklus II ...94
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Penomoran dengan Teknik NHT ...39
Gambar 2. Skema Kerangka Berpikir ...46
Gambar 3. Model penelitian Kemmis dan Mc. Taggart ...50
Gambar 4. Grafik Sikap Sosial Pra Tindakan ...68
Gambar 5. Grafik Sikap Sosial Siklus I...78
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus 1 Pertemuan 1. ...111
Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I Pertemuan 2...121
Lampiran 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II Pertemuan 1 ...131
Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II Pertemuan 2 ...141
Lampiran 5. Pedoman Obeservasi Aktivitas Guru ...152
Lampiran 6. Pedoman Observasi Partisipasi Siswa ...153
Lampiran 7. Lembar Angket Sikap Sosial ...155
Lampiran 8. Lembar Observasi Guru Siklus I...157
Lampiran 9. Lembar Observasi Guru Siklus II ...159
Lampiran 10. Lembar Observasi Siswa Siklus I Pertemuan 1 ...161
Lampiran 11. Lembar Observasi Siswa Siklus I Pertemuan 2 ...164
Lampiran 12. Lembar Observasi Siswa Siklus II Pertemuan 1...167
Lampiran 13. Lembar Observasi Siswa Siklus II Pertemuan 2...169
Lampiran 14. Rekapitulasi Nilai Sikap Sosial Pra Tindakan ...171
Lampiran 15. Rekapitulasi Nilai Sikap Sosial Siklus I ...172
Lampiran 16.Rekapitulasi Nilai Sikap Sosial Siklus II ...173
Lampiran 17. Rekapitulasi Perbandingan Nilai Pra Tindakan, Siklus I, Siklus II ..174
Lampiran 18. Rekapitulasi Butir Angket Tindakan Siklus ...175
Lampiran 19. Rekapitulasi Butir Angket Siklus I ...176
Lampiran 20. Rekapitulasi Butir Angekt Siklus II ...177
Lampiran 21. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Angket ...178
Lampiran 22. Dokumentasi Pembelajaran ...180
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan adalah investasi jangka panjang yang memerlukan usaha dan
dana yang cukup besar, hal ini diakui oleh semua orang atau suatu bangsa demi
kelangsungan masa depannya. Pendidikan bukan sekedar memberikan
pengetahuan atau nilai–nilai dan keterampilan. Pendidikan berfungsi
mengembangkan apa yang secara potensial dan aktual yang dimiliki peserta
didik.
Salah satu tujuan Pendidikan Nasional yang ingin dicapai dalam
pembangunan sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No.20 tahun
2003 pasal 3 tentang sistem pendidikan nasional adalah Pendidikan Nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermanfaat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembang potensi peserta didik agar menjadi manusia
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokrasi
sehingga bertanggung jawab.
Pendidikan merupakan masalah yang sangat menarik untuk dibahas
karena melalui usaha pendidikan diharapkan tujuan pendidikan akan segera
tercapai. Tidak mengherankan apabila bidang pendidikan mendapat sorotan
kelangsungan hidup bagi semua orang karena terjadinya perubahan global yang
berkembang dengan pesat menuntut manusia untuk senantiasa mampu
menguasai Ilmu Pengetahuan dan Teknologi.
Untuk mencapai tujuan Pendidikan Nasional guru memegang peranan
yang sangat penting. Guru harus mampu menjadi pendidik yang profesional
dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai dan menguasai peserta didiknya (Lukmanul Hakim, 2008:
141-145). Guru berperan sebagai fasilitator. Dalam hal ini guru akan
memberikan fasilitas atau kemudahan dalam proses belajar-mengajar, yaitu
dengan menciptakan suasana kegiatan belajar yang sedemikian rupa,
menetapkan materi apa yang akan dipelajari siswa, bagaimana cara
menyampaikan, apa hasil yang ingin dicapai, strategi apa yang akan
digunakan untuk memeriksa kemajuan murid.
Selanjutnya membantu dan mengarahkan siswa untuk melakukan
sendiri aktifitas pembelajaran itu. Mengarahkan siswa untuk melakukan
sendiri aktifitas pembelajaran membutuhkan bantuan dari guru yang berperan
sebagai fasilitator. Bantuan ini, diperlukan untuk semua proses pembelajaran
termasuk dalam pembelajaran IPS. Selain itu, guru juga sebagai motivator
yaitu memberikan inspirasi dan dorongan, pembimbing dalam pengembangan
sikap dan tingkah laku serta nilai-nilai, orang yang menguasai bahan yang
diajarkan.
Pendidikan IPS sangatlah penting diberikan kepada siswa pada jenjang
anggota masyarakat perlu mengenal masyarakat dan lingkungannya. Dengan
pengajaran IPS diharapkan siswa memiliki pengetahuan, sikap, dan tingkah
laku yang positif, serta dapat mengembangkan pribadinya sebagai warga
negara yang baik. Dengan kata lain IPS sebagai komponen kurikulum sekolah
merupakan kesempatan yang baik untuk membina afeksi, kognisi, dan
psikomotor pada anak didik untuk menjadi manusia pembangun Indonesia
(Hidayati, 2004: 23-24).
Tujuan IPS adalah agar siswa mampu mengembangkan pengetahuan,
nilai, berfikir kritis, kepekaan sosial dan sikap serta keterampilan sosial yang
berguna bagi dirinya, mengembangkan pemahaman tentang pertumbuhan
masyarakat Indonesia masa lampau hingga kini sehingga siswa bangga sebagai
bangsa Indonesia (Isjoni, 2009: 8). Pendidikan IPS di sekolah diberikan atas
dasar pemikiran bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa
dipisahkan dari kehidupan manusia lainnya. Bersama individu atau manusia
lainnya mereka mengembangkan hidupnya sebagai kekuatan sosial. Martorella
(Etin Solihatin dan Raharjo, 2007:14) mengatakan bahwa pembelajaran pendidikan IPS lebih menekankan pada aspek “pendidikan” daripada transfer “konsep”, karena dalam pembelajaran pendidikan IPS siswa diharapkan
memperoleh pemahaman terhadap sejumlah konsep dan pengembangan serta
melatih sikap, nilai, moral, dan ketrampilannya berdasarkan konsep yang telah
dimilikinya.
Menurut Permendiknas No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi tujuan
potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi
dimasyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala
ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi
sehari-hari baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa
masyarakat.
Sebagai seorang individu yang hidup dalam bangsa yang terdiri dari
beragam suku bangsa dan memiliki keanekaragaman budaya, pasti akan
mengalami keragaman hubungan sosial. Dalam kehidupan masyarakat yang
memiliki keragaman hubungan sosial tersebut, ada beberapa hal yang perlu kita
sikap dan terapkan agar keselarasan dalam keragaman hubungan sosial dapat
terwujud, antara lain: (1) mematuhi sistem nilai dan norma yang berlaku dalam
masyarakat dimana kita hidup, (2) beradaptasi (menyesuaikan diri) dalam
perkataan dan tindakan kita dengan nilai dan norma yang berlaku, (3)
mengikuti aturan yang berlaku agar terjadi keselarasan sosial di dalam
keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara, (4) saling menghargai antara sesama
teman merupakan tindakan yang dapat mencegah kita dari pertentangan,
terutama di tengah keragaman hubungan sosial dalam masyarakat kita yang
majemuk, (5) berusaha untuk mengerti dan memahami perbedaan-perbedaan
yang ada dalam masyarakat untuk menghindari terjadinya pertentangan yang
tidak mendatangkan manfaat apapun juga (MGMP Yogyakarta, 2008: 4).
