• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Dari hasil perhitungan hipotesis menggunakan uji “t” untuk pretest kelas eksperimen dan kelas kontrol diperoleh harga thitung = 0,72 dari tabel distribusi “t” untuk taraf signifikansi α = 0,05 dan derajat kebebasan 48, diperoleh ttabel = 2,021 maka thitung < ttabel ( 0,72 < 2,021 ) dan menerima Ho.

Dengan demikian hasil pretest yang belum mendapatkan perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran konstruktivisme melalui metode eksperimen tidak terdapat perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Artinya kemampuan kognitif kedua kelompok sama. Ini terlihat dari rata-rata pretest yang didapatkan oleh kedua kelas tersebut rendah. Siswa mengalami kesulitan dalam menjawab pertanyaan dalam pretest karena mereka belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang laju reaksi.

Sedangkan pengujian posttest ternyata diperoleh nilai perbandingan antara variabel pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konstruktivisme melalui metode eksperimen (X) dan hasil belajar kimia siswa (Y), sebesar thitung =7,83. Sedangkan nilai ttabel untuk taraf signifikan 0,05 dengan derajat kebebasan 48, diperoleh harga ttabel = 2,021, jika dibandingkan thitung dengan ttabel lebih besar dari ttabel (thitung > ttabel).

Dengan demikian hipotesis alternatif (Ha) yang menyatakan terdapat pengaruh yang signifikan pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konstruktivisme melalui metode eksperimen terhadap hasil belajar siswa pada konsep laju reaksi diterima. Sehingga penelitian ini dapat

membuktikan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model

pembelajaran konstruktivisme melalui metode eksperimen meningkatkan hasil belajar kimia siswa.

Hasil belajar yang diperoleh dimungkinkan dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah oleh faktor guru, siswa, serta model maupun metode pembelajaran. Dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa terhadap konsep-konsep sains maka penyajian materi ajar sains oleh guru di sekolah hendaknya dapat mengkaitkan pengetahuan awal yang di miliki siswa dengan materi yang akan diajarkan.

Model pembelajaran yang dapat membantu guru dalam proses pembelajaran kimia adalah model pembelajaran konstruktivisme dengan

mengunakan metode eksperimen. Dimana model pembelajaran

pribadi, prediksi kelompok, percobaan, diskusi kelompok, laporan kelompok, penjelasan, aplikasi. Tahap pertama adalah manarik perhatian siswa dimana guru memberikan gambaran singkat tentang fenomena yang berkaitan dengan materi yang akan di ajarkan. Siswa akan mengaitkan pengetahuan awal yang dimilikinya yang didapat selama hidupnya. Hal ini dimaksudkan agar siswa fokus terhadap pelajaran yang akan dipelajari. Setelah anak didik fokus, maka anak didik termotivasi untuk mempelajari konsep yang akan diajarkan. Tahap ini juga dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan.

Kemudian siswa diberi kesempatan untuk memberikan prediksi tentang percobaan yang akan dilakukan. Setelah itu siswa diminta untuk melakukan diskusi dengan kelompoknya. Setelah melakukan diskusi kelompok, tiap-tiap kelompok diminta untuk mengemukakan prediksi kelompok. Tahap berikutnya adalah tahap percobaan dimana siswa melakukan sendiri percobaan mereka. Tahap ini menjadi penting karena siswa akan langsung mengetahui, prediksi yang dilakukan siswa pada tahap kedua dan tahap ketiga akan terjawab. Apakah yang mereka prediksikan di awal akurat atau tidak. Dalam tahap ini siswa dapat melakukan percobaannya sendiri, dan mengetahui prediksinya benar atau tidak.

Selanjutnya adalah diskusi kelompok, dimana siswa diajak untuk berdiskusi bersama kelompoknya. Siswa mendiskusikan hasil percobaan yang telah dilakukan akurat atau tidak, serta mengemukakan alasan yang mendukung. Tahap ini bertujuan untuk melatih kemampuan berfikir siswa untuk menyelesaikan setiap persoalan yang dihadapi. Guru melatih siswa untuk memecahkan masalah melalui diskusi kelompok. Hal ini bertujuan supaya siswa saling bertukar pikiran, bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.

Kemudian siswa membuat laporan kelompok, tahap ini dimana masing-masing kelompok menyampaikan hasil diskusi kelompoknya, mengemukan berbagai macam alasan yang mendukung hasil penelitian mereka. Tahap ini bertujuan membantu siswa untuk mengembangkan

pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap. Tahap penjelasan adalah dimana guru menyampaikan penjelasan singkat tentang teori dan konsep dan mengkoreksi jika terdapat kesalah pahaman siswa.

Tahap aplikasi adalah dimana guru mengajak siswa untuk berfikir percobaan lain yang mirip yang telah dilakukan ataupun mengemukakan ide yang sama dengan percobaan yang telah dilakukan. Dari tahap-tahap yang telah dilakukan siswa dilatih harus aktif melakukan kegiatan, aktif berfikir, menyusun konsep dan memberikan makna tentang hal-hal yang sedang dipelajari. Sedangkan guru hanya membantu agar proses pengkonstruksian pengetahuan siswa berjalan lancar. Guru di sini tidak mentransferkan pengetahuan yang telah dimiliki guru melainkan membantu siswa untuk membentuk pengetahuannya sendiri. Model pembelajaran konstruktivisme menekankan peranan utama dalam kegiatan belajar adalah aktifitas siswa dalam mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dan sarana dalam proses pembelajaran seperti bahan, peralatan, media dan fasilitas lainnya disediakan untuk membantu pembentukkan pengetahuan siswa.

Seperti yang diungkapkan suparno dalam retno widyaningrum bahwa belajar menurut konstruktivisme adalah proses mengasimilasi dan menghubungkan pengalaman atau bahan yang sedang dipelajari dengan pengalaman yang telah dimiliki seseorang sehingga pengertiannya berkembang. Sedangkan mengajar menurut konstruktivis bukanlah kegiatan memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa, namun merupakan kegiatan yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun sendiri pengetahuannya.

Pada pembelajaran dengan model pembelajaran konstruktivisme melalui metode eksperimen, siswa harus aktif selama proses pembelajaran. Karena siswa terlibat secara penuh dan aktif dalam proses pembelajaran. Tahap awal siswa mengkaitkan pengetahuan yang telah dipunyai siswa dengan pengetahuan yang baru. Kemudian siswa memprediksi, setelah itu melakukan percobaan, diskusi kelompok, laporan kelompok, dan pada tahap akhir atau tahap aplikasi siswa diajak untuk befikir percobaan yang mirip

ataupun mengemukakan ide yang sama dengan percobaan yang telah dilakukan.

Pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konstruktivisme adalah pembelajaran yang menekankan agar siswa dapat berfikir dan memahami materi pelajaran, bukan sekedar menerima, mendengar dan mengingat. Dalam kegiatan pembelajaran siswa harus aktif upaya menemukan pengetahuan, konsep dan kesimpulan tentang konsep yang sedang dipelajari.

Pada pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran konstruktivisme melalui metode eksperimen, siswa dituntut terlibat aktif dalam proses belajar dan mengajar. Siswa menjadi pusat kegiatan, karena siswa akan melakukan semua tahapan yang ada pada model pembelajaran konstruktivisme. Sedangkan peran guru dalam pembelajaran konstruktivisme hanya sebagai mediator dan fasilitator yang membantu agar proses belajar siswa dapat berjalan dengan baik. Di dalam kelas, guru menciptakan persoalan, membimbing siswa dalam melakukan percobaan, membiarkan siswa mengungkapkan gagasan dan konsepnya. Hal ini sesuai dengan Mulyasa dalam Retno Widyaningrum mengungkapkan bahwa metode pembelajaran yang dapat digunakan dalam pembelajaran konstruktivisme adalah diskusi, tanya jawab, eksperimen, problem solving, penemuan dan investigasi serta pemberian tugas. Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakuan oleh Setyarini bahwa dengan menerapkan pembelajaran konstruktivisme dapat meningkatkan hasil belajar kimia siswa.

BAB V

PENUTUP

Dokumen terkait