• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembahasan Hasil Penelitian dan Pengembangan

Dalam dokumen HUBUNGAN ANTARA STATUS PENDIDIKAN DAN KO (Halaman 29-35)

PERILAKU SEKSUAL ANAK JALANAN DI RUMAH SINGGAH DAN BELAJAR (RSB) DIPONEGORO YOGYAKARTA TAHUN 2012

STREET CHILDREN SEXUAL BEHAVIOR IN THE DIPONEGORO SHELTER AND LEARNING HOUSE (RSB) IN THE YEAR OF 2012

2. Pembahasan Hasil Penelitian dan Pengembangan

Anak jalanan merupakan anak-anak yang berumur dibawah 18 tahun yang tinggal yang menghabiskan waktunya di jalanan.Keberadaan anak jalanan ada tiga motif yaitu motif untuk bekerja, motif hidup di jalanan, dan motif karena keluarga yang hidup di jalanan. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh BagongSuyanto (1999: 41) yang membagi anak jalanan menjadi tiga yaitu children on the Street, children of the street, dan children

from families of the street.Keberadaan anak jalanan tidak terlepas dengan perilaku seksual.

Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar anak

jalanan di RSB Diponegoro pernah melakukan perilaku-perilaku seksual mulai dari berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, meraba, bersenggama, masturbasi/onani dan oral seks. Terutama untuk anak jalanan yang berjenis kelamin perempuan untuk perilaku seksual awal mulanya cenderung karena adanya unsur paksaan/ancaman dari orang lain baik dari pacar maupun

sesama anak jalanansebagaimana yang di alami oleh TL (15 tahun) dan SB (16 tahun). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mury (2009: 1) yang menyimpulkan bahwa secara umum perilaku seksual anak jalanandi Kabupaten Jember Jawa Timur dalam kategori beresiko sebanyak 51,6%.

Bentuk-bentuk perilaku seksual yang dilakukan anak jalanan di RSB Diponegoro sesuai dengan pendapat Sarlito Sarwono (2011: 174) bahwa bentuk perilaku seksual mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Pendapat tersebut juga didukung oleh pendapat Duvall, E.M & Miller, B.C (dalam Mury, 2009: 45) yang mengungkapkan bahwa bentuk perilaku seksual meliputi: a) touching yaitu berpegangan tangan dan berpelukan, b) kissing yaitu berkisar dari ciuman singkat dan cepat sampai kepada ciuman yang lama dan lebih intim, c) petting yaitu menyentuh atau meraba daerah erotis dari tubuh pasangan biasanya meningkat dari meraba ringan sampai meraba alat kelamin, d) sexual intercourse yaitu hubungan kelamin atau senggama.

Seharusnya anak jalanan yang berusia remaja melakukan tugas

perkembangan remaja sebagaimana yang dikemukakan oleh Hurlock (dalam Siti Partini, dkk, 2006: 129) bahwa tugas perkembangan remaja yang harus dilalui meliputi: mencapai hubunganbaru dan yang lebihmatangdengan temansebayabaikpriamaupunwanita, mencapaiperansosialpria dan wanita, menerimakeadaanfisiknya dan menggunakantubuhnya secara efektif, dan mencapaiperilakusosial yang bertanggungjawab. Namun kenyataannya anak

jalanan cenderung berperilaku seksual tanpa dilandasi pernikahan. Perilaku seksual pada anak jalanan merupakan hal yang perlu disoroti oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan pada umumnya anak jalanan mudah terjebak dalam melakukan hubungan seks yang berisiko seperti hubungan seks dengan pasangan yang berganti-ganti atau hubungan seks tanpa perlindungan. Selain itu anak jalanan juga cenderung terlepas dari pengawasan orang tuanya. Jika perilaku seksual pra nikah terus menerus dilakukan oleh anak jalanan, maka akan merugikan anak jalanan itu sendiri khususnya bagi kaum perempuan seperti kehamilan yang tidak diinginkan, abortus yang tidak aman, serta meningkatnya risiko untuk terkena Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk HIV/AIDS.