Dalam praktek kehidupan sehari-hari, masih banyak sikap-sikap lain
yang dapat dikembangkan untuk menghadapi keragaman hubungan sosial yang
peserta didik dapat diajak belajar dari sekarang untuk menerapkan sikap-sikap
tersebut. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, berdampak pada
perubahan nilai-nilai baik postif maupun negatif. Sebagian manusia ada yang
cenderung bersikap individualis, egois, memaksakan kehendak, disamping ada
yang bersikap lebih demokratis, toleransi, dan transparansi.
Melihat negara Indonesia saat ini memprihatinkan nilai-nilai sosial
maupun sikap sosial seperti saling menghargai, rasa empati, simpati, toleransi
dan sifat kbhinekaan sudah mulai luntur. Hal ini terbukti dengan
banyaknya perilaku menyimpang yang dilakukan oleh banyak orang, seperti
perbuatan korupsi, mencuri, menistakan agama, terorisme, isu sara, dan
sebagainya. Kasus-kasus seperti itu menandakan bobroknya mental bangsa ini,
Sehingga generasi muda yang mendatang bisa diperkirakan dapat lebih buruk
dari masa s ekarang jika mental mundur tersebut masih ditularkan pada
kaum remaja saat ini. Hal tersebut sudah mulai terjadi sekarang, kenyataan
yang terjadi saat ini banyak tawuran pelajar yang hanya gara-gara saling ejek,
tidak menghargai teman, bahkan dengan guru sendiri kurang menghormati.
Mulai lunturnya sikap-sikap sosial pada generasi muda juga sudah
terlihat pada siswa Sekolah Dasar. Hasil pengamatan di SD Mangunan
Kecamatan Dlingo secara umum ditemukan siswa-siswa yang sikap sosialnya
rendah. Hal ini terlihat pada pergaulan siswa seperti adanya geng kelas,
kelompok atau gape, dan sering terjadi perkelahian karena saling ejek. Rasa
simpati dan empati terhadap teman juga sudah menurun seperti kalau ada siswa
mengalami kesulitan, termasuk kurang hormatnya terhadap guru. Pada kegiatan
belajar misalnya saat diskusi kelompok hanya dikerjakan oleh beberapa
anggota kelompok yang pandai, sementara anggota kelompok yang lain kurang
aktif. Pada saat siswa lain melaporkan diskusi ada salah ucap diteriaki dengan
kata huu. Bila ada siswa yang berpendapat, diejek dan kurang diperhatikan.
Bila diberi tugas oleh guru tidak diselesaikan dengan baik. Apabila ada
pekerjaan dari guru anak laki-laki lebih suka menunjuk anak perempuan.
Berdasarkan pengamatan tersebut kebanyakan yang sikap sosialnya rendah
adalah siswa kelas V (lima).
Faktor yang mempengaruhi kondisi tersebut antara lain adalah
pengalaman pribadi, kebudayaan, orang alain yang dianggap penting, media
masa, institusi, lembaga pendidikan atau lembaga agama, serta faktor emosi
individu (Modul PLPG Sekolah Dasar, 2011: 118-119). Di masyarakat saat ini
masih banyak kasus tindakan anarkhi, memaksakan pendapatnya, tingkat
kriminalitas tinggi, boleh jadi jika dirunut kebelakang adalah hasil
pembelajaran yang kurang memperhatikan pembinaan sikap sosial siswa. Oleh
karena itu guru dituntut mampu mengembangkan sikap sosial siswa agar siswa
dapat menjadi warga masyarakat yang bertanggung jawab, mampu bekerja
sama, bersikap toleran, dan peduli sesama manusia. Berdasarkan hasil
pengamatan rendahnya sikap sosial siswa di SD Mangunan khususnya kelas V
disebabkan pada poses pendidikan atau pembelajaran kurang memperhatikan
Proses pembelajaran IPS di SD Mangunan selama ini lebih ditekankan
pada penguasaan materi sebanyak mungkin sehingga proses belajar mengajar
bersifat kaku dan terpusat pada satu arah, serta tidak memberikan kesempatan
bagi siswa untuk belajar lebih aktif dengan melakukan eksplorasi terhadap
materi yang diajarkan. Selain itu pembelajaran IPS selama ini lebih banyak
menekankan pada kognitif, sedangkan yang bersifat afektif kurang
diperhatikan. Padahal IPS merupakan pelajaran yang seharusnya lebih
menekankan afektifnya karena IPS pada dasarnya untuk mengembangkan
pengetahuan nilai, berfikir kritis, kepekaan sosial, dan sikap serta keterampilan
sosial siswa untuk dapat menelaah kehidupan sosial yang dihadapi sehari-hari.
Kegiatan belajar lebih ditandai dengan budaya hafalan dari pada berfikir kritis.
Akibatnya siswa menganggap materi pelajaran IPS hanya untuk dihafalkan.
Kenyataan ini menyebabkan siswa tidak mampu menerapkan konsep dasar dari
materi IPS dalam kondisi kehidupan mereka. Pembelajaran IPS di sekolah
dipengaruhi oleh kebutuhan untuk memperoleh hasil evaluasi akhir yang
memuaskan. Hal ini bukan hanya berdampak pada perilaku siswa yang
semata-mata mempelajari IPS dengan menghafal saja, tetapi juga pada metode
pembelajaran guru, kebijakan kepala sekolah, dan harapan orang tua terhadap
hasil akhir yang dinilai secara kuantitatif saja. Dalam kondisi seperti ini strategi
pembelajaran yang digunakan yaitu expository, yang biasanya hanya berupa
ceramah yang berjalan satu arah (teacher center) dan menekankan pada
Kecenderungan guru mengajar IPS hanya menekankan aspek
perkembangan kemampuan kognitif, sementara aspek afektif dan psikomotor
kurang diperhatikan. Akibatnya banyak siswa yang cerdas tetapi kurang peka
terhadap masalah-masalah yang ada di sekitarnya. Masih ditemukan
siswa-siswa yang sikap sosialnya rendah seperti: sikap dirinya cenderung tertutup,
tanggung jawabnya rendah, dan tidak mau berkomunikasi apabila ada
kesulitan. Siswa kurang bisa bekerjasama, kurang menghargai orang lain, dan
cenderung memaksakan kehendak.
Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan program pendidikan
yang berupaya mengembangkan pemahaman siswa tentang bagaimana manusia
sebagai individu dan kelompk hidup bersama dan berinteraksi dengan
lingkungannya secara wajar. Harapan agar siswa mampu berkomunikasi,
beradaptasi, transparansi, bersosialisasi, positive thinking, bersinergi dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara belum mencapai sasaran.
Komunikasi yang terbuka belum mendorong siswa untuk mendapatkan
berbagai informasi. kemampuan siswa beradaptasi, bersosialisasi di lingkungan
pergaulannya sehingga tidak menjadi siswa yang introver.
