• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Peneliti akan membahas pemahaman konsep persamaan linear satu variabel, pembelajaran kelas eksperimen yang menggunakan model creative problem solving dan kelas kontrol yang menggunakan model konvensional, analisis pemahaman konsep persamaan linear satu variabel tiap indikator, serta aktifitas belajar matematik siswa pada kelas eksperimen yang menggunakan model creative problem solving.

1. Analisis Pemahaman Konsep Persamaan Linear Satu Variabel

Berdasarkan hasil tes pemahaman konsep persamaan linear satu variabel kelas eksperimen dan kelas kontrol, terlihat adanya perbedaan nilai rata-rata, median, modus, varians, simpangan baku, tingkat kemiringan dan ketajaman. Deskripsi data perbedaan pemahaman konsep persamaan linear satu variabel disajikan pada tabel 4.9 berikut ini:

Tabel 4.9

Perbandingan Hasil Tes Pemahaman Konsep PLSV Kelas Eksperimen dan Kontrol

Statistik Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol Banyak sampel 40 40 Nilai terendah 25 21 Nilai tertinggi 88 71 Mean 57,23 49,90 Median 58,29 50,10 Modus 60,50 49,30 Varians 161,26 153,89 Simpangan Baku 12,70 12,41 Kemiringan -0,257 0,048 Ketajaman/Kurtosis 0,267 0,273

Tabel 4.9 menunjukkan perbandingan pemahaman konsep persamaan linear satu variabel antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol, yaitu perolehan nilai rata-rata pemahaman konsep persamaan linear satu variabel kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rata-rata pemahaman konsep persamaan linear satu variabel kelas kontrol yaitu memiliki selisih 7,33 artinya rata-rata nilai kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Perbandingan median, modus, varians dan simpangan baku pada kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Tingkat kemiringan di kelompok eksperimen -0,257. Karena bernilai negatif, maka kecenderungan data mengumpul di atas nilai rata-rata, sedangkan pada kelompok kontrol memperoleh tingkat kemiringan 0,048. Karena bernilai positif, maka kecenderungan data mengumpul di bawah nilai rata-rata.

Secara visual perbedaan penyebaran data di kedua kelompok yaitu kelompok eksperimen yang menggunakan model Creative Problem Solving dengan kelas kontrol yang menggunakan pembelajaran konvensional dapat dilihat pada gambar berikut ini:

0 2 4 6 8 10 12 14 16 0 20 40 60 80 100 Fr e k ue nsi Nilai Kelas Eksperimen Kelas Kontrol Gambar 4.8

Kurva Perbandingan Nilai Pemahaman Konsep PLSV pada Kelas Eksperimen dan kontrol

Dilihat dari gambar 4.6, bahwa model kurva dari kelas ekperimen maupun kontrol memiliki model kurva yang sama, yaitu runcing (leptokurtis) karena bedasarkan perhitungan kurtosis dari kedua kelas lebih besar dari 0,263.

Apabila dilihat dari Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) di sekolah tempat penelitian yaitu sebesar 65 untuk mata pelajaran matematika, pada kelas eksperimen siswa yang memperoleh nilai diatas KKM yaitu sebanyak 11 siswa atau sebesar 27,5%, sedangkan pada kelas kontrol siswa yg memperoleh nilai diatas KKM sebanyak 6 siswa atau sebesar 15%. Maka apabila dilihat dari nilai KKM, siswa pada kelas eksperimen memperoleh nilai diatas KKM lebih banyak dibandingkan dengan siswa kelas kontrol.

Perbedaan pemahaman konsep persamaan linear satu variabel dalam penelitian ini juga tercermin dari hasil jawaban posttest yang berbeda antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berikut ini adalah analisis hasil jawaban tes pemahaman konsep persamaan linear satu variabel berdasarkan indikator-indikatornya.

a. Pemahaman Konsep Persamaan Linear Satu Varibel dimensi Instrumental

Indikor persamaan linear satu variabel dalam dimensi instrumental yang diukur yaitu mengubah masalah ke dalam model matematika berbentuk persamaan linear satu variabel. Pemahaman instrumental merupakan pemahaman

atas konsep yang saling terpisah dan hanya hafal rumus dalam perhitungan sederhana.

Pada soal posttest yang diberikan, soal nomor satu, nomor tiga dan nomor lima, ketiganya mewakili dimensi pemahaman konsep instrumental dengan indikator mengubah masalah ke dalam model matematika berbentuk persamaan linear satu variabel. Dari hasil posttest diperoleh bahwa rata-rata pemahaman instrumental pada kelas eksperimen sebesar 6,98 dengan persentase 58,13% sedangkan pada kelas kontrol rata-rata pemahaman intrumental sebesar 6,08 dengan persentase 50,63%. Sebagai gambaran umum hasil penelitian mengenai pemahaman konsep persamaan linear satu variabel dimensi instrumental dengan indikator mengubah masalah ke dalam model matematika berbentuk persamaan linear satu variabel berikut ini akan ditampilkan soal/ masalah beserta jawaban posttest siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Salah satu hasil jawaban siswa pada soal nomor satu adalah sebagai berikut:

Fia mempunyai permen sebanyak x buah, Tuti mempunyai permen 2 kali lebih banyak dari Fia, dan Soni mempunyai permen 10 buah lebih banyak dari Fia. Jika jumlah permen Fia, Tuti dan Soni adalah 30 buah, buatlah model matematikanya!

Perbedaan jawaban dari kelas eksperimen dan kontrol disajikan pada gambar berikut:

Gambar 4.9

Gambar 4.10

Hasil Jawaban Siswa Indikator InstrumentalKelas Kontrol Dari hasil jawaban kedua siswa di atas dapat dilihat bahwa jawaban soal posttest siswa kelas eksperimen lebih baik daripada siswa dari kelas kontrol. Hal ini karena jawaban siswa kelas eksperimen lebih terlihat pemahaman konsep matematikanya dibandingkan jawaban siswa kelas kontrol. Alasannya adalah siswa kelas eksperimen mampu memahami permasalahan dengan baik, sehingga dapat menyelesaikan model matematika tersebut sesuai dengan permasalahan yang diberikan. Pada kelas eksperimen sudah mampu membedakan kalimat perkalian dan penjumlahan. Sedangkan pada kelas kontrol, belum mampu merubah permasalahan secara sempurna ke dalam model matematika.

b. Pemahaman Konsep Persamaan Linear Satu Variabel dimensi Relasional

Indikor persamaan linear satu variabel dalam dimensi relasional yang diukur yaitu menyelesaikan permasalahan matematika yang berkaitan dengan persamaan linear satu variabel. Pemahaman yang termuat suatu skema atau struktur yang dapat digunakan pada penyelesaian masalah yang lebih luas.

Pada soal posttest yang diberikan, soal nomor dua, nomor empat dan nomor enam ketiganya mewakili pemahaman relasional dengan indikator menyelesaikan permasalahan matematika yang berkaitan dengan persamaan linear satu variabel . Dari hasil posttest diperoleh bahwa rata-rata pemahaman relasional pada kelas eksperimen sebesar 6,83 dengan persentase 56,88% sedangkan pada kelas kontrol rata-rata pemahaman relasional sebesar 5,83 dengan persentase 48,54%. Sebagai

gambaran umum hasil penelitian mengenai pemahaman relasional dengan indikator menyelesaikan permasalahan matematika yang berkaitan dengan persamaan linear satu variabel, berikut ini akan ditampilkan soal/ masalah beserta jawaban posttest siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol. Salah satu hasil jawaban siswa pada soal nomor dua sebagai berikut:

Jika besar sudut di dalam masing-masing adalah dan , berapakah besar ?

Perbedaan jawaban dari kelas eksperimen dan kontrol disajikan pada gambar berikut:

Gambar 4.11

Hasil Jawaban Siswa Indikator Relasional Kelas Eksperimen

Gambar 4.12

Hasil Jawaban Siswa Indikator Relasional Kelas Kontrol

Dari hasil jawaban kedua siswa di atas dapat dilihat bahwa jawaban soal posttest siswa kelas eksperimen lebih baik daripada siswa dari kelas kontrol. Hal

ini karena jawaban siswa kelas eksperimen lebih terlihat pemahaman konsep matematikanya dibandingkan jawaban siswa kelas kontrol. Berdasarkan gambar 4.9 dapat dilihat bahwa siswa mampu memahami permasalahan dengan baik. Dalam kelas eksperimen, siswa menyelesaikan hingga besar sudut A diketahui nilainya, sedangkan pada kelas kontrol siswa menyelesaikan permasalahan hanya sampai mencari nilai variabel x.

2. Proses Pembelajaran Model Creative Problem Solving

Pembelajaran dengan menggunakan model Creative Problem Solving merupakan model pembelajaran yang berpusat pada keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan kreativitas. Sehingga dalam pembelajaran ini, selain dilatih menyelesaikan suatu permasalahan, kreativitas siswa juga dapat terlatih. Siswa akan terbiasa menyelesaikan permasalahan dengan berbagai cara.

Adapun langkah pembelajaran yang menggunakan model creative problem solving di kelas eksperimen yaitu, pertama-tama siswa dibagi menjadi beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang siswa. Setelah berkumpul dengan teman-teman sekelompoknya, guru memberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang harus diselesaikan siswa secara berkelompok. Pada pertemuan pertama, siswa masih merasa kebingungan dalam mengerjakan LKS yang diberikan oleh guru karena siswa belum terbiasa melakukan pembelajaran secara mandiri. Guru mendampingi siswa saat siswa mengerjakan LKS tersebut. Dalam LKS tersebut, siswa dihadapkan dengan suatu permasalahan, tahap pertama yaitu, siswa dalam kelompok mengidentifikasi informasi-informasi yang terdapat dalam permasalahan yang diberikan. Siswa menyebutkan apa saja yang diketahui dalam permasalahan tersebut. Setelah informasi-informasi tersebut terkumpul, selanjutnya siswa menemukan masalah dari fakta-fakta yang telah dihimpun. Kemudian siswa mencari berbagai alternatif jawaban untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Dalam tahap ini, tiap anggota kelompok diberikan kebebasan untuk mengungkapkan pendapatnya mengenai solusi penyelesaian dari permasalahan tersebut. Setelah terkumpul beberapa solusi penyelesaian, siswa menyeleksi solusi-solusi tersebut. Solusi yang dipilih merupakan solusi yang

paling efisien. Setelah menemukan solusi yang dianggap paling efisien, kemuadian siswa menyelesaikan solusi tersebut. Setelah selesai, perwakilan dari setiap kelompok menjelaskan hasil diskusi dari kelompok masing-masing. Kelompok lain mendengarkan presentasi teman kelompok yang sedang berbicara di depan kelas, setelah selesai presentasi, kelompok lain menanggapi atau memberikan pendapat lain. Setelah diskusi selesai dilaksanakan, guru memberikan kesimpulan/mengoreksi agar materi pelajaran lebih jelas.

Pada pertemuan pertama, siswa masih merasa kebingungan. Masih banyak siswa yang bertanya mengenai cara pengerjaan LKS, karena siswa jarang sekali dihadapkan dengan LKS yang berbasis masalah. Ketika presentasi masih banyak siswa yang kurang berani untuk maju ke depan kelas mempresentasikan hasil diskusi kelompok mereka. Namun pada pertemuan-pertemuan selanjutnya, siswa sudah mulai terbiasa belajar dengan model pembelajaran creative problem solving. Siswa sudah berani berpendapat dan berani mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas.

Sedangkan untuk kelas kontrol yang menerapkan pembelajaran konvensional. Pembelajaran konvensional disekolah menggunakan metode ceramah, tanya jawab dan latihan. Pertama-tama guru menerangkan materi dan memberikan contoh soal. Keterlibatan siswa hanya sebatas mendengarkan dan mencatat konsep-konsep yang diberikan. Apabila ada siswa yang kurang paham/mengerti, maka siswa dapat bertanya kepada guru.Setelah guru selesai menyampaikan materi, siswa diberi LKS. Namun berbeda dengan kelas eksperimen, siswa mengerakan LKS secara individu.

Dalam proses pembelajaran yang dilakukan dikelas kontrol ini, siswa tidak terlibat secara optimal dan cenderung pasif. Siswa tidak diberi kesempatan untuk bertukar pendapat dengan temannya dalam mengungkapkan ide dan gagasannya didalam kelas. Dengan demikian, siswa belajar dengan hafalan. Namun kelebihan dari kelas kontrol ini adalah siswa dapat mengerjakan dengan lancar dan sistematis terhadap soal yang diberikan guru, dengan catatan soal tersebut sesuai dengan contoh soal yang telah dijelaskan. Apabila soal yang diberikan berbeda

dengan contoh yang dijelaskan, maka siswa akan mengalami kesulitan untuk menyelesaikannya.

3. Aktivitas Belajar Matematik Siswa

Aktivitas siswa yang terjadi selama pembelajaran menggunakan model Creative Problem Solving berlangsung, diamati melalui lembar aktivitas belajar matematuk siswa. Lembar aktivitas belajar matematik siswa terdiri dari 7 aspek yang diamati, yaitu memperhatikan penjelasan teman/guru dengan rata-rata presentase sebesar 73,4%, bersemangat dan atusias dalam belajar dengan rata-rata presentase sebesar 57,5%, rasa ingin memahami materi tinggi dengan rata-rata presentase sebesar 65%, tekun dalam menghadapi tugas dengan rata-rata presentase sebesar 68,1%, banyak bertanya/menjawab pertanyaan guru/teman dengan rata-rata presentase sebesar 43,4%, senang mencari dan memecahkan soal dengan rata-rata presentase sebesar 54,7% dan dapat mempertahankan pendapatnya dengan rata-rata presentase sebesar 33,8%.

Lembar aktivitas belajar matematik diisi oleh peneliti pada setiap pertemuan selama delapan kali pertemuan. Lembar aktivitas belajar matematik siswa bertujuan untuk melihat aktivitas belajar matematik selama pembelajaran menggunakan model creative problem solving.

Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan peneliti, ketujuh aspek yang diamati pada setiap pertemuan selalu mengalami peningkatan. Pada pertemuan pertama kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan model Creative Problem Solving, aktivitas belajar matematik siswa masih belum kondusif. Hal ini dikarenakan siswa belum terbiasa menggunakan model Creative Problem Solving. Saat pembagian kelompok pada pertemuan pertama, banyak siswa yang tidak mau berkelompok apabila bukan dengan teman dekatnya. Peneliti berusaha membaur siswa agar siswa terbiasa bekerja sama dengan siapa saja.

Pada pertemuan selanjutnya, aktivitas belajar matematik siswa berangsur-angsur mengalami perubahan yang lebih baik. Siswa mulai terbiasa menggunakan model Creative Problem Solving. Beberapa siswa yang awalnya tidak terlibat dalam diskusi kelompok ataupun masih malu-malu mengungkapkan pendapatnya

dalam diskusi, akhirnya mereka mulai ikut semangat bekerja sama dengan kelompoknya dalam mengerjakan LKS yang diberikan peneliti.

Aktivitas belajar matematik siswa yang pembelajarannya menggunakan model creative problem solving yang mengalami perubahan secara signifikan yaitu aspek tekun dalam menghadapi tugas. Aspek ini mengalami peningkatan paling besar yaitu sebesar 68%. Sebelum proses belajar mengajar menggunakan model creative problem solving, siswa masih banyak yang tidak serius dalam mengerjakan tugas yang diberikan, namun setelah model creative problem solving ini diterapkan ketekunan siswa mengalami peningkatan yang signifikan.

Dokumen terkait