• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Pembahasan

Penelitian yang telah dilakukan di SMA Negeri 2 Ngaglik ini memiliki tujuan untuk mengetahui bagaimana hasil penerapan model pembelajaran Problem Based Learning terhadap siswa kelas X MIPA 1 pada materi Protista. Berikut ini adalah pembahasan dari penelitian yang telah dilakukan.

1. Hasil Belajar Siswa

Hasil belajar siswa melalui pengerjaan soal post test yang telah dilakukan sangat beragam. Pada siklus I, nilai tertingginya adalah 76 dan

0 2 4 6 8 10 12 14 16 18

Attention Relevance Confidance Satisfaction

Pr e sen tase Ti ap Asp e k Attention Relevance Confidance Satisfaction

nilai terendahnya adalah 12. Rata-rata kelas yang diperoleh sebanyak 40,2 dengan presentase ketuntasan 7% siswa tuntas KKM dan 93% siswa belum tuntas KKM. Sementara, pada siklus II hasil post test mengalami penurunan, nilai tertinggi yang diperoleh adalah 57 dan nilai terendahnya 15. Rata-rata kelas yang diperoleh sebanyak 39,0 dengan presentase 100% siswa tidak tuntas KKM. Hasil ini belum sesuai yang diharapkan oleh peneliti.

Berdasarkan data yang telah diuraikan di atas sebelumnya, melalui perhitungan skor N-gain post test siswa, siswa dalam pengerjaan post test menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning termasuk dalam kategori rendah. Bagi siswa bentuk soal post test yang diberikan dirasa lebih rumit dan sulit dibandingkan dengan soal-soal yang biasa dijumpai oleh siswa. Dikarenakan siswa sebelumnya tidak terbiasa menganalisis suatu masalah pada soal tes, banyak siswa yang tidak dapat menjawab soal post test dengan benar bahkan tidak menjawab soal tersebut sama sekali. Meskipun demikian, jawaban-jawaban yang dituliskan oleh siswa saat pengerjaan post test sudah cukup baik, siswa dapat memahami sedikit demi sedikit maksud soal yang diberikan dan jawaban seperti apa yang harus siswa tuliskan sangat mengerjakan post test. Hanya saja seringkali jawaban yang dituliskan oleh siswa masih kurang tepat. Hal ini pun mempengaruhi nilai post test siswa.

Waktu yang sangat terbatas dan sebelum dilakukannya post test terdapat jam istirahat, menyebabkan masih banyaknya siswa yang tidak tepat waktu masuk kelas setelah bel istirahat selesai sehingga pengerjaan post test oleh siswa menjadi kurang optimal. Selain itu, dikarenakan pelaksanaan post test ini dilakukan tepat setelah pembahasan materi dan diskusi kelompok, banyak siswa protes kepada peneliti merasa belum siap dan merasa kesulitan untuk mengerjakan soal pada siklus I. Namun, meskipun demikian pada pengerjaan post test II peneliti tetap

memberikan tambahan waktu pengerjaan post test II dan memberikan waktu beberapa menit kepada siswa untuk belajar singkat.

Selain karena bentuk soal post testnya, hal lain yang menjadi salah satu pengaruh kurang maksimalnya hasil belajar siswa secara kognitif adalah kurangnya konsentrasi siswa terhadap pembelajaran. Diketahui pada saat proses pembelajaran siklus I berlangsung, masih banyak siswa yang sibuk dengan urusannya sendiri bahkan beberapa siswa juga mengganggu teman lainnya yang fokus terhadap pembelajaran. Oleh karena hal tersebut siswa tidak benar-benar memahami materi Protista dengan baik dan hal ini mempengaruhi siswa dalam mengerjakan post test. Sementara pada siklus II, setelah dilakukan perpindahan posisi tempat duduk, suasana kelas terlihat lebih hidup dibandingkan pada siklus I. Siswa terlihat cukup aktif dalam mengikuti pembelajaran. Hanya saja pada kelompok barisan paling belakang terdapat satu kelompok yang kurang memperhatikan pembelajaran. Peneliti sudah berusaha berulang kali menegur siswa dengan melakukan tanya jawab. Namun, mereka cenderung sibuk sendiri dengan urusan mereka dan tampak hanya satu orang siswa dalam kelompok tersebut yang memperhatikan pembelajaran dan berusaha mengerjakan LKS saat dilakukan diskusi kelompok.

Model pembelajaran Problem Based Learning ini juga sangat baru bagi siswa melihat siswa sebelumnya lebih sering mengikuti pembelajaran dengan menggunakan ceramah. Apalagi hampir seluruh siswa juga baru mendengar pertama kali istilah hipotesis sehingga hal tersebut membuat siswa kesulitan belajar menggunakan model ini terutama dalam pengerjaan LKS sebab pada dasarnya penerapan model pembelajaran Problem Based Learning menurut Dewey dalam buku Hamdayama (2014) menuntut siswa untuk merumuskan masalah, membuat hipotesis dan menguji hipotesisnya kemudian membuat kesimpulan.