Untuk mengetahui keberhasilan pembelajaran, guru melakukan
penilaian (Harun Rasyid dan Mansyur, 2008: 7). Penilaian oleh guru dilakukan
dengan mengumpulkan informasi untuk mengetahui pencapaian hasil belajar
peserta didik. Penilaian dilakukan baik terhadap proses, maupun hasil agar
diketahui ada tidaknya peningkatan kualitas pembelajaran. Penilaian menjadi
hasil belajar peserta didik yaitu kemampuan kognitif, kemampuan afektif dan
kemampuan psikomotor. Masih ditemukan bahwa penilain mata pelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial yang dilakukan guru sekolah dasar lebih banyak
mengungkap domain kognitif. Penilaian sikap belum digarap dengan baik.
Pelaksanaan ujian sekolah maupun tes tertulis pada akhir semester lebih
banyak menyajikan soal-soal yang mengukur ranah kognitif.
Hasil belajar mata pelajara IPS pada tes penjajakan materi di Sekolah
Dasar Mangunan kecamatan Dlingo kabupaten Bantul tahun pelajaran
2012/2013 diperoleh nilai rata-rata sebagaimana tabel 1 berikut ini:
Tabel 1
Nilai rata-rata IPS SD Mangunan
No Kelas Jumlah Siswa
Rata-rata Penguasaan
Konsep
Keterampilan
Sosial Sikap Sosial
1 I 18 71 71 71
2 II 24 73 71 72
3 III 20 74 70 71
4 IV 19 71 68 69
5 V 24 71 68 67
6 VI 23 72 69 70
Sumber : Daftar Nilai Kelas
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa dari aspek penguasaan
konsep kelas V rata-rata hasil belajarnya termasuk rendah. Rata-rata nilai aspek
keterampilan sosial siswa kelas V cenderung rendah yaitu 68. Sedangkan
rata-rata aspek sikap sosial siswa kelas V adalah paling rendah dibanding kelas lain,
Kompetensi guru sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
pembelajaran. bagaimana guru menguasai materi pelajaran dan metode
mengajar menentukan jalannya pembelajaran yang efektif. Langkah demi
langkah dalam mengajar akan memudahkan siswa menguasai kompetensi hasil
belajar yang diharapkan. Bagaiamana perhatian guru, kewibawaan, dan
penampilan di depan siswa mampu memberikan perubahan sikap sosial. Guru
dituntut menjadi teladan, memberikan kasih sayang, merasa dekat kepada
siswa, dan mampu mengambil hati siswa dengan memberikan penghargaan
atau pujian terhadap keberhasilan atau memberikan hukuman terhadap
kegagalan siswa. Bimbingan kepada siswa perlu diberikan agar siswa terhindar
dari hambatan-hambatan belajar. Hubungan harmonis guru dan siswa bersifat
kekeluargaan bagaikan anak dengan oarang tua sendiri akan menumbuhkan
minat belajar dan menjadikan suasana belajar yang menyenangkan dan
menberikan kepuasaan.
Untuk mencapai hal tersebut, maka diperlukan kombinasi antar
komponen pembelajaran baik itu guru, siswa, model pembelajaran, metode
pembelajaran, sarana prasarana, dan sebagainya. Kemampuan guru dalam
mengembangkan materi pelajaran IPS dan menentukan strategi pembelajaran
serta sistem evaluasinya merupakan hal yang sangat penting agar materi
pelajaran IPS dapat menarik, tidak membosankan, menyenangkan, dan mudah
dipahami siswa. Untuk itu guru harus dapat mendesain kondisi (strategi)
pembelajaran yang demokratif-kreatif, dimana siswa terlibat langsung sebagai
Peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran lain yang lebih mengutamakan keaktifan peserta didik dan memberi kesempatan pada peserta didik untuk mengembangkan kerjasama dalam belajar di kelas sesuai potensinya secara maksimal. Pembelajaran disajikan lebih bersifat Student Centered dari pada Teacher Centered. Dalam pelaksanaannya, tujuan belajar yang utama ialah bahwa apa yang dipelajari itu berguna di kemudian hari. Hal ini dapat dilakukan dengan cara membantu peserta didik untuk dapat belajar terus dengan cara yang lebih mudah, sehingga tercipta pembelajaran yang menyenangkan. Oleh karena itu guru dituntut dapat menerapkan berbagai model pembelajaran yang efektif dan menarik bagi peserta didik pada saat penyampaian materi pembelajaran.
Melalui model pembelajaran NHT ini, diharapkan partisipasi belajar siswa menjadi lebih aktif, bersemangat, motivasi siswa dalam belajar menjadi lebih tinggi, siswa dapat belajar bekerjasama dan berpartisipasi aktif dalam selama proses pembelajaran berlangsung. Diharapakan hasil belajar serta nilai afektif yang terkandung pada pelajaran IPS seperti sikap sosial dapat meningkat.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan masalah yang berkaitan dengan latar belakang di atas, maka
dapat ditentukan identifikasi masalah sebagai berikut.
1. Belum optimalnya prinsip belajar bekerjasama dalam proses pembelajaran
2. Sikap individu siswa masih menonjol
3. Masih ditemukan siswa-siswa yang memiliki sikap sosial yang rendah.
4. Bahan kajian Ilmu Pengetahuan Sosial di sekolah dasar dianggap begitu
luas ruang lingkupnya menyebabkan siswa kurang memahami konsep dan
permasalahan yang berkembang di lingkungannya.
5. Pembelajaran IPS disajikan lebih bersifat teacher centered dari pada student centered.
C. Batasan Masalah
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : “Bagaimana meningkatkan sikap sosial siswa
dengan menggunakan pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together
(NHT) pada mata pelajaran IPS ?”
E. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang telah ditentukan, maka tujuan
yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu
1. Memperbaiki kualitas proses pembelajaran.
2. untuk meningkatkan sikap sosial siswa kelas V SD Mangunan.
F. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan di Sekolah Dasar Negeri Mangunan,
Dlingo, Bantul memiliki beberapa manfaat antara lain :
1. Secara teoritis :
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam
pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya yang berhubungan langsung
dengan mata pelajaran IPS dalam hal penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dalam pembelajaran di
2. Secara praktis :
a. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan tentang metode pembelajaran dan
prakteknya di sekolah serta sebagai bekal dalam melaksanakan
tugasnya sebagai pendidik.
b. Bagi Pembaca
Penelitian ini dapat menjadi referensi untuk penelitian
selanjutnya.
c. Bagi Guru
1) Dapat memberikan masukan dalam menerapkan model
pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT)
yang sesuai dengan kondisi peserta didik.
2) Memberikan kontribusi pada guru untuk memilih strategi
pembelajaran yang menyenangkan bagi peserta didik.
3) Meningkatkan profesionalisme guru.
4) Mengembangkan pengelolaan kelas yang lebih efektif.
d. Bagi Siswa
1) Dengan penelitian ini diharapkan sikap sosial siswa dapat
meningkat.
2) Merubah perilaku baru pada siswa untuk lebih aktif dan kreatif.
G. Definisi Operasional Variabel
Pada penelitian ini terdapat dua variabel yang perlu didefinisikan,
yakni sikap sosial dan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
1. Sikap sosial adalah sikap yang melandasi kecenderungan seseorang untuk
bertindak dengan cara tertentu terhadap orang lain atau objek sosial.
