• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN ANTARA STATUS PENDIDIKAN DAN KO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "HUBUNGAN ANTARA STATUS PENDIDIKAN DAN KO"

Copied!
66
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA STATUS PENDIDIKAN DAN

KONDISI

KELUARGA DEN

GAN PERILAKU SEKS PADA ANAK

JALANAN DI KOTA SURAKARTA

Yuli Kusumawati 1

, Susanti 2

1,2

Prodi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta

Abstract One of the real

phenomenon that

has occurred in the life and impact of com plex

social problems including

health problems are

life of street children .

This study aims to

determine the relationship between

education status and

condition of

sexual behavior in families

with

street children in

(2)

.

This study is an

observational study

with cross

-sectional design .

Populations are

street children in Surakarta between 12

-18 years old , with

a total sample of 80 children who

were taken with

Snow Balling sampling method .

Analysis of the test data using Chy

Square .

The resu

lts showed that there is

(3)

to sexual behavior ,

while the condition of the family

had no connection with the

sexual behavior of street children in

the city of Surakarta .

Advice primarily

addressed to the department of s

ocial work along with the

education department in order to

assist

in providing education to street children who

drop out of school in the form of informal education and

conduct ongoing monitoring and providing health education to the

street children ,

espec ially

street children who

(4)

acts active .

Keywords :

Street Children ,

Education status ,

family situation ,

sexual behavior

PENDAHULUAN

Salah satu fenomena nyata yang telah terjadi dalam kehidupan dan

menimbulkan

dampak permasalahan sosial

yang komplek termasuk masalah kesehatan adalah kehidupan

anak jalanan. Keberadaan anak jalanan semakin lama semakin

bertambah jumlahnya, namun

sering diabaikan dan tidak dianggap ada oleh sebagian besar

masyarakat. Namun hal ini harus

mendapatkan perhatia

n

yang

baik dari masyarakat maupun pemerintah. Sebagian besar anak

jalanan berasal dari keluarga yang miskin. Penampilannya yang jorok

disebabkan karena

permukimannya yang kumuh atau bahkan sama sekali tidak mempunyai

tempat tinggal. Anak

jalanan ini serin

g terlihat di kota

-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Semarang dan ibu

kota propinsi lainnya.

Pada umumnya anak jalanan bekerja pada sektor

informal, yaitu

sebagai pemulung, penyemir, tukang sapu, lap mobil, pedagang

asongan, pengemis, tukang

parkir,

dan pekerjaan lain yang menghasilkan uang (Yusra, 2006).

Berdasarkan data Departemen Sosial RI, jumlah anak jalanan di

Indonesia semakin

(5)

tahun 2008 anak jalanan berjumlah 109.454 jiwa dan anak terlantar

2.250.152 jiwa (Depsos RI, 2008) dan

pada tahun 2009 pertumbuhan anak jalanan yang

rawan terhadap kasus keterlantaran berjumlah 3.488.309 jiwa (Depsos

RI, 2009). Data dari

provinsi Jawa Tengah, pada tahun 2008 terdapat anak jalanan sebanyak

9.770 jiwa (Depsos

RI, 2008).

Seorang anak, hidup m

enjadi anak jalanan bukan merupakan pilihan hidup yang

menyenangkan,

melainkan

keterpaksaan yang harus diterima karena adanya kondisi tertentu

94

Prosiding Seminar

Ilmiah Nasional Kesehatan , ISSN: 2338

-2694

yang menyebabkan hal itu harus dijalani. Penelitian Hutagalung (2002)

menyimpulkan

bahwa alasan ekonomi merupakan

penyebab paling banyak mengapa anak berada di jalanan.

Faktor lingkungan lain, seperti kondisi di luar rumah yang bebas

menyebabkan anak senang

berada di jalanan dan terbawa oleh pengaruh teman

-temannya di jalanan, sedangkan faktor

lingkungan di dalam rum

ah yang sering menyebabkan anak di jalanan adalah perceraian

orang tua dan kekerasan yang didapatkan di rumahnya.

Hasil Penelitian Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat

Universitas

Semarang (2008)

menyimpulkan

bahwa faktor penyebab seorang ana

k menjadi anak jalanan

yaitu kemiskinan, keretakan keluarga, orang tua tidak paham dan tidak

memenuhi kebutuhan

sosial anak, penyebab yang lain adalah keinginan sendiri, sering dipukuli

orang tua, dan ingin

(6)

dalamnya terdapat mekanisme hidup yang khas seperti cara

berinteraksi, berkomunikasi,

berperilaku, berkelompok, dan bertahan hidup. Anak jalanan sering

diidentifikasikan sebagai

anak yang bebas, liar, tidak mau dia

tur, dan melakukan kegiatan negatif.

Kondisi lingkungan yang bebas, membuat anak jalanan meninggalkan

kegiatan

sekolahnya, karena tidak ada biaya. Namun demikian, masih terdapat

anak

-anak jalanan yang

mau bersekolah, karena kehidupan di jalanan hanya bertu

juan untuk membantu orang tuanya

mencari biaya tambahan. Kehidupan jalanan yang komplek

menyebabkan anak jalanan

membangun pengetahuan sendiri sesuai dengan apa yang dilihat,

didengar dan dirasakan

(Hutagalung, 2002). Pengetahuan yang dimiliki anak jalanan

juga mempunyai pengaruh

terhadap tindakan seks anak jalanan. Anak jalanan lebih banyak

mempunyai pengetahuan

yang buruk tentang seksualitas.

Meningkatnya dorongan seksual menyebabkan anak mencari

informasi mengenai seks,

baik melalui buku, film, dan gamb

ar

-gambar yang dilakukan secara sembunyi

-sembunyi. Hal

ini dilakukan karena kurang terjalinnya komunikasi antara anak dan

orang dewasa, baik

orang tua maupun guru mengenai masalah seksual. Hasil

penelitian Novita (2006)

menyimpulkan bahwa sebagian besar re

sponden yang pernah melihat media pornografi walau

hanya sekilas di media cetak, yang meliputi majalah sebanyak 63

orang (66,3%), dan tabloid

sebanyak 51 orang (53,7%), sedangkan untuk media pornografi

elektronik yaitu melalui

televisi sebanyak 77 orang (8

(7)

Anak tidak mungkin bertahan hidup tanpa masyarakat, tanpa

lingkungan sosial tertentu

terutama keluarga. Keluarga dan lingkungan sosial itu dihayati oleh

anak sebagai bagian dari

dirinya sendiri. Penelitian yang dil

akukan Hutagalung (2002) menyimpulkan bahwa ada

hubungan yang sangat erat antara keluarga dengan tindakan

seksualitas. Semakin buruk

hubungan anak dengan keluarganya maka semakin buruk tindakan

seksnya dan semakin

tinggi risiko tertularnya Penyakit Menular

Seksual (PMS). Dalam hal ini bila pengontrolan

dari orang tua maupun keluarga kurang akan mempengaruhi

mereka melakukan hubungan

seks.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Kesehata , ISSN : 2338

-2694

|

95

Hasil penelitian Rahmasari (2005) menyimpulkan bahwa seseorang

yang merasa cocok

dengan teman atau kelompoknya, akan ce

nderung mengikuti gaya teman atau kelompoknya

tersebut. Menurut Juwartini (2004) anak

-anak yang melakukan kegiatan dan atau tinggal di

jalanan senantiasa berhadapan dengan situasi buruk yang

menyebabkan anak tersebut

menjadi korban dari berbagai bentuk per

lakuan salah dan eksploitasi seperti kekerasan fisik,

penjerumusan ke tindak kriminal, penyalahgunaan obat

-obatan dan minuman keras, objek

seksual dan sebagainya.

Anak jalanan berperilaku seks bebas, karena pengaruh lingkungan.

Kehidupan anak

-anak jalanan

(usia dibawah 18 tahun) sangat dekat dengan kehidupan seks bebas,

baik yang

(8)

Seks Komersial) jalanan (Setiawan, 2007). Selain itu perilaku seks anak

jalanan terbentuk

da

ri kehidupan orang

-orang dewasa karena dengan adanya penjaja seks yang ingin

memanfaatkan uang anak jalanan. Seks bebas di kalangan anak jalanan

sudah menjadi hal

yang lazim, anak jalanan melakukan seks bebas dengan sesama anak

jalanan dengan pola

hubungan

yang saling menguntungkan (

Taufik dan Nisa

,

2005

).

Hasil penelitian Yayasan Setara di Semarang mengungkapkan bahwa

dari 46 anak

jalanan perempuan, 38 anak (67,8%) telah memiliki pengalaman

seksual. 27 anak diantaranya

memiliki kecenderungan berganti

-ganti

pasangan dan 26 anak diindikasikan berada dalam

prostitusi (Shalahuddin, 2001). Menurut Almawalily (2010) jika seks

bebas pada anak

jalanan terus dibiarkan maka akan berdampak tidak baik seperti

kehamilan tidak diinginkan,

aborsi, perkawinan dan kehamilan

dini, terkena penyakit menular seksual dan

Human

Immunodeficiency Virus/Acquired Immuno Deficiency Syndrome

atau

HIV/AIDS. Remaja

berusia 15

-29 tahun rentan terinfeksi virus HIV/AIDS akibat dampak pergaulan seks

bebas

dan penggunaan jarum suntik narkoba

secara bergiliran

.

