• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Pembahasan Hasil Penelitian

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah pendekatan problem posing, sedangkan variabel terikatnya adalah pemahaman konsep matematika siswa. Untuk mengetahui apakah pendekatan problem posing berpengaruh terhadap pemahaman konsep matematika siswa digunakan uji hipotesis statistik. Data yang digunakan untuk menganalisis uji hipotesis ini adalah data nilai posttest siswa menggunakan uji t.

1. Pembelajaran dengan Pendekatan Problem Posing

Dari uraian sebelumnya menunjukkan bahwa nilai rata-rata posttest pada kelas kontrol sebesar 55,4 sedangkan nilai rata-rata posttest pada kelas eksperimen sebesar 61,9. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nilai rata-rata yang cukup besar. Perbedaan nilai rata-rata tersebut dikarenakan adanya perbedaan perlakuan yang diberikan saat proses pembelajaran berlangsung pada kedua kelas. Untuk kelas kontrol diajarkan dengan menggunakan pendekatan ekspositori sedangkan pada kelas eksperimen diajarkan dengan menggunakan pendekatan problem posing.

Perbedaan hasil posttest pada kelas kontrol dan kelas eksperimen tersebut menunjukkan bahwa hasil pemahaman konsep matematika siswa yang belajar dengan menggunakan dengan pendekatan problem posing lebih tinggi daripada hasil pemahaman konsep matematika siswa yang belajar dengan menggunakan pendekatan ekspositori. Hal ini tidak terjadi secara kebetulan, melainkan karena adanya perbedaan perlakuan antara kedua kelas tersebut.

Pendekatan pembelajaran problem posing merupakan salah satu cara agar siswa lebih berani lagi untuk aktif menemukan pengetahuan dan pengalaman-pengalaman baru.1 Melalui problem posing yang menekankan pada perumusan atau pengajuan masalah berupa soal atau pertanyaan oleh siswa. Pendekatan problem posing membuat setiap siswa berlomba-lomba dalam membuat soal atau

1

B. Suryosubroto, Proses Belajar Mengajar di Sekolah, (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 204.

pertanyaan dan menyelesaikannya yang ditulis pada lembar problem posing. Kegiatan pembelajaranpun tidak terpusat pada guru, tetapi dituntut keaktifan siswa sehingga minat siswa dalam pembelajaran lebih besar dan siswa lebih mudah memahami soal karena dibuat sendiri. Semua siswa terpacu untuk terlibat secara aktif dalam membuat soal dan menyelesaikannya. Dengan membuat atau mengkonstruksi soal atau masalah yang dapat diselesaikan, siswa senantiasa mengkonstruksi pemahaman baru berdasarkan informasi yang tersedia. Pertanyaan-pertanyaan yang dimunculkan seringkali menjadi pemicu terbentuknya pemahaman yang lebih mantap pada diri siswa.

Selain itu, penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Kadir dengan hasil penelitian menyatakan bahwa secara keseluruhan prestasi belajar matematika pada jenjang pengetahuan, pemahaman, aplikasi dan evaluasi antara siswa yang diberi pendekatan problem posing lebih tinggi dari pada tanpa problem posing.2 Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pendekatan problem posing ini sangat efektif apabila diterapkan dalam pembelajaran matematika karena siswa dilatih untuk memahami sendiri dan menggunakan pemahaman mereka dalam menyelesaikan soal-soal matematika yang diberikan sehingga dapat menemukan sendiri jawaban dari permasalahan-permasalahan yang ada, terutama pada saat ditugaskan untuk membuat soal sendiri. Hal ini dikarenakan pendekatan problem posing memuat dua langkah yaitu accepting (menerima) dan challenging (menantang).

Ketika pertemuan pertama berlangsung, pada kegiatan awal peneliti membuka kegiatan pembelajaran dengan mengucapkan salam dan mengecek kehadiran siswa. Setelah siswa siap untuk mengikuti pembelajaran, peneliti memberikan motivasi kepada siswa dengan menyampaikan tujuan pembelajaran dan melakukan apersepsi. Kemudian peneliti menjelaskan bagaimana kegiatan pembelajaran matematika yang akan dilakukan dan mengarahkan siswa mengenai cara pembuatan soal.

2Kadir, “Pengaruh Pendekatan Problem Posing Terhadap Prestasi Belajar Matematika Jenjang Pengetahuan, Pemahaman, Aplikasi dan Evaluasi Ditinjau dari Metakognisi Siswa SMU di DKI Jakarta”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 053, 2005, h. 235.

57

Sama seperti kegiatan pembelajaran pada umumnya, sebelum guru menjelaskan materi yang akan disampaikan kepada siswa terdapat kegiatan inti yang pertama yaitu eksplorasi untuk mengetahui dan menggali pengetahuan apa yang telah dimiliki siswa terkait materi bangun datar. Kegiatan eksplorasi dilakukan dengan melakukan tanya jawab antara guru dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa. Hal ini dapat membantu guru untuk menganalisa kemampuan awal yang dimiliki siswa.

Pada awalnya siswa masih merasa ragu untuk mengemukakan pendapatnya karena merasa takut apa yang akan disampaikannya salah. Namun setelah pertemuan berikutnya, siswa tidak lagi ragu untuk menyampaikan pendapatnya ketika berlangsung kegiatan tanya jawab antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa.

Selanjutnya adalah membagi siswa menjadi beberapa kelompok belajar. Lalu pada tahap accepting (menerima) guru memberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) dan memberi kebebasan setiap anggota kelompok untuk mendiskusikan solusi dari permasalahan pada LKS yang dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Gambar 4.3

Tahap Accepting (menerima)

Pada Gambar 4.3 terlihat tahap accepting (menerima) yaitu tahap dimana siswa menerima situasi-situasi yang ditentukan dalam Lembar Kerja Siswa (LKS). Setiap anggota kelompok diberi kebebasan untuk mendiskusikan solusi dari permasalahan pada LKS tersebut.

Tahap selanjutnya yaitu elaborasi, setelah setiap kelompok menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada pada LKS (tahap accepting) kemudian

tahap challenging (menantang). Pada tahap ini guru meminta siswa membuat soal yang sejenis dengan cara memodifikasi tujuan atau kondisi soal yang sudah diselesaikan terlebih dahulu secara berkelompok. Kegiatan ini dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4

Tahap Challenging (menantang)

Pada Gambar 4.4 terlihat tahap challenging (menantang) yaitu tahap dimana siswa harus membuat soal baru yang sejenis seperti yang dibuat oleh guru untuk didiskusikan oleh masing-masing kelompok dalam lembar problem posing.

Kemudian guru berkeliling untuk mengamati, memotivasi dan membimbing kelompok yang mengalami kesulitan dalam penyelesaian permasalahan pada LKS (tahap accepting) dan pada saat pembuatan soal (tahap challenging). Kegiatan ini dapat dilihat pada Gambar 4.5.

Gambar 4.5

59

Pada Gambar 4.5 terlihat guru mengarahkan setiap anggota kelompok untuk berdiskusi supaya berbagi tugas dalam penyelesaian permasalahan pada LKS (tahap accepting) dan pada saat pembuatan soal (tahap challenging).

Setelah itu, guru memilih satu atau dua kelompok secara acak untuk mempresentasikan hasil pekerjaannya dan mengarahkan kelompok lain untuk menanggapi. Kegiatan ini dapat dilihat pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6

Siswa Mempresentasikan Hasil Pekerjaannya

Pada Gambar 4.6 terlihat siswa sedang menuliskan jawaban hasil diskusinya di papan tulis dan kemudian akan dipresentasikan. Di sini, kelompok yang terpilih mempresentasikan hasil pekerjaannya dan kelompok lain menanggapi.

Sebelum akhir kegiatan pembelajaran, guru bersama siswa memberikan tanggapan atau penilaian terhadap hasil pekerjaan dan presentasi dengan membahas kembali hasil diskusi. Pada tahap konfirmasi ini, guru juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai materi yang belum dipahaminya dan meminta setiap kelompok untuk mengumpulkan hasil pekerjaannya yang kemudian akan diperiksa kembali oleh guru.

Pada kegiatan penutup atau akhir kegiatan pembelajaran, siswa dan guru bersama-sama menyimpulkan mengenai materi yang dipelajari saat itu. Selain itu, guru juga memberikan tugas tambahan untuk dikerjakan di rumah kepada siswa dan menutup pembelajaran.

Proses pembelajaran di kelas eksperimen yang menggunakan pendekatan problem posing, siswa ditugaskan untuk membuat soal baru dengan cara memodifikasi soal-soal yang sebelumnya sudah diselesaikan oleh siswa secara

berkelompok. Setiap siswa dalam kelompok bekerjasama dan saling merevisi pekerjaan anggota kelompoknya. Setiap anggota kelompok harus saling membantu jika ada teman satu kelompoknya yang mengalami kesulitan, sehingga kesulitan siswa dalam memahami permasalahan-permasalahan dalam Lembar Kerja Siswa (LKS) dapat berkurang.

Sebagian besar siswa dalam kelas eksperimen lebih bersemangat, hal ini disebabkan pembagian kelompok yang merata yaitu dalam satu kelompok terdapat siswa berkemampuan tinggi, sedang dan rendah sehingga dapat saling membantu untuk lebih memahami permasalahan-permasalahan dalam LKS khususnya materi bangun datar. Akan tetapi masih ada beberapa siswa dalam kelompoknya yang hanya mengandalkan teman yang pintar, untuk itu peneliti meminta siswa tersebut yang mewakili kelompoknya untuk mempresentasikan hasil diskusinya sehingga ada usaha siswa tersebut untuk mau bertanya pada teman yang lebih pintar dalam kelompoknya. Selain itu siswa pada kelas eksperimen, mereka sangat aktif sekali dalam proses pembelajaran. Jika mereka diberikan tugas untuk mengerjakan LKS maka mereka akan berusaha untuk mmengerjakan LKS tersebut tepat waktu dan jika mengalami kesulitan, mereka pasti langsung bertanya pada guru atau teman satu kelompoknya apalagi jika menjumpai soal-soal matematika yang sulit pasti mereka berlomba-lomba untuk bertanya. Dan mereka juga sangat fokus dalam proses pembelajaran. Selain itu mereka juga disiplin, hal ini dapat dilihat ketika sudah memasuki jam pelajaran matematika,semua siswa sudah berkumpul dan siap untuk mulai pembelajaran.

Pada kelas eksperimen setiap pertemuan masing-masing kelompok siswa diberikan LKS yang dapat membantu dan mengarahkan setiap anggota kelompok untuk memahami, menafsirkan dan menyelesaikan permasalahan-permasalahan mengenai bangun datar. Setiap soal dalam LKS mewakili satu indikator pemahaman konsep matematika dan soal-soal LKS tersebut harus diselesaikan dengan cara berdiskusi kelompok. Setelah semua soal-soal LKS dapat diselesaikan, maka tugas kelompok selanjutnya adalah membuat soal baru dengan cara memodifikasi soal-soal yang sebelumnya sudah diselesaikan oleh masing-masing kelompok. Terakhir, salah satu kelompok mempresentasikan hasil

61

diskusinya di depan kelas dan guru mengarahkan kelompok lain untuk bertanya serta aktif mengemukakan pendapatnya.

Berikut adalah soal-soal yang dibuat oleh salah satu kelompok pada setiap LKS, yaitu:

a. LKS 1

Adalah lembar kerja 1 yang harus dikerjakan oleh siswa agar tujuan pembelajaran yaitu siswa dapat mengidentifikasi sifat-sifat dan menentukan banyak sisi dan titik sudut pada segitiga dapat tercapai. Berikut ini adalah gambaran soal yang dibuat salah satu kelompok pada LKS 1.

Gambar 4.7

Soal yang Dibuat Siswa pada LKS 1

Gambar 4.7 merupakan salah satu bentuk soal yang dibuat oleh salah satu kelompok siswa pada saat diskusi kelompok. Sebelum tahap challenging yaitu tahap membuat soal, setiap kelompok terlebih dahulu menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada pada LKS 1 yaitu tahap accepting, tahap dimana siswa menerima situasi-situasi atau permasalahan-permasalahan dalam LKS 1 yang harus diselesaikan secara berkelompok. Pada tahap challenging ada 1 dari 8 kelompok yang tidak membuat soal, hal ini dikarenakan mereka belum pernah membuat soal dengan kata-kata sendiri. Sedangkan untuk 7 kelompok lainnya sudah bisa membuat soal walaupun masih ada soal yang belum tepat dan soal yang mirip dengan soal yang dibuat oleh peneliti.

b. LKS 2

Adalah lembar kerja 2 yang harus dikerjakan oleh siswa agar tujuan pembelajaran yaitu siswa dapat menemukan rumus keliling segitiga dan menentukan keliling segitiga dapat tercapai. Berikut ini adalah gambaran soal yang dibuat salah satu kelompok pada LKS 2.

Gambar 4.8

Soal yang Dibuat Siswa pada LKS 2

Gambar 4.8 merupakan salah satu bentuk soal yang dibuat oleh salah satu kelompok siswa pada saat diskusi kelompok. Sebelum tahap challenging yaitu tahap membuat soal, setiap kelompok terlebih dahulu menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada pada LKS 2 yaitu tahap accepting, tahap dimana siswa menerima situasi-situasi atau permasalahan-permasalahan dalam LKS 2 yang harus diselesaikan secara berkelompok. Pada tahap challenging ada 1 dari 8 kelompok tidak membuat soal, hal ini dikarenakan mereka masih bingung untuk membuat soal sendiri. Sedangkan untuk 7 kelompok lainnya sudah bisa membuat soal walaupun masih ada soal yang tidak sesuai dengan indikator pembelajaran dan masih ada kelompok yang membuat soal mirip dengan soal yang dibuat oleh peneliti.

c. LKS 3

Adalah lembar kerja 3 yang harus dikerjakan oleh siswa agar tujuan pembelajaran yaitu siswa dapat menemukan rumus luas segitiga dan menghitung luas segitiga dapat tercapai. Berikut ini adalah gambaran soal yang dibuat salah satu kelompok pada LKS 3.

63

Gambar 4.9

Soal yang Dibuat Siswa pada LKS 3

Gambar 4.9 merupakan salah satu bentuk soal yang dibuat oleh salah satu kelompok siswa pada saat diskusi kelompok. Tahap accepting, siswa menerima situasi-situasi atau permasalahan-permasalahan dalam LKS 3 yang harus diselesaikan secara berkelompok. Pada tahap challenging ada 1 dari 8 kelompok tidak membuat soal karena waktunya sudah habis. Sedangkan untuk 7 kelompok lainnya sudah bisa membuat soal walaupun masih ada soal yang belum tepat dan masih ada kelompok yang membuat soal mirip dengan yang dibuat oleh peneliti. d. LKS 4

Adalah lembar kerja 4 yang harus dikerjakan oleh siswa agar tujuan pembelajaran yaitu siswa dapat mengidentifikasi sifat-sifat dan menentukan banyak sisi dan titik sudut pada jajargenjang dapat tercapai. Berikut ini adalah gambaran soal yang dibuat salah satu kelompok pada LKS 4.

Gambar 4.10

Gambar 4.10 merupakan salah satu bentuk soal yang dibuat oleh salah satu kelompok siswa pada saat diskusi kelompok. Sebelum tahap challenging yaitu tahap membuat soal, setiap kelompok terlebih dahulu menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada pada LKS 4 yaitu tahap accepting, tahap dimana siswa menerima situasi-situasi atau permasalahan-permasalahan dalam LKS 4 yang harus diselesaikan secara berkelompok. Pada tahap challenging semua kelompok dapat menyelesaikan tugas membuat soal dengan baik. Hal ini dapat terlihat dari soal yang dibuat oleh setiap kelompok sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

e. LKS 5

Adalah lembar kerja 5 yang harus dikerjakan oleh siswa agar tujuan pembelajaran yaitu siswa dapat menemukan rumus keliling jajargenjang dan menghitung keliling jajargenjang dapat tercapai. Berikut ini adalah gambaran soal yang dibuat salah satu kelompok pada LKS 5.

Gambar 4.11

Soal yang Dibuat Siswa pada LKS 5

Gambar 4.11 merupakan salah satu bentuk soal yang dibuat oleh salah satu kelompok siswa pada saat diskusi kelompok. Sebelum tahap challenging yaitu tahap membuat soal, setiap kelompok terlebih dahulu menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada pada LKS 5 yaitu tahap accepting, tahap dimana siswa menerima situasi-situasi atau permasalahan-permasalahan dalam LKS 5 yang harus diselesaikan secara berkelompok. Pada tahap challenging semua kelompok dapat menyelesaikan tugas membuat soal dengan baik. Hal ini

65

dapat terlihat dari soal yang dibuat oleh setiap kelompok sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

f. LKS 6

Adalah lembar kerja 6 yang harus dikerjakan oleh siswa agar tujuan pembelajaran yaitu siswa dapat menemukan rumus luas jajargenjang dan menghitung luas jajargenjang dapat tercapai. Berikut ini adalah gambaran soal yang dibuat salah satu kelompok pada LKS 6.

Gambar 4.12

Soal yang Dibuat Siswa pada LKS 6

Gambar 4.12 merupakan salah satu bentuk soal yang dibuat oleh salah satu kelompok siswa pada saat diskusi kelompok. Sebelum tahap challenging yaitu tahap membuat soal, setiap kelompok terlebih dahulu menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada pada LKS 6 yaitu tahap accepting, tahap dimana siswa menerima situasi-situasi atau permasalahan-permasalahan dalam LKS 6 yang harus diselesaikan secara berkelompok. Pada tahap accepting sebagian besar kelompok dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada pada LKS. Dan pada tahap challenging semua kelompok dapat menyelesaikan tugas membuat soal dengan baik. Hal ini dapat terlihat dari soal yang dibuat oleh setiap kelompok sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.

g. LKS 7

Adalah lembar kerja 7 yang harus dikerjakan oleh siswa agar tujuan pembelajaran yaitu siswa dapat menyelesaikan soal cerita yang berkaitan dengan

keliling dan luas segitiga dan jajargenjang dapat tercapai. Berikut ini adalah gambaran soal yang dibuat salah satu kelompok pada LKS 7.

Gambar 4.13

Soal yang Dibuat Siswa pada LKS 7

Gambar 4.13 merupakan salah satu bentuk soal yang dibuat oleh salah satu kelompok siswa pada saat diskusi kelompok. Pada tahap accepting masih banyak kelompok yang bingung dengan permasalahan yang diberikan oleh peneliti. Akan tetapi pada tahap challenging semua kelompok dapat menyelesaikan tugas membuat soal, walaupun masih ada kelompok yang membuat soal mirip dengan soal yang dibuat oleh peneliti.

h. LKS 8

Adalah lembar kerja 8 yang harus dikerjakan oleh siswa agar tujuan pembelajaran yaitu siswa dapat menghitung keliling dan luas segitiga dan jajargenjang dalam satu gambar dapat tercapai. Berikut ini adalah gambaran soal yang dibuat salah satu kelompok pada LKS 8.

Gambar 4.14

67

Gambar 4.14 merupakan salah satu bentuk soal yang dibuat oleh salah satu kelompok siswa pada saat diskusi kelompok. Pada tahap accepting sebagian besar kelompok dapat menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada pada LKS. Karena mereka paham dengan konsep-konsep sebelumnya yang sudah dipelajari. Begitu pula pada tahap challenging semua kelompok juga dapat menyelesaikan tugas untuk membuat soal.

Pada diskusi kelompok yang pertama, siswa masih kesulitan dalam mengerjakan LKS yang diberikan karena mereka tidak terbiasa mencari sendiri informasi untuk menyelesaikan permasalahan yang diberikan oleh guru dan tidak terbiasa membuat soal pertanyaan sendiri. Begitu pula pada saat perwakilan kelompok diminta untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas, siswa terlihat masih kaku dan masih sulit untuk menyampaikan kepada siswa lainnya mengenai hasil diskusi kelompoknya. Akan tetapi pada pertemuan selanjutnya sedikit demi sedikit siswa dapat mencari sendiri informasi untuk menyelesaikan permasalahan dalam LKS dan bisa membuat soal juga. Begitu pula pada tahap diskusi dan presentasi, siswa lebih berani mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas dan siswa yang lain pun tidak ragu-ragu dalam mengungkapkan pendapatnya.

Sedangkan pada proses pembelajaran di kelas kontrol yang menggunakan pendekatan ekspositori siswa terlihat pasif dan hanya mendengarkan penjelasan dari guru. Hal ini bisa terlihat ketika siswa pada kelas kontrol mengalami kesulitan dalam belajar mereka tidak mau bertanya atau malu bertanya kepada guru. Mereka hanya melakukan apa yang ditugaskan oleh guru tanpa berkomentar apapun. Jika mereka tidak bisa, mereka lebih senang diam dan tidak mengerjakan soal tersebut. Walaupun ada beberapa siswa yang aktif bertanya tetapi perbandingannya hanya sedikit saja. Kelas hanya didominasi oleh guru dan siswa yang pintar saja. Selain itu siswa pada kelas kontrol sering tidak mengumpulkan tugas tepat waktu.

Pembelajaran di kelas kontrol, siswa tidak diberikan LKS yang dibuat oleh peneliti, akan tetapi siswa diberikan latihan soal-soal dari LKS sekolah. Yang mana soal-soal pada LKS sekolah jarang sekali memuat soal yang membutuhkan

analisis dalam menyelesaikannya sehingga pemahaman konsep mereka kurang terlatih dan kebanyakan mereka hanya terpaku pada contoh-contoh soal yang diberikan oleh guru sehingga ketika soalnya diubah sedikit siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikannya.

2. Analisis Hasil Pemahaman Konsep Matematika Siswa

Hasil pemahaman konsep matematika siswa dari perhitungan rata-rata nilai posttest pada kelas kontrol dan kelas eksperimen dapat dilihat pada Gambar 4.15.

Gambar 4.15

Diagram Batang Nilai Rata-Rata Nilai Posttest

pada Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen

Berdasarkan Gambar 4.15 nilai rata-rata posttest pada kelas kontrol sebesar 55,4 dan untuk kelas eksperimen sebesar 61,9. Dan setelah dilakukan pengolahan data nilai posttest menggunakan uji t diperoleh hasil posttest pemahaman konsep matematika siswa pada pokok bahasan bangun datar menunjukkan adanya perbedaan antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari jawaban posttest yang diberikan oleh siswa.

52 54 56 58 60 62 64

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Rata-rata Posttest 61,9

69

Dalam penelitian ini terdapat tiga indikator pemahaman konsep matematika siswa yang diukur oleh peneliti, yaitu translation, interpretation, dan extrapolation.

a. Translation

Nilai rata-rata pemahaman translation kelas eksperimen adalah 74 dan kelas kontrol 59. Sehingga dapat dikatakan bahwa nilai rata-rata pemahaman translation kelas eksperimen lebih tinggi dari kelas kontrol. Terlihat terdapat perbedaan kemampuan pemahaman konsep matematika siswa kelas eksperimen dengan kelas kontrol. Di bawah ini merupakan hasil jawaban posttest dari salah satu siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Pada soal nomor 8 sebagai berikut:

“Pada bangun datar jajargenjang EFGH. EF = 5 cm dan FG = 3 cm.

Gambarlah model bangun datar tersebut!”

1) Cara menjawab siswa kelas eksperimen

Ada beberapa siswa kelas eksperimen menjawab seperti Gambar 4.16.

Gambar 4.16

Jawaban Posttest untuk Indikator Translation

Kelas Eksperimen

Dari hasil jawaban siswa kelas eksperimen di atas, terlihat siswa telah dapat menggambarkan bangun datar jajargenjang dengan baik. Dan penempatan huruf-huruf serta angka-angkanya pun tepat sekali sehingga sesuai dengan yang diminta oleh soal. Karena siswa ini dapat menggambarkan jajargenjang dengan baik dan benar, dapat dikatakan bahwa siswa ini telah mencapai pemahaman secara translation dengan baik.

2) Cara menjawab siswa kelas kontrol

Gambar 4.17

Jawaban Posttest untuk Indikator Translation

Kelas Kontrol

Dari hasil jawaban siswa kelas kontrol di atas, terlihat siswa telah dapat menggambar bangun datar jajargenjang, namun jajargenjang yang telah dibuatnya tidak sesuai dengan yang diminta oleh soal. Siswa menggambar jajargenjang dengan ukuran yang berbeda dengan yang diminta oleh soal. Pada gambar yang dibuat siswa terlihat ukuran EF sudah benar yaitu 5 cm, tetapi ukuran 3 cm yang diminta oleh soal adalah ukuran FG bukan FH. Penempatan huruf-hurufnya pun mengalami kekeliruan. Siswa ini kurang tepat menempatkan huruf-huruf yang ada pada soal ke dalam gambar yang telah dibuatnya. Karena siswa ini kurang tepat

Dokumen terkait