Pada dasarnya anak jalanan di RSB Diponegoro mengetahui dampak adanya seks bebas, tetapi kenyataannya anak jalanan tetap melakukan hubungan seks bebas karena adanya beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi anak jalanan melakukan seks bebas diantaranya faktor kebutuhan, faktor keterpaksaan dan faktor perlindungan. Anak jalanan khususnya perempuan melakukan hubungan seks karena membutuhkan uang untuk biaya hidup dan untuk mendapatkan perlindungan dari anak jalanan/preman yang berkuasa di wilayah tersebut. Sementara faktor

keterpaksaan karena anak jalanan diperkosamelakukan seks bebas oleh anak jalanan/preman.

Salah satu dampak perilaku seks bebas pada anak jalanan yang cukup

mengkhawatirkandalam penelitian ini yaitu kehamilan seperti yang pernah di alami oleh TL (16 tahun). Ternyata anak jalanan mengetahui cara untuk menggugurkan kandungan yang tentunya sangat berisiko pada anak jalanan yakni dengan meminum satu bungkus obat berbentuk serbuk yang

sebenarnya obat untuk pelancar haid pada perempuan. Hal ini tentunya perlu mendapat perhatian dari masyarakat khususnya pengurus RSB Diponegoro untuk memberikan penyuluhan lebih intens tentang bahaya aborsi yang dilakukan oleh anak jalanan.

Dalam perilaku seks bebas, anak jalanan perempuan cenderung lebih beresiko pada kekerasan seksual. Hal ini sebagaimana hasil penelitian yang menunjukkan bahwa anak jalanan di RSB Diponegoro yang berjenis kelamin

perempuan cenderung mengalami tindakan kekerasan seksual seperti yang di alami oleh TL (15 tahun) dan SB (16 tahun). Pelaku kekerasan seksual biasanya berasal dari kalangan mereka sendiri. Selain itu, perilaku seksual pada anak jalanan dilakukan berdasarkan suka sama suka, ada sebagian anak jalanan perempuan yang ternyata melakukan seks bebas karena paksaan. Berbagai jenis alat kontrasepsi yang banyak dianjurkan oleh pemerintah ternyata tidak diminati, meskipun mereka pernah mendengar dan

memakainya.

Perilaku seksual pada anak jalanan merupakan permasalahan yang

perlu diperhatikan oleh banyak pihak. Hal ini dikarenakan anak jalanan pada umumnya tidak mempunyai pengetahuan yang memadai mengenai resikoresikonya dan pada umumnya mudah terjebak dalam melakukan hubungan

seks yang beresiko seperti hubungan seks dengan pasangan yang bergantiganti atau hubungan seks tanpa perlindungan. Pengetahuan mengenai

kesehatan reproduksi dan resiko perilaku seksual sangat penting bagi anak. Anak yang memiliki pemahaman secara benar dan proporsional tentang kesehatan reproduksi cenderung memahami resiko perilaku serta alternatif cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan seksualnya. Selain faktor pengetahuan, faktor keluarga juga penting. Orang tua merupakan figur teladan (modeling) bagi anak-anaknya. Oleh karena itu, munculnya perilaku menyimpang pada anak dimungkinkan karena orang tua yang justru melakukan perilaku-perilaku yang menyimpang, sehingga ditiru oleh anak. Apalagi untuk anak jalanan cenderung terlepas dari pengawasan orang tuanya. Pada masa remaja, lingkungan pergaulan juga sangat

berpengaruh pada perilaku seksual, terutama pada masa pubertas/remaja dimana pengaruh teman sebaya lebih besar dibandingkan orangtuanya atau anggota keluarga lain.

Oleh karena itu, pihak pengurus RSB Diponegoro perlu melakukan upaya-upaya untuk meminimalisir adanya perilaku seksual pra nikah pada anak jalanan di RSB Diponegoro pada khususnya dan anak jalanan pada umumnya. Upaya yang telah dilakukan pihak pengurus RSB Diponegoro seperti adanya pendampingan secara intens, mengadakan kegiatan-kegiatan yang dapat mengisi waktu luang pada anak jalanan seperti pelatihan

ketrampilan, pengajian dan pembelajaran, memberikan layanan konseling kepada anak jalanan mengenai permasalahan-permasalahan yang dialami, melakukan peneguran dan sanksi bagi anak jalanan yang melakukan pelanggaran peraturan yang berlaku di RSB Diponegoro perlu dilakukan secara kontinue. Dengan adanya kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan dapat mengatasi perilaku seksual pada anak jalanan khususnya di RSB Diponegoro.