(9)

mencapai 3863 kasus, tahun 2010 sebanyak 4158 kasus dan pada 2011

sampai dengan bulan

Juni sebanyak 2352 kasus. Sedangkan provinsi Jawa Tengah

menduduki peringk

at keenam

dengan jumlah AIDS 1336 kasus.

Menurut KPAD di Surakarta tahun 2005

-2011 pada usia

<15 tahun, kasus HIV sebanyak 11 orang dan AIDS 25 orang

sedangkan pada usia 15

-24

tahun kasus HIV sebanyak 37 orang dan AIDS 21 orang.

Berdasarkan survei pendah

uluan pada anak jalanan di Kota Surakarta, ada anak yang

melakukan perilaku seksual, bahkan ada anak jalanan yang

incest

(hubungan kelamin yang

terjadi antara dua orang di luar nikah, sedangkan mereka berkerabat

dekat sekali). Penelitian

ini bertujuan untu

k mengetahui hubungan antara stuatus keluarga, dan pendidikan

dengan

Perilaku Seksual Anak Jalanan di Surakarta.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode observasional analitik dengan

pendekatan

cross

sectional.

Populasi dalam penelitian ini ad

alah semua anak jalanan yang ada di Surakarta

96

Prosiding Seminar

Ilmiah Nasional Kesehatan , ISSN: 2338

-2694

dengan jumlah 160 anak jalanan. Jumlah sampel sebanyak 80 anak.

Teknik pengambilan

sampel pada penelitian ini menggunakan metode

snowball sampling,

yaitu sebuah teknik

(10)

roleh pertama

-tama dengan cara menghubungi

seorang atau sekelompok responden, lalu meminta mereka untuk

memberikan saran tentang

orang

-orang yang dipandang memiliki informasi penting dan bersedia untuk

berpartisipasi

dalam penelitian.

Pengumpulan data men

ggunakan teknik wawancara langsung pada anak jalanan

dengan menggunakan kuesioner. Data disajikan dalam bentuk tabel dan

analisis bivariat

dilakukan dengan uji

Chi

-square.

HASIL

PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Responden dalam penelitian ini adalah anak jalanan

di Surakarta yang berumur 12

-18

tahun yang berjumlah sebanyak 80 orang. Umur responden rata

-rata 15 tahun. Umur termuda

adalah 12 tahun dan tertua adalah 18 tahun. Responden dengan jenis

kelamin laki

-laki

sebanyak 54 anak (67,5%), di mana hal ini lebih ba

nyak dari pada responden perempuan

yaitu sebanyak 26 anak (32,5%).

Tabel 1. Distribusi anak jalanan berdasarkan kondisi keluarga, Status

Pendidikan dan

Perilaku Seks Anak Jalanan di Surakarta

Variabel

Frekuensi Persentase (%) 1.

Kondisi Keluarga a.

(11)

dup dalam satu keluarga b.

Bercerai c.

Meninggal salah satu ortu d.

Meninggal kedua ortu 2.

Status Pendidikan a.

Tidak sekolah b.

SD c. SLTP d. SLTA 3.

Perilaku seks a.

Tidak Melalukakan hub seksual b.

Melakukan hub seksual Jumlah

48 16 13 3 39 13 21 7 45 35 80 60,0 20,0 16,3 3,8 48,8 16,3 26,3 8,8 56,2 43,8 100,0

(12)

jalanan di Kota Surakarta sangat beragam. Sebenarnya sebagian besar

masih hidup bersama

orang tuanya yaitu sebanyak 48 anak (60,0%)

, Sebanyak 16 anak (20,0%) kondisi

orangtuanya bercerai, sebanyak 13 anak (16,3%) salah satu

orangtuanya telah meninggal

dunia, dan yang kedua orangtuanya meninggal sebanyak 3 anak (3,8%).

Menurut pendidikannya responden anak jalanan yang tidak sekolah leb

ih banyak

dibandingkan dengan yang sekolah yaitu sebesar 39 anak (48,8%).

Sedangkan responden

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Kesehata , ISSN : 2338

-2694

|

97

yang pendidikannya masih SD sebesar 13 anak (16,2%), SMP 21 anak

(26,2%) dan

pendidikannya SMA sebesar 7 anak (8,8%).

Hasil penelitian tentang perilaku seksual an

ak jalanan di Kota Surakarta yang terlihat

pada tabel 2 menunjukkan bahwa anak jalanan yang telah melakukan

hubungan seks

sebanyak 35 anak (43,8%), dan yang tidak melakukan hubungan

seks sebanyak 45 anak

(56,2%).

Tabel 2. Hubungan antara Status Pendidikan

dan Kondisi Kealuarga

dengan Perilaku Seksual

Anak Jalanan di Kota Surakarta tahun 2012.

Status Pendidikan

Perilaku Seksual Jumlah

P value*

Tidak Melakukan Hub Seks Melakukan Hub seks

(13)

Jumlah 45 (56,3%) 35 (43,8%) 80 (100%)

Kondisi Keluarga 0,818

Hidup sendiri atau dengan salah satu ortu

17 (53,1%) 15 (46,9%) 22 (100%)

Hidup bersama ortu 28 (58,3%)

20 (41,7%) 48 (100%) Jumlah 45 (56,3%) 35 (43,8%) 8

0 (100%)

Berdasarkan tabel 3, dapat diketahui bahawa anak jalanan yang tidak

sekolah

cenderung lebih banyak yang melakukan hubungan seksual yaitu 23

anak (60,5%) dari pada

yang sekolah yaitu hanya 12 anak (28,6%). Sedangkan, dapat diketahui

kecenderung

an

bahwa anak jalanan yang masih hidup bersama orang tua lebih banyak

yang tidak melakukan

seksual yaitu sebanyak 28 anak (58,3%), walaupun selisihnya sekidit,

yatu hanya sekitar 8

anak. Anak jalanan yang hidup sendiri atau hanya dengan salah satu

orang tu

a, lebih banyak

yang melakukan hubungan seksual, walaupun hanya 2 anak saja.

Responden dalam penelitian ini adalah anak jalanan yang berada di

Surakarta dan

berumur 12 tahun sampai 18 tahun. Umur rata

-rata anak jalanan di Kota Surakarta adalah 15

tahun. Ha

l ini menunjukkan bahwa anak jalanan tersebut masih termasuk umur

anak sekolah,

yang harus mendapatkan perlindungan dari orang tuanya di rumah, dan

harus mendapatkan

(14)

-anak tersebut

menjadi ana

k jalanan, diantaranya tidak mendapatkan perhatian dari orang tuanya

karena

bercerai, ataupun sudah meninggal dunia salah atau atau keduanya.

Namun ada pula yang

masih hidup bersama orang tuanya, karena memang kondisi sosial

ekonominya yang

menyebabkan ana

k tersebut harus mencari nafkah dijalanan.

Berdasarkan tabel 2 diketahui persentase responden laki

-laki yaitu sebanyak 54 orang

(67,5%) lebih banyak dari pada responden perempuan yaitu sebanyak

26 orang (32,5%).

Biasanya anak laki

-laki lebih cenderung men

ginginkan kebebasan untuk bergaul dengan

teman sebayanya. Menurut Sarwono (2001) peran gender merupakan

bagian dari peran sosial

dan tidak hanya ditentukan oleh jenis kelamin orang yang bersangkutan,

tetapi oleh

98

Prosiding Seminar

Ilmiah Nasional Kesehatan , ISSN: 2338

-2694

lingkungan dan faktor

-faktor lainnya. Pada k

ehidupan psikologi remaja, perkembangan organ

seksual mempunyai pengaruh kuat dalam minat remaja terhadap lawan

jenis. Terjadinya

peningkatan perhatian remaja terhadap lawan jenis dipengaruhi oleh

faktor perubahan

-perubahan fisik selama periode pubertas (S

antrock, 2003).

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji

chy square

(15)

=

0,008 <0,05). Hal ini menunjukkan ada hubungan status pendidikan

dengan perilaku seks

anak jalanan. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam k

ehidupan seorang anak.

Anak yang mendapatkan pendidikan yang baik, akan berdampak pada

sikap dan perilakunya

pada suatu hal.

Pada penelitian ini, hampir separuh (48,8%) anak jalanan yang ana di

Kota

Surakarta sudah tidak sekolah lagi. Padahal dilihat dari

umurnya, anak

-anak tersebut

seharusnya masih mendapatkan pendidikan. Namun demikian, ada pula

anak jalanan yang

masih berstatus sekolah, yang terbanyak adalah SLTP yaitu 21 orang

(26,3%). Hal ini jelas

sangat mempengaruhi perilakunya di jalanan, termasuk

perilaku seksualnya. Hasil penelitian

ini sejalan dengan p

enelitian Hutagalung (2002) yang menyimpulkan bahwa alasan ekonomi

merupakan penyebab paling banyak mengapa anak berada di jalanan.

Karena ekonomi yang

kurang baik, menyebabkan anak

-anak tidak menda

patkan pendidikan yang layak, dan tidak

heran banyak yang putus sekolah untuk mencari nafkah di jalanan dan

akhirnya hidup

sebagai anak jalanan.

Pendidikan yang rendah, bahkan putus sekolah menyebabkan anak

tidak mendapatkan

informasi yang baik dari sumber

yang benar. Terkait dengan informasi masalah seksualitas

dan kesehatan reproduksi,

informasi yang didapatkan tidak tersaring dengan baik sehingga

memungkinkan anak jalanan mempunyai pengetahuan yang salah dan

pemberian informasi

kesehatan reproduksi yang

(16)

bebas dan liar. Sehingga menyebabkan terjadinya perilaku yang

menyimpang pada anak

jalanan tersebut, yaitu peri

laku seks bebas. Anak jalanan di Kota Surakarta yang mengaku

telah melakukan hubungan seksual secara bebas dengan temannya

sendiri sebanyak 35 orang

(43,8%).

Bentuk

perilaku seks yang dimaksud dalam penelitian ini diantaranya membaca

buku

porno sebanyak 33

anak (41,2%), memikirkan fantasi seks 41 anak (51,2%), membicarakan

tentang seks dengan lawan jenis 36 anak (45%), berpelukan dengan

lawan jenis 50 anak

(62,5%), mencium bibir lawan jenis 51 anak (63,8%), mencium leher

lawan jenis 26 anak

(32,5%), meraba

bagian tubuh

lawan

jenis 33 anak (41,2%), petting 18 anak (22,5%),

memegang alat kelamin dari luar baju lawan jenis 25 anak (31,2%),

memegang alat kelamin

dari dalam baju lawan jenis 34 anak (42,5%), melihat orang lain

melakukan hubungan seks

39 anak (48,8

%), onani/masturbasi 35 anak (43,8%), oral seks 20 anak (25%),

melakukan

hubungan seks sebanyak 35 anak (43,8%).

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji

Chy square

diperoleh

(

=0,819 > 0,05). Hal ini menunjukkan tidak ada hubungan ant

ara kondisi keluarga

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Kesehata , ISSN : 2338

-2694

|

99

dengan perilaku seks anak jalanan. Peranan orang tua dalam mendidik

anak sangat

(17)

anak. Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakuka

n oleh Lembaga

Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat Universitas Semarang

(2008) yang

menyimpulkan bahwa faktor penyebab seorang anak menjadi anak

jalanan yaitu kemiskinan,

keretakan keluarga, orang tua tidak paham dan tidak memenuhi

kebutuhan sosial a

nak,

penyebab yang lain adalah: keinginan sendiri, sering dipukuli orang tua,

dan ingin bebas.

Dalam penelitian ini, anak jalanan yang masih hidup bersama

keluarganya sebanyak 48

anak (60%), yang kedua orang tuanya bercerai sebnyak 16 orang

(20%), yang or

ang tuanya

telah meninggal salah satu sebanyak 13 orang (16,3%) dan yang telah

meninggal kedua

orangtuanya sebanyak 3 orang (3,8%). Meskipun masih banyak anak

jalanan yang hidup

bersama orangnya, namun kehidupan tersebut memang tercipta di

jalanan, karena

faktor

kemiskinan membuat satu keluarga membentuk perilaku untuk mencari

nafkah dalam

kehidupan di jalanan. Tidak menutup kemungkinan, apabila kedua orang

tuanya mencari

nafkah di jalanan, maka karakteristik anaknya juga akan terbentuk di

jalanan, sehingga

pengaruh lingkungan lebih kuat dibandingkan dengan perhatian orang

tuanya. Anak jalanan

melakukan perilaku seks lebih banyak karena pengaruh lingkungan.

Kehidupan anak

-anak

jalanan (usia dibawah 18 tahun) sangat dekat dengan kehidupan seks

bebas, baik ya

ng

dilakukan dengan cara disodomi oleh orang yang lebih dewasa maupun

dengan PSK (Pekerja

Seks Komersial) jalanan (Setiawan, 2007).

(18)

penting pendidikan anak dalam membentuk karek

ater, pengetahuan hingga perilaku anak

tersebut. Anak jalanan dalam penelitian ini merupakan remaja yang

sedang dalam periode

ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa yang dilihat atau

didengarnya dari media

massa tersebut. Status pendidikan anak jal

anan yang sekolah, akan mendapatkan sumber

informasi yang benar tentang sesuatu hal, termasuk perilaku

seksualnya. Oleh karena itu

sumber informasi yang baik dan bertanggungjawab diperlukan oleh

remaja, agar remaja tidak

salah dalam mendapatkan sumber inf

ormasi. Pada anak jalanan akan mendapatkan informasi

yang benar dari sumber informasi yang baik dan bertanggung jawab

yaitu dari sekekolah dan

biasanya diperoleh dari pihak yang menangani anak jalanan yaitu

seperti Lembaga Bina

Bakat.

Hasil penelitian menu

njukkan bahwa teman yang mempengaruhi untuk berpelukan

dengan lawan jenis yaitu sebanyak 42 orang (52,5%), mempengaruhi

untuk berciuman 37

orang (46,2%), mempengaruhi untuk berhubungan seks 33 orang

(41,2%), mengajak untuk

melakukan hubungan seks 25 orang

(31,2%) dan mengajak untuk melihat film porno yaitu

sebanyak 58 orang (72,5%).

100

Prosiding Seminar

Ilmiah Nasional Kesehatan , ISSN: 2338

-2694

SIMPULAN

Ada hubungan antara status pendidikan dengan perilaku seksual anak

jalanan di

Surakarta.

Tidak ada hubungan antara kondisi keluarga dengan perilaku seksual

anak ja

lanan

di Surakarta.

(19)

Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR) ; Perhatian Besar bagi Islam

.

Fokus Edisi 30.

http://www.rahima.or.id

. Diakses: 9 Agustus 2011.

Depsos RI. 2008.

Data

Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial

-PMKS Tahun 2008

.

www.depsos.go.id

. Diakses: 19 Mei 2011.

Depsos RI. 2009.

Promosi Kunci Sukses Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial

.

www.

depsos.go.id

. Diakses: 21 Mei 2011.

Ditjen PPM & PL Depkes RI. 2011.

Statistik Kasus HIV/AIDS di Indonesia.

http://www.aidsindonesia.or.id/repo/LT1Menkes2010.pdf

. Diakses: 10 Agustus 2

011.

Hutagalung E. 2002.

Hubungan Karakteristik Anak Jalanan terhadap Perilaku Seksualnya

dan Kemungkinan Terjadinya Resiko Penyakit Menular Seksual (PMS) di

Kawasan

Terminal Terpadu Pinang Baris Medan

. [Skripsi]. Sumatera: Fakultas Kesehatan

Masyarakat U

SU.

Juwartini W. 2004.

Profil Kehidupan Anak Jalanan Perempuan (Studi Kasus Anak Jalanan

di Komplek Tugu Muda Semarang).

[Skripsi]. Semarang: Fakultas Ilmu Pendidikan

UNES.

Novita N, Nida U.H, Supriyati. 2006. Hubungan Antara Paparan

Pornografi dan Komun

ikasi

Remaja

(20)

Jurnal

Sains Kesehatan

. 19 (2), April, 2006.

Rahmasari H. 2005.

Kebijaksanaan non Pedal dalam Penanggulangan Eksploitasi Seksual

Komersial terhadap Anak (Studi di Kota Surakarta)

.

[Tesis]. Semarang: Program

Magister Ilmu Hukum UNDIP.

Santrock, J.W. 2003.

Adolescence Perkembangan Remaja

. Jakarta: Erlangga.

Setiawan H. 2007. Pemberdayaan Anak Jalanan Melalui Program Score

dalam Mencegah

Penyebaran HIV/AIDS.

Jurnal Penelitian dan Pe

ngembangan Kesejahteraan Sosial.

Vol.12. No.13. September

-Desember 2007.

Prosiding Seminar Ilmiah Nasional Kesehata , ISSN : 2338

-2694

|

101

Taufik dan Nisa R. 2005. Seksualitas Remaja: Perbedaan Seksualitas

antara Remaja yang

Tidak Melakukan Hubungan Seksual dan Remaja yang Melakukan

Hubungan Seksual.

Jurnal Penelitian H

umaniora

, Vol.1, No.2, 2005: 115

-129.

Yusra, Mail dan Hairani Siregar. 2006. Program Pemberdayaan Anak

Jalanan oleh Yayasan

AKMI Medan.

Jurnal Pemberdayaan Komunitas.

Mei 2006. Vol.5. No. 2. Hal: 186

(21)

Minggu, 14 Juni 2015

PERILAKU SEKSUAL ANAK JALANAN DI RUMAH SINGGAH DAN

BELAJAR (RSB) DIPONEGORO YOGYAKARTA TAHUN 2012

STREET CHILDREN SEXUAL BEHAVIOR IN THE DIPONEGORO SHELTER AND LEARNING HOUSE (RSB) IN THE YEAR OF 2012

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:

1. perilaku seksual anak jalanan di RSB Diponegoro.

2. faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual anak jalanandi RSB Diponegoro.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan

kualitatif.Teknik pengambilan sampling dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yakni pemilihan informan penelitian berdasarkan pertimbangan atau kriteria tertentu yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian. Informan yang

memenuhi kriteria sebanyak 7 orang yang terdiri dari informan anak jalanan sebanyak 5 orang dan pengurus sebanyak 2 orang. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi: observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data dalam penelitian ini yaitu analisis kualitatif model interaktif yang terdiri dari: pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1. secara keseluruhan anak jalanan di RSB Diponegoro pernah melakukan perilaku seksual

mulai dari berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, meraba, bersenggama, masturbasi/onani dan oral seks.

2. faktor yang mempengaruhi perilaku seksual anak

jalanan di RSB Diponegoro terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu kurang memadainya pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi,

sedangkan faktor eksternalnya meliputi pengaruh teman, pengaruh lingkungan, pengaruh kondisi keluarga, dan media massa.

3. upaya yang telah dilakukan pengurus RSB Diponegoro Yogyakarta untuk meminimalisir

perilaku seksual anak jalanan yaitu:

(22)

b) mengadakan kegiatan-kegiatan seperti pelatihan ketrampilan, pengajian dan pembelajaran.

c) memberikan layanan konseling mengenai permasalahan-permasalahan yang dialami,

d) melakukan peneguran dan sanksi bagi anak jalanan yang melakukan pelanggaran peraturan

yang berlaku di RSB Diponegoroya. Kata kunci: perilaku seksual, anak jalanan.

Abstract

This This study was aimed to determine:

1. the sexual behavior of street children in RSB Diponegoro.

2. the factors that influence the sexual behavior of street children in RSB Diponegoro.

This research was a descriptive study with qualitative approach. The technique sampling was using purposive sampling technique that based on

consideration of the research informants selection or certain criteria according to the research’s object. The informants who meet the criteria were 7 people including the street children informants as many as 5 people and the administrator as many as 2 people. Data collection technique included: observation, interview and documentation.

Technique of data analysis in this study was a qualitative analysis of interactive model that consisted of: data collection, data reduction, data presentation and conclusion.The results showed that:

1. the overall street children in RSB Diponegoro had sexual behavior ranging from holding

hands, hugging, kissing, touching, intercourse, masturbation and oral sex.

2. factors that influence the sexual behavior of street children in RSB Diponegoro consisted of

internal factors and external factors. The internal factors were lack of adequate knowledge about reproductive health, while the external factors included the influence of friends, environment, family circumstances,and mass media

3. the efforts that had been made by the administrators of RSB Diponegoro Yogyakarta to

minimize the sexual behavior of street children namely: a) provide the intensive assistance

b) conduct many activities such as skills training, teaching, religious activities and learning.

c) provide counseling services on issues faced.

d) did the accost and sanctions for street children who violate regulations on RSB Diponegoro.

Keywords: sexual behavior, street children.

(23)

Anak adalah aset bangsa yang memiliki hak untuk tumbuh dan berkembang dengan optimal, karena anak merupakan generasi masa depan yang akan menentukan baik-buruknya suatu bangsa. Anak yang seharusnya mendapatkan hak untuk hidup secara layak sebagian justru terlantar di jalanan yang sering disebut dengan anak jalanan. Keberadaan anak jalanan saat ini menjadi fenomena global bagi dunia termasuk di Indonesia. Hal ini dikarenakan anak jalanan banyak dijumpai di jalanan dan tempat-tempat umum, seperti pasar, mall, terminal bis, stasiun kereta api dan taman kota.

Anak jalanan merupakan anak-anak dibawah umur 18 tahun yang tinggal dan mencari nafkah di jalanan (Poerwadarminta, 2003: 341). Jalanan merupakan tempat yang berbahaya bagi kehidupan anak, karena di lingkungan ini tidak dapat membantu proses tumbuh-kembang anak dan merealisasikan potensinya secara penuh. Anak jalanan harus bertahan hidup dengan melakukan aktivitas di sektor informal, seperti menyemir sepatu, menjual koran, mencuci kendaraan, menjadi pemulung barangbarang bekas. Sebagian lagi mengemis, mengamen, ada yang mencuri,

mencopet dan bahkan terlibat perdagangan seks. Anak jalanan seringkali menjadi korban eksploitasi dari orang dewasa, misalnya mengalami pelecehan seksual. Hal inilah yang menyebabkan anak jalanan sudah terbiasa melakukan perilaku seksual secara bebas. Risiko dari perilaku tersebut sangat luas, tidak hanya mengancam secara fisik tetapi juga secara sosial dan psikologis. Namun demikian keadaan tersebut memaksa anak jalanan mau tidak mau harus menjalani kehidupan keras di jalanan termasuk perilaku seksual.

Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Bentuk perilaku seksual mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, berciuman,bahkan bersenggama hal ini sejalan dengan Duvall, E.M & Miller, B.C (dalam Mury, 2009: 45) bentuk perilaku seksual pranikah mengalami peningkatan secara bertahap. Adapun bentuk-bentuk perilaku seksual tersebut adalah 1) touching yaitu berpegangan tangan dan

(24)

meraba daerah erotis dari tubuh pasangan biasanya meningkat dari

meraba ringan sampai meraba alat kelamin, dan 4) sexual intercourse yaitu hubungan kelamin atau senggama. Lebih lanjut menurut Eny Kusmiran (2011: 34) akibat yang ditimbulkan bagi anak jalanan berusia remaja yang berperilaku seksual pranikah yaitu: 1) terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan yang berdampak pada beban psikologis, sosial dan ekonomi, 2) pengguguran kandungan atau aborsi, 3) terkena penyakit menular seksual (PMS) khususnya remaja yang sering berganti-ganti pasangan apalagi berhubungan seks dengan penjajah seks.

Perilaku seksual pada anak jalanan merupakan salah satu

permasalahan yang perlu diperhatikan oleh banyak pihak. Hal ini

dikarenakan anak jalanan pada umumnya tidak mempunyai pengetahuan yang memadai mengenai resiko-resikonya dan pada umumnya mudah terjebak dalam melakukan hubungan seks yang berisiko seperti hubungan seks dengan pasangan yang berganti-ganti atau hubungan seks tanpa perlindungan. Selain itu anak jalanan juga cenderung terlepas dari pengawasan orang tuanya.

Salah satu rumah singgah di Yogyakarta yang berkomitmen sebagai kawasan bagi anak-anak jalanan menuju kehidupan secara normal yaitu Rumah Singgah dan Belajar (RSB) Diponegoro. RSB Diponegoro Yogyakarta merupakan lembaga yang didirikan sebagai sayap lembaga Yayasan Pondok Pesantren Diponegoro yang menangani anak-anak jalanan. Bentuk kegiatan yang dilakukan rumah singgah berupa pengamatan masalah anak jalanan, identifikasi dan pendampingan anak, pelatihan dan penyuluhan kepada anak, konseling anak, dan pengembalian anak ke sekolah, pesantren, rumah dan panti asuhan.

Berdasarkan studi pendahuluan di RSB Diponegoro yang dilakukan penulis pada tanggal 20 Juli 2012 melalui wawancara dengan pengurus RSB, ditemukan bahwa sampai saat ini RSB Diponegoro melakukan

(25)

Novotel, dan h) Stasiun Lempuyangan. Lebih lanjut dijelaskan oleh

pengurus RSB Diponegoro bahwa banyak anak jalanan di Yogyakarta pada usia remaja madya antara usia 15-18 tahun terjerumus dalam pergaulan bebas. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan akan resiko seks bebas dan ada juga karena dipaksa oleh preman dan sesama anak jalanan. Seks bebas merupakan hubungan intim yang dilakukan dengan lawan jenis tanpa dilandasi ikatan pernikahan.

Selanjutnya peneliti juga melakukan wawancara dengan 5 anak jalanan di RSB Diponegoro pada tanggal 31 Juli 2012. Tiga diantaranya mengaku pernah melakukan seks bebas, sedangkan 2 diantaranya mengaku belum pernah melakukan seks bebas. Bahkan kasus yang terakhir di RSB Diponegoro ada satu anak perempuan jalanan berinisial MN (16 tahun) yang ketahuan sedang tidur bersama dengan dua anak laki-laki yang juga anak jalanan berinisial FR (17 tahun) dan BD (18 tahun). Menurut keterangan pengurus RSB, alasan mereka melakukan perbuatan tersebut karena terbiasa tidur bersama saat di jalanan dan tidak ada yang melarang.

Hasil observasi juga menunjukkan bahwa anak jalanan tampak terbiasa melakukan bentuk-bentuk perilaku seksual seperti berpegangan tangan,

berpelukan dan berciuman. Dengan demikian perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai perilaku seksual anak jalanan di RSB Diponegoro agar diperoleh informasi yang lebih jelas tentang bentuk perilaku seksual anak jalanan, faktor-faktor yang mendukung perilaku tersebut.

Sebelumya pernah dilakukan penelitian tentang anak jalanan yang dilakukan oleh Mury (2009: 1) dengan judul “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Beresiko Anak Jalanan Di Kabupaten Jember Jawa Timur” menemukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual beresiko anak jalanan yaitu umur, aktivitas di jalanan, lama di jalan perhari, kebiasaan mengkonsumsi zat adiktif, tipe anak jalanan serta sikap terhadap kesehatan reproduksi, PMS dan HIV/AIDS. Penelitian ini juga menemukan bahwa sikap tentang kesehatan reproduksi, PMS dan HIV/AIDS serta dukungan pemimpin kelompok berpengaruh sebesar 65,58% terhadap berperilaku seksual anak jalanan.

(26)

Model Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif.

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dan pengembangan ini dilakukan di Rumah Singgah dan Belajar (RSB) Diponegoro Yogyakarta yang beralamat di Jl. Utara No. 6 B

Pugeran,Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta. Waktu pelaksanaan pada 3 November- 3 Desember 2012.

Subjek Penelitian

Penentuan subyek informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling yakni pemilihan informan penelitian berdasarkan pertimbangan atau kriteria tertentu yang ditetapkan berdasarkan tujuan penelitian. Informan yang memenuhi kriteria dalam penelitian ini sebanyak 7 orang yakni untuk anak jalanan sebanyak 5 orang dan untuk pengurus sebanyak 2 orang.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui observasi, wawancara dan dokumentasi.

Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diimplementasikan. Analisis data dilakukan dengan tujuan agar informasi yang dihimpun akan menjadi jelas dan eksplisit. Sesuai dengan tujuan penelitian maka teknik analisis data yang dipakai untuk

menganalisis data dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif model interaktif.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Deskripsi Hasil Penelitian dan Pengembangan

Dalam penelitian ini terdapat 7 orang informan penelitian. Subjek

(27)

Tabel 1.Profil Informan Anak Jalanan Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia,Tingkat Pendidikan,dan Lama Menjadi Anak Jalanan

No Nama (Inisial)

JenisKelamin Usia (Th)

Tingkat Pendidikan Lama Menjadi Anak Jalanan

1 WY Laki-laki 17 Lulusan SD 6 th

2 BG Laki-laki 17 Tidak pernah sekolah 10 th 3 TL Perempuan 16 Tidak pernah sekolah 8 th 4 AA Laki-laki 18 Lulusan SD 9 th

5 SB Perempuan 16 SD (Tidak lulus) 6 th (Sumber: Data Primer, 2012)

Berdasarkan tabel 4 dapat diketahui bahwa informan anak jalanan

dalam penelitian ini sebagian besar berjenis kelamin laki-laki sebanyak 4 orang (57,14%) dan sisanya berjenis kelamin perempuan sebanyak 3 orang (42,86%). Selanjutnya jika dilihat berdasarkan usia untuk anak jalanan masih berusia remaja yaitu antara 16-18 tahun. Untuk tingkat pendidikan menunjukkan bahwa informan anak jalanan secara

keseluruhan memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Hal ini dikarenakan tingkat pendidikan anak jalanan hanya lulusan SD saja bahkan ada yang tidak pernah menempuh pendidikan sama sekali. Sementara berdasarkan lamanya informan menjadi anak jalanan antara 6-10 tahun.

Mengenai profil informan pengurus RSB Diponegoro disajikan pada tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Profil Informan Pengurus RSB Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia,Tingkat Pendidikan

(28)

(Inisial)

JenisKelamin Usia (Th)

Tingkat Pendidikan Keterangan

1 FS Laki-laki 38 S1 Pengurus RSB Diponegoro, Guru SD

2 NV Perempuan 34 S1 Pengurus RSB Diponegoro,

Wiraswasta

(Sumber: Data Primer, 2012)

Berdasarkan tabel 2 dapat diketahui bahwa informan pengurus

RSB Diponegoro terdiri dari 2 orang yang berjenis kelamin laki-laki dan perempuan dan berusia 34 tahun dan 38 tahun. Informan pengurus RSB Diponegoro seluruhnya memiliki tingkat pendidikan yang memadai yaitu S1. Selain menjadi pengurus RSB Diponegoro, ternyata informan dalam penelitian ini memiliki profesi lain sebagai guru SD dan wiraswasta. Faktor penyebab menjadi anak jalanan pada subyek penelitian ini yaitu faktor ekonomi, faktor modeling dan faktor disorganisasi keluarga (perpecahan keluarga).Faktor ekonomi cenderung akibat adanya

kemiskinan, sehingga anak terpaksa mencari nafkah untuk membantu memenuhi kebutuhan hidup keluarganya atau untuk kebutuhan

pribadinya sebagaimana yang dialami oleh WY (17 tahun) dan TL (16 tahun)sementara BG (17 tahun) disebabkan oleh faktor modeling (sejak kecil sudah berada di jalanan). Selanjutnyafaktor disorganisasi keluarga atau adanya perpecahan keluarga juga menjadi penyebab menjadi anak jalanan. Anak sering dijadikan pelampiasan atas masalah yang tengah dihadapi orang tua, sehingga anak stres dan tidak betah di rumah, maka anak akan melarikan diri dan mencari kehidupan lain kemudian terjebak

(29)

melakukan hubungan seksual. Sementara anak jalanan laki-laki cenderung lebih aman dari tindakan kekerasan seksual. Hal ini berarti anak jalanan perempuan sering mengalami pelecehan dan kekerasan seksual dalam berbagai bentuknya, seperti dicolek, diraba-raba, bahkan diperkosa (melakukan hubungan seksual secara paksa).

Sebagian besar anak jalanan di RSB Diponegoro pernah

melakukan perilaku-perilaku seksual mulai dari berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, meraba, bersenggama, masturbasi/onani dan oral seks. Terutama untuk anak jalanan yang berjenis kelamin perempuan untuk perilaku seksual awal mulanya cenderung karena adanya unsur paksaan/ancaman dari orang lain baik dari pacar maupun sesama anak jalanan. Faktor yang mempengaruhi perilaku seksual anak jalanan di RSB Diponegoro meliputi: a) kurang memadainya pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi, b) pengaruh teman, c) pengaruh lingkungan, d) pengaruh orang tua, dan e) media massa. Upaya yang dilakukan pengurus RSB Diponegoro Yogyakarta untuk meminimalisir perilaku seksual anakjalanan yaitu: a) memberikan pendampingan secara intensif, b) mengadakan kegiatan-kegiatan yang dapat mengisi waktu luang pada anak jalanan seperti pelatihan ketrampilan, pengajian dan pembelajaran, c) memberikan layanan konseling kepada anak jalanan mengenai

permasalahan-permasalahan yang dialami, d) melakukan peneguran dan sanksi bagi anak jalanan yang melakukan pelanggaran peraturan yang berlaku di RSB Diponegoro.

2. Pembahasan Hasil Penelitian dan Pengembangan

Anak jalanan merupakan anak-anak yang berumur dibawah 18 tahun yang tinggal yang menghabiskan waktunya di jalanan.Keberadaan anak

(30)

from families of the street.Keberadaan anak jalanan tidak terlepas dengan perilaku seksual.

Perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar anak

jalanan di RSB Diponegoro pernah melakukan perilaku-perilaku seksual mulai dari berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, meraba, bersenggama, masturbasi/onani dan oral seks. Terutama untuk anak jalanan yang berjenis kelamin perempuan untuk perilaku seksual awal mulanya cenderung karena adanya unsur paksaan/ancaman dari orang lain baik dari pacar maupun

sesama anak jalanansebagaimana yang di alami oleh TL (15 tahun) dan SB (16 tahun). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Mury (2009: 1) yang menyimpulkan bahwa secara umum perilaku seksual anak jalanandi Kabupaten Jember Jawa Timur dalam kategori beresiko sebanyak 51,6%.

Bentuk-bentuk perilaku seksual yang dilakukan anak jalanan di RSB Diponegoro sesuai dengan pendapat Sarlito Sarwono (2011: 174) bahwa bentuk perilaku seksual mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan bersenggama. Pendapat tersebut juga didukung oleh pendapat Duvall, E.M & Miller, B.C (dalam Mury, 2009: 45) yang mengungkapkan bahwa bentuk perilaku seksual meliputi: a) touching yaitu berpegangan tangan dan berpelukan, b) kissing yaitu berkisar dari ciuman singkat dan cepat sampai kepada ciuman yang lama dan lebih intim, c) petting yaitu menyentuh atau meraba daerah erotis dari tubuh pasangan

biasanya meningkat dari meraba ringan sampai meraba alat kelamin, d) sexual intercourse yaitu hubungan kelamin atau senggama.

Seharusnya anak jalanan yang berusia remaja melakukan tugas

(31)

jalanan cenderung berperilaku seksual tanpa dilandasi pernikahan. Perilaku seksual pada anak jalanan merupakan hal yang perlu disoroti oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan pada umumnya anak jalanan mudah terjebak dalam melakukan hubungan seks yang berisiko seperti hubungan seks dengan pasangan yang berganti-ganti atau hubungan seks tanpa perlindungan. Selain itu anak jalanan juga cenderung terlepas dari pengawasan orang tuanya. Jika perilaku seksual pra nikah terus menerus dilakukan oleh anak jalanan, maka akan merugikan anak jalanan itu sendiri khususnya bagi kaum perempuan seperti kehamilan yang tidak diinginkan, abortus yang tidak aman, serta meningkatnya risiko untuk terkena Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk HIV/AIDS.

Pada dasarnya anak jalanan di RSB Diponegoro mengetahui dampak adanya seks bebas, tetapi kenyataannya anak jalanan tetap melakukan hubungan seks bebas karena adanya beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi anak jalanan melakukan seks bebas diantaranya faktor kebutuhan, faktor keterpaksaan dan faktor perlindungan. Anak jalanan khususnya perempuan melakukan hubungan seks karena membutuhkan uang untuk biaya hidup dan untuk mendapatkan perlindungan dari anak jalanan/preman yang berkuasa di wilayah tersebut. Sementara faktor

keterpaksaan karena anak jalanan diperkosamelakukan seks bebas oleh anak jalanan/preman.

Salah satu dampak perilaku seks bebas pada anak jalanan yang cukup

mengkhawatirkandalam penelitian ini yaitu kehamilan seperti yang pernah di alami oleh TL (16 tahun). Ternyata anak jalanan mengetahui cara untuk menggugurkan kandungan yang tentunya sangat berisiko pada anak jalanan yakni dengan meminum satu bungkus obat berbentuk serbuk yang

sebenarnya obat untuk pelancar haid pada perempuan. Hal ini tentunya perlu mendapat perhatian dari masyarakat khususnya pengurus RSB Diponegoro untuk memberikan penyuluhan lebih intens tentang bahaya aborsi yang dilakukan oleh anak jalanan.

(32)

perempuan cenderung mengalami tindakan kekerasan seksual seperti yang di alami oleh TL (15 tahun) dan SB (16 tahun). Pelaku kekerasan seksual biasanya berasal dari kalangan mereka sendiri. Selain itu, perilaku seksual pada anak jalanan dilakukan berdasarkan suka sama suka, ada sebagian anak jalanan perempuan yang ternyata melakukan seks bebas karena paksaan. Berbagai jenis alat kontrasepsi yang banyak dianjurkan oleh pemerintah ternyata tidak diminati, meskipun mereka pernah mendengar dan

memakainya.

Perilaku seksual pada anak jalanan merupakan permasalahan yang

perlu diperhatikan oleh banyak pihak. Hal ini dikarenakan anak jalanan pada umumnya tidak mempunyai pengetahuan yang memadai mengenai resikoresikonya dan pada umumnya mudah terjebak dalam melakukan hubungan

seks yang beresiko seperti hubungan seks dengan pasangan yang bergantiganti atau hubungan seks tanpa perlindungan. Pengetahuan mengenai

kesehatan reproduksi dan resiko perilaku seksual sangat penting bagi anak.

Anak yang memiliki pemahaman secara benar dan proporsional tentang kesehatan reproduksi cenderung memahami resiko perilaku serta alternatif cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan seksualnya. Selain faktor pengetahuan, faktor keluarga juga penting. Orang tua merupakan figur teladan (modeling) bagi anak-anaknya. Oleh karena itu, munculnya perilaku menyimpang pada anak dimungkinkan karena orang tua yang justru melakukan perilaku-perilaku yang menyimpang, sehingga ditiru oleh anak. Apalagi untuk anak jalanan cenderung terlepas dari pengawasan orang tuanya. Pada masa remaja, lingkungan pergaulan juga sangat

berpengaruh pada perilaku seksual, terutama pada masa pubertas/remaja dimana pengaruh teman sebaya lebih besar dibandingkan orangtuanya atau anggota keluarga lain.

(33)

ketrampilan, pengajian dan pembelajaran, memberikan layanan konseling kepada anak jalanan mengenai permasalahan-permasalahan yang dialami, melakukan peneguran dan sanksi bagi anak jalanan yang melakukan pelanggaran peraturan yang berlaku di RSB Diponegoro perlu dilakukan secara kontinue. Dengan adanya kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan dapat mengatasi perilaku seksual pada anak jalanan khususnya di RSB Diponegoro.

Kesimpulan dan Saran Kesimpulan

1. Sebagian besar anak jalanan di RSB Diponegoro pernah melakukan perilaku-perilaku seksual mulai dari berpegangan tangan, berpelukan, berciuman, meraba, bersenggama, masturbasi/onani dan oral seks. Terutama untuk anak jalanan yang berjenis kelamin perempuan untuk perilaku seksual awal mulanya cenderung karena adanya unsur

paksaan/ancaman dari orang lain baik dari pacar maupun sesama anak jalanan.

2. Faktor yang mempengaruhi perilaku seksual anak jalanan di RSB Diponegoro meliputi:

a) kurang memadainya pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi.

b) pengaruh teman.

c) pengaruh lingkungan.

d) pengaruh orang tua.

e) media massa.

3. Upaya yang dilakukan pengurus RSB Diponegoro Yogyakarta untuk meminimalisir perilaku seksual anakjalanan yaitu:

a) memberikan pendampingan secara intensif

b) mengadakan kegiatan-kegiatan yang dapat mengisi waktu luang pada anak jalanan seperti

pelatihan ketrampilan, pengajian dan pembelajaran.

c) memberikan layanan konseling kepada anak jalanan mengenai

permasalahan-permasalahanyang dialami

d) melakukan peneguran dan sanksi bagi anak jalanan yang melakukan pelanggaran peraturan

yang berlaku di RSB Diponegoro.

(34)

1. Hendaknya pihak RSB Diponegoro melakukan upaya untuk meminimalisir perilaku seksual anak jalanan secara berkelanjutandengan cara

memberikan kegiatan pendidikan maupun kegiatan keagamaan. Kegiatan pendidikan meliputi pelatihan keterampilan perbengkelan, kerajinan dan pembelajaran seperti di sekolah, sedangkan kegiatan keagamaan meliputi pengajian, mentoring, dan sholawatan.

2. Hendaknya pihak RSB Diponegoro mengadakan konseling tentang perilaku seksual dan kesehatan reproduksi anak jalanan secara intens dengan

pendekatan interpersonal seperti acara bedah film, sehingga anak jalanan menjadi lebih tertarik dan memahami tentang perilaku seksual dan 15

kesehatan reproduksi. Hal ini dikarenakan masih kurang memadainya pengetahuan anak jalanan tentang perilaku seksual dan kesehatan reproduksi.

3. Hendaknya anak jalanan di bina secara langsung oleh lembaga-lembaga sosial agar diberikan keterampilan dalam bekerja, sehingga anak jalanan dapat berkembang menjadi pribadi yang produktif.

Daftar Pustaka

Bagong Suyanto. (1999). Anak Jalanan Di Jawa Timur (Masalah dan Upaya Penangananya. Surabaya: Airlangga Univercity Press.

Eny Kusmiran. (2011). Kesehatan Reproduksi Remaja dan Wanita. Jakarta: Salemba Medika.

http://id.wikipedia.org . (2012). Anak Jalanan. diakses pada tanggal 25 Mei 2012. Mu’tadin. (2002). Remaja dan Rokok http://www.e-psikologi.com, diperoleh tanggal 5 Juni 2009.

Mury. (2009). Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Beresiko Anak Jalanan Di Kabupaten Jember Jawa Timur. Skripsi: Prodi Magister Promosi Kesehatan Pasca Sarjana. Universitas Diponegoro.

Poerwadarminta. (2003). Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Siti Partini Suardiman, dkk. (2006). Perkembangan Peserta Didik. Diktat Kuliah. Yogyakarta.

(35)

Sukardi. (2007). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Syamsu Yusuf. (2011). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.

Husaini Usman. (2004). Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara.

Wahyudi, K., (2000), Kesehatan Reproduksi Remaja. Lab Ilmu Kedokteran Jiwa FK

UGM Jogjakarta.

http://journal.unnes.ac.id/artikel_nju/kemas/2827

(36)

Apit Sekar Setyadani

Abstract

Lingkungan pergaulan yang keras dan bebas menyebabkan anak jalanan rentan

terhadapgangguan kesehatan dan psikologi. Gangguan tersebut sering diakibatkan oleh perilakuseks bebas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perilaku kesehatan reproduksipada anak jalanan dengan seks aktif di Kota Semarang. Penelitian ini menggunakanmetode penelitian kualitatif dengan teknik pengambilan informan secara purposivesampling dilanjutkan snowball sampling. Informan berjumlah 5 anak jalanan denganseks aktif, 5 teman dekat mereka, dan 3 pengurus rumah perlindungan sosial anak diKota Semarang. Teknik pengambilan data menggunakan teknik wawancara mendalamdan observasi. Analisis data secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk narasi.Hasil penelitian menunjukan bahwa anak jalanan dengan seks aktif mulai mengenaldan melakukan seks bebas pada usia 14-16 tahun. Mereka sering bergonta-gantipasangan dan melakukan seks bebas di sembarang tempat. Sebagian besar informantidak menggunakan alat kontrasepsi ketika berhubungan seks, sehingga berdampakpada penularan Penyakit Menular Seksual (PMS) dan kehamilan. Faktor pendoronginforman melakukan hubungan seks bebas adalah karakteristik (usia, jenis kelamin,pendidikan, tempat tinggal, dan alasan turun ke jalan), kurangnya pengetahuan, sikap,serta lingkungan mereka.

http://siga.bp3akb.jabarprov.go.id/index.php?class=dt_anakjalanan

No Kab/KotaKode KabupatenNama Tahun Jenis Kelamin Jumlah

Laki-laki Perempuan

1. 3201 Kab. Bogor 2012 0 0 3.440

2. 3202 Kab. Sukabumi 2012 0 0 709

3. 3203 Kab. Cianjur 2012 0 0 91

4. 3204 Kab. Bandung 2012 0 0 482

5. 3205 Kab. Garut 2012 0 0 692

6. 3206 Kab. Tasikmalaya 2012 0 0 0

7. 3207 Kab. Ciamis 2012 0 0 10

8. 3208 Kab. Kuningan 2012 0 0 13

9. 3209 Kab. Cirebon 2012 0 0 214

10. 3210 Kab. Majalengka 2012 0 0 95

(37)

12. 3212 Kab. Indramayu 2012 0 0 222

13. 3213 Kab. Subang 2012 0 0 144

14. 3214 Kab. Purwakarta 2012 0 0 60

15. 3215 Kab. Karawang 2012 0 0 257

16. 3216 Kab. Bekasi 2012 0 0 0

17. 3217 Kab. Bandung

Barat 2012 0 0 212

18. 3218 Kab. Pangandaran 2012 0 0 0

19. 3271 Kota Bogor 2012 0 0 362

20. 3272 Kota Sukabumi 2012 0 0 214

21. 3273 Kota Bandung 2012 0 0 0

22. 3274 Kota Cirebon 2012 0 0 380

23. 3275 Kota Bekasi 2012 0 0 200

24. 3276 Kota Depok 2012 0 0 160

25. 3277 Kota Cimahi 2012 0 0 27

26. 3278 Kota Tasikmalaya 2012 0 0 151

27. 3279 Kota Banjar 2012 0 0 3

Total: 27 of 27

Sumber Data :

No Sumber Data

1 Buku Jawa Barat Dalam Angka 2013

http://keuskupanbandung.org/main/post/2514

POTRET (KECIL) DATA RIIL JAWA BARAT

11 November 2012 (Budhi Y)

Warta Utama I I I, Majalah Komunikasi No. 385, November 2012

Sebuah Peluang Bagi Solidaritas Sosial Gereja

(38)

Dwi Heru Sukoco, yang hadir sebagai pembicara dalam Rapat Kerja Keuskupan Bandung pada Jumat-Sabtu (19-20/10) di Pondok Lembang, Bandung.

Berdasarkan laporan Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat tahun 2011 jumlah penduduk Jawa Barat 46.497.175 jiwa, tersebar di 17 kabupaten dan 9 kota. Jumlah tersebut mencapai 18,11% jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 237.556.363, artinya Jawa Barat

menempati urutan ketiga terbesar dari jumlah penduduk provinsi . Dari 46,5 jutaan penduduk tersebut sebanyak 4.825.520 jiwa atau total 11% total penduduk Jabar merupakan penduduk miskin. Secara nasional Jabar adalah urutan ketiga setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah dalam jumlah penduduk dan jumlah angka kemiskinan.

Untuk tingkat pengangguran, tahun 2010, di Provinsi Jawa Barat terdapat 1.951.391

pengangguran dari 18.893.835 total angkatan kerja penduduk di atas 15 tahun, dengan rincian 1.224.444 laki-laki dan 726.947 wanita. Latar belakang pendidikan kelompok pengangguran tersebut adalah lulusan SD ke bawah 559.283, lulusan SMP 480.974 dan lulusan SLTA ke atas 911.234 orang.

Sementara Badan Statistik juga mencatat bahwa di tahun 2010 dari ibu bersalin

berjumlah1.032.422, yang menggunakan layanan kesehatan seperti dokter,bidan, dan tenaga medis hanya 845.100 orang. Data ini dipertegas oleh UNICEF yang dikutip UCANS

Indonesia bahwa sekitar 10.000 perempuan Indonesia meninggal akibat komplikasi penyakit pasca persalinan. Kemudian dari sejumlah 917.930 bayi lahir, 11.623 lahir dengan berat badan rendah; dari 3.367.937 balita di Jawa Barat ditemukan 30.504 mengalami gizi buruk. Sedangkan UNICEF melaporkan sekitar 150.000 per tahun balita di Indonesia meninggal dunia akibat penyakit.

Data-data tersebut merupakan sebagian kecil dari seluruh fakta sosial Provinsi Jawa Barat yang sempat dirangkum. Dari sejumlah data dan fakta yang dipaparkan, Heru juga

menyampaikan 16 jenis permasalahan sosial yang ada di Jawa Barat menurut Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat dalam Jawa Barat in figure tahun 2011.

Jumlah Permasalahan Sosial menurut Jenis di Provinsi Jawa Barat No Permasalahan Sosial Jumlah

1 Anak terlantar 132.036 2 Lansia/jompo 186.547 3 Anak nakal 6.788 4 Korban narkotika 7.960 5 Penyandang cacat 130.378

6 Gelandangan dan pengemis 1.470.603 7 Tuna susila 5.535

8 Fakir miskin/keluarga miskin 2.125.097

9 Anak, wanita, lansia korban tindak kekerasan 9.062 10 Orang dengan HIV/AIDS 2.391

11 Bekas Narapidana 6.791

12 Wanita rawan sosial ekonomi 209.013

13 Keluarga dengan rumah tidak layak huni 329.460 14 Keluarga bermasalah sosial psikologis 13.260 15 Anak balita terlantar 50.951

16 Anak jalanan 11.452 Total 4.697.324

Selanjutnya menurut Heru sedikitnya ada delapan aspek permasalahan sosial yang terjadi di Jawa Barat dan masyarakat Indonesia pada umumnya, yakni :

(39)

terpencil/gersang, dll. Permasalahan ini mengakibatkan daya beli rendah sehingga pemenuhan kebutuhan dasar (sandang, pangan, kesehatan, pendidikan dsb) juga menjadi rendah. Akibat berikut, muncul masalah sosial lainnya seperti pekerja migran illegal, trafficking, urbanisasi, gelandangan-pengemis.

2. Tindak kekerasan dan konflik sosial.Terjadi tindak kekerasan dari pihak yang kuat kepada yang lemah; orang tua terhadap anak, suami terhadap istri, majikan terhadap pembantu, perusahaan terhadap buruh/pegawai dsb. Sedangkan konflik sosial terjadi antara kelompok yang sama-sama kuat, seperti tawuran dan konflik antar organisasi (warga, pelajar, organisasi masa, partai politik, dll).

3. Narkoba. Jawa barat dan Indonesia saat ini sudah tidak hanya sebagai tempat konsumen dan peredaran tetapi juga produsen narkoba.

4. Korban Bencana (alam dan sosial). Korban-korban bencana umumnya berupa korban jiwa, harta benda, fisik dan sosial – psikologis (trauma, putus asa, depresi, stress, dll) .

5. Tuna sosial. Gelandangan, pengemis, pekerja seks komersial, pelanggar hukum, penghuni daerah illegal (DAS, PKL, dsb).

6. Perlindungan sosial terhadap kelompok rentan dan tidak beruntung. Yaitu kurangnya pelindungan terhadap anak, wanita, lansia, cacat/difabel, orang atau keluarga miskin, kelompok minoritas, kelompok adat, daerah terpencil.

7. Penegakan hukum dan pelanggaran HAM. Rendahnya jaminan terhadap hak-hak hidup seperti hak atas keadilan, rasa aman, hak turut serta dalam pemerintahan, hak wanita, dan hak anak. Selain itu juga terjadinya pembiaran-pembiaran terhadap masalah hukum, misalnya kelompok miskin, tindak kekerasan dan konflik sosial, pembunuhan atau penyiksaan terhadap rakyat/kelompok penentang dan demonstran.

8. Pelestarian nilai-nilai Kepahlawanan dan kearifan lokal. Terjadi penurunan sikap dan penghayatan akan nilai-nilai seperti Pancasila, hormat terhadap orang yang lebih tua/ atasan, nilai kesetiakawanan sosial, sikap mengedepankan dialog dari pada kekerasan.

Berbagai peluang dan tantangan Jawa Barat juga disampaikan oleh Heru menyangkut partisipasi masyarakat dalam pembangunan, termasuk Umat Katolik Keuskupan Bandung. Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan adalah memberi masukan dan saran, ikut serta melaksanakan kegiatan, mengontrol dan mengoreksi. ''Setiap warga ,baik individu maupun organisasi diharapkan untuk berani memberikan saran dan kritik pada setiap program atau kebijakan melalui mekanisme penyampaian yang baik. Kemudian keikutsertaan masyarakat dalam kegiatan dapat ditempuh bersama-sama program pemerintah, melengkapi program pemerintah atau membuat program alternatif yang mendukung program pemerintah.

Akhirnya masyarakat juga berhak untuk mendapatkan informasi di mana informasi tersebut dijadikan alat kontrol, untuk membandingkan dan menganalisa jika terjadi ketimpangan antara program dan kenyataan,'' papar umat Paroki St. Ignatius Cimahi ini.

(40)
(41)

laki Kota Depok. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui

hubungan antara

karakteristik dengan risiko terjadinya penyakit menular seksual

pada anak jalanan remaja

laki-laki Kota Depok.

Tinjauan Teoritis

Remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak menjadi dewasa

yang ditandai dengan

perubahan biologis, intelektual, psikososial, dan ekonomi

(Hockenberry & Wilson, 2007).

Proses perkembangan remaja menjadi dewasa dapat dibagi

menjadi dua atau tiga subfase

perkembangan. Perkembangan remaja dibagi oleh Hockenberry

dan Wilson (2007) ke dalam

tiga tahap, yaitu remaja awal (11-14 tahun), remaja pertengahan

(15-17 tahun), dan remaja

akhir (18-20 tahun). Remaja merespon perubahan-perubahan

tersebut dengan melakukan

perilaku-perilaku yang berisiko tinggi (Lundy & Janes, 2009).

Perubahan biologis yang terjadi pada remaja umumnya disebut

sebagai pubertas. Menurut

teori sementara, pubertas terjadi setelah dipicu oleh produksi

gonadotropin-releasing

hormone

(GnRH) dan dilanjutkan dengan diproduksinya

follicle-stimulating hormone

(42)

luteinizing hormone

(LH), dan

steroid sex

seperti estrogen, progesteron, dan testosterone

(Hockenberry & Wilson, 2007). Sedangkan bentuk kognitif remaja

berbeda dengan masa

kanak-kanak. Pieget (1975) dalam Hockenberry dan Wilson (2007)

menyebut tahap

perkembangan kognitif remaja sebagai pemikiran operasional

formal. Menurut Hockenberry

dan Wilson (2007), pemikiran operasional formal terdiri dari

kemampuan berpikir dalam

bentuk abstrak, berpikir tentang kemungkinan, dan berpikir tentang

hipotesis. Oleh karena itu,

remaja sudah dapat belajar dari pengalaman orang lain dan

lingkungan sosial. Teori

psikososial Erikson (1968) dalam Hockenberry dan Wilson (2007)

menyebutkan bahwa kunci

pencapaian identitas remaja berasal dari interaksi dengan orang

lain. Remaja akan belajar dari

orang lain tentang hal yang harus dan tidak harus mereka lakukan

selama masa pencapaian

identitas.

Pengaruh lingkungan sosial remaja menyebabkan hasil perubahan

berbeda-beda pada setiap

remaja meskipun secara biologis, kognitif, dan psikososial remaja

akan mendapat tugas

(43)

(2007) antara lain keluarga, teman, sekolah, tempat kerja, dan

komunitas sosial. Bentuk

keluarga dan latar belakang orang tua sangat berpengaruh

terhadap perilaku berisiko remaja.

Kemiskinan juga dapat menjadi salah satu penyebab remaja

melakukan perilaku berisiko

Risiko terjadinya..., Tika Widowati, FIK UI, 2013.

tinggi yang membahayakan kesehatan mereka. Menurut Lundy dan

Janes (2009), remaja

miskin memiliki kemungkinan enam kali lebih banyak untuk memiliki

anak dibandingkan

anak seusia mereka yang tidak miskin. Remaja miskin dan dengan

penghasilan keluarga

rendah cenderung lebih aktif secara seksual dan memulai aktivitas

seksual sekitar empat

sampai enam bulan lebih awal dibandingkan dengan remaja dari

keluarga berpenghasilan

lebih tinggi (Maurer & Smith, 2005). Kemiskinan ini yang menjadi

salah satu alasan anak

bekerja di jalanan sehingga menjadi anak jalanan.

Kementerian Sosial RI mengelempokkan anak jalanan ke dalam

penyandang masalah

kesejahteraan sosial (PMKS). Menurut Kementerian Sosial RI

(2009), anak jalanan adalah

anak berusia 5-18 tahun yang menghabiskan sebagian besar

waktunya untuk mencari nafkah

dan berkeliaran di jalan atau tempat-tempat umum. WHO (2000)

menyebut anak jalanan

(44)

tradisional, kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan fisik dan

mental. Anak jalanan

memiliki demografi, latar belakang, masalah, dan strategi anak

jalanan bertahan di jalan yang

khusus. Proporsi anak jalanan perempuan lebih sedikit

dibandingkan laki-laki di negara maju

maupun negara berkembang (WHO, 2000). Anak jalanan Kota

Depok terdiri dari 57% anak

laki-laki dan 43% perempuan (Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat,

2011). Usia anak jalanan di

Indonesia umumnya termasuk ke dalam tahap usia sekolah hingga

remaja. Jumlah anak

jalan

an di Kota Depok misalnya 19,5% usia sekolah (6-11 tahun) dan

sisanya 80,5% remaja

(12-19 tahun) (Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat, 2011). Selain

karakteristik demografi, anak

jalanan juga rentan terhadap masalah sosial, fisik, dan psikologis.

Masalah sosial yang umumnya dimiliki oleh anak jalanan antara lain

kemiskinan, buta huruf,

diskriminasi dan kurang fasilitas yang diperoleh, lingkungan yang

keras, dan stigmatisasi

(WHO, 2000). Anak jalanan sulit mendapatkan kebutuhan dan

fasilitas dasar untuk

mempertahankan hidup sehat akibat tidak ada cukup uang. Anak

jalanan yang termasuk ke

dalam kelompok suku minoritas juga menjadikan mereka rentan

terhadap masalah kesehatan.

(45)

pendidikan) dan diskriminasi sosial suku minoritas di Amerika

Serikat menjadi penyebab

lebih tingginya prevalensi penyakit menular seksual pada suku

minoritas dibandingkan kulit

putih.

Risiko terjadinya..., Tika Widowati, FIK UI, 2013.

Masalah fisik yang dimiliki oleh anak jalanan umumnya berupa

kurang nutrisi, cedera,

masalah kesehatan seksual dan reproduksi, serta penyakit umum

(WHO, 2000). Gaya hidup

anak jalanan yang sering berpindah-pindah untuk mencari

perlindungan maupun harapan

hidup yang lebih baik menyebabkan masalah isolasi sosial,

kesepian, dan kesulitan dalam

mengembangkan emosional (WHO, 2000). Stres yang berasal dari

latar belakang dan gaya

hidup mereka yang tidak sehat menyebabkan anak jalanan rentan

terhadap masalah

emosional, gangguan kejiwaan, dan kesulitan belajar. Pelarian anak

jalanan ke dalam

penggunaan NAPZA meningkatkan risiko masalah kesehatan,

kemungkinan kecelakaan, dan

juga kekerasan. Masalah kesehatan seksual dan reproduksi dapat

dialami oleh anak

perempuan maupun laki-laki, misalnya PMS (Penyakit Menular

Seksual).

PMS (Penyakit Menular Seksual) atau IMS (Infeksi Menular

Seksual) digunakan untuk

(46)

dan ditularkan melalui aktivitas seksual (CDC, 2010).

Penyakit-penyakit yang

diklasifikasikan ke dalam PMS yaitu urethritis (gonococcal and

nongonococcal), luka genital

(infeksi herpes genital, sifilis primer, chancroid, granuloma

inguinale, dan lymphogranuloma

venereum), tumor genital (

human papillomavirus

[HPV]), scabies, pediculosis pubis,

molluscum contagiosum, hepatitis dan infeksi enteric, proctitis, dan

acquired

immunodeficiency syndrome

(AIDS) (Smeltzer, Bare, Hinkle, & Cheever, 2010). Faktor risiko

terbesar tertular PMS adalah jumlah pasangan seksual (Smeltzer,

Bare, Hinkle, & Cheever,

2010). Peningkatan jumlah pasangan seksual akan disertai juga

dengan peningkatan risiko

tertular PMS dari orang yang sudah menderita. Aktivitas seksual

yang terjadi pada remaja

meningkatkan angka kejadian PMS pada tahap usia ini. Perilaku

seksual yang tidak normal

seperti oral dan anal meningkatkan risiko penyebaran virus dan

bakteri penyebab PMS.

Mikroorganisme PMS tidak hanya dapat menginfeksi organ seksual

manusia tetapi juga

organ-organ dalam lainnya jika infeksi tidak terdeteksi dan ditangani

secepatnya. Komplikasi

(47)

2010).

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian

descriptive correlation

, yaitu penelitian yang

menggambarkan hubungan secara sederhana (Polit & Beck, 2008).

Hubungan yang diteliti

antara lain hubungan karakteristik anak jalanan dan tingkat

pengetahuan tentang kesehatan

Risiko terjadinya..., Tika Widowati, FIK UI, 2013.

reproduksi dengan risiko terjadinya

PMS

pada anak jalanan khususnya remaja laki-laki.

Rancangan waktu yang digunakan untuk penelitian ini adalah

rancangan

cr

oss-section

atau

penelitian yang menggunakan proses pengambilan data dalam satu

periode (Polit & Beck,

2008).

Populasi dalam penelitian ini adalah remaja laki-laki usia 11-20

tahun di komunitas anak

jalanan Depok yang berjumlah 345 orang (Dinas Sosial Provinsi

Jawa Barat, 2011).

Usia

(48)

memiliki rasa ingin tahu yang tinggi menjadikan masalah kesehatan

reproduksi seperti

penyakit menular seksual menjadi ancaman tertinggi di komunitas

anak jalanan. Teknik

sampli

Referensi

Dokumen terkait

Peningkatan tersebut diperoleh karena pada tindakan siklus II seluruh siswa dapat mengikuti seluruh kegiatan pembelajaran menulis pantun dengan teknik Think Pair Share melalui kartu

Wakil Sah Perusahaan : RAHMAWATI Hasil Evaluasi Adminitrasi : Memenuhi Syarat Hasil Evaluasi Teknis : Memenuhi Syarat Hasil Evaluasi Harga/Biaya : Memenuhi Syarat Hasil

Sifat larut air ini menunjukkan bahwa dinding sel bakteri Gram positif bersifat lebih polar, sehingga senyawa bioaktif yang bersifat polar dengan mudah masuk

Starting from the left, we have a Consumer bundle (represented using a component icon); it is utilizing Blueprint Container to import services from OSGi Service Registry

biaya, 3 orang yang berpersepsi bahwa praktek profesi keperawatan sangatlah membosankan, 2 orang yang teman-temannya dan orangtua mereka menyarankan untuk langsung

(SERATUS EMPAT PULUH LIMA MILIAR SEMBILAN RATUS TUJUH PULUH TUJUH JUTA ENAM RATUS DELAPAN PULUH ENAM RIBU RUPIAH)5. (dalam

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa hasil belajar mahasiswa di Prodi Pendidikan Biologi FPMIPA Universitas PGRI Semarang sudah memenuhi kriteria

ActionScript bisa digunakan pada tombol yang kita buat sendiri di flash atau.. digunakan langsung pada