2. Model Pembelajaran Kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together)
adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif dengan sintaks:
pengarahan, buat kelompok heterogen, tiap siswa memiliki nomer
BAB II KAJIAN TEORI
A. Sikap Sosial
Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan salah satu mata pelajaran di SD
yang bertujuan memberi pengetahuan dasar kesosiologisan, kegeografian,
keekonomian, kesejarahan, dan kewarganegaraan pada siswa agar mampu
mengembangkan kemampuan berfikir inquiry, pemecahan masalah dan
keterampilan sosial (Depdiknas, 2003: 6). Pada hakikatnya IPS adalah telaah
tentang manusia dan dirinya. Manusia selalu hidup bersama dengan
sesamanya (Djojo Suradisastro dkk, 1991: 6). Dalam hidupnya, manusia harus
mampu mengatasi rintangan–rintangan yang mungkin timbul dari
sekelilingnya maupun dari akibat hidup. IPS memperkenalkan kepada siswa
bahwa manusia dalam hidup bersama dituntut memiliki sikap sosial dan rasa
tanggung jawab sosial.
Manusia selain sebagai makhluk pribadi juga sebagai makhluk sosial,
keberadaannya membutuhkan orang lain. Siswa membutuhkan sarana
bersosialisasi melalui proses interaksi. Hubungan siswa dengan siswa dapat
berjalan dengan baik, jika diantara keduanya atau kelompoknya memiliki
sikap yang baik pula. Salah satu faktor penentu hubungan yang harmonis
adalah dimilikinya sikap sosial. Di sini proses sosialisasi akan berhadapan
dengan objek sosial. Apabila seseorang senang atau merasa suka beradaptasi,
lingkungannya. Tetapi, jika sebaliknya maka akan dijauhi dari temannya.
Menurut Rachman Abror (1993: 107-110), bahwa sikap itu tumbuh dan
berkembang melalui pengalaman sepanjang hayat dan kadang-kadang hanya
mampu berubah secara berangsur selama bertahun-tahun. Menurut Saifuddin
Azwar (2008: 12), sikap terhadap suatu perilaku oleh keyakinan bahwa
perilaku tersebut akan membawa kepada hasil yang diinginkan atau tidak
diinginkan.
Menurut Sumadi Suryabrata (2000: 202) menyatakan bahwa pada
hakekatnya sikap adalah derajat kesukaan atau ketidak sukaan kepada
sesuatu. Sedangkan menurut Bimo Walgito (2002: 110) dinyata bahwa sikap
merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau
situasi yang relatif tetap, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan
memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respon atau perilaku
dalam cara yang tertentu yang dipilihnya. Sikap melahirkan pendapat, nilai,
dan perilaku.
Fishbein (Muhammad Asrori, 2008: 159) menyatakan sikap adalah
presdiposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif
terhadap suatu objek, situasi, konsep atau orang. Sikap merupakan variabel
latent yang mendasari, maengarahkan, dan mempengaruhi perilaku. Saifuddin
Azwar (2008: 6) juga menyatakan sikap adalah evaluasi umum yang dapat
dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek atau isu.
Menurutnya contoh sikap peserta didik terhadap orang lain misalnya sikap
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa sikap adalah
kecenderungan seseorang yang secara konsisten di dalam menanggapi atau
menilai sesuatu objek sehingga dapat diterima sebagai sesuatu yang bernilai
baik datau kurang baik. Struktur sikap terdiri dari tiga komponen yaitu
kognitif, afektif dan konatif. Sikap seseorang terhadap terhadap interaksi
sesama manusia dan objek lingkungan dipengaruhi oleh struktur kognitifnya.
Seseorang yang memiliki kemampuan kognitif lebih tinggi akan memiliki
sikap sosial yang lebih tinggi. Orang yang memiliki kemampuan kognitif
lebih rendah akan memiliki sikap sosial yang lebih rendah pula.
Menurut Bimo Walgito (2002: 114) ciri-ciri sikap adalah tidak dibawa
sejak lahir, selalu berhubungan dengan objek sikap, dapat tertuju pada satu
objek, tetapi dapat tertuju pada sekumpulan objek, berlangsung
lama/sebentar, dan mengandung faktor perasaan dan motivasi. Sedangkan
ciri-ciri sikap menurut Gerungan (2004: 163-164) dijelaskan sebagai berikut:
(1) sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk/dipelajarainya
sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan objeknya,(2)
dapat berubah-ubah, karena sikap dapat dipelajari orang bila mendapat
keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu, (3) sikap tidak berdiri sendiri,
mengandung relasi tertentu terhadap suatu objek, (4) sikap dapat merupakan
satu hal tertentu, tetapi dapat merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut,
sikap mempunyai segi-segi motivasi dengan segi-segi manusi seperti nilai
yang berlaku, sikap diri, kecakapan-kecakapan pengetahuan yang
Dengan demikian sikap dapat dipelajari, dan seseorang bersikap
karena mengalami proses belajar. Berbagai faktor seperti nilai yang diyakini,
kecakapan dan pengetahuan yang dimiliki menjadi salah satu penentu dalam
bersikap.
Sikap dapat dibedakan menjadi dua yaitu sikap individual dan sikap
sosial. Sikap individu dimiliki oleh seorang diri, seorang saja dan berkenaan
dengan objek-objek bukan perhatian sosial. Gerungan (2004: 151-152)
mengatakan sikap sosial adalah cara-cara kegiatan yang sama dan
berulang-ulang terhadap objek sosial. Sikap sosial tidak hanya dilakukan oleh seorang
saja, tetapi juga oleh orang lain yang sekelompok atau masyarakat. Sikap
sosial pada umumnya mempunyai sifat-sifat dinamis seperti motif dan
motivasi.
Social attitude (sikap sosial) merupakan suatu opini atau suatu kesiagaan untuk bertindak terhadap suatu berita atau suatu pilihan (Philip
1995 :248). Menurut Arthur dan Emiliy (2010: 903) sikap sosial adalah
sebuah istilah yang digunakan di beberapa konteks untuk mengacu pada sikap
apa pun yang bisa dicirikan sebagai sosial dalam asal-usulnya atau dalam cara
manifestasinya. Selanjutnya Arthur dan Emiliy menjabarkan sikap sosial
menjadi tiga, yakni: (1) sikap yang melandasi kecenderungan seseorang
untuk bertindak dengan cara tertentu terhadap orang lain, (2) suatu pola
keyakinan tertentu yang umum bagi suatu kelompok individu atau suatu
masyarakat, (3) keyakinan pribadi apapun yang dibentuk sebagai hasil dari
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan, sikap sosial adalah sikap
yang melandasi kecenderungan seseorang untuk bertindak dengan cara
tertentu terhadap orang lain atau objek sosial. Sikap sosial bisa berubah sesuai
hasil dari proses sosialiasasi. Objek sosial diantaranya interaksi sosial, sistem
sosial, dan masalah sosial.
Menurut Soetjipto dan Sjafioedin (1994: 44), sikap sosial dapat dilihat
dari adanya sikap sebagai berikut.