Peneliti pun dalam hal ini masih kurang bisa menjelaskan dengan baik dan sederhana perihal cara untuk mengerjakan LKS tersebut sebab peneliti terlalu terburu-buru melanjutkan kegiatan pembelajaran berikutnya karena mengingat waktu yang dimiliki sangat terbatas. Kondisi ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Sumitro (2017) bahwa keberhasilan pendekatan pembelajaran melalui pemecahan masalah membutuhkan waktu yang cukup untuk persiapan dan memerlukan pemahaman siswa untuk berusaha memecahkan masalah yang mereka pelajari sebab tanpa hal tersebut mereka tidak akan belajar dari apa yang mereka pelajari.

2. Hasil Observasi

Hasil belajar siswa dalam ranah afektif dilihat dari hasil observasi yang dilakukan oleh dua observer. Observasi ini dilakukan untuk mengamati aspek afektif siswa saat proses pembelajaran berlangsung. Aspek afektif tersebut meliputi keantusiasan siswa dalam memperhatikan penjelasan guru dan menanggapi pertanyaan dari guru, motivasi siswa saat mengikuti proses pembelajaran, keaktifan siswa dalam berdiskusi dan menanggapi hasil presentasi kelompok lain serta keaktifan siswa dalam mencari sumber belajar lainnya saat pengerjaan LKS.

Pada siklus I, hasil belajar siswa dalam ranah afektif yang masuk dalam kategori rendah sebanyak 75% dan sisanya masuk dalam kategori sedang 25%. Lalu, pada siklus II mengalami penurunan dalam kategori rendah sebanyak 25% tetapi mengalami kenaikan dalam kategori sedang sebanyak 63%. Dan pada siklus ini juga terdapat kategori tinggi sebanyak 13%. Meskipun terdapat peningkatan hasil belajar siswa pada kategori tinggi sebesar 13%, hasil ini belum sesuai dengan indikator keberhasilan yang ingin dicapai oleh peneliti sebesar 70% siswa mencapai kategori tinggi. Hasil tersebut mengalami peningkatan tetapi belum sesuai dengan indikator keberhasilan yang ingin peneliti capai.

Pada siklus I, secara afektif siswa masih sibuk mengobrol, ramai, dan pasif saat peneliti melakukan tanya jawab. Sebagian besar siswa juga terlihat tidak memperhatikan peneliti saat menjelaskan di depan kelas. Namun, saat peneliti mencoba menampilkan gambar atau pun video siswa memiliki ketertarikan untuk belajar meskipun tidak semua siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Sudjana (2000) bahwa hasil belajar yang dicapai siswa dapat dipengaruhi oleh faktor secara eksternal dan internal yang mana hal tersebut terkait dengan fasilitas belajar yang ada maupun faktor sosial yang dalam hal ini adalah usaha peneliti untuk menarik perhatian siswa. Pada saat mengerjakan LKS pun terlihat hanya satu atau dua kelompok yang aktif berdiskusi dan serius untuk mengerjakan LKS sedangkan kelompok lain sibuk dengan urusannya sendiri dan bahkan mengganggu kelompok lainnya yang sedang berdiskusi. Saat kelompok lain sedang mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas, terlihat banyak siswa tidak memperhatikan dan menanggapi hasil presentasi kelompok tersebut.

Setelah dilakukan perbaikan pada kelompok dengan mengatur posisi tempat duduk mereka pada siklus II, siswa menjadi lebih memperhatikan peneliti dan lebih aktif untuk menanggapi setiap pertanyaan dari peneliti meskipun terkadang jawaban atau pendapat siswa tidak sesuai dan seringkali membuat kelucuan. Meskipun keaktifan siswa ini masih bergantung saat peneliti memanggil atau menunjuk siswa, tetapi hal tersebut menggerakkan siswa untuk aktif dalam pembelajaran terutama untuk siswa yang selama proses pembelajaran sangat pasif. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Sudjana (2000) bahwa hasil belajar yang dicapai siswa dapat dipengaruhi oleh faktor secara eksternal dan internal. Dan dalam hal ini peneliti sebagai faktor luar mendorong keaktifan siswa secara psikologis sehingga siswa dapat lebih aktif dalam pembelajaran.

Pada siklus II, setiap kelompok juga terlihat mengerjakan LKSnya dengan baik meskipun ada satu atau dua orang siswa yang masih sering mengganggu teman lainnya yang berdiskusi. Sebagian siswa juga sudah memperhatikan dan menanggapi kelompok lainnya saat presentasi meskipun terkadang beberapa masih ditunjuk peneliti untuk menanggapi karena mengganggu teman kelompok lainnya. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Sanjaya (2013) bahwa upaya untuk meningkatkan hasil belajar siswa tidak terlepas dari kesungguhan guru dalam menerapkan langkah-langkah model pembelajaran secara ketat. 3. Motivasi Belajar Siswa

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan di atas sebelumnya, diketahui bahwa motivasi belajar siswa pada siklus I motivasi belajar siswa sebesar 55% termasuk kategori tinggi dan 45% termasuk kategori sedang. Sementara pada siklus II, motivasi belajar siswa mengalami penurunan yakni 31% termasuk kategori tinggi dan 69% termasuk kategori sedang. Terjadinya penurunan motivasi belajar siswa ini dikarenakan aspek-aspek ARCSnya juga mengalami penurunan. Menurut data dari aspek Attention, perhatian siswa terhadap pembelajaran Biologi sudah cukup baik. Hal tersebut diketahui berdasarkan respon-respon siswa saat mengisi kuesioner motivasi belajar awal. Namun, perhatian siswa saat mengikuti pembelajaran Biologi menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning masih sangat kurang. Hal tersebut diketahui berdasarkan pengisian kuesioner yang telah siswa isi setelah mengikuti pembelajaran Biologi. Saat proses pembelajaran berlangsung diketahui beberapa siswa terlihat memperhatikan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning. Namun, dikarenakan peneliti juga dalam hal ini kurang bisa membawakan materi maupun memberikan arahan dengan baik, maka masih banyak siswa yang terlihat tidak memperhatikan pembelajaran dan lebih memilih menyibukkan diri.

Berdasarkan data dari aspek Relevance, turunnya motivasi belajar siswa juga dapat disebabkan karena siswa tidak terbiasa mengaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan nyata sehari-hari. Apalagi selama ini siswa belajar dengan menggunakan metode ceramah yang mana juga guru selama ini kurang memberikan contoh-contoh kontekstual saat menyampaikan materi kepada siswa sehingga hal ini sejalan dengan pendapat Setyaningsih (2017) bahwa secara relevansi motivasi belajar memiliki suatu hubungan yang ditunjukkan antara materi pembelajaran dengan kebutuhan dan kondisi siswa. Sedangkan siswa masih belum sadar betul manfaat dari mempelajari materi Protista dengan menghubungkannya dalam kehidupan nyata sehingga rasa ingin tahu siswa terhadap suatu hal yang berkaitan dengan materi Protista dan kehidupan nyata masih rendah. Hanya beberapa siswa saja yang rasa ingin tahunya cukup tinggi dalam belajar. Padahal model pembelajaran Problem Based Learning sudah cukup tepat untuk diterapkan mengingat fokus pembelajarannya adalah pada masalah yang dipilih (Suyitno, 2014). Kemudian materi Protista sendiri adalah materi yang cukup mendukung jika disampaikan dengan model pembelajaran tersebut dilihat dari materi-materinya yang biasa dijumpai dalam kehidupan sehari-hari manusia. Namun, karena motivasi siswa yang masih belum maksimal siswa menjadi kurang memahami materi Protista dengan baik dan hal ini pun mempengaruhi hasil belajar mereka.

Berdasarkan data dari aspek Confidance, motivasi dari dalam diri siswa untuk belajar juga masih rendah baik saat mengikuti pembelajaran siklus I maupun siklus II. Hal ini dikarenakan siswa terbiasa belajar untuk dituntun oleh guru daripada mencari sendiri apa yang ingin mereka ketahui sehingga kepercayaan diri siswa terlihat masih sangat rendah. Siswa lebih suka bermain, mengobrol atau mengganggu teman lainnya daripada serius untuk belajar di kelas. Hanya beberapa siswa saja yang terlihat fokus untuk belajar. Bahkan saat peneliti meminta perwakilan kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya, siswa enggan untuk

tampil percaya diri di depan kelas. Peneliti pun akhirnya menunjuk beberapa perwakilan kelompok untuk presentasi meskipun saat itu hasil diskusi mereka belum terlalu lengkap.

Melalui data Satisfaction yang ada, diketahui sebagian besar siswa belum merasa puas dalam belajar Biologi menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning. Hal ini dikarenakan siswa mengetahui bahwa nilai post test mereka banyak yang masih belum tuntas KKM. Meskipun demikian, siswa tetap berusaha untuk belajar lebih giat lagi bahkan saat peneliti memberikan waktu kepada siswa belajar sebelum post test. Beberapa siswa juga terlihat cukup puas saat peneliti memberikan hadiah dan pujian bagi mereka yang mendapatkan nilai baik dan kepercayaan diri yang cukup tinggi saat menyampaikan pendapatnya di depan kelas sehingga hal ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Sardiman (2008) bahwa dibutuhkan beberapa hal yang dapat digunakan sebagai cara untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa.

Dokumen terkait