Kesimpulan dan Saran Kesimpulan

1. Sebagian besar anak jalanan di RSB Diponegoro pernah melakukan perilaku-perilaku seksual mulai dari berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, meraba, bersenggama, masturbasi/onani dan oral seks. Terutama untuk anak jalanan yang berjenis kelamin perempuan untuk perilaku seksual awal mulanya cenderung karena adanya unsur

paksaan/ancaman dari orang lain baik dari pacar maupun sesama anak jalanan.

2. Faktor yang mempengaruhi perilaku seksual anak jalanan di RSB Diponegoro meliputi:

a) kurang memadainya pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi. b) pengaruh teman.

c) pengaruh lingkungan. d) pengaruh orang tua. e) media massa.

3. Upaya yang dilakukan pengurus RSB Diponegoro Yogyakarta untuk meminimalisir perilaku seksual anakjalanan yaitu:

a) memberikan pendampingan secara intensif

b) mengadakan kegiatan-kegiatan yang dapat mengisi waktu luang pada anak jalanan seperti pelatihan ketrampilan, pengajian dan pembelajaran.

c) memberikan layanan konseling kepada anak jalanan mengenai permasalahan-permasalahanyang dialami

d) melakukan peneguran dan sanksi bagi anak jalanan yang melakukan pelanggaran peraturan yang berlaku di RSB Diponegoro.

1. Hendaknya pihak RSB Diponegoro melakukan upaya untuk meminimalisir perilaku seksual anak jalanan secara berkelanjutandengan cara

memberikan kegiatan pendidikan maupun kegiatan keagamaan. Kegiatan pendidikan meliputi pelatihan keterampilan perbengkelan, kerajinan dan pembelajaran seperti di sekolah, sedangkan kegiatan keagamaan meliputi pengajian, mentoring, dan sholawatan.

2. Hendaknya pihak RSB Diponegoro mengadakan konseling tentang perilaku seksual dan kesehatan reproduksi anak jalanan secara intens dengan

pendekatan interpersonal seperti acara bedah film, sehingga anak jalanan menjadi lebih tertarik dan memahami tentang perilaku seksual dan 15

kesehatan reproduksi. Hal ini dikarenakan masih kurang memadainya pengetahuan anak jalanan tentang perilaku seksual dan kesehatan reproduksi.

3. Hendaknya anak jalanan di bina secara langsung oleh lembaga-lembaga sosial agar diberikan keterampilan dalam bekerja, sehingga anak jalanan dapat berkembang menjadi pribadi yang produktif.

Daftar Pustaka

Bagong Suyanto. (1999). Anak Jalanan Di Jawa Timur (Masalah dan Upaya Penangananya. Surabaya: Airlangga Univercity Press.

Eny Kusmiran. (2011). Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta: Salemba Medika.

http://id.wikipedia.org . (2012). Anak Jalanan. diakses pada tanggal 25 Mei 2012. Mu’tadin. (2002). Remaja dan Rokok http://www.e-psikologi.com, diperoleh tanggal 5 Juni 2009.

Mury. (2009). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Beresiko Anak Jalanan Di Kabupaten Jember Jawa Timur. Skripsi: Prodi Magister Promosi Kesehatan Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro.

Poerwadarminta. (2003). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Siti Partini Suardiman, dkk. (2006). Perkembangan Peserta Didik. Diktat Kuliah. Yogyakarta.

Suharsimi Arikunto. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Sukardi. (2007). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Syamsu Yusuf. (2011). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.

Husaini Usman. (2004). Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.

Wahyudi, K., (2000), Kesehatan Reproduksi Remaja. Lab Ilmu Kedokteran Jiwa FK UGM Jogjakarta.

http://journal.unnes.ac.id/artikel_nju/kemas/2827

PERILAKU KESEHATAN REPRODUKSI PADA ANAK JALANAN

Dalam dokumen HUBUNGAN ANTARA STATUS PENDIDIKAN DAN KO (Halaman 29-35)

Dokumen terkait