1. Aspek kerjasama.
Kerjasama adalah kecenderungan untuk bertindak dalam kegiatan
kerja bersama-sama menuju suatu tujuan (Ahmadi, 2000: 89). Kerja sama
dilakukan sejak manusia berinteraksi dengan sesamanya. Kebiasaan dan
sikap mau bekerja sama dimulai sejak kanak-kanak, mulai dalam
kehidupan keluarga lalu meningkat dalam kelompok sosial yang lebih
luas. Kerja sama berawal dari kesamaan orientasi. Menurut Charles H
Cooley (Soekanto dan Soerjono, 2002: 66), kerja sama timbul apabila
orang menyadari bahwa mereka mempunyai kepentingan-kepentingan
yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup pengetahuan
dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi kepentingan
tersebut. Kesadaran akan adanya kepentingan yang sama dan adanya
organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam menjalin kerja
sama.
Ciri-ciri orang yang mampu bekerjasama dengan orang lain adalah
atau keluarga mengalami suatu masalah secara sendiri, dan bersikap
mengutamakan hidup bersama berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah
(Depdikbud, 2001: 28).
Bentuk kerja sama dibagi menjadi empat, yaitu: (1) kerja sama
spontan, yaitu kerja sama yang terjadi secara serta merta, (2) kerja sama
langsung, yaitu kerja sama sebagai hasil dari perintah atasan kepada
bawahan atau penguasa terhadap rakyatnya, (3) kerja sama kontrak, yaitu
kerja sama atas dasar syarat-syarat atau ketetapan tertentu, yang
disepakati bersama, dan (4) kerja sama tradisional, yaitu kerja sama
sebagian atau unsur-unsur tertentu dari sistem sosial (Tim fokus, 2010:
39).
2. Aspek Solidaritas
Solidaritas dapat diartikan sebagi kecenderungan dalam bertindak
terhadap seseorang yang mengalami suatu masalah yakni berupa
memperhatikan keadaan orang tersebut (Gerungan, 1996 : 52). Dengan
demikian solidaritas merupakan salah satu bentuk sikap sosial yang dapat
dilakukan seseorang dalam melihat ataupun memperhatikan orang lain
terutama seseorang yang mengalami suatu masalah. Tim Fokus (2010:
37) solidaritas dapat dilihat dari dua hal, yakni (1) simpati, merupakan
sikap ketertarikan terhadap orang lain untuk memahaminya, dan (2)
3. Aspek Tenggang Rasa
Tenggang rasa adalah seseorang yang selalu menjaga perasaan
orang lain dalam aktifitasnya sehari-hari (Ahmadi, 2000: 34). Ciri-ciri
tenggang rasa adalah (1) menghargai dan menghormati orang lain, (2)
tidak memaksakan kehendak (Tim Matrix Media Literata, 2007: 1).
Sikap tenggang rasa dapat dilihat dari adanya saling menghargai satu
sama lain, menghindari sikap masa bodoh, tidak menggangu orang lain,
selalu menjaga perasaan orang lain, dalam bertutur kata tidak
menyinggung perasaan orang lain, selalu menjaga perasaan orang lain
dalam pergaulan dan sebagainya (Depdikbud, 2001: 29). Dengan
demikian tenggang rasa adalah perwujudan sikap dan perilaku seseorang
dalam menjaga, menghargai, dan menghormati orang lain.
Menurut Ali dan Asrori (2000: 6) perbedaan perkembangan
karakteristik secara individual pada aspek sosial tampak dengan gejala-gejala
sebagai berikut: (1) ada anak yang mudah bergaul dengan teman, tetapi ada
pula anak yang sulit bergaul, (2) ada anak yang mudah toleransi dengan
teman, tetapi adapula yang egois, (3) ada anak yang mudah memahami
perasaan temannya, tetapi ada pula yang maunya menang sendiri, (4) ada
anak yang mempunyai kepedulian sosial yang tinggi, tetapi ada pula yang
tidak peduli dengan lingkungan sosialnya, dan (5) ada anak yang selalu
memikirkan kepentingan orang lain, tetapi ada pula yang hanya memikirkan
Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami
individu. Faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap sosial antara lain
adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang alain yang dianggap penting,
media masa, institusi, lembaga pendidikan atau lembaga agama, serta faktor
emosi individu (Modul PLPG Sekolah Dasar, 2011: 118-119). Sikap sosial
yang dimiliki siswa tidak semuanya merupakan hasil pembelajaran di dalam
kelas. Siswa sudah memiliki sikap sosial yang diperolehnya dari orang tuanya
atau dari masyarakat dimana mereka tinggal.
Menurut Ahmadi (2000 :54), sikap sosial tidak tumbuh begitu saja
tapi harus dibentuk, diantaranya dengan cara otoriter, cara liberal, dan cara
demokratis.
1. Cara otoriter
Seseorang harus berusaha memaksakan diri untuk melihat
kesusahan orang lain. Cara penanaman sikap sosial ini walaupun setengah
dipaksakan, tetapi cukup efektif didalam membentuk kesadaran anak,
anak akan lebih mudah merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain
(Ahmadi, 2000: 95). Selanjutnya (Prasetyo, 1999: 73) menjelaskan bahwa
sikap sosial dapat dibentuk dengan memaksakan anak untuk merasakan
apa yang dirasakan oleh orang sekitarnya. Dengan demikian dari pendapat
ahli tersebut, sikap sosial dapat ditanamkan dengan memaksakan
2. Cara liberal
Dengan cara ini seseorang diberikan kebebasan untuk merasakan
ataupun tidak merasakan keadaan orang lain. Cara liberal adalah salah
satu metode penanaman sikap sosial di mana seseorang bebas berekspresi
dalam merasakan keadaan orang lain (Ahmadi, 2000: 101). Dari pendapat
ahli tersebut, maka penanaman sikap sosial dapat pula dilakukan dengan
memberikan kebebasan kepada individu yang bersangkutan, dengan kata
lain untuk bebas merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain atas
kesadarannya sendiri tanpa dipaksakan oleh orang lain.
3. Cara demokrasi
Usaha penanaman sikap sosial dengan cara ini merupakan yang
paling efektif dibandingkan dengan kedua cara tersebut diatas, karena
cara ini merupakan penggabungan dari cara otoriter dan cara liberal.
Usaha penanaman sikap sosial dengan cara demokrasi ini, sebagai cara
yang paling baik dalam mengidentifikasikan dirinya dengan orang lain, ia
tidak dipaksakan tetapi atas dasar belajar dari pengalamannya (Nawawi,
2000: 89). Sedangkan menurut Prasetyo (1997: 97) cara demokrasi
merupakan cara didalam penanaman sikap sosial pada anak yakni dengan
memberikan masukan atau saran kepada anak dan anaklah yang
menentukannya.
Suatu cara yang paling efektif dalam melakukan penanaman sikap
sosial pada anak, dibandingkan dengan cara otoriter maupun liberal adalah
saran dan dibimbing agar ia lebih peka untuk merasakan apa yang dirasakan
oleh orang lain.
Sikap siswa sebagai peserta didik yang sedang berkembang dapat
dibentuk dan diubah sehingga memiliki sikap sosial yang diharapkan.
Pembentukan sikap sosial terjadi melalui hubungan timbal balik secara
langsung antara manusia dengan manusia. Hubungan siswa dengan siswa,
siswa dengan guru mampu mempengaruhi pembentukan sikap. Lingkungan
pun akan mempengaruhi pembentukan sikap seseorang. Peranan guru dalam
mempengaruhi pemebentukan sikap siswa dalam sebuah pembelajaran sangat
besar.
Pembentukan sikap sosial di kalangan siswa sekolah dasar di samping
melalui pemberian konsep-konsep sikap, yang lebih penting adalah adanya
keteladanan dari orang-orang dewasa yaitu para guru. Bagaimana guru
menjadi teladan, memberikan contoh-contoh yang baik, menyayangi kepada
semua siswa tanpa membeda-bedakan asal usul maupun status sosial akan
berdamapak pada sikap siswa. Melalui pembelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial guru menjadi tokoh sentral dalam membentuk sikap siswa.
Pengubahan sikap juga dapat melalui pendekatan komponen kognitif,
komponen afektif dan komponen konatif. Melalui komponen kognitif guru
dapat memberikan pengetahuan, pendapat, sikap atau hal-hal lain sehingga
dengan materi Ilmu Pengetahuan Sosial tersebut akan berubah komponen
hal-hal yang mengenai perasaan atau emosi, sehingga berubahnya perasaan
akan berubah pula kognitifnya. Melalui komponen kognitif dan afektif guru
mengaitkan objek sikap dengan fungsi dan manfaat dari objek sikap tersebut
sehingga siswa bersedia dan siap berperilaku. Antara komponen kognitif dan
afektif dapat dilakukan seimbang melalui proses pembelajaran.
Peran guru dalam pengubahan sikap siswa sangat penting.
Pengubahan sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.
Secara tidak langsung dapat memberikan situasi yang memungkinkan
membentuk atau mengubah sikap yang baru, baik di dalam kelas maupun di
luar kelas. Sedangkan secara langsung guru melakukan komunikasi melalui
tatap muka di depan kelas dengan siswa dalam situasi pembelajaran Ilmu
Pengetahuan Sosial.
Sikap sosial yang diharapkan dimiliki siswa setelah mengikuti
pembelajaran IPS yaitu memiliki perhatian dan aktivitas perilaku yang
berulang-ulang secara otomatis terhadap objek sosial dan memiliki sikap
sosial yang positif. Sikap sosial siswa yang positif yaitu menghargai, bekerja
sama, toleransi, bersinergis dengan orang lain, senang berkomunikasi, kasih
B. Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT)
Menurut Joyce and Weil (Trianto, 2011: 22) model pembelajaran
adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman
dalam merencanakan pembelajaran di kelas pembelajaran dalam tutorial dan
untuk menentukan perangkat-perangkat termasuk di dalamnya buku-buku,
film, komputer, kurikulum, dan lain-lain. Menurut Udin S. Winataputra (2001:
3) model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan
prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk
mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi guru
dalam merencanakan dan melaksanakan aktivitas pembelajaran. Arends (Agus
Suprijono, 2011: 46) menjelaskan bahwa model pembelajaran merupakan
pendekatan yang akan digunakan oleh guru, termasuk di dalamnya
tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan
pembelajaran, dan pengelolaan kelas. Jadi, model pembelajaran bagi guru
berfungsi sebagai pedoman dalam merencanakan aktivitas belajar-mengajar.
Pembelajaran kooperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara
berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksi konsep,
menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar
kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari
4-5 orang, siswa heterogen (kemampuan, gender, karakter), ada kontrol dan
fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau
kelompok, presentasi hasil kelompok, dan pelaporan. Pembelajaran dengan
model kooperatif dapat meningkatkan belajar siswa menuju belajar lebih baik
dan sikap tolong-menolong dalam beberapa perilaku sosial (Isjoni, 2009: 62).
Yatim Riyanto (2009: 271) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif
adalah model pembelajaran yang dirancang untuk membelajarkan kecakapan
akademik (academic skill), sekaligus keterampilan sosial (social skill). Model
belajar cooperative learning merupakan suatu model belajar yang membantu
peserta didik dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai dengan
kehidupan nyata di masyarakat, sehingga dengan bekerja secara bersama-sama
diantara sesama anggota kelompok akan meningkatkan motivasi, produktivitas,
dan perolehan (Etin Solihatin, 2007: 5).
Isjoni (2009: 63) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif adalah
mengerjakan sesuatu bersama-sama dengan saling membantu satu sama
lainnya sebagai satu tim untuk mencapai tujuan bersama, saling membantu
antara yang satu dengan yang lain dalam belajar dan memastikan setiap orang
dalam kelompok dalam mencapai tujuan atau tugas yang telah ditentukan
sebelumnya.
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas bahwa pembelajaran
kooperatif merupakan suatu model pembelajaran yang mengutamakan adanya
kelompok-kelompok. Setiap peserta didik yang ada dalam kelompok
mempunyai tingkat kemampuan yang berbeda-beda (tinggi, sedang, rendah).
menyelesaikan permasalahan untuk menerapkan pengetahuan dan keterampilan
dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Dengan pembelajaran kooperatif,
diharapkan peserta didik akan lebih dapat mengembangkan kemampuannya,
komunikasi, serta bekerja sama dalam menyelesaikan suatu masalah. Selain itu
dalam pembelajaran kooperatif, melatih peserta didik untuk bertanggung jawab
atas tugas yang diberikan dalam kelompoknya.
Karakteristik model pembelajaran kooperatif menurut Nur Asma
(2006: 11) adalah sebagai berikut.
1. Peserta didik dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi
belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai,
2. Kelompok dibentuk dari beberapa peserta didik yang memiliki
kemampuan berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang, dan
rendah,
3. Penghargaan lebih menekankan pada kelompok daripada masing-masing
individu,
4. Dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan komunikasi
dengan tujuan agar peserta didik saling berbagi kemampuan, belajar
berpikir kritis, menyampaikan pendapat, memberi kesempatan
menyalurkan kemampuan, saling membantu belajar, saling menilai
Penggunaan pembelajaran kooperatif memiliki berbagai tujuan.
Adapun tujuan pembelajaran kooperatif menurut Nur Asma (2006: 12) antara
lain.
1. Pencapaian hasil belajar
Pembelajaran kooperatif selain memiliki tujuan sosial, juga
bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas–tugas akademik. Siswa yang telah menguasai materi akan menjadi tutor bagi
siswa yang belum menguasai materi. Melalui pembelajaran kooperatif,
dapat memberikan keuntungan pada siswa yang bekerja sama
menyelesaikan tugas–tugas akademik, baik kelompok siswa yang belum
menguasai materi maupun yang sudah menguasai materi.
2. Penerimaan terhadap individu
Efek penting selanjutnya dari pembelajaran kooperatif ini ialah
penerimaan yang luas terhadap siswa yang berbeda menurut ras, budaya,
tingkat sosial, kemampuan dan ketidakmampuan. Pembelajaran
kooperatif memberikan kesempatan kepada siswa yang berbeda latar
belakang dan kondisi untuk bekerja bergantung satu sama lain atas
tugas–tugas bersama, serta untuk menghargai satu sama lain.
3. Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga dari pembelajaran kooperatif ialah
mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi,
dimana dua keterampilan tersebut sangat penting untuk dimiliki dalam
Nur Asma (2006: 14) mengemukakan dalam pelaksanaan
pembelajaran kooperatif setidaknya terdapat lima prinsip yang dianut, yaitu:
(1) belajar siswa aktif (student active learning), (2) belajar kerjasama
(cooperative learning), (3) pembelajaran partisipatorik, (4) mengajar reaktif
(reactive teaching), dan (5) pembelajaran yang menyenangkan (joyfull
learning).
Dalam pembelajaran kooperatif terdapat unsur utama yang perlu
diperhatikan. Anita Lie (2010: 31) mengemukakan ada lima unsur dasar yang
terdapat dalam struktur pembelajaran kooperatif, yaitu.
1. Saling ketergantungan positif
Kegagalan dan keberhasilan kelompok merupakan tanggung jawab
setiap anggota kelompok. Oleh karena itu, sesama anggota kelompok
harus merasa terikat dan saling ketergantungan positif.
2. Tanggung jawab perseorangan
Setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk menguasai
materi pelajaran karena keberhasilan belajar kelompok ditentukan dari
seberapa besar sumbangan hasil belajar secara perorangan.
3. Tatap muka
Interaksi yang terjadi melaui diskusi akan memberikan keuntungan
bagi semua anggota kelompok, karena memanfaatkan kelebihan dan
4. Komunikasi antar anggota
Dalam setiap kali tatap muka terjadi diskusi, maka keterampilan
berkomunikasi antar anggota sangatlah penting.
5. Evaluasi proses kelompok
Keberhasilan belajar dalam kelompok ditentukan oleh proses kerja
kelompok. Untuk mengetahui keberhasilan proses kerja kelompok
dilakukan melalui evaluasi proses kelompok.
Melalui pembelajaran kooperatif, siswa belajar bekerja sama dengan
teman sebayanya untuk menguasai materi pelajaran disertai saling membantu.
Siswa memiliki tanggung jawab masing–masing untuk keberhasilan
kelompoknya. Sesuai dengan karakterik siswa sekolah dasar yang masih suka
bermain dan membentuk kelompok, sangat cocok jika pembelajaran
diterapkan dengan pembelajaran kooperatif. Siswa yang semula kurang
bersemangat karena mengalami kesulitan dalam memahami materi dalam
belajar dapat bersemangat jika diterapkan pembelajaran kooperatif dalam
kelas, karena akan terjalin interaksi dengan teman sekelompoknya yang telah
menguasai materi sehingga dapat merasa terbantu. Pembelajaran kooperatif
dapat membuat siswa belajar aktif dengan mengeluarkan segala ide–ide dan pendapatnya saat pembelajaran berlangsung. Pembelajaran dengan model
kooperatif dapat meningkatkan belajar siswa menuju belajar lebih baik dan
sikap tolong-menolong dalam beberapa perilaku sosial. Melalui pembelajaran
langsung dapat berpengaruh terhadap hasil belajar yang akan dicapai oleh
siswa.
Ada beberapa tipe pembelajaran kooperatif yang dipaparkan oleh
Agus Suprijono (2011: 89-101), diantaranya (1) tipe jigsaw, (2) tipe
Think-Pair-Share, (3) tipe Numbered Heads Together, (4) tipe STAD. Dari beberapa tipe pembelajaran kooperatif tersebut, dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT), karena melalui tipe NHT ini siswa dapat mengeluarkan ide–ide
mereka untuk dipertimbangkan ide mana yang paling tepat, serta adanya
pengecekan terhadap sejauh mana pemahaman mereka terhadap materi
pembelajaran dengan memanggil nomer–nomer siswa. Suasana kelas akan menjadi lebih hidup, siswa bersemangat dan hasil belajar akan meningkat.
Tipe ini dikembangkan oleh Spenser Kagen (Trianto, 2011: 82)
dengan melibatkan para peserta didik dalam menelaah bahan yang tercakup
dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi
pelajaran tersebut. Model pembelajaran NHT ini secara tidak langsung
melatih peserta didik untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan
cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga peserta didik
lebih produktif dalam pembelajaran.
Elin Rosalin (2008: 118) menyebutkan bahwa NHT adalah salah satu
tipe pembelajaran kooperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok
heterogen dan tiap siswa memiliki nomer tertentu, berikan persoalan materi
sesuai dengan nomor siswa, tiap siswa dengan nomor sama mendapat tugas
yang sama) kemudian bekerja kelompok, presentasi kelompok dengan nomor
siswa yang sama sesuai tugas masing-masing sehingga terjadi diskusi kelas,
kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis
dan beri reward.
Menurut Anita Lie (2010: 59), teknik belajar mengajar Numbered
Heads Together memberikan kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide–ide dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat.
Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan semangat
kerja sama mereka. Numbered Heads Together atau NHT adalah suatu
metode belajar dimana setiap siswa diberi nomer kemudian dibuat suatu
kelompok kemudian secara acak guru memanggil nomer dari siswa. Teknik
ini bisa digunakan dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan
usia anak didik.
Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang menekankan pada struktur-struktur khusus
yang dirancang untuk mempengaruhi pola-pola interaksi siswa dalam
memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasaan isi akademik (Anieta Lie,
2010: 59). Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk meningkatkan
kerja sama siswa. Melalui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
NHT siswa lebih bertanggung jawab terhadap tugas yang diberikan karena
dalam model tipe NHT siswa dalam kelompok diberi nomer yang berbeda.
anggota mereka. Tetapi pada umumnya mereka harus mampu mengetahui dan
menyelesaikan semua soal yang ada dalam LKS.
Struktur NHT sering disebut berpikir secara kelompok (Agus
Suprijono, 2011: 92). NHT digunakan untuk melibatkan lebih banyak siswa
dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek
pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut. NHT sebagai model
pembelajaran pada dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok.
Adapun ciri khas dari NHT menurut Anita Lie (2010: 60-61) adalah
adanya nomer-nomer yang dipakai oleh siswa di kepala mereka
masing-masing dan saat diskusi mereka harus menyatukan pendapat guna
mendapatkan jawaban yang paling tepat. Kemudian, guru hanya menunjuk
seorang siswa yang mewakili kelompoknya untuk memaparkan hasil
diskusinya. Dalam menunjuk siswa tersebut, guru tanpa memberi tahu
terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok tersebut. Dalam
implementasinya guru memberi tugas, kemudian hanya siswa bernomer yang
berhak menjawab (mencegah dominasi tertentu).
Menurut Ibrahim (2000: 28) tiga tujuan yang hendak dicapai dalam
pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT adalah (1) hasil belajar akademik
stuktural, (2) bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan hasil belajar peserta
didik dalam tugas-tugas akademik, (3) pengakuan adanya keragaman
bertujuan agar peserta didik dapat menerima teman-temannya yang
mempunyai berbagai latar belakang, dan (4) pengembangan keterampilan
Penerapan pembelajaran kooperatif tipe NHT merujuk pada konsep
Kagen (Ibrahim, 2000: 29), dengan tiga langkah yaitu (1) pembentukan
kelompok, (2) diskusi masalah, dan (3) tukar jawaban antar kelompok.
Langkah-langkah tersebut kemudian dikembangkan oleh Ibrahim (2000 : 29)
menjadi enam langkah yaitu.
1. Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan
membuat Skenario Pembelajaran (SP), Lembar Kerja Siswa (LKS) yang
sesuai dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
2. Pembentukan kelompok
Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi
beberapa kelompok yang beranggotakan 3-5 orang siswa. Guru memberi
nomor kepada setiap siswa dalam kelompok dan nama kelompok yang
berbeda. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang ditinjau
dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar
yang berbeda. Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai
tes awal (pre-test) sebagai dasar dalam menentukan masing-masing
kelompok.
3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan
Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki
buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam
4. Diskusi masalah
Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap
siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap
siswa berpikir bersama untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa
tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS
atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat
bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.
5. Memanggil nomor anggota atau pemberian jawaban
Dalam tahap ini, guru menyebut satu nomor dan para siswa dari
tiap kelompok dengan nomor yang sama mengangkat tangan dan
menyiapkan jawaban kepada siswa di kelas.
6. Memberi kesimpulan
Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua
pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang disajikan.
Menurut Agus Suprijono (2011: 92) pembelajaran dengan
menggunakan metode Numbered Heads Together diawali dengan Numbering.
Guru membagi kelas menjadi kelompok–kelompok kecil. Jumlah kelompok
sebaiknya mempertimbangkan jumlah konsep yang dipelajari. Tiap–tiap orang dalam tiap kelompok diberi nomor 1-8 dan seterusnya.
Kegiatan selanjutnya setelah kelompok terbentuk, guru mengajukan
beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap–tiap kelompok. Berikan
kesempatan ini tiap–tiap kelompok menyatukan kepalanya “Heads Together”
berdiskusi memikirkan jawaban atas pertanyaan dari guru.
Langkah berikutnya adalah guru memanggil peserta didik yang
memiliki nomor yang sama dari tiap–tiap kelompok. Mereka diberi
kesempatan memberi jawaban atas pertanyan yang telah diterimanya dari
guru. Hal itu dilakukan terus hingga semua siswa dengan nomor yang sama
dari masing–masing kelompok mendapat giliran memaparkan jawaban atas
pertanyaan guru. Berdasarkan jawaban-jawaban itu guru dapat
mengembangkan diskusi lebih mendalam, sehingga siswa dapat menemukan
jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh.
Menurut Trianto (2011: 82), dalam mengajukan pertanyaan kepada
seluruh kelas, guru menggunakan struktur empat fase sebagai berikut.
1. Fase 1: Penomeran
Guru membagi siswa ke dalam kelompok 3–5 siswa dan kepada
setiap kelompok diberi nomer antara 1–5.
2. Fase 2: Mengajukan pertanyaan
Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan
dapat bervariasi dan dapat amat spesifik serta dalam bentuk kalimat tanya
atau arahan.
3. Fase 3: Berpikir bersama
Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu
4. Fase 4: Menjawab
Guru memanggil suatu nomer tertentu, kemudian siswa yang
nomernya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab
pertanyaan untuk seluruh kelas
Berikut adalah contoh ilustrasi pembelajaran tipe NHT di kelas menurut
[image:53.598.146.479.255.496.2]Anita Lie (2010: 59).
Gambar 1. Penomoran dengan Teknik NHT
Berdasarkan pendapat ahli di atas, peneliti mengambil kesimpulan
bahwa langkah–langkah pembelajaran tipe NHT yang akan digunakan sebagai berikut.
1. Pembentukan Kelompok
Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok dengan anggota 5 orang.
Setiap anggota kelompok mendapatkan nomer 1-5.
2. Penomeran
3. Pengajuan Pertanyaan
Guru mengajukan beberapa pertanyaan dalam bentuk LKS kepada
masing–masing kelompok.
4. Berpikir Bersama
Setiap kelompok mendiskusikan bersama dan menyatukan
pendapat yang paling tepat. Pastikan setiap anggota kelompok
mengerjakan dan mengetahui jawabannya.
5. Presentasi Kelompok
Setelah selesai berdiskusi, guru memanggil siswa dengan nomer
tertentu, kemudian siswa yang nomernya dipanggil mengangkat tangannya
dan mencoba untuk menjawab pertanyaan atau mempresentasikan hasil
diskusi kelompoknya untuk seluruh kelas. Kelompok lain diberi
kesempatan untuk berpendapat dan bertanya terhadap hasil diskusi
kelompok tersebut. Setelah itu, guru dapat memanggil nomer yang berbeda
dari kelompok lainnya, dan seterusnya sampai dianggap semua siswa telah
menguasai materi.
6. Pemberian Reward
Guru memberikan motivasi kepada kelompok yang belum
mendapatkan hasil yang memuaskan, dan memberikan reward bagi
C. Mata Pelajaran IPS
Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan mata pelajaran yang memadukan konsep–konsep dasar dari berbagai ilmu sosial yang disusun melalui pendekatan pendidikan dan psikologis serta kelayakan dan kebermaknaannya bagi siswa dan kehidupannya. Ilmu–ilmu sosial seperti sejarah, geografi, ekonomi, politik, sosiologi, antropologi, dan psikologi sangat berperan dalam mendukung mata pelajaran IPS dengan memberikan sumbangan berupa konsep–konsep ilmu yang diubah sebagai pengetahuan yang berkaitan dengan konsep sosial yang harus dipelajari siswa (Fakih Samawi & Bunyamin Maftuh, 1998: 1). Sedangkan tujuan IPS adalah agar siswa mampu mengembangkan pengetahuan, nilai, berfikir kritis, kepekaan sosial dan sikap serta keterampilan sosial yang berguna bagi dirinya, mengembangkan pemahaman tentang pertumbuhan masyarakat Indonesia masa lampau hingga kini sehingga siswa bangga sebagai bangsa Indonesia (Isjoni, 2009: 8).
Kompetensi Dasar Materi pelajaran IPS yang diajarkan di kelas V semester 2 yaitu:
1. Mendeskripsikan perjuangan para tokoh pejuang pada masa penjajahan Belanda dan Jepang.
2. Menghargai jasa dan peranan tokoh perjuangan dalam mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
D. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT Terhadap Sikap Sosial Yatim Riyanto (2009: 271) mengatakan pembelajaran kooperatif adalah
model pembelajaran yang dirancang untuk membelajarkan kecakapan
akademik (academic skill), sekaligus keterampilan sosial (social skill). Dalam
pembelajaran kooperatif, siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang
terdiri dari 4-6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen, kemampuan, jenis
kelamin, suku/ras, dan satu sama lain saling membantu (Trianto, 2011: 56).
Pada pembelajaran kooperatif siswa mengerjakan sesuatu bersama-sama
dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu tim untuk mencapai
tujuan bersama, saling membantu antara yang satu dengan yang lain dalam
belajar dan memastikan setiap orang dalam kelompok dalam mencapai tujuan
atau tugas yang telah ditentukan sebelumnya.
Numbered Heads Together (NHT) merupakan salah satu jenis pembelajaran kooperatif. Numbered Heads Together (NHT) memiliki ciri
seperti halnya pembelajaran kooperatif. Pada pembelajaran NHT ada tahap
pembuatan kelompok, pemberian masalah, diskusi kelompok, dan diskusi
bersama antar kelompok maupun dengan guru (Agus Suprijono, 2011